Anda di halaman 1dari 37

RINGKASAN MATERI

Materi 13, 14 & 15

Mata Kuliah: PPh Potongan dan Pungutan

Dosen Pengampu: Ni Made Dwita Ratnaningsih, S.E.,M.Si

Disusun oleh :

NAJWA ATSIGAH

NIM: 20031017

PRODI :D4 AKUNTANSI PERPAJAKAN

Politeknik elbajo commodus

Tahun Ajaran 2021/2022


RANGKUMAN MATERI PPh 26

PERTEMUAN 13

A. Pengertian PPh Pasal 26

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak


penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri
dari Indonesia selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.  Badan usaha
yang melakukan transaksi pembayaran gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya
kepada Wajib Pajak Luar Negeri diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26.Bentuk
usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya
menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Terdapat
pengecualian mengenai PPh yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib
Pajak Luar Negeri dari Indonesia, yaitu tidak berlaku untuk yang bukan BUT di
Indonesia.

B. Subjek PPh Pasal 26

Adapun pihak yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri (Badan
dan Pribadi) selain BUT di Indonesia. Hal yang menentukan seorang individu atau
perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:

 seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang


tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan
usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
 seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang
tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

C. Objek PPh Pasal 26

Berikut objek Pajak Penghasilan Pasal 26 :

 Dividen
 Bunga, tak terkecuali diskonto, premium, insentif berkenaan dengan jaminan
bayaran pinjaman
 Sewa, royalti, serta penghasilan lain berkenaan dengan digunakannya asset
 Insentif yang terkait dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan
 Hadiah serta penghargaan
 Pensiun serta bayaran secara berkala
 Premi swap maupun transaksi pelindung lain
 Pemerolehan untung dari dihapusnya utang.

D. Tarif PPh Pasal 26

Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%.

1. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Jumlah Bruto

Tarif 20 persen dari jumlah bruto yang dikenakan atas:

 Dividen
 Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait jaminan pembayaran
pinjaman)
 Royalti, sewa, dan pendapatan lain terkait penggunaan aset/harta
 Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan
 Hadiah dan penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya
 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
2. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Perkiraan Penghasilan Neto

Tarif 20 persen dari perkiraan penghasilan neto ini dikenakan atas:

Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi berupa: perhiasan
mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil
dan motor, kapal pesiar dan pesawat terbang ringan.
Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah
persentase sebesar 25% dari harga jual.
Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar perkiraan penghasilan
neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan
asuransi luar negeri adalah:
 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang dibayar
tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang
 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh
perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui
pialang
Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini 25%
dari harga jual.

3. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan
Saham Perusahaan

Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah antara perusahaan


media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan. Atau bertempat di negara yang
memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas
atau BUT didirikan di Indonesia
4. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak Sesudah
Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia

Tarif PPh 26 dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari BUT di
Indonesia ini adalah yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi
dengan pajak, suatu BUT di Indonesia.

Pengenaan tarif ini dikecualikan atas penghasilan tersebut jika penghasilan itu
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:

o Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah


dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta Pendiri
o Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut
o Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan akte pendiriannya paling lama 1 tahun sejak perusahaan tersebut
didirikan
o Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai
berproduksi komersial

5. Tarif PPh 26 sebesar 0% hingga kurang dari 20%

Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian pajak (tax
treaty) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B)

E. Contoh Perhitungan PPh Pasal 26

Kasus 1 (atas Hadiah)

Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton
di Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar
Rp100.000.000. Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26.
Hitunglah PPh Pasal 26!

Tarifnya adalah 20% dari penghasilan bruto dengan perhitungan :

PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000.

Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan dipotong
PPh Pasal 26 sebesar Rp20.000.000.

Kasus 2 (atas Premi Asuransi)

PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan


bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi
pada tahun 1995 sebesar Rp. 1.000.000.000. Dengan demikian, penghitungan PPh
Pasal 26 nya adalah sebagai berikut.

Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000

PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x Rp1.000.000.000)

Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui
perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi
yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan
tersebut ke perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar
premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:

Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000

PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x


Rp500.000.000)

Kasus 3 (atas pendapatan perusahaan asing)

Sebagai contoh, PT A memiliki penghasilan kena pajak BUT di Indonesia pada 2020
sebesar Rp20.000.000.000. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan PT A ini
sebesar 25% x Rp20.000.000 = Rp5.000.000.000. Sehingga penghasilan BUT PT A
setelah kena pajak menjadi sebesar Rp20.000.000.000 – Rp5.000.000.000 =
Rp15.000.000.000. Maka, PPh 26 yang dikenakan pada PT A adalah:

PPh 26 yang terutang = Rp15.000.000.000 x 20% = Rp3.000.000.000

Jika penghasilan setelah pajak sebesar Rp15.000.000 ini ditanamkan kembali di


Indonesia, maka penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.

Kasus 3 (Di bawah Tax Treaty)

Jughead adalah orang asing yang berkewarganegaraan Inggris yang memegang


saham sebesar 25 persen pada PT XYZ. Pada tahun 2020, Jughead menjual
keseluruhan sahamnya sebesar Rp 5 Miliar kepada Ben yang merupakan orang asing
asal Argentina.

Anggap tak ada P3B antara Indonesia dengan Argentina, maupun Inggris. Maka
perhitungan PPh 26-nya:

PPh Pasal 26

20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp 250.000.000 (final).

Sementara itu, apabila negara asal wajib pajak dan pemotong PPh Pasal 26 tersebut
merupakan negara yang mempunyai tax treaty atau P3B dengan Indonesia, maka
tidak akan dikenakan pajak penghasilan pasal 26. Atau dalam perjanjian P2B
tersebut disebutkan ada ketentuan besar tarif tertentu, yakni mulai dari 0% hingga
20%.

F. Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 26

Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan


dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghasilan lainnya
kepada WP luar negeri, baik WP orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk
memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.

Pemotong PPh Pasal 26 adalah :

 Badan Pemerintah
 Subjek Pajak dalam negeri
 Penyelenggara Kegiatan
 BUT
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.

Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 Tanggal


31 Desember 2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas
Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Saham maka:

 Penghasilan atas penjualan saham tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari
perkiraan Penghasilan Neto, sedangkan besarnya Penghasilan Neto adalah 25%
dari Harga Jual.
 Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus
sebagai Wajib Pajak Luar Negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan
apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.

Penting bagi Wajib Pajak yang akan memotong PPh Pasal 26 kepada Wajib Pajak
Luar Negeri untuk mengetahui apakah Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berasal dari
negara yang mempunyai Tax Treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab
ketentuan tarif pajaknya akan berbeda.

G. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap
3:
o lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri
o lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak
o lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Contoh:

Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling


lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling
lambat tanggal 20 Juni 2009.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26
bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pengecualian :

1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena


Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di
Indonesia dengan syarat:
 Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri
 dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut
 tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 
RANGKUMAN MATERI PPh PASAL 4 AYAT (2)

PERTEMUAN 14

A. Pengertian PPh Pasal 4 Ayat (2) atau PPh Final

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 4 Ayat (2) PPh Final


adalah penghasilan yang dikenakan atas bunga deposito dan tabungan lainnya,
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi, penghasilan berupa hadiah
undian, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan, dan penghasilan tertentu lainnya.

B. Subjek PPh Final


1. Orang Pribadi
a. Subjek pajak dalam negeri
 Bertempat tinggal di Indonesia
 Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan
 Memiliki niat untuk berada diindonesia lebih dari 183 hari
b. Subjek pajak luar negeri
 Tidak bertempat tinggal di Indonesia
 Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan
2. Badan
a. Subjek pajak dalam negeri
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah.
b. Subjek pajak luar negeri
Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.

