Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN PERPAJAKAN

MEMAHAMI PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Disusun Oleh :

Nurul Sondang Diniari (11210150000008)

Abdullah Azzam (11210150000029)

Hawa Maula Salwah (11210150000038)

Rodivatul Firdaus (11210150000052)

Sholaeman Ali (11210150000086)

Shavira Putri Amanda (11210150000091)

A. Pengertian PPh Pasal 26


Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari
Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Hal yang menentukan seorang
individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:
 seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
 seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen,
royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT, pelaporan SPT PPh pasal
26 wajib e-Filing sejak 1 April 2018. Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%.
Namun jika mengikuti tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka
tarif dapat berubah.
B. Pemotongan PPh Pasal 26
Pasal 26 UU PPh mengatur tentang Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh oleh WP Luar Negeri, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang bersumber dari
Indonesia. Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh Pemotong Pajak atas penghasilan
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
Adapun pihak yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri (Badan
dan Pribadi) selain BUT di Indonesia. Sedangkan pemotong PPh Pasal 26 meliputi Badan
Pemerintah, Subjek Pajak Dalam Negeri (Badan Dalam Negeri maupun Orang Pribadi
Dalam Negeri), Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap dan Perwakilan
Perusahaan Luar Negeri Lainnya.
PPh Pasal 26 terutang pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan, telah
jatuh tempo pembayarannya dan saat ditentukan dalam kontrak perjanjian
C. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26
Objek pajak atau Penghasilan yang dipotong PPH pasal 26 diantaranya : (1). Dividen;
(2). Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan; (3). Royalti, sewa, dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4). Imbalan dan
penghargaan; (5). Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; (6). Premi swap dan
transaksi lindung nilai lainnya; (7). Keuntungan karena pembebasan utang

D. Tarif dan Penghitungan PPh Pasal 26


Pengenaan tarif pajak penghasilan pasal 26 ini juga didasarkan dari DPP atau jumlah
bruto penghasilan. Besar tarif PPh Pasal 26 terbaru ditetapkan adalah sebesar berikut
ini:
1. Tarif PPh 26 terbaru sebesar 10% (final) dari Jumlah Bruto
Sebelumnya, sesuai UU No. 36 Tahun 2008, tarif PPh26 ditetapkan sebesar
20%.Kemudian tarif PPh 26 terbaru diturunkan menjadi 10% melalui
Peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan perpajakan
untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Namun dalam PP No. 9 Tahun 2021
tersebut ada sejumlah ketentuan terhadap bunga obligasi berdasarkan prinsip
syariah yakni:
1) Masa kepemilikan obligasi memiliki besaran yang sesuai dengan
jumlah bruto bunga obligasi dengan kupon
2) Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominal
dengan besar kupon diskonto obligasi
3) Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai
nominala dengan diskonto obligasi bunga
Tarif PPh 26 terbaru sebesar 10% dari jumlah bruto yang dikenakan atas:
(1). Deviden; (2). Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait
jaminan pembayaran pinjaman); (3). Royalti, sewa, dan pendapatan lain
terkait penggunaan aset/harta; (4). Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan,
dan kegiatan;(5). Hadiah dan penghargaan; (6). Pensiun dan pembayaran
berkala lainnya; (7).Premi swap dan transaksi lindung lainnya; (8).
Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.
Jadi, tarif royalti PPh 26 dan tarif PPh 26 jasa luar negeri dan lainnya
adalah 10% berdasarkan regulasi tarif PPh 26 terbaru melalui PP No. 9
Tahun 2021 tersebut.
2. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Perkiraan Penghasilan Neto
Tarif 20 persen dari perkiraan penghasilan neto ini dikenakan atas:
a. Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan aset di
Indonesia dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi
berupa: (1). perhiasan mewah; (2). Berlian; (3). Emas; (4). Intan; (5).
jam tangan mewah; (6). barang antik; (7). Lukisan; (8). mobil dan
motor; (9). kapal pesiar dan pesawat terbang ringan. Besarnya
perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah
persentase sebesar 25% dari harga jual.
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar
perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang
dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah:
 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang
dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri,
baik secara langsung maupun melalui pialang
 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang
 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang
dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang
c. Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan
neto ini 25% dari harga jual.
3. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan
Saham Perusahaan
Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah
antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan. Atau
bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki
hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT didirikan di Indonesia.
4. Tarif PPh 26 sebesar 0% hingga kurang dari 20%
Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam
perjanjian pajak ( tax treaty ) dengan Indonesia yang dikenal sebagai
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
5. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak Setelah
Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia (PPh Pasal 26 ayat 4)
Berikutnya adalah tarif pajak penghasilan yang termasuk dalam PPh
Pasal 26 ayat 4. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa PPh Pasal ayat 4
adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan BUT di Indonesia yang sudah
dikurangi pajak. Artinya, apabila penghasilan kena pajak yang sudah
dikurangi pajak tersebut dibawa keluar dari Indonesia, maka akan dikenai
pajak PPh Pasal 26 ayat 4 sebesar 20% dari penghasilan kena pajak setelah
dikurangi pajak penghasilan. Namun, jika penghasilan kena pajak yang sudah
dikurangi pajak tersebut ditempatkan atau diinvestasikan lagi di Indonesia,
maka tidak akan dikenakan pajak PPh Pasal 26 sesuai ayat 4.

