Anda di halaman 1dari 28

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

DAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2
(pph YANG BERSIFAT FINAL )

DISUSUN OLEH :
ADE IRMA
WIDYA
MUHAMMAD FARRAS
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Ketentuan pasal 26, undang-undang mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib pajak luar negeri (baik orang
maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap.

WAJIB PAJAK pph PASAL 26

yang dikenakan pemotongan pph pasal 26 adalah Wajib pajak luar negeri (orang pribadi
Maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Penghasilan yang dipotong pph pasal 26 adalah :


1. a. Dividen.
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
c. Royalti,sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan.
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
h. keuntungan karena pembebasan utang.

Dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempo pembayaran.
2. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang berupa :
a. Perhiasan g. Lukisan
b. Berlian h. Mobil
c. Emas i. Motor
d. Intan j. Kapal pesiar
e. Jam tangan mewah k. Pesawat terbang ringan
f. Barang antik
Dengan nilai Rp 10.000.00,00 ke atas untuk setiap jenis transaksi.
3. Premi asuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi luar negeri.
4. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara ( conduit compony atau special purpose
company ) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak ( tax haven country ) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
5. Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
dikenakan pajak sebesar 20%,kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
TARIF PAJAK DAN PENETAPANNYA

Besarnya tarif pph pasal 26 dibedakan atas kelompok objek pph pasal 26 seperti :
1. Atas penghasilan yang berupa ;
a. Dividen.
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan.
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
h. Keutungan karena pembebasan utang.
Dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang
wajib membayarkan.

Pph pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%


2. Atas penghasilan yang berupa :
a. Penghasilan dai penjualan harta di Indonesia.
b. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Dipotong pph pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Pph pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20%

Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga jual.
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan
Pada perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut :
a. Atas premi yang dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi diluar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang,sebesar 10%
dari jumlah premi yang dibayar.
c. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun malalui pialang, sebesar 5%
dari jumlah premi yang dibayar
3. Atas penghasilan yang berupa penjulan atau pengalihan saham dipotong pph pasal 26 dari
perkiraan penghasilan neto.

Pph pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20%

Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.

4. Atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali
di Indonesia.
Penanaman kembali tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurang pajak
penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.
b. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud
pada huruf a harus aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akta pendiriannya, paling
lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan didirikan.
c. Penamanaan kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut.

d. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi
komersial.

PPh Pasal 26 = ( PKP – PPh Terutang ) x 20%

Catatan :
Untuk keperluan perhitungan PPh pasal 26, penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
mata uang asing dihitung berdasarkan nilai kurs yang ditetapkan oleh menteri keuangan
yang berlaku pada saat pembayaran atau dibebankan.
CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26

Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang
dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2018.
Mike memperoleh gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp 13.500,- per US$ 1.

Penghitungan PPh pasal 26 :


Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
5,000 x Rp 13.500,00 = Rp 67.500.000,00
Penerapan Tarif :
20% x Rp 67.500.000,00 = Rp 13.500.000,00
PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2018 adalah Rp 11.500.000,00
SIFAT PEMOTONGAN

Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :


1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan
BUT di Indonesia.
2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau
kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT.

PEMOTONGAN PAJAK
Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan pasal 26 wajib dilakukan oleh :
1. Badan pemerintah.
2. Subjek pajak dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan.
4. Bentuk usaha tetap.
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6. Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 26.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2
( PPh YANG BERSIFAT FINAL )

PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA, SEWA, DAN IMBALAN JASA


KONSULTAN DAN JASA KONSTRUKSI YANG DIATUR DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH ( PPh Pasal 4 Ayat 2 )

Pasal 4 Ayat 2 Undang-undang pajak penghasilan menyebutkan, bahwa :


“Atas penghasilan berupa bunga deposito, tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan peraturan pemerintah.”
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA DEPISITO
DAN TABUNGAN, DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA

Dalam peraturan pemerintah No.131 tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
(s.t.d.t.d.) peraturan pemerintah No.123 tahun 2015 adalah sebagai berikut :
1. Atas bunga dari deposito dalam mata uang Amerika Serikat yang dananya bersumber
dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan didalam negeri pada bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai pajak
penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut :
a. Tarif 10% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) bulan.
b. Tarif 7,5% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan.
c. Tarif 2,5% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 6 (enam) bulan.
d. Tarif 0% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan.
2. Atas bunga dari deposito dalam mata uang Rupiah yang dananya bersumber dari Devisa Hasil
Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau cabang luar negeri di Indonesia dikenai pajak penghasilan yang
bersifat final dengan tarif sebagai berikut :
a. Tarif 7,5% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 1 (satu) bulan.
b. Tarif 5% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan.
c. Tarif 0% dari jumlah bruto untuk deposito dengan jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih
dari 6 (enam) bulan.