C. Bukan Subjek Pajak


1. Badan
a. Kantor perwakilan Negara asing
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat,atau pejabat lain dari Negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan
WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
d. Pejabat perwakilan organisasi internasional
Sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2. Orang Pribadi
a. Bukan WNI
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia
c. Tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau
pekerjaan.
D. Objek PPh Final

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final:
1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi
2. penghasilan berupa hadiah undian
3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan
5. penghasilan tertentu lainnya.

Penghasilan-penghasilan tersebut merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan-


pertimbangan antara lain :

 perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan


masyarakat
 kesederhanaan dalam pemungutan pajak;-berkurangnya beban administrasi baik
bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak
 pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan-memerhatikan perkembangan
ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan
perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya.

Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk
sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud di atas termasuk
surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note,
Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang
Negara yang dimaksud di atas meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan
Negara.
A.    Pajak Penghasilan Atas Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia

1.     Objek Pajak

Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
Bank Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final. Termasuk dalam
pengertian bunga di atas adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito
dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

Ketentuan di atas tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri
yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun Pajak termasuk bunga dan
diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

2.     Tarif

Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank lndonesia adalah sebagai berikut :

a. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto,
terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

b.     dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau
dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,
terhadap Wajib Pajak luar negeri.

3.     Pengecualian

Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto
Sertifikat Bank Indonesia tidak dilakukan terhadap :

a. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank lndonesia tersebut
tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang
diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sepanjang   dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992
tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

B.    Pajak Penghasilan Atas Penghasilan berupa Bunga Obligasi

1. Objek Pajak

a. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan.
b. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa
berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
c. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang
Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. 

Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

2. Tarif

Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib
Pajak berupa Bunga Obligasi adalah:
a. bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:

 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
dan
 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan
Obligasi;

b. diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:

 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
dan
  20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;

c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:

 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
dan
 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan Obligasi; dan

d. bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib
Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:

 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan
 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.

3. Pemotong Pajak
a. penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas
bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada
saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang
Obligasi tanpa bunga pada  saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau
b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli,
atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.

4. Pengecualian

Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penerima penghasilan berupa Bunga Obligasi
adalah:

a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang PPh; dan
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.

Penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak bank
yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia, dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-Undang PPh.

C. Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara

Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara
yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
secara diskonto.

Diskonto SPN adalah selisih lebih antara :

a. nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana
atau di Pasar Sekunder; atau
b. harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di
Pasar Sekunder,
tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

1. Objek Pajak

Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan
pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

2. Tarif

Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Diskonto SPN adalah :

a. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT); dan
b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan
di luar negeri,

dari Diskonto SPN.

3. Pemotong Pajak

Pemotongan Pajak dilakukan oleh :

a. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas
Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku
pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.

4. Pengecualian

Pemotongan pajak tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak:

a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian izin usaha.

D.    Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh
Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi

1. Objek Pajak

Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final.

2. Tarif

Besarnya Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi 
adalah:

a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan


Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per
bulan.

3. Pemotong Pajak

Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut.

E.     Pajak Penghasilan Atas Penghasilan berupa Hadiah Undian

1. Objek Pajak

Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun
dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2. Tarif

Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan berupa
hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah bruto hadiah undian.

3. Pemotong Pajak

Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut PPh Final atas Hadiah Undian.

F.     Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Penjualan Saham di Bursa Efek

1. Objek Pajak

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final

2. Tarif

a. Besarnya Pajak Penghasilan adalah 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto
nilai transaksi penjualan
b. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa diakhir
tahun 1996.
c. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari
1997, maka yang dimaksud dengan nilai saham adalah nilai saham ditetapkan
sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.

3. Pemotong Pajak

Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan setiap transaksi penjualan
saham di bursa efek.

G.    Pajak Penghasilan atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi


Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan
Usahanya
1. Objek Pajak

Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat
final. Perusahaan Pasangan Usaha tersebut adalah perusahaan yang memenuhi syarat
sebagai berikut :

a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam


sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

2. Tarif

Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan perusahaan modal ventura di atas adalah
0,1% (satu perseribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal.

