1.1. Pengantar
Manusia berkat jiwanya memiliki keterarahan dan kerinduan akan yang transenden, yang disadari sebagai
“kekuatan dan kekuasaan” di luar manusia. Keterbatasan dengan diri sendiri, sesama manusia, dan alam menyadarkan
tentang Yang Lain Yang Tidak Terbatas, yang kekuatan dan kekuasaan-Nya melebihi manusia hal ini membuat manusia
mampu mengatasi segala keterbatasan manusia.
Keterbatasan manusia paling nyata pada aspek kejasmaniannya, manusia bisa lapar, haus, capai, sakit, menjadi
tua, dan akhirnya mengalami kematian. Dalam keterbatasannya itu, manusia menyadari adanya Yang Lain, yang bukan
“aku”, juga bukan “sesama manusia”, dan bukan “alam”. Yang Lain itu jauh lebih kuat dan berkuasa daripada manusia
sendiri. Ia disadari sebagai yang menentukan manusia. Berhadapan dengan Diri-Nya, manusia mengalami ketergantungan
mutlak kepada-Nya.
Kesadaran dan pengalaman manusia akan adanya “Kekuatan” di luar dirinya tersebut tidak sama dari zaman ke
zaman. Hal itu berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan kebudayaan yang ada. Pada bab 1 ini, kita akan membahas
tentang sikap religius dalam masyarakat primitif.
1. 2. Kebudayaan Manusia
Kata “kebudayaan” Sanskerta buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Ada pula yang
menjelaskan kata “budaya” berasal dari kata budi-daya, yang artinya daya dari budi.
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Karena itu, terdapat tiga wujud
kebudayaan yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. Wujud
kebudayaan ini tempatnya dalam pikiran warga masyarakat. Ide-ide dan gagasan tersebut membentuk suatu
sistem, maka disebut sistem budaya (cultural system) atau adat. Wujud kebudayaan ini sering disebut kebudayaan
ideal. Ia memberi jiwa pada masyarakat.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud kebudayaan ini disebut juga sistem sosial (social system). Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi satu dengan yang lain menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan.
Sistem sosial ini bersifat konkret.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga dari kebudayaan ini disebut
kebudayaan fisik karena berupa seluruh hasil aktivitas manusia dalam suatu masyarakat. Wujud ini merupakan
wujud kebudayaan paling kokret.
Ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisahkan satu dengan yang lain, tetapi saling berhubungan. Kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah pada tindakan dan karya manusia. Sebaliknya karya manusia mempengaruhi cara
berpikir dan bertindak manusia. hubungan antara kebudayaan dan manusia. Di satu sisi kebudayaan merupakan
ciptaan manusia berkat akal budinya, di sisi lain kebudayaan fisik yang telah diciptakan tersebut menjadi otonom dan
berbalik mempengaruhi manusia. Dalam konteks ini pula kita bisa melihat bahwa kebudayaan dapat berubah dan terus
berkembang selama manusia terus berpikir untuk mencipta.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi
sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, serta kesenian. Tentu saja dalam tiap
unsur kebudayaan tersebut mewujud dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan
fisik. Misalnya berkaitan dengan sistem religi wujud sistem budayanya (ide-ide) tampak pada sistem keyakinan, gagasan
tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh, sorga, neraka, dan sebagainya. Wujud sistem sosialnya (tindakan) berupa upacara-
upacara atau ritus keagamaan. Wujud fisik dari sistem religi tampak dalam benda-benda suci yang dihasilkan untuk
peribadatan.
d. Urmonoteisme/ Henoteisme keyakinan kepada satu Tuhan tanpa mengingkari adanya dewa lain dan makhluk halus
Menurut Pater Wilhelm Schmidt dalam masyarakat primitif telah terdapat suatu kepercayaan akan yang
Mahatinggi sebagai pencipta dan pemberi hukum. Yang Mahatinggi tersebut dikenal sebagai dewa tertinggi atau bapa
segala sesuatu dari suku yang bersangkutan. Hampir semua agama primitif memiliki ide mengenai Yang Mahatinggi atau
dewa tertinggi. Dewa tertinggi itu diyakini oleh klan sebagai pencipta, mahatahu, pembuat aturan tentang hubungan
antarmanusia.
1. 7. Penutup
Dalam masyarakat primitif, orang telah memiliki berbagai macam kepercayaan akan adanya kekuatan di luar
dirinya. Kekuatan tersebut dipahami berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan mereka.
Berkaitan dengan kepercayaan tersebut dibangun pula mitos-mitos yang merupakan kisah suci. Mitos berfungsi
untuk merumuskan kepercayaan, sekaligus juga menjadi panduan hidup bersama dalam masyarakat.
Kepercayaan mereka dibangun atas pengalaman akan Yang Kudus yang hadir dalam mistery tremendum et
fascinant (misteri yang menggetarkan dan mempesona). Inilah pengalaman religius.
Pengalaman religius disertai dengan pengetahuan religius menjadi religiositas. Religiositas inilah inti dari setiap
kepercayaan dan agama. Kehidupan beragama tanpa didasari religiositas tidak bermakna. Orang menjalani ajaran agama,
moral, dan beribadat tanpa menghubungkannya dengan Yang Kudus sebagai intinya. Akibatnya terjadi kemunafikan
dalam praktik hidup beragama. Agama tanpa religiositas juga bisa kehilangan daya pikatnya dalam masyarakat. Selain itu,
agama tanpa religiositas bisa menjadi suatu idiologi yang memperjuangkan kepentingan di luar agama, tetapi
mengatasnamakan agama.
BAB 2
PAHAM KETUHANAN
Tujuan Pembelajaran:
1.Memahami dan menjelaskan konsep-konsep dasar tentang paham ketuhanan di dalam pelbagai agama.
2.Memhami dan menjelaskan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan dan ditawarkan oleh agama-agama
dalam memanusiakan manusia/memujudkan manusia yang beriman (humanisme transcendental).
3.Menghargai akan adanya keanekaragaman cara manusia memahami dan menghayati
ketuhanan.
4.Menularkan spirit pluralisme berhadapan dengan bahaya radikalisme dan fanatisme.
