0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan5 halaman
1. Unsur-unsur kebudayaan universal meliputi sistem bahasa, pengetahuan, sosial, peralatan hidup, mata pencaharian, agama, dan kesenian.
2. Teori tentang asal usul agama meliputi keyakinan akan kekuatan gaib, sikap terhadap yang gaib, dan upacara keagamaan.
3. Teori sosiologis menekankan fungsi agama untuk kehidupan sosial berdasarkan pandangan Durkheim dan Weber.
1. Unsur-unsur kebudayaan universal meliputi sistem bahasa, pengetahuan, sosial, peralatan hidup, mata pencaharian, agama, dan kesenian.
2. Teori tentang asal usul agama meliputi keyakinan akan kekuatan gaib, sikap terhadap yang gaib, dan upacara keagamaan.
3. Teori sosiologis menekankan fungsi agama untuk kehidupan sosial berdasarkan pandangan Durkheim dan Weber.
1. Unsur-unsur kebudayaan universal meliputi sistem bahasa, pengetahuan, sosial, peralatan hidup, mata pencaharian, agama, dan kesenian.
2. Teori tentang asal usul agama meliputi keyakinan akan kekuatan gaib, sikap terhadap yang gaib, dan upacara keagamaan.
3. Teori sosiologis menekankan fungsi agama untuk kehidupan sosial berdasarkan pandangan Durkheim dan Weber.
Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah A. Sistem Bahasa Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia. B. Sistem Pengetahuan Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya. Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya. C. Sistem Sosial Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya. D. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik. E. Sistem Mata Pencaharian Hidup Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. F. Sistem Religi asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif. G. Kesenian Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada Teknik-teknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.
3. Menjelaskan teori tentang agama
Teori asal usul agama Teori-teori terpenting tentang asal mula dan inti religi. Masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama itu, tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi objek perhatian para ahli pikir sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian dan teori yang berbeda-beda. Teori- teori yang terpenting adalah: Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakatnya. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia mendapat suatu firman dari Tuhan.
A. Teori Berorientasi kepada Keyakinan Keagamaan
Tokoh yang memakai pendekatan kepercayaan penganut agama terhadap agamanya dipelopori oleh Andrew Lang (1884-1912), seorang sastrawan Inggris. Dari data etnograf yang ditemukannya tentang kepercayaan banyak masyarakat primitif, seperti suku Ona, dan Yaghan di pulau-pulau sebelah selatan Amerika Selatan, suku-suku asli di Australia, suku- suku di pedalaman Irian Jaya, suku Bushman di Afrika Selatan, dan lain-lain, Lang berkesimpulan bahwa kepercayaan beragama berasal dari kepercayaan kepada dewa atau kekuatan gaib tinggi. Dalam agama besar dunia, dewa tersebut dinamakan Tuhan. R.R. Marett (1886-1940) berpendapat bahwa kepercayaan beragama berasal dari kepercayaan akan adanya kekuatan gaib luar biasa yang menjadi penyebab dari gejala-gejala yang tidak dapat dilakukan manusia biasa. Kekuatan gaib berupa mana yang dipercayai orang Melanesia dapat juga dimiliki mana mampu mengerjakan sesuatu yang tidak boleh dikerjakan oleh manusia biasa. Orang yang memiliki mana berkuasa dan mampu memimpin orang lain. B. Teori yang Berorientasi kepada Sikap Manusia Terhadap yang Gaib Rudolf Otto menekankan sikap kagum terpesona dari penganut agam terhadap zat yang gaib (mysterium), maha dahsyat, maha baik, maha adil, maha bijaksana (tremendum) dan keramat (sacer). Karena itu, manusia tertarik untuk bersatu dengan zat tersebut. Teori Otto tampak cocok dengan agam besar duunia, dan tidak cocok dengan agam primitif. Otto berpendapat bahwa kepercayaan masyarakat primitif belumlah agama, hanya tahap pendahuluan kepada agama. C. Teori yang Berorientasi kepada Upacara Religi Robertson Smith (1846-1894), seseorang ahli teologi, sastra Smith, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa disamping sisitem kepercayaan dan doktrin, agama punyta sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu upacara keagamaan, walaupun keyakinan