Dalam hal transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut
dilakukan melalui bursa efek, maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

3. Pengecualian

Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang tidak memenuhi
ketentuan di atas dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
undang Pajak Penghasilan.

Mengingat perlakuan Pajak Penghasilan atas penghasilan dalam Peraturan Pemerintah


ini berbeda dengan perlakuan atas penghasilan lainnya, maka kepada perusahaan modal
ventura diwajibkan untuk melakukan pembukuan yang terpisah atas penghasilan
maupun biaya yang berkaitan dengan penghasilan dari transaksi penjualan saham ini.
H.    Pajak Penghasilan Atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri

1. Objek Pajak

Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

2. Tarif

Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen).

3. Pemotong

Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

I. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Jasa Konstruksi

1. Objek Pajak

Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final.

2. Tarif

Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia


Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan tersebut
tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak
Penghasilan yang bersifat final.

Besarnya, Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri adalah:

a. jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif


Pajak Penghasilan di atas; atau
b. jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai,
dikalikan taril Pajak Penghasilan di atas dalam hal Pajak Penghasilan disetor
sendiri oleh Penyedia Jasa.

Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran di atas merupakan bagian dari
Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

3. Pemotong

Pajak Penghasilan yang bersifat final di atas:

a. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa
merupakan pemotong pajak; atau
b. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.

J.     Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan

1. Objek Pajak

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yaitu:


a. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain
selain pemerintah;
b. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang
disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus;
c. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada
pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.

2. Tarif

PPh yang dikenakan atas :

1. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,


penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain
selain pemerintah; dan
2. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang
disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus;

adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan.

Sedangkan pengalihan atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1%
(satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
tersebut.

3. Pemotong
a. Untuk transaksi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati
dengan pihak lain selain pemerintah, PPh terutang wajib dibayar sendiri oleh
pribadi atau badan yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP)pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akta, keputusan,
perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditanda tangani oleh pejabat yang
berwenang.
b. Untuk penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus PPh terutang dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan
pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.

4. Pengecualian

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan di atas


adalah :

a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena


Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan
jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus;
c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah
kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.

termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak


Penghasilan di atas adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.

K.   Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Sewa Tanah dan/atau Bangunan.

1. Objek Pajak

Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah
susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan
industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh
pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan
tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan,
biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah
maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.

2. Tarif

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun
Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah
dan atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.
3. Pemotong

Pemotongan dilakukan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dalam penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut di
atas, PPh disetor sendiri oleh yang menyewakan.

Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan adalah :

a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;

yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.

D. Bukan Objek Pajak


a. Bantuan atau sumbangan
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha,pekerjaan,kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan
c. Warisan
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN,BUMD, dari
penyertaan modal pada badan yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia.
E. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 4 Ayat (2)

 Pemotongan
Dilakukan oleh pihak yang membayarkan (penerima jasa) dengan cara
menerbitkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) rangkap tiga.
 Penyetoran
Penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan SSP atas nama dan NPWP
pemotong pajak. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan
berikut. Penyetoran dilakukan ke bank persepsi dan Kantor Pos.
 Pelaporan
Paling lambat tanggal 20 bulan berikut dengan menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat(2).

F. Pemotong atau pemunngut PPh Pasal 4 ayat (2)

a. Koperasi
b. Penyelenggara kegiatan
c. Otoritas bursa
d. Bendaharawan.
RANGKUMAN MATERI PPh PASAL 15
PERTEMUAN 15

A. Pengertian PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 adalah salah satu jenis pengenaan pajak penghasilan atau
pungutan pajak pada industri di bidang pelayaran, penerbangan internasional,
serta perusahaan asing. UU No 36 Tahun 2008 menjadi dasar hukum PPh Pasal
15.