2. 1. Pengantar
Indonesia sebagai Negara berpenduduk paling besar nomor 4 di dunia memiliki kekayaan budaya yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya budaya dari pelbagai suku di seluruh penjuru Tanah Air, melainkan juga
keberagaman agama. Kekayaan budaya dan agama di satu pihak membanggakan, namun di lain pihak kalau tidak
disikapi dengan arif dan bijaksana, keberagaman budaya dan agama tersebut dapat menjadi pemicu konflik yang
membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Itulah sebabnya generasi muda, khususnya mahasiswa perlu memiliki wawasan yang luas mengenai agamanya,
dan juga agama-agama lain. Maka, pada bab ini disajikan materi tentang bagaimana dari sikap religius kemudian
berkembang menjadi agama-agama yang ada di dunia. Tujuannya tak lain agar mahasiswa dapat mengetahui konsep-
konsep dasar paham ketuhanan dalam pelbagai agama, menyadari keanekaragaman cara manusia menghayati ketuhanan
di dunia ini dan perkembangan penggambaran manusia tentang Tuhan dan menghormati serta menghargai adanya
keanekaragaman gambaran dan pemahaman tentang Tuhan dalam pelbagai agama, agar tidak jatuh dalam radikalisme
ataupun fanatisme.
Kerap kali kita bertengkar bahkan kadang sampai saling membunuh bukan karena kejahatan orang lain, tetapi karena
kita terlalu mempertahankan kebenaran pandangan dan keyakinan yang kita anut tanpa sadar bahwa keyakinan yang
dialami dan dianut orang lain juga bukan berarti salah, apalagi memahami Tuhan yang serba tak terjangkau oleh manusia
yang serba terbatas daya tangkap maupun pengartikulasian atas pengalaman dan pemahamannya tersebut.
2. 3. Agama-Agama di Indonesia
2. 3. 1. Aliran Kepercayaan
Aliran Kepercayaan (kebatinan) pada dasarnya mempercayai bahwa Zat Tuhan adalah juga zat manusia; sifat
Tuhan adalah sifat manusia; nama Tuhan adalah nama manusia; kekekalan Tuhan adalah kekekalan manusia, begitu juga
kasih Tuhan adalah kasih manusia. Jadi, tidak ada perbedaan antara Tuhan dengan manusia. “Manusia di dalam Allah
dan Allah di dalam manusia”.
Atma yang adalah bagian terdalam dari diri manusia, bersatu dengan Allah sebagai zat mutlak. Pada saat
meninggal dunia, manusia kembali kepada asalnya dan melebur menjadi satu dengan zat yang mutlak. Pokok Aliran
Kepercayaan (Kebatinan) adalah upaya untuk meningkatkan integrasi diri manusia. Dengan banyak melakukan latihan,
manusia berusaha untuk beralih dari keadaan semula ke tingkat yang lebih sempurna. Melalui perguruan dan pedukunan,
penganut Aliran Kepercayaan belajar cara-cara untuk memperoleh kesempurnaan hidup. Pada umumnya, mereka percaya
pada tenaga gaib,pengaruh nujum, magi, okultisme, ilmu alamat, sakti, zimat,tuah dan kualat, mantera dan rapal,
penyembuhan ajaib,mimpi aneh, penampakan. Aliran Kepercayaan dan ilmu gaib merupakan dwi tunggal yang tidak
terpisahkan.
Aliran Kepercayaan tidak mementingkan organisasi. Para anggotanya lebih merupakan suatu paguyuban dengan
mengadakan pertemuan berkala. Mereka bersatu di sekitar pemimpin kharismatis. Dalam paguyuban mereka
mengembangkan kepribadian asli, bahasa daerah, tradisi suku, gaya hidup dan kesopanan timur. Tidak puas dengan
peraturan-peraturan agama resmi, mereka mengadakan latihan-latihan untuk menerima wahyu sendiri, mendengar suara di
dalam hati, melukiskan hal yang membuat tentram dan puas.yang penting adalah unsur rasa atau pengalaman rohani
subyektif. Pengalaman itu dirasakan dalam batin, yang berada di dalam diri manusia sendiri. Tidak penting lagi perbuatan
lahir, peraturan dan hukum dari luar. Gelar, pangkat, harta benda dan kekuasaan tidak ada gunanya, karena yang paling
utama adalah bahwa manusia harus menembus dinding pancaindera untuk bersemayam pada asas terakhir dari
kepribadiannya, yaitu Roh. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila mereka suka memprotes terhadap
materialisme, kemerosotan moral, egosisme, dan sekularisme. Penganut aliran kepercayaan mengajak manusia untuk
kembali kepada kesusilaan asli, kesederhanaan nenek moyang dengan semboyan budi luhur dan sepi ing pamrih.
Untuk mencapai kesadaran diri yang damai dan tenang, penganut Aliran Kepercayaan melaksanakan samadhi, olah
rasa, mawas diri, yoga, pantang dan tapabrata. Mereka harus mampu mengekang diri, menguasai nafsu-nafsu agresif dan
nafsu seksual. Hal-hal yang lahiriah dan jasmaniah harus dikuasai. Setelah itu barulah tercapai manusia baru, budi luhur,
manusia waskita dan susila. Karena merasa jijik dengan hal-hal lahiriah dan ajaran dogmatis, bagi mereka satu-satunya
sumber pengakuan Tuhan adalah pengalaman batin manusia sendiri, ilham dari dalam dan dari suara batin manusia
sendiri.
2. 3. Agama Budha
Agama Buddha dirintis oleh Pangeran Sidharta Gautama (554-478 SM), dengan orangtuanya Raja Sudhodana dan
Ratu Maya, yang memerintah suku Sakya. Pangeran Sidharta Gautama diberi gelar Buddha, yang berarti orang yang
mencapai penerangan sempurna. Umat Budha melihat kehidupan secara wajar dan jujur sesuai dengan pengalaman
bahwa hidup adalah dukkha. Bagaimana pun manusia tidak bisa menghindar dari kenyataan adanya sakit, usia lanjut,
kekecewaan, dan kematian. Sikap ini bukanlah pesimistis, akan tetapi justru realistis.
Umat Budha Indonesia yang menghayati konsep ketuhanan Sanghyang Adi Budha, diharapkan memiliki perilaku
sebagai berikut.
Metta : kasih sayang terhadap semua makhluk.
Karuna : siap sedia meringankan makhluk lain.