masyarakat itu sendiri sudah berubah. Upacara itu berguna untuk mengintensifkan solidaritas sosial. Upacara tersebut, selain banyak yang melakukannya sungguhsungguh untuk berbakti kepada Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya, tetapi banyak pula yang melakukannya sekadar kewajiban sosial. Dalam memberikan sesaji pada upacara tersebut yang manusia juga ikut makan bagian tertentu dari yang dipersembahkan, seperti daging hewan yang dipersembahkan, Teori sosiologi Teori Sosiologis Teori evolusi dan asal-usul agama tidak memerhatikan fungsi agama terhadap komponen budaya yang lain, bahkan merendahkan kehidupan beragama dibanding kehidupan modern yang sekuler. Lain halnya dengan teori sosiologis. Teori ini menunjukkan perhatian kepada pertanyaan tentang apa fungsi agama bagi kehidupan manusia. A. Agama Menurut Durkheim Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu "sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudu, kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu "sifat kudus" dari agama dan "praktek-praktek ritual" dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa menurut Durkheim agama selalu memiliki hubungan dengan masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis. B. Agama menurut Max Weber Mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan kepada sesuatu yang gaib yang pada akhirnya muncul dan memengaruhi kehidupan kelompok masyarakat yang ada (Abdullah, 1997). Ia juga mengatakan bahwa agama itu beraneka, seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, Yudaisme dan Jainiseme, merupakan agama-agama keselamatan, meskipun dalam tradisi-tradisinya menggunakan cara-cara yang berbeda dalam merespon terkait pelaksanaannya (Turner, 2010). Max Weber lebih menekan kajiannya pada tindakan sosial. Yang mana, sesuatu yang dilakukan tersebut memberikan sebuah pengaruh terhadap orang lain dan tidak lepas dari adanya keterkaitan dengan orang-orang yang ada di sekitar. Secara tidak langsung juga akan mempengaruhi pandangan-pandangannya tentang agama. C. Agama menurut Lucien levy bruhl Levy-Bruh ahli sejarah dan filsafat Prancis, terkenal karena karya-karyanya mengenai mentalitas primitif. Ia membantah teori jiwa yang dikemukankan oleh Tylor karena menurutnya tidak mungkin manusia primitif berpikir abstrak. Cara berpikir primitif tunduk pada kaidah partisipasi, mengandung unsur mistik, dan masih pralogis. Proses rohani masyarakat primitif mudahmenghubungkan hal-hal yang tampak pada lahirnya sama, sebutannya sama, bunyinya sama, tempat dan waktu yang berdekatan. Prose jiwa primitif yang pralogis, menurut Levy-Bruh dapat saja menganggap sesuatu ada dan juga tidak ada pada suatu tempat atau suatu waktu. Jiwa mereka dapat sajamenganggap suatu berada pada suatu tempat dan dapat berada pula pada tempat lain, seperti ruh dan Tuhan dipercayai dapat berada pada bermacam tempat dan waktu berarti bahwa agama adalah pandangan dan jalan hidup masyarakat primitif. Agama, sebagaimana halnya magi, menurut Levy-Bruhl, tidak logis dan tidak rasional sehingga tidak akan pernah mampu mengantarkan kehidupan kepada kemajuan. Cara pandang ini tidak lagi fenomenologis atau verstehen, yaitu memahami gejala menurut apa yang dimaknai oleh pemilik atau pelaku gejala tersebut, tetapi suatu pandangan dari orang luar yang menilai suatu budaya lain dengan memakai kacamatanya sendiri. Teori psikologi Sigmund Freud (1856-1939) mulanya seorang dokter medis. Ia menyaksikan banyak penyakit fisik dilatarbelakangi oleh gangguan jiwa. Ia juga menulis tentang agama dan agama masyarakat primitif. Gangguan jiwa manusia, menurutnya, disebabkan keinginan hewani manusia yang terkumpul dalam alam bawah sadar jiwa manusia (das Ich) banyak yang terhalang untuk direalisasi oleh nilai-nilai ideal yang berada dalam jiwa manusia yang dinamakan dengan superego (das uber Ich). Superego berasal dari tekanan hukum, moral, agama, dan budaya. Freud juga mengakui bahwa agama adalah kebutuhan psikologis manusia. Karena ketidakmampuan manusia menghadapi berbagai bencana alam, mereka buat patung atau lukisan yang menempatkan bahaya alam itu sebagai tempat pelampiasan kemarahan. Mereka juga memerlukan orang kuat untuk menghadapi semua bencana, yaitu Tuhan. Tetapi Tuhan itu sebenarnya adalah orang yang paling mereka cemburui dan takuti.