Selain itu, subjek pasal PPh Pasal 15 juga mencakup perusahaan pengeruk
minyak maupun perusahaan yang menanamkan modal berbentuk build-
operate-transfer (BOT), seperti proyek infrastruktur. Contohnya, pembangunan
metro, jalan tol, dan lain-lain. 

Secara spesifik, berikut aktivitas usaha yang terkena PPh Pasal 15:

1. Pelayaran dalam Negeri


2. Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri
3. Charter Penerbangan dalam Negeri
4. Perusahaan Asuransi Asing
5. Wajib pajak dari luar negeri dengan kantor atau usaha perwakilan dagang
mereka di Indonesia
6. Wajib pajak dengan kegiatan perusahaan berupa jasa maklon secara
internasional dalam memproduksi mainan anak.

B. Objek PPh Pasal 15

Objek pajak PPh Pasal 15 adalah seluruh nilai atau imbalan pengganti yang
dapat berupa uang maupun nilai mata uang yang didapatkan oleh perusahaan
atau badan berdasar atas kesepakatan charter dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dilakukan dari satu pelabuhan menuju pelabuhan lainnya di
Indonesia atau ke luar negeri, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian charter adalah perjanjian yang mencakup keseluruhan bentuk
charter, seperti penyewaan ruang pesawat baik bagi orang maupun barang atau
space charter.

C. Tarif PPh 15 Beserta Dasar Pengenaannya

 Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

Diatur dalam “KMK 457/KMK.04/1996 & SE35/PJ.4/1996”

Laba bersih = 6% x Omzet Bruto

Pajak penghasilan = 1,8% x Omzet Bruto

 Perusahaan Pelayaran dalam Negeri

Seluruh penghasilan dari pengankutan orang dan/atau barang ,termasuk


penyewaan kapal yang dilakukan dari:

1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainya di Indonesia


2. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar Indonesia
3. pelabuhan luar Indonesia ke Pelabuhan di Indonesia

Peraturan pelaksaan ”KMK 416/KMK.04/1996 & SE 29/PJ.4/1996

Laba bersih = 4% x Omzet Bruto

Pajak penghasilan = 1,2% x Omzet Bruto

 Pelayaran Asing dan/atau Perusahaan Maskapai Penerbangan Yang mempunyai


BUT di Indonesia

Laba bersih = 6% x Omzet Bruto

Pajak penghasilan = 2.64% x Omzet Bruto

 Wajib Pajak Internasional (WPLN) 


WPLN yang mempunyai usaha perdagangan perwakilan di Indonesia, tetapi
tidak mempunyai perjanjian bilateral dibawah perjanjian pajak Indonesia (P3B).

Laba bersih = 1% x Nilai Ekspor Bruto

Penyelesaian pajak penghasilan = 0.44% x Nilai Ekspor Bruto

 Pihak dengan Kemitraan BOT

Pihak yang menjalankan kemitraan BOT dalam bentuk perjanjian bangun-guna-


serah atau build-operate-transfer (BOT)

Pajak penghasilan = 5% x bruto nilai tertinggi nilai pasar dengan Nilai Jual Objek

Pajak (NJOP).

Contoh Perhitungan PPh Pasal 15

Cara menghitung jumlah pajak penghasilan oleh badan usaha yakni:

Tarif efektif dikalikan pendapatan peredaran bruto sesuai perjanjian charter.

Sementara mekanisme pemotongan PPh Pasal 15 atas pajak penghasilan dilakukan


ketika terdapat utang pada nilai pengganti atau imbalan.

Contoh Kasus :

Pajak penghasilan atas penyewaan kapal yang dimiliki oleh perusahaan Indonesia.
Kemudian, PT Selam Segitiga melakukan pembayaran atas sewa kapal tersebut kepada
PT Laut Biru sejumlah Rp30.000.000.