Mudita : turut berbahagia dengan kebahagiaan mahkluk lain tanpa benci dan irihati
Upekka : bersikap adil, diam, tenang dan penuh dengan kebijaksanaan yang seimbang
Trimurti
o Dewa Siwa = pelebur o Dewa Wisnu = pemelihara o Dewa Brahma = pencipta
Trisakti
o Dewi Durga/Uma/Parwati – saktin dari Dewa Siwa yang sama sama memiliki tugas untuk melebur. Bertugas
sebagai dewi yang membasmi kejahatan dan menolong orang-orang teraniaya.
o Dewi Laksmi/Dewi Sri – sakti dari Dewa Wisnu, dewi kekayaan, kesuburan, kemakmuran, keberuntungan,
kecantikan, keadilan, dan kebijaksanaan.
o Dewi Saraswati – dewi ilmu pengetahuan
Ajaran Impersonal
Agama Buddha itu konsep Tuhan (Tuhan sama Buddha berbeda) didefinisikannya itu yg tidak dilahirkan (AJATA),
yg tidak menjelma (ABHUTA), yg tidak diciptakan (AKATA), dan yg mutlak (ASANKHATA).
Umat Budha meyakini Empat Kebenaran Mulia, yaitu kebenaran tentang dukkha (derita); kebenaran tentang asal
mula penderitaan; kebenaran tentang lenyapnya penderitaan dan kebenaran tentang jalan menuju hilangnya penderitaan.
Untuk melenyapkan penderitaan, ditawarkan
Jalan Mulia Berunsur Delapan (Hasta Arya Marga), yaitu
- pengertian yang benar - perbuatan yang benar
- pemikiran yang benar - pencarian nafkah yang benar
- ucapan yang benar - dan semadi/konsentrasi yang benar
Agar dapat berhasil memahami Empat Kebenaran dan Delapan Jalan, diperlukan permenungan dan penyelidikan
secara mendalam dan teliti, terlebih melihat kehidupan secara wajar dan jujur. Perlu diperhatikan dan diwaspadai bahwa
penderitaan adalah akibat dari nafsu keinginan yang rendah (tanha) untuk menikmati hidup dalam pelbagai bentuk.
Umat Budha berusaha melenyapkan nafsu/keinginan akan kenikmatan agar penderitaan bisa berakhir atau
lenyap.Dengan begitu, tercapailah nirwana (Nibbana), suatu ketenangan yang mutlak disertai keyakinan akan adanya
kebebasan yang absolut. Keadaan nirwana dapat diibaratkan seperti padamnya cahaya lilin yang tertiup angin atau
padamnya api yang kehabisan bahan bakar. Nirwana dapat dicapai ketika kitra masih hidup dan situasi ini tidak bisa
dibayangkan oleh manusia yang masih erat dengan hal-hal duniawi. Nirwana adalah kasunyataan mutlak, kekal, abadi,
tidak dikenal hal-hal yang bertentangan atau kontradiksi, lenyapnya semua nafsu, berakhirnya semua penderitaan.
Bagi umat Budha, kebahagiaan dan kesengsaraan hidup dimaknai sebagai akibat dari segala perbuatan (karma),
ucapan dan pikiran di masa lalu. Dalam kitab Dhammapada ada tertulis: ”Perbuatan tidaklah membeku seperti air susu
yang mengental, akan tetapi membara seperti api yang menjalar mengikuti si pembuat. Siapa yang berbuat jahat,
berpikir jahat dan berkata jahat, maka penderitaan akan menimpanya, mengikutinya ibarat roda pedati yang
mengikuti jejak lembu yang menariknya; sebaliknya, siapa yang berbuat baik, berpikir baik, maupun berkata baik,
kebahagiaan akan menyusulnya ibarat bayangan tak terlepas dari benda yang bersangkutan.”
Kitab Suci Tripitaka dipakai oleh Buddhisme Theravada maupun oleh Buddhisme Mahayana. Aliran Theravada
dalam Kitab Sucinya Pali canon, menekankan bahwa Budha hanyalah seorang manusia, seorang yang telah mencapai
pencerahan; dan bahwa pencerahan dapat dicapai dengan mengikuti teladan dan pengajarannya. Sementara itu,
Buddhisme Mahayana menekankan bahwa manusia tidak boleh bergantung pada usaha mereka sendiri untuk mencapai
nirwana. Untuk menuju pencerahan, manusia perlu dibantu oleh Bodhistva, yaitu mereka yang sudah mencapai
pencerahan tetapi masih tinggal di bumi supaya dapat menolong orang lain untuk mencapai Nirwana. Buddhisme
Mahayana memakai juga Kitab Suci yang lain, seperti Lankavatara, Avatamsaka Sutra, Saddharma Pundarika Sutra, dan
Vajracchedika Sutra. Sanghyang Kamahayanikan adalah Kitab suci Buddhis Khas Indonesia.
Hari Raya Nasional Agama Buddha adalah Waisak: perayaan kelahiran, pencerahan, kematian Buddha, yang
diyakini terjadi pada hari yang sama dalam bulan Wesak (Mei sampai Juni). Rumah dihias dan memberi persembahan di
kuil. Lilin dan lampu dimaknai sebagai pencerahan Buddha. Umat Buddhis Indonesia merayakan Waisak dengan meriah
di kompleks Candi Mendut dan mencapai puncaknya di candi Borobudur.
2. 4. Agama Kristen
Agama Kristen terdiri dari banyak Gereja atau kelompok seperti Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja
anglikan dan Lutheran, Gereja Metodis, Bala Keselamatan, Gereja Baptis, dan Gereja Quaker. Semuanya mempunyai ciri
khas yang sama, yaitu percaya pada Pribadi Yesus Kristus. Umat Kristiani mempunyai hubungan khusus dengan Yesus
yang diberi gelar Kristus, bahkan disebut Tuhan.
Murid-murid Yesus disebut Kristen di Antokhia, sekitar tahun 40 Masehi. ”Di Antiokhialah murid-murid itu
untuk pertama kalinya disebut Kristen” (Kis. 11:26). Awalnya, mereka menyebut diri sebagai ”murid” atau ”saudara.