1. Contoh Soal PPh 26 atas Hadiah


Pak Kelik seorang atlet dari Malaysia. Ia mengikuti lomba lari maraton di
Indonesia dan berhasil meraih juara dengan hadiah uang tunai sebesar
Rp200.000.000. Karena hadiah yang diterima itu merupakan objek PPh 26 dengan
tarif 20%, berikut perhitungannya:
Rumus: PPh Pasal 26 = Penghasilan Bruto x Tarif PPh 26 . Tarif PPh Pasal 26
adalah20%
PPh 26 atas Hadiah adalah: = Rp200.000.000 x 20% = Rp40.000.000
Dengan demikian, dari lomba maraton yang ia ikuti itu Pak Kelik akan menerima
hadiah berupa uang tunai sebesar Rp200.000.000 – Rp40.000.000 =
Rp160.000.000
2. Contoh Perhitungan PPh Pasal 26 atas Premi Asuransi.
PT AAA memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan
bangunan bertingkat ke PT BBB. PT BBB adalah perusahaan asuransi di luar
negeri. PT AAA membayar jumlah premi asuransi pada 2022 sebesar
Rp3.000.000.000. Maka Pajak Penghasilan pasal 26 PT AAA dari premi asuransi
tersebut sebesar:
Rumus: PPh Pasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Neto) x 20%
Besar perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang
dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah 50% dari jumlah premi
yang dibayarkan. PPh 26 atas Premi Asuransi adalah:
Perkiraan Penghasilan Neto = 50% x Rp3.000.000 = Rp1.500.000.000
PPh Pasal 26 = 20% x Rp1.500.000.000 = Rp300.000.000
Jika PT AAA mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia,
misal PT Asuransi CCC, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp
3.000.000.000. Kemudian PT Asuransi CCC mengikutkan (reasuransi) perusahaan
tersebut ke perusahaan asuransi di luar negeri tersebut, yakni ke PT BBB, dengan
membayar premi sebesar Rp1.500.000.000, maka ketentuan PPh26 atas premi
reasuransi ini adalah: Tarif PPh 26 atas Premi Reasuransi adalah 20% Premi yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
adalah 10% dari jumlah premi yang dibayarkan. PPh 26 atas Premi Reasuransi
adalah:
Perkiraan Penghasilan Neto = 10% x Rp1.500.000.000 = Rp150.000.000
PPh Pasal 26 PT AAA = 20% x 150.000.000 = Rp30.000.000
E. Sifat Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
Sifat Pemotongan/ Pemungutan PPh Pasal 26
Berikut ini penghasilan-penghasilan yang dimaksud (pemotongannya tidak bersifat
final).
 Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia.
 Penghasilan berupa dividen, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap
dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,royalty, sewa ,
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan
sehubungan dengan jasa,pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan,
pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
 Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah
status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26
Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
1. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk deviden, bunga
termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang, seperti : royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta.
2. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
3. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi
luar negeri.

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah :
1. PPh Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
2. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
3. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberi tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pph yang dipotong.
4. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa PKP sesudah dikurangi
pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar
lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau
bagian tahun pajak berakhir, sebelum SPT disampaikan.

Objek pph pasal 26


1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehunbungan dengan
jaminan pengembalian utang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban untuk memotong PPh pasal 26 yang
terutang:
1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak dalam negeri;
3. Penyelenggara Kegiatan;
4. BUT;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia
Pengecualian objek pemotongan pph pasal 26
Khusus untuk BUT dikecualikan dari pemotongan apabila penghasilan kena pajak
sesudah dikurangi pajak penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia,
dengan syarat :
1. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
peserta pendiri, dan;
2. Penanaman kembali dilakukan pada tahun berjalan atau selambat-lambatnya
tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan
tersebut;
3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya dalam waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman
dilakukan mulai berproduksi komersial.

Anda mungkin juga menyukai