Maka perhitungannya:

Penghasilan sewa kapal =  Rp30.000.000

Tarif PPh Pasal 15          =  1,2 %


Rp30.000.000 x 1,2 %    = Rp360.000

Pembayaran dan Penyampaian PPh 15

PPh 15 dibayarkan oleh badan usaha secara mandiri melalui pemotongan yang
dibuktikan dengan bukti potong,oleh pihak penerima penghasilan. Ketika melapor
dalam SPT Masa, bukti potong PPh Pasal 15 perlu dimasukkan ke dalam lampiran.

Laporan wajib diberikan setiap tanggal 20 pada bulan pembayaran pajak. Akan tetapi,
tanggal jatuh tempo pajak yang harus dibayarkan perusahaan bervariasi. Perhatikan
tanggal-tanggal berikut:

 Perusahaan Pelayaran

Pembayaran selambat-lambatnya setiap tanggal 10, di bulan setelah pembuatan


faktur.

 Perusahaan Pelayaran dalam Negeri; dan Pengiriman Asing dan / atau


Perusahaan Penerbangan

Pembayaran pungutan cukai selambat-lambatnya setiap tanggal 10, di bulan


setelah pembuatan faktur; atau pembayaran oleh wajib pajak selambat-
lambatnya setiap tanggal 15, di bulan setelah faktur dibuat.

 Wajib pajak internasional (WPLN) 

WPLN yang mempunyai usaha perdagangan perwakilan di Indonesia, tetapi


tidak mempunyai perjanjian bilateral dibawah perjanjian pajak Indonesia (P3B).
Maka, pembayaran oleh wajib pajak selambat-lambatnya pada tanggal 15, di
bulan setelah wajib pajak telah menerima penghasilan.

 Pihak dengan Kemitraan BOT

Pihak yang menjalankan usaha dalam bentuk perjanjian bangun-guna-serah atau


’build-operate-transfer‘ (BOT). Pembayaran wajib pajak selambat-lambatnya
pada tanggal 15, di bulan setelah masa BOT selesai.
Cara Membayar dan Pengisian SPT Masa PPh Pasal 15

Wajib pajak perlu melakukan setoran PPh Pasal 15 kepada pos persepsi atau bank
dengan penyampaian SSP (kini SSE) atau kode billing melalui teller bank atau pos
persepsi, ATM, mobile atau internet banking, EDC, serta cara lainnya.Kemudian wajib
pajak akan mendapat lembar Bukti Penerimaan Negara. Lembar yang menjadi bukti
pembayaran. 

Sementara itu, penyampaian SPT Masa dapat dilakukan dengan bentuk formulir kertas
atau dokumen elektronik.Akan lebih baik jika pengisian SPT dilakukan secara
elektronik melalui aplikasi perpajakan yang sudah tersedia.

D. Saat Terhutang PPh Pasal 15

Saat terhutang PPh pasal 15 adalah pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai pengganti. Jika jatu tempoh penyetoran dan pelaporan
bertepatan dengan hari libur? Bisa di setor dan dilapor dihari kerja berikutnya
E. Penyetoran dan pelaporan atas penghasilan dari :KPDA/Perusahaan
Pelayaran dan penerbangan LN ,Perusahaan Pelayaran dan penerbangan
DN.

Kegiaatan Penyetoraan Pelaporan


Perusahaan Penerbangan Dalam Disetor oleh pemotong ke bank Dilapor dalam SPT Masaa PPh
Negeri persepsi atau Kantor pos dan Giro pasal 15 ke Kantor Pelayanan
selambat-lambatnya tgl 10 bulan Pajak selambat-lambatnya
berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya.

Disetor dengan menggunakan SSP


Perusahaan Pelayaran Dalam Disetor oleh pemotong( ada Dilapor dalam SPT Masaa PPh
Negeri perjanjian Charter)selambat- pasal 15 ke Kantor Pelayanan
lambatnya tanggal 10 bulan Pajak selambat-lambatnya
berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya

Disetor sendiri selambat-


lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya.