Ungkapan kristen mengandung arti yang amat mendalam, yakni bahwa Yesus Kristus adalah pokok dan sumber iman
mereka. Kristus (bahasa Yunani: ”Khristos”) atau Mesias (bahasa Ibrani: ”MASYIAKH”) atau ”MESHIHA’ dalam
bahasa Aram, berarti ”orang yang diurapi”. Sedangkan Tuhan atau Kirios (bahasa Yunani) berarti orang terkemuka atau
terhormat.
Umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Sang Kristus dari Allah; Yesus adalah Putra Allah dan Tuhan, Mesias,
dan Juruselamat umat manusia. Nama “Yesus” berasal dari bahasa Ibrani ש ַעֻׁ ( הֹוYĕhōšuă‘, Yosua) yang berarti “Yahweh
menyelamatkan” atau “Tuhan menyelamatkan”. “Kristus” adalah gelar yang berasal dari bahasa Ibrani ַ(מָ ִׁשיחMesias) yang
berarti “yang diurapi” atau “yang terpilih”.
Gereja Katolik memiliki jumlah umat paling besar, yakni 1,2 miliar umat; Kristen Protestan 360 juta umat, dan
Gereja Ortodoks 170 juta umat. Gereja Kristen Protestan terbesar adalah Gereja Anglikan, memiliki umat sebanyak 80
juta jiwa. Aliran-aliran dalam Agama Kristen: Lutheran, Calvinis, Baptis, Metodis, Pantekosta, Kharismatik, Injili,
Adventis.
2. 4. 1. Hirarki
Di dalam Gereja Katolik ada pejabat Gereja yang disebut hirarki. Istilah hirarki berasal dari dua kata Yunani,
yakni hieros yang berarti jabatan, atau kekuasaan; dan archos yang berarti agung, suci, mulia. Jadi, hirarki adalah orang-
orang yang mendapat jabatan atau kekuasaan karena disucikan, yakni melalui pentahbisan. Mereka itu adalah Diakon,
Imam, dan Uskup. Sedangkan Paus adalah pemimpin tertinggi umat Katolik yang berkedudukan di Roma. Ia dipilih
melalui Konklaf. Dia tidak ditahbiskan melainkan dilantik, karena sesungguhnya Paus adalah Uskup Roma. Jadi, dia
sudah mendapatkan tahbisan Uskup. Hirarki mempunyai kuasa mengajar di dalam Gereja. Khusus Paus dalam kuasa
mengajarnya dipercaya memiliki infalibilitas (tidak bisa salah) bila ia mengeluarkan ajaran iman dan moral kepada umat
Katolik.
2. 4. 3. Puasa
Puasa lengkap = tidak makan dan minum
”Setelah aku mendaki gunung untuk menerima loh-loh batu, loh-loh perjanjian yang diikat TUHAN dengan kamu, maka
aku tinggal empat puluh hari empat puluh malam lamanya di gunung itu; roti tidak kumakan dan air tidak kuminum”
(Ulangan 9:9)
Puasa Normal =Tidak makan dan minum kecuali air putih
“ Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari
mulut Allah."
(Matius 4:4).
2. 4. 4. Kitab Suci
Terbagi dalam 2 bagian besar, yakni Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru, yang lebih dikenal
dengan sebutan Injil. Walau dalam arti sempit Injil adalah Kabar Gembira, dan sebagai tulisan ada 4 tulisan di dalam
Perjanjian yang disebut Injil, yakni Injil menurut Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.
2. 4. 5. Hari Raya
Ada dua hari raya besar, yakni Natal dan Paskah. Namun di antara Natal dan Paskah ada serangkaian hari raya lain,
seperti Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, Kenaikan Tuhan, Pentakosta, dan hari raya Kristus Raja Semesta Alam.
5. Agama Islam
Agama Islam mengajari umat untuk senantiasa menjunjung tinggi suatu perdamaian. Agama Islam sendiri berarti
perdamaian, yang berarti bahwa seorang umat muslim adalah orang yang damai dengan Allah SWT dan damai dengan
manusia. Kemudian kita diajak untuk tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada Allah sehingga pada akhirnya umat Islam
memperoleh rahmat Allah dengan menjalankan lima hukum Islam dan enam rukun Iman. Sedangkan pokok paham
ketuhanan dalam Islam ada dua konsep, yaitu berdasarkan Al – Quran dan hadis atau pokok-pokok secara harafiah dengan
sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat
spekulasi berdasarkan penafsiran mendalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis. Nilai kehidupan dalam
islam adalah terdapat ajaran mengenai moralitas, sebagai pegangan dalam kehidupan atau pedoman hidup, sebagai
pendorong atau motivasi dalam hidup, dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan.
Makna kata Islam adalah masuk dalam perdamaian. Itu berarti, seorang Muslim adalah orang yang damai dengan
Allah dan damai dengan manusia. Tugas utama Agama Islam adalah:
a. Mendatangkan perdamaian di dunia dengan membentuk persaudaraan di antara sekalian agama di dunia,
b. Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama-agama terdahulu,
c. Membetulkan kesalahan-kesalahan dalam agama-agama, menyaring mana yang benar dan mana yang palsu,
d. Mengajarkan kebenaran abadi, dan
e. Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani umat manusia.
Dalam Agama Islam terdapat dua rukun (dasar utama), yaitu Rukun Islam dan Rukun Iman.
2. 5. 1. Rukun Islam
a. Rukun Iman: ”Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya”.
b. Shalat (sembahyang) 5 (lima) kali sehari: Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya.
Setiap kali sembahyang, Umat Islam membacakan:
”Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Pemurah lagi Penyayang, yang merajai hari perhitungan.
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya Engkaulah kami memohon pertolongan, pimpinlah kami ke jalan yang
lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi Ni’mat, bukan jalan yang mereka dimurkai dan bukan juga
jalan mereka yang sesat.” (Al Faatihah, Surat ke 1:7 ayat).
a. Zakat: pemberian wajib setahun sekali sebesar 1/40 dari kekayaan dalam setahun, yang diberikan kepada orang
miskin, untuk pembinaan iman, untuk menebus budak belian, untuk pengembangan Agama Islam.