3. Atas bunga dari tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia serta bunga dari deposito
selain dari deposito sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 dikenai pajak penghasilan
yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut :
a. Tarif 20% dari jumlah bruto, terhadap wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
b. Tarif 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak
berganda yang berlaku, terhadap wajib pajak luar negeri.
Pemotongan PPh ini dilakukan terhadap :
1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan
merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilik rumah sederhana
dan sangan sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau

rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

Catatan :
Bagi wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang seluruh penghasilannya (termasuk bunga
dan diskonto) dalam satu Tahun Pajak tidak melebihi PTKP, atas pajak yang telah dipotong
dapat diajukan permohonan restitusi.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU
DISKONTO OBLIGASI

Menurut Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2009 s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah No. 55
Tahun 2019, atas penghasilan yang diterima wajib pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang
diperdagangkan dan/atau dilaporkan di bursa efek dikenakan pajak penghasilan yang bersifat
final. Besarnya pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar :
a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi
wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi.
2. Diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar :
a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi
wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga
berjalan.
3. Diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar :
a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi
wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan Obligasi.

4. Bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak reksa
dana dan wajib pajak dana investasi insfrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif,
dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek beragam aset
berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada otoritas jasa keuangan
sebesar :
a. 5% sampai dengan tahun 2020.
b. 10% untuk tahun 2021 dan seterusnya.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN

Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 2002. Menurut ketentuan tersebut penghasilan berupa sewa tanah
dan/atau bangunan dikenakan PPh yang bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar
10% baik atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

PPh (Final) = 10% x Bruto

Contoh 1 :
PT BDS menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor dengan nilai sewa
sebesar Rp 40.000.000,00
PPh Pasal 4 Ayat 2 yang dipotong oleh PT BDS adalah :
10% x Rp 40.000.000,00 = Rp 4.000.000,00
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari :
a. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
b. Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan serta perubahannya, Terutang
Pajak Penghasilan yang bersifat final.

2. Penghasilan dari pengalihan hak ats tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan yang diterima
atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui :
a. Penjualan
b. Tukar menukar
c. Pelepasan hak
d. Lelang
e. Hibah
f. Waris
g. atau cara lain yang disepakati antara para pihak

3. Penghasilan dari Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya adalah penghasilan dari :
a. Pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat
pertama kali ditandatangani
b. Pihak Pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum
terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan
pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut
4. Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar :
a. 2,5 % (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah
Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan
b. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan.
c. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan
usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah
yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang undang
yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

5. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan :

a. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/ atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 dan
bukan merupakan jumlah yang dipecah pecah

b. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/ atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
PMK, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penggunaan antara pihak pihak yang bersangkutan
c. Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan dengan cara hibah
kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK sepanjang hibah tersebut
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penggunaan antara pihak
pihak yang bersangkutan
d. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena waris
e. Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka
penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan
untuk menggunakan nilai buku
f. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang melakukan pengalihan
harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun
serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.
g. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan.
USAHA JASA KONTRUKSI

Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari usaha jasa kontruksi diatur dengan Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2008 s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2009. Berikut ini
adalah beberapa pengertian menurut Peraturan Pemerintah tersebut :

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan
atau bentuk fisik lain.

Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan
dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli
yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik
lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan
dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement
and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan
pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.

Atas Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut :
1. 2 % (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil;
PPh (final) = 2% x Jumlah jasa
2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha.
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa
3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain
Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2.
PPh (Final) = 3% x Jumlah Jasa
4. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha.
PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa
5. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
PPh (Final) = 6% x Jumlah Jasa

Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi :


6. Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan
pemotong pajak
7. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak.
PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN

Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 132 Tahun 2000 Menurut ketentuan peraturan tersebut penghasilan berupa undian
dengan nama dan dalam bentuk apa pun dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat
Final. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan berupa
hadiah undian adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah undian.
PPh (Final) = 25% x Bruto

Contoh 2 :
PT Dipta dalam rangka mempromosukan produk barunya menyelenggarakn undian dengan hadiah
berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000,00.
PPh Pasal 4 Ayar 2 yang dipotong PT Dipta adalah :
25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
PPh FINAL ATAS PENGHASILAN DARI TRANKSAKSI DERIVATIF
BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI
BURSA

Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari tranksaksi derivatif berupa kontrak
berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2009. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari tranksaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5 % ( dua koma limah persen ) dari margin
awal.
PPh (Final) = 2,5 % x Margin Awal

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2011 tanggal 6 juni 2011
ketentuan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari tranksaksi derivatif
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
PPh ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO
TERTENTU

Pengenaan Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang
memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5
% (nol koma lima persen).
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan final disini merupakan :
1. Wajib Pajak orang pribadi
2. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan
terbatas

Yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp
4.800.000.000,00 (empat milliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat adalah
sebagai berikut :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, yang meliputi :
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, Penilai, dan aktuaris
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinteron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama dan
penari.
c. Olahragawan
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
e. Pengarang, peneliti, dan Penerjemah
f. Agen Iklan
g. Pengawas atau pengelola proyek
h. Perantara
i. Petugas Penjaja barang dagangan
j. Agen asuransi
k. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan
sejenis lainnya.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah
dibayar di luar negeri.
3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang perundangan perpajakan tersendiri.
4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Anda mungkin juga menyukai