Disusun oleh :
NAJWA ATSIGAH
NIM: 20031017
PERTEMUAN 13
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya
menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Terdapat
pengecualian mengenai PPh yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib
Pajak Luar Negeri dari Indonesia, yaitu tidak berlaku untuk yang bukan BUT di
Indonesia.
Adapun pihak yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri (Badan
dan Pribadi) selain BUT di Indonesia. Hal yang menentukan seorang individu atau
perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:
Dividen
Bunga, tak terkecuali diskonto, premium, insentif berkenaan dengan jaminan
bayaran pinjaman
Sewa, royalti, serta penghasilan lain berkenaan dengan digunakannya asset
Insentif yang terkait dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan
Hadiah serta penghargaan
Pensiun serta bayaran secara berkala
Premi swap maupun transaksi pelindung lain
Pemerolehan untung dari dihapusnya utang.
Dividen
Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait jaminan pembayaran
pinjaman)
Royalti, sewa, dan pendapatan lain terkait penggunaan aset/harta
Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Hadiah dan penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
Premi swap dan transaksi lindung lainnya
Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
2. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Perkiraan Penghasilan Neto
Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi berupa: perhiasan
mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil
dan motor, kapal pesiar dan pesawat terbang ringan.
Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah
persentase sebesar 25% dari harga jual.
Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar perkiraan penghasilan
neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan
asuransi luar negeri adalah:
0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang
10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh
perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui
pialang
Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini 25%
dari harga jual.
3. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan
Saham Perusahaan
Tarif PPh 26 dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari BUT di
Indonesia ini adalah yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi
dengan pajak, suatu BUT di Indonesia.
Pengenaan tarif ini dikecualikan atas penghasilan tersebut jika penghasilan itu
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian pajak (tax
treaty) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B)
Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton
di Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar
Rp100.000.000. Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26.
Hitunglah PPh Pasal 26!
Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan dipotong
PPh Pasal 26 sebesar Rp20.000.000.
Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui
perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi
yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan
tersebut ke perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar
premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:
Sebagai contoh, PT A memiliki penghasilan kena pajak BUT di Indonesia pada 2020
sebesar Rp20.000.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan PT A ini
sebesar 25% x Rp20.000.000 = Rp5.000.000.000. Sehingga penghasilan BUT PT A
setelah kena pajak menjadi sebesar Rp20.000.000.000 – Rp5.000.000.000 =
Rp15.000.000.000. Maka, PPh 26 yang dikenakan pada PT A adalah:
Anggap tak ada P3B antara Indonesia dengan Argentina, maupun Inggris. Maka
perhitungan PPh 26-nya:
PPh Pasal 26
Sementara itu, apabila negara asal wajib pajak dan pemotong PPh Pasal 26 tersebut
merupakan negara yang mempunyai tax treaty atau P3B dengan Indonesia, maka
tidak akan dikenakan pajak penghasilan pasal 26. Atau dalam perjanjian P2B
tersebut disebutkan ada ketentuan besar tarif tertentu, yakni mulai dari 0% hingga
20%.
Badan Pemerintah
Subjek Pajak dalam negeri
Penyelenggara Kegiatan
BUT
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Penghasilan atas penjualan saham tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari
perkiraan Penghasilan Neto, sedangkan besarnya Penghasilan Neto adalah 25%
dari Harga Jual.
Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus
sebagai Wajib Pajak Luar Negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan
apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.
Penting bagi Wajib Pajak yang akan memotong PPh Pasal 26 kepada Wajib Pajak
Luar Negeri untuk mengetahui apakah Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berasal dari
negara yang mempunyai Tax Treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab
ketentuan tarif pajaknya akan berbeda.
G. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap
3:
o lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri
o lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak
o lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh:
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26
bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pengecualian :
RANGKUMAN MATERI PPh PASAL 4 AYAT (2)
PERTEMUAN 14
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final:
1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi
2. penghasilan berupa hadiah undian
3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan
5. penghasilan tertentu lainnya.
Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk
sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud di atas termasuk
surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note,
Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang
Negara yang dimaksud di atas meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan
Negara.
A. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
1. Objek Pajak
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
Bank Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. Termasuk dalam
pengertian bunga di atas adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito
dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Ketentuan di atas tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun Pajak termasuk bunga dan
diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
2. Tarif
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank lndonesia adalah sebagai berikut :
a. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto,
terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau
dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,
terhadap Wajib Pajak luar negeri.
3. Pengecualian
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto
Sertifikat Bank Indonesia tidak dilakukan terhadap :
a. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank lndonesia tersebut
tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang
diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
1. Objek Pajak
a. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan.
b. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa
berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
c. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang
Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2. Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib
Pajak berupa Bunga Obligasi adalah:
a. bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
dan
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan
Obligasi;
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
dan
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
dan
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan Obligasi; dan
d. bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib
Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan
10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.
3. Pemotong Pajak
a. penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas
bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada
saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang
Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau
b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli,
atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.
4. Pengecualian
Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penerima penghasilan berupa Bunga Obligasi
adalah:
a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang PPh; dan
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.
Penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak bank
yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia, dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-Undang PPh.
Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara
yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
a. nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana
atau di Pasar Sekunder; atau
b. harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di
Pasar Sekunder,
tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.
1. Objek Pajak
Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan
pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2. Tarif
a. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT); dan
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan
di luar negeri,
3. Pemotong Pajak
a. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas
Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku
pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.
4. Pengecualian
Pemotongan pajak tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak:
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian izin usaha.
D. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh
Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
1. Objek Pajak
Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
2. Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi
adalah:
3. Pemotong Pajak
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut.
1. Objek Pajak
Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun
dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2. Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan berupa
hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah bruto hadiah undian.
3. Pemotong Pajak
Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut PPh Final atas Hadiah Undian.
1. Objek Pajak
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final
2. Tarif
a. Besarnya Pajak Penghasilan adalah 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto
nilai transaksi penjualan
b. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa diakhir
tahun 1996.
c. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari
1997, maka yang dimaksud dengan nilai saham adalah nilai saham ditetapkan
sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
3. Pemotong Pajak
Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan setiap transaksi penjualan
saham di bursa efek.
Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat
final. Perusahaan Pasangan Usaha tersebut adalah perusahaan yang memenuhi syarat
sebagai berikut :
2. Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan perusahaan modal ventura di atas adalah
0,1% (satu perseribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal.
Dalam hal transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut
dilakukan melalui bursa efek, maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
3. Pengecualian
Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang tidak memenuhi
ketentuan di atas dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
undang Pajak Penghasilan.
1. Objek Pajak
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2. Tarif
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen).
3. Pemotong
Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
1. Objek Pajak
Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final.
2. Tarif
Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan tersebut
tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran di atas merupakan bagian dari
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.
3. Pemotong
a. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa
merupakan pemotong pajak; atau
b. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.
J. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan
1. Objek Pajak
2. Tarif
adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan.
Sedangkan pengalihan atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1%
(satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
tersebut.
3. Pemotong
a. Untuk transaksi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati
dengan pihak lain selain pemerintah, PPh terutang wajib dibayar sendiri oleh
pribadi atau badan yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP)pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akta, keputusan,
perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditanda tangani oleh pejabat yang
berwenang.
b. Untuk penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus PPh terutang dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan
pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.
4. Pengecualian
1. Objek Pajak
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan
industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh
pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan
tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan,
biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
2. Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun
Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah
dan atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.
3. Pemotong
Pemotongan dilakukan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut di
atas, PPh disetor sendiri oleh yang menyewakan.
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
Pemotongan
Dilakukan oleh pihak yang membayarkan (penerima jasa) dengan cara
menerbitkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) rangkap tiga.
Penyetoran
Penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan SSP atas nama dan NPWP
pemotong pajak. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikut. Penyetoran dilakukan ke bank persepsi dan Kantor Pos.
Pelaporan
Paling lambat tanggal 20 bulan berikut dengan menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat(2).
a. Koperasi
b. Penyelenggara kegiatan
c. Otoritas bursa
d. Bendaharawan.