Zakat fitrah adalah zakat yang harus dibayar pada hari puasa terakhir. Sedekah berbeda dengan zakat, karena
sedekah adalah pemberian sukarela; bantuan, pertolongan atau dana sosial di luar zakat dan zakat fitrah.
b. Puasa dalam bulan Ramadhan: tidak makan dan tidak minum mulai pada saat akan terbit matahari sampai saat
terbenamnya.
c. Haji: Ibadah ke Mekkah pada bulan Zulhijjah, diteruskan ke Madinah untuk berziarah ke makam nabi Muhhamad.
2. 5. 2. Rukun Iman
a. Percaya kepada Allah
b. Percaya kepada Malaikat-malaikat: Jibrail, Mikael, Israfil, Israil, Munkar dan Nakir, Raqib dan Atib, Ridwan,
Zabaniah.
c. Percaya pada Kitab-kitab Allah: Taurat, Zabur, Injil, Alquran. Dipercayai bahwa Al-Quran diturunkan kepada
nabi Muhammad, yang merupakan kutipan dari Kitab Induk Surgawi (Lauh al-mahfudz).
d. Percaya kepada rasul-rasul Allah: Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yahya, Isa, dan Muhammad.
Muhammad adalah rasul (utusan) Allah dan penutup dari semua nabi.
e. Percaya pada hari kiamat.
f. Percaya pada takdir: semua yang terjadi dan akan terjadi, sudah diketahui Allah SWT.
6. Agama Konghucu
Agama Konghucu merupakan pelembagaan atas ajaran Konfusius (551 SM – 479 SM)di Tiongkok. Konfusius
terkenal dengan ajaran-ajaran moral dan filsafatnya. Tidak mengherankan jika ajarannya menyebar pesat di Jepang,
Korea, Vietnam, dan juga Indonesia.
Pada masa akhir Orde Lama dan awal Orde Baru penganut agama Konghucu tidak mendapatkan tempat oleh
pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Diskriminasi umat Konghuchu saat diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 14
Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina yang dikeluarkan oleh presiden Soekarno. Meski
demikian, agama Konghucu tetap diakui. Hal demikian tercantum dalam Penetapan Presiden Nomor 1/Pn. Ps/ Tahun 1965
dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 yang mengakui adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Pada masa Orde Baru, presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1470/1978 yang berisi bahwa
pemerintah hanya mengakui lima agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Dengan demikian keberadaan
Konghucu tidak diakui di Indonesia. Namun demikian, sejak era Reformasi presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
melalui UU No 1/Pn.Ps/1965 mengakui Konghucu sebagai salah satu agama di Indonesia.
Agma Khonghucu :
Konsep ketuhanan dalam Khonghucu bisa ditemukan dalam kitab Yi Jing (Kitab Perubahan). Dalam kitab ini, Tuhan
digambarkan dengan istilah Qian yang dapat diartikan Tuhan sebagai subjek Yang Maha Ada, Maha Sempurna, Khalik
Semesta Alam, Maha Positif dan Proaktif.
Penutup
Dengan menyimak materi tentang paham ketuhanan ini bisa dipahami kalau terjadi gesekan di sana-sini atau bahkan
yang tidak bisa menghargai paham ketuhanan sesamanya yang berbeda agama dan keyakinannya malah ada yang saling
mengejek atau menjelek-jelekkan. Hal itu tidak perlu terjadi kalau kita bisa memahami bahwa paham ketuhanan dalam
setiap agama itu diajarkan sesuai dengan kaidah iman agama masing-masing.
Semua agama, pada dasarnya mengajarkan, mengusung, mewartakan nilai-nilai kehidupan universal sebagaimana
dihabituasikan oleh Living Values: An Educational Program, dalam rangka mengembangkan kehidupan manusia yang
transcendental dan kehidupan bersama damai dan sejahtera.
Demikin sikap dan perlaku yang terbaik dan yang harua kita wujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari
menghormati dan menghargai paham ketuhanan yang dianut oleh umat lain; dan mencoba memahami sesuai dengan
ajaran agama kita masing-masing, agar kita dapat hidup bersama, saling membantu, bekerjasama dalam mewujudkan
kehidupan bersama yang damai, sejahtera dan bahagia yang kita cita-citakan bersama.
Penutup
Mengakhiri pembahasan tentang paham ketuhanan ini kita dapat melihat dinamika perkembangan paham ketuhanan dari
periode yang paling awal dalam paham dinamisme hingga ke paham ketuhanan sebagaimana diajarkan oleh agama-agama
besar yang dianut di Indonesia, seperti Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebetulnya masih terserak
luas paham ketuhanan di dalam agama-agama kecil atau agama suku, namun tidak memungkinkan semuanya diulas di
sini.
Cukuplah disajikan paham ketuhanan seperti yang telah dipaparkan di atas dengan harapan kita pun sebagai
mahasiswa perlu terus mendinamisir pemahaman kita akan ketuhanan kita seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan pengalaman hidup kita agar paham ketuhanan kita tidak mandul atau mandeg tanpa berimplikasi pada
kehidupan real kita sehari-hari dalam masyarakat, apalagi menyadari akan makin merebaknya ancaman gerakan
radikalisme dan fanatisme di mana-mana. Tantangan seperti itu hendaknya menjadi tantangan bagi kita sebagai kaum
terdidik untuk mengkaji lebih dalam paham ketuhanan kita sesuai kaidah dan ajaran agama masing-masing sehingga kita
juga bisa saling menghargai paham ketuhanan orang lain yang berbeda agama dan keyakinannya. Dengan demikian
terciptalah kehidupan umat beragama yang rukun dan bersatu pada dalam keanekaragaman paham ketuhanan yang ada di
Indonesia.
Glosarium
Animisme: kepercayaan bahwa alam itu sebagai sesuatu yang hidup dan karena memiliki roh/jiwa (= anima)
Atma: bagian terdalam dari diri manusia, yang berasal dari yang mutlak dan akan kembali bersatu dengan Allah
sebagai yang mutlak.
Atman: unsur Brahman dalam diri setiap manusia.
Brahman: kekuatan suci yang menyangga segala sesuatu yang ada, atau aspek batiniah dari alam semesta.
Chun-Tzu: kemanusiaan yang benar (gentleman). Bersama orang-orang ini dunia menuju perdamaian. Sebaliknya,
bersama manusia berjiwa kerdil (kasar dan picik) dunia tak akan pernah damai.
Dinamisme: kepercayaan bahwa alam itu memiliki daya yang luar biasa yang melampaui daya-daya manusiawi.
Henoteisme: kepercayaan akan banyak dewa-dewi, namun pada kurun waktu tertentu ada yang menjadi pemimpinnya
(henoteisme waktu), sedangkan Henoteisme tempat adalah kepercayaan akan banyak dewa-dewi, namun
untuk tempat-tempat tertentu penguasanya adalah dewa-dewi tertentu, dan Henoteisme koordinasi adalah
kepercayaan akan banyak dewa-dewi, namun di antara dewa-dewi itu ada yang menjadi koordinatornya.
Hirarki: orang-orang yang mendapat jabatan atau kekuasaan karena disucikan, atau karena mendapatkan
pentahbisan. Mereka itu adalah Diakon, Imam, dan Uskup.
Islam: masuk dalam perdamaian. Itu berarti, seorang Muslim adalah orang yang damai dengan Allah dan damai
dengan manusia.
Jen: hubungan ideal yang harus ada di antara manusia, seperti kebaikan, kemurahan hati, manusiawi.
Karuna: siap sedia meringankan makhluk lain.
Li: cara yang seharusnya dilakukan, semacam “tata krama.” Orang harus satu antara kata-kata, pikiran, dan
perbuatan/kenyataan objektif.
Metta: kasih sayang terhadap semua makhluk.
Mokhsha: pembebasan dari reinkarnasi yang tidak berkesudahan (samsara).
Monoteisme: kepercayaan akan adanya satu Allah/Tuhan saja.
Mudita: turut berbahagia dengan kebahagiaan mahkluk lain tanpa benci dan iri hati
Ngaben: upacara pembakaran mayat yang dipercayai umat hindu sebagai upacara yang membebaskan jiwa
manusia untuk mencapai tingkat yang lebih sempurna.
Nirwana (Nibbana): suatu pencapaian kondisi ketenangan yang mutlak disertai keyakinan akan adanya kebebasan yang
absolut.
Politeisme: kepercayaan bahwa bagian-bagian alam yang ber-roh itu memiliki nama sebagai pribadi (person), seperti
Dewa Bulan, Dewa Matahari, Dewa Bumi, Dewa Langit, Dewa Angin, Dewa Laut, dan sebagainya sesuai
dengan wilayah kekuasaannya.
Sakramen: tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan, sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang
menerima rahmat tertentu dan berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus sang pengatara rahmat.
Sulinggih: orang yang telah dilantik untuk melaksanakan upacara. Sulinggih yang berasal dari kasta Brahmana
disebut pedanda; dari kasta Satria disebut resi.
Tanha: nafsu atau keinginan yang rendah.
Te: kekuatan yang muncul akibat kebajikan. Suatu dasar dari pemerintahan yang arif dan bijaksana.
Trimurti: Tuhan Yang Esa yang mewujud dalam Brahmana (yang menciptakan), Wisnu (yang melindungi,
memelihara), dan Siwa (yang melebur segala yang ada).
Upekka: bersikap adil, diam, tenang dan penuh dengan kebijaksanaan yang seimbang.
Wen: “seni perdamaian” yang berkaitan dengan musik, seni lukis, puisi, merangkai bunga, segala produk
budaya yang bersifat estetis.
Zakat: pemberian wajib setahun sekali sebesar 1/40 dari kekayaan dalam setahun, yang diberikan kepada orang
miskin, untuk pembinaan iman, untuk menebus budak belian, untuk pengembangan Agama Islam.
BAB 3
AGAMA KRISTEN
Tujuan Pembelajaran:
1. Memahami dan menjelaskan hakikat paham ketuhanan di dalam Agama Kristen
2. Memhami dan menjelaskan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan dan ditawarkan oleh Agama
Kristen dalam membangun manusia yang religius.
3. Menghargai hakikat penghayatan iman Kristen serta nilai-nilai kehidupan yang diajarkan atau
ditawarkan.
3.1 Pengantar
Di tengah-tengah atau di antara pelbagai agama yang ada di muka bumi ini, yang pola penghayatan ketuhanannya
sama dengan agama-agama asli seperti Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Agama Budha dan Agama Khong Hu Cu,
muncul agama-agama yang pola penghayatan ketuhanannya sangat khas dan berbeda. Sebuah tradisi yang meyakini
peristiwa unik sebagai dasar pola penghayatan ketuhanan yang baru. Yakni Yahwe atau Allah yang memanggil Abraham,
nenek moyang Bangsa Israel. Pola paham ketuhanannya bukan lagi kesatuan segalanya di mana seluruh suasana alami
yang syarat dengan unsur-unsur gaib yang lalu dipersonifiksikan sebagai dewa-dewi atau roh-roh tertentu. Akan tetapi,
Abraham merasa telah dipanggil secara pribadi oleh Tuhan yng namanya Yahwe atau Allah. Agama itu adalah Yudaisme.
Yahwe pada awalnya belum Allah satu-satunya bagi umat Yahudi (keturungan Bangsa Israel). Maksudnya, ada
dewa-dewi lain, makin tidak berarti atau sepadan dibandingkan dengan Yahwe, Allah yang memanggil Abraham, nenek
moyang Bangsa Israel.Yahwe tidak terikat pada waktu atau tempat tertentu. Ia diyakini sebagai Tuhan atas bangsa-bangsa
dan sejarah keselamatan untuk seluruh umat manusia dan akan melaksanakannnya. Ia mengadakan hubungan dialogis dan
personal kepada bangsaNya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Bangsa Israel sampai pada keyakinan bahwa Yahwe adalah yang Maha Esa.
Umat Yahudi (keturunan Bangsa Isarel) menjadi monoteis. Dari pola penghayatan ketuhanan bahwa Yahwelah Tuhan
Israel, Umat Yahudi mulai percaya (yakin) hanya Yahwelah Allah Israel; dewa-dewi lain tidak ada artinya. Pola
penghayatan ketuhanan yang Illhi (Yang Transenden) sebagai Allah Yang Esa dalam perkembangan selanjutnya
mendasari dua agama monoteis besar yang menyempal dari rumpun Yahudi, yakni agama Kristen dan agama Islam.