Disetor ke Bank persepsi atau


kantor pos dan giro menggunakan
SSP
Perusahaan Pelayaran dan Disetor oleh pemotong( ada Dilapor dalam SPT Masaa PPh
penerbangan LN perjanjian Charter)selambat- pasal 15 ke Kantor Pelayanan
lambatnya tanggal 10 bulan Pajak selambat-lambatnya
berikutnya. tanggal 20 bulan berikutnya

Disetor sendiri selambat-


lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya.(tidak ada perjanjian
Charter)
Disetor ke Bank persepsi atau
kantor pos dan giro menggunakan
SSP

F. WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract


manufacturing) Internasional dibidang permainan anak-anak.

KETENTUAN mengenai jasa maklon di antaranya tercantum dalam UU PPN,


UU PPh, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.32/PMK.010/2019, dan
PMK No.141/PMK.03/2015. Mengacu Pasal 2 ayat (4) PMK 141/2015 yang
dimaksud dengan jasa maklon adalah:

Pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang
proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan),
yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan
oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna
jasa.

Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui umumnya jasa maklon dilakukan


oleh 2 pihak, yaitu pengguna jasa dan pemberi jasa sebagai sub-kontraktor.
Selain itu, terdapat 2 ciri khas dari jasa maklon.

Pertama, spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan


penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan
oleh pengguna jasa. Kedua, kepemilikan atas barang jadi yang diproduksi
melalui jasa maklon berada pada pengguna jasa.

A. Subjek Maklon Internasional

Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon(contract


manufacturing)internasional adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang
melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-
anak dengan bahan ,spesifikasi ,dengan petunjuk teknis,dan penetuan imbalan
jasa dari pihak pemesan yang berkedudkan di luar Indonesia /di luar negeri dan
mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak.

B. Objek Maklon Internasional

Jumlah seluruh biaya pembatan atau peraitan barang tidak termasuk biaya
pemakian bahan baku ( direct materials).

C. Tarif (Final)

Penghasilan neto sebesar 7% ,dari jumalah seluruh biaya pembuatan atau


perakitan barang tidak termasuk biaya pemakian bahan baku. PPh terhutang
sebesar 2,1% ,dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak
termasuk biaya pemakian bahan baku.

D. Cara Pelunasan

PPh terhutang wajib disetorkan sendiri oleh wajib pajak dengan cara
pembayaran setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.

CONTOH SOAL PPH PASAL 15:

 Perusahaan Pelayarn Dalam Negeri

Contoh Kasus 

Pajak penghasilan atas penyewaan kapal yang dimiliki oleh perusahaan


Indonesia. Kemudian, PT Selam Segitiga melakukan pembayaran atas sewa
kapal tersebut kepada PT Laut Biru sejumlah Rp30.000.000.

Maka perhitungannya:

Penghasilan sewa kapal =  Rp30.000.000


Tarif PPh Pasal 15          =  1,2 %

Rp30.000.000 x 1,2 %    = Rp360.000

 Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

PT Ayu mencharter pesawat dari Raffi Airlines sebuah maskapai


penerbangan nasional umtuk mengakut barang .Biaya charter sebesar
Rp.100.000.000.

Maka Perhitunganya :

PT Ayu memotong pph pasal 15 sebesar 1,8%

=1,8% X 100.000.000

=1.800.000

Dipotong pada saat membayar ongkos charter.

 Perhusahaan pelayaran dan penerbangan yang mempunyai BUT di Indonesia

Perusahaan penerbangan luar negeri Fiskal airline (BUT) menyewakan pesawat kecil
kepada PT.Kaka Tua Indonesia dengan nilai sewa sebesar 300.000.000,pph pasal 23
yang wajib dipotong oleh PT.Kaka Tua Indonesia adalah ?

Maka Perhitunganya:

= 2,64% X 300.000.000

=7.920.000 (Final)

Anda mungkin juga menyukai