RANGKUMAN MATERI PPh PASAL 15
PERTEMUAN 15
PPh Pasal 15 adalah salah satu jenis pengenaan pajak penghasilan atau
pungutan pajak pada industri di bidang pelayaran, penerbangan internasional,
serta perusahaan asing. UU No 36 Tahun 2008 menjadi dasar hukum PPh Pasal
15.
Selain itu, subjek pasal PPh Pasal 15 juga mencakup perusahaan pengeruk
minyak maupun perusahaan yang menanamkan modal berbentuk build-
operate-transfer (BOT), seperti proyek infrastruktur. Contohnya, pembangunan
metro, jalan tol, dan lain-lain.
Secara spesifik, berikut aktivitas usaha yang terkena PPh Pasal 15:
Objek pajak PPh Pasal 15 adalah seluruh nilai atau imbalan pengganti yang
dapat berupa uang maupun nilai mata uang yang didapatkan oleh perusahaan
atau badan berdasar atas kesepakatan charter dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dilakukan dari satu pelabuhan menuju pelabuhan lainnya di
Indonesia atau ke luar negeri, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian charter adalah perjanjian yang mencakup keseluruhan bentuk
charter, seperti penyewaan ruang pesawat baik bagi orang maupun barang atau
space charter.
Pajak penghasilan = 5% x bruto nilai tertinggi nilai pasar dengan Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP).
Contoh Kasus :
Pajak penghasilan atas penyewaan kapal yang dimiliki oleh perusahaan Indonesia.
Kemudian, PT Selam Segitiga melakukan pembayaran atas sewa kapal tersebut kepada
PT Laut Biru sejumlah Rp30.000.000.
Maka perhitungannya:
PPh 15 dibayarkan oleh badan usaha secara mandiri melalui pemotongan yang
dibuktikan dengan bukti potong,oleh pihak penerima penghasilan. Ketika melapor
dalam SPT Masa, bukti potong PPh Pasal 15 perlu dimasukkan ke dalam lampiran.
Laporan wajib diberikan setiap tanggal 20 pada bulan pembayaran pajak. Akan tetapi,
tanggal jatuh tempo pajak yang harus dibayarkan perusahaan bervariasi. Perhatikan
tanggal-tanggal berikut:
Perusahaan Pelayaran
Wajib pajak perlu melakukan setoran PPh Pasal 15 kepada pos persepsi atau bank
dengan penyampaian SSP (kini SSE) atau kode billing melalui teller bank atau pos
persepsi, ATM, mobile atau internet banking, EDC, serta cara lainnya.Kemudian wajib
pajak akan mendapat lembar Bukti Penerimaan Negara. Lembar yang menjadi bukti
pembayaran.
Sementara itu, penyampaian SPT Masa dapat dilakukan dengan bentuk formulir kertas
atau dokumen elektronik.Akan lebih baik jika pengisian SPT dilakukan secara
elektronik melalui aplikasi perpajakan yang sudah tersedia.
Saat terhutang PPh pasal 15 adalah pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai pengganti. Jika jatu tempoh penyetoran dan pelaporan
bertepatan dengan hari libur? Bisa di setor dan dilapor dihari kerja berikutnya
E. Penyetoran dan pelaporan atas penghasilan dari :KPDA/Perusahaan
Pelayaran dan penerbangan LN ,Perusahaan Pelayaran dan penerbangan
DN.
Pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang
proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan),
yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan
oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna
jasa.
Jumlah seluruh biaya pembatan atau peraitan barang tidak termasuk biaya
pemakian bahan baku ( direct materials).
C. Tarif (Final)
D. Cara Pelunasan
PPh terhutang wajib disetorkan sendiri oleh wajib pajak dengan cara
pembayaran setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.
Contoh Kasus
Maka perhitungannya:
Maka Perhitunganya :
=1,8% X 100.000.000
=1.800.000
Perusahaan penerbangan luar negeri Fiskal airline (BUT) menyewakan pesawat kecil
kepada PT.Kaka Tua Indonesia dengan nilai sewa sebesar 300.000.000,pph pasal 23
yang wajib dipotong oleh PT.Kaka Tua Indonesia adalah ?
Maka Perhitunganya:
= 2,64% X 300.000.000
=7.920.000 (Final)