3. 3. 1. Karya Yesus
Kitab Suci Perjanjian Baru, utama Injil, penuh dengan testimoni; puji-pujian terhadap karya Yesus yang
sungguh mengagumkan. Halaman demi halaman kitab ini, khususnya dalam Injil Markus, penuh dengan peristiwa ajaib
atau mukjijat. Yang sungguh sangat mengagumkan, bukan hal-hal itu yang menjadi titik berat perhatian Yesus, akan tetapi
Kasih Allah Bapa yang harus diteruskan atau dibagi kepada orang lain; di mana pun dan kapan pun.Itulah tugas mulia
yang diembanNya dari Bapa di surga, ”Menyelamatkan umat manusia”. Yesus tidak pernah mengunakan mukjijat-
mukjijat yang dilakukanNya sebagai sarana untuk meyakinkan orang mengenai siapakah Dia. Tidak pernh sekali pun Ia
berusaha untuk membuat orang lain kagum, mendesak atau menyiksa orang lain agar percaya kepadaNya.
Petrus, salah seorang dari 12 rasul atau muridNya meringkaskan dan menjelaskan seluruh karya Tuhan Yesus
dalam hidupNya dalam lima kata yang padat: ”Ia berkeliling sambil berbuat baik”. Sangat sederhana kalimat itu,
namun memang sukar untuk mencari kalimat yang lebih baik lagi. Secara biasa dan tanpa rikuh, Tuhan Yesus bergaul
dengan orang-orang menderita dalam masyarakat, dengan perempuan tuna susila, dengan para pemungut cukai. Melalui
upaya penyembuhan dan dengan membantu mereka yang berada dalam keadaan putus asa yang amat sangat, serta dengan
memberikan nasehat di saat mereka sedang berada dalam keadaan kritis, Ia berkeliling sambil berbuat baik, berbuat
kasih.
Yesus berkeliling sambil berbuat kasih dengan kesungguhan adan ketulusan hati dan memang dengan hasil
yang baik, sehingga orang-orang yang berada di sekitarNya, dari hari ke hari merasa bahwa pandangan mereka terhadap
beliau berubah sama sekali. Mereka akhirnya berpikir dan yakin bahwa jika Tuhan yang merupakan kebaikan sejati, akan
mengambil wujud manusia, inilah perbuatanNya sebagai manusia.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, manaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak mnganggap kesetaraanNya dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, elainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama
seperti manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan mati
di kayu salib. Itualah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan menganugerahkan kepadaNya nama di atas segala
nama, supaya dalam nama Yesus bertekuklutut segala yang ada di langit dan yang ada di bumi dan yang ada di bawah
bumi dan segala lidah mengakui: “Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa”. (Fil 2 : 6-11)
Saat-saat terakhir kegiatan menyampaikan ajaranNya, Yesus telah dikenal setiap orang. Setelah bergaul dengan
banyak orang dan mengajar mereka selama beberapa bulan, Yesus disalibkan. Saat itu seyogyanya merupakan akhir dari
kisah Yesus. Sejarah penuh dengan kisah orang yang mempunyai ilham tentang masa depan, memiliki berbagai rencana,
kemudian tewas, dan itulah akhir dari kisah yang dapat kita dengar mengenai mereka. Namun dalam hal ini, kisah Yesus
berbeda. Dalam beberapa minggu sesudah penyalibpanNya, para murid justru dengan penuh semangat menyampaikan
kabar gembira mengenai Yesus yang telah bangkit kembali.
Tak dapat diragukan bahwa iman akan kebangkitan inilah yang menjadi dorongan kuat untuk berdirinya Gereja,
komunitas umat yang beriman kepada Allah dalam diri Yesus Kristus. Selanjutnya, tersebar luaslah kabar kebangkitan
Yesus dan bersama dengan kabar gembira ini tersiar pula kabar bahwa mereka yang percaya kepadaNya, seperti Dia dan
bersama Dia akan dapat mengalahkan dosa dan maut, dan menuju suatu kehidupan yang baru, bahagia dan kekal.
Dalam wafat, kebangkitan dan seluruh hidupNya, Yesus menyampaikan wahyu Allah, bahkan mewujudkan wahyu
iu dalam DiriNya. Allah memperkenalkan diri-Nya dan menyingkapkan rencana keselamatanNya dalam Diri Yesus
Kristus. Allah mengajak manusia untuk hidup bersatu denganNya. Yesus adalah Wahyu Allah yang penuh dan
menentukan. Pengalaman Paskah adalah pengalaman akan Roh Kudus, yang ternyata Roh Yesus Kristus yang
dibangkitkan. Yesus tampil bukan dalam keadaan yang menyedihkan, akan tetapi sebagai pemenang yang mengalahkan
segala sesuatu, bahkan akhir dari segala akhir yakni maut itu sendiri. Yesus berkuasa juga atas kematian.
3. 3. 4. Kitab Suci
Umat Kristen (Katolik dan Protestan) dapat mengetahui pewartaan dan karya Yesus Kristus melaui Kitab Suci,
terlebih Kitab Suci Perjanjian Baru. Kitab Suci adalah pewartaan kabar gembira (Injil) yang membuku dan mengkristal ,
yang menjadi pedoman, ukuran, dan pegangan hidup seluruh umat Kristiani.
Peristiwa-peristiwa dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dipenuhi dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam
Perjanjian Lama dapat ditelusuri rencana keselamatan Allah sejak penciptaan dunia sampai pada saat bangsa Israel
menantikan kedatangan Sang Mesias. Terdapat 46 kitab dalam Perjanjian Lama. Kitab Suci Perjanjian Baru terdiri dari 27
kitab, dari Injil Mateus sampai Wahyu kepada Yohanes. Bisa dikatakan bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru menjelaskan
makna dan maksud sebenarnya dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Sedangkan Kitab Suci Perjanjian Lama merupakan
persiapan yang perlu untuk memahami makn dan maksud Kitab Suci Perjanjian Baru.
Di antara semua kitab suci, yang menduduki tempat istimewa adalah Kitab Injil (Injil Mateus, Markus, Lukas dan
Yohanes). Karena Injil merupakan kesaksian utama tentang hidup, karya, dan ajaran Sabda Tuhan Yesus Kristus, Sang
Juru Selamat umat manusia.
3. 3. 5. Sakramen
Sakramen adalah suatu kesepakatan antara manusia dengan Tuhan Allah, sehingga dengan menerima Sakramen,
seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus. Sebagai sumpah kesetiaan orang-orang percaya kepada
TuhanYesus Kristus.
Dalam Gereja Katolik ada 7 sakramen; mengikuti irama hidup manusia, yakni kelahiran (sakramen baptis),
makan-minum untuk pertumbuhan (sakramen ekaristi), sehingga menjadi kuat dan dewasa/sadar akan yang baik dan yang
buruk (sakramen penguatan/krisma), bertobat dari salah dan dosa (sakramen tobat), menentukan pilihan hidup: menikah
(sakramen perkawinan) atau selibat/tak kawin (sakramen imamat), dan menjadi lemah / sakit dalam proses hidup
(sakramen pengurapan orang sakit).
Dalam Gereja Protestan ada 2 sakramen, yaitu (1).Baptisan; Berasal dari kata Baptizzo (bahasa Yunani), yang
artinya dimandikan, dibersihkan,atau diselamkan. (2).Perjamuan Kudu Sakramen ditetapkan Tuhan Yesus untuk
menguatkan dengan sesama orang percaya, Seluruh umatNya, atau segenap keluarga Allah, di semua tempat dan segala
zaman.
Penutup
Sebagai penutup dari uraian tetang Agama Kristen di atas, kita dapat mencatat beberapa point pokok, sebagai
berikut:
1. Agama Kristen, bersama Agama Yahudi dan Agama Islam merupakan satu rumpun agama Abrahamistik atau agama
samawi. Bermula atau bertolak dari panggilan Abraham oleh Yahwe ini muncul penghayatan ketuhanan baru dalam
kehidupan umat yang kemudian menjadi pola penghayatan khas tiga agama Abrahamistik: Agama Yahudi, Agama
Kristiani , dan Agama Islam. Tiga pola penghayatan ketuhanan khas agama Abrahamistik tersebut adalah: (1) Allah
memanggil secara personal seseorang (Abraham) dan mulailah sebuah rencana keselamatan. (2) Allah adalah satu-
satunya Tuhan (monoteis). Dan (3) Allah adalah Pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Alah bertahta di atas
langit dan bumi, dan bukan bagiannya.
2. Agama Kristen (Katolik dan Protestan) terdiri dari banyak Gereja. Tapi semua Gereja Kristen mempunyai cirri khas
yang sama, yaitu percaya pada Pribadi Yesus. Umat Kristiani mengimani Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru
Selamat umat manusia; demikian, Yesus Kristus menjadi pokok dan sumber iman mereka.
3. Iman Umat Kristiani didasarkan pada sabda, karya dan terutama diri Pribadi Yesus Kristus sendiri, yang dialami
dan dirasakan oleh para murid dan umat pada saat itu; seluruh kehidupan Yesus , dan teristimewa dalam sengsara,
wafat dan kebangkitaNya, sungguh mewujudkan Wahyu Allah (Ibr 1:1-3). Dalam dan melalui Yesus, Allah Bapa
Yang Maha Rahim itu hadir ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia (Fil 2: 6-11). Wafat dan kebangkitan Yesus
itu sungguh sesuai dengan kitab suci, dan dengan demikian memang sesuai dengan karya dan rencana keselamatan
Allah Bapa di surga.
4. Tugas pokok (tugas mulia) Gereja adalah (bersama dengan Yesus Kristus Yang Bangkit) adalah melanjutkan karya
Yesus Kristus, yaitu mewartakan kabar gembira “Kerajaan Allah” kepada umat manusia. Bahwa Kerajaan Allah itu
sudah dekat sekali, maka perlulah manusia bertobat (Mrk 1:15). Bertobat berarti meninggalkan dosa-dosanya, dan
berbalik kembali kepada Alah yang maharahim. Yesus sendiri menghengaki agar semua orang dibaptis: “.. karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat
28:19).
5. Tiga nilai kehidupan utama yang diajarkan oleh Yesus dan yang harus dilaksanakan dan dibagi kepada sesama adalah
iman, harapan dan kasih. Di antara ketiga nilai keutamaan Kristiani tersebut yang paling besar adalah kasih. Seluruh
halaman Kitab Suci Perjanjian Baru, utamanya keempat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes), ketiga nilai
kehidupan itu terwujud dalam seluruh karya, sabda, ajaran dan diri pribadi Yesus.
-Allah Tritunggal
– Allah Bapa, Anak/Putra , Roh Kudus
-1 Korintus 13:13 - Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di
antaranya ialah kasih.
KREDO –PENGAKUAN IMAN
Versi Katolik Roma Versi Protestan
Aku percaya akan Allah, Aku percaya kepada Allah,
Bapa yang mahakuasa, Bapa yang Mahakuasa,
pencipta langit dan bumi; Khalik langit dan bumi
dan akan Yesus Kristus, Dan kepada Yesus Kristus,
Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita
yang dikandung dari Roh Kudus, Yang dikandung daripada Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria; lahir dari anak dara Maria
yang menderita sengsara Yang menderita sengsara
dalam pemerintahan Pontius Pilatus di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,
disalibkan, wafat, dan dimakamkan; disalibkan, mati dan dikuburkan,
yang turun ke tempat penantian turun ke dalam kerajaan maut
pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati; Pada hari yang ketiga bangkit pula
yang naik ke surga, dari antara orang mati
duduk di sebelah kanan Allah Bapa Naik ke surga,
yang mahakuasa; duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa,
dari situ Ia akan datang Dan dari sana Ia akan datang
mengadili orang yang hidup dan yang mati. untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Aku percaya akan Roh Kudus, Aku percaya kepada Roh Kudus,
Gereja katolik² yang kudus, gereja yang kudus dan am,
persekutuan para kudus, persekutuan orang kudus
pengampunan dosa, pengampunan dosa
kebangkitan badan, kebangkitan daging;
kehidupan kekal. dan hidup yang kekal. Amin
Amin.
Perbedaan Kitab suci Katolik dan kitab suci Kristen Protestan memang ada perbedaan yang khas. Perbedaannya adalah
pada jumlah kitabnya. Dalam Katolik ada 46 kitab Perjanjian Lama, sedangkan dalam Kristen Protestan hanya 39 kitab
Perjanjian Lama. Sedangkan kitab Perjanjian Baru jumlahnya sama yakni 27 kitab. Ada 7 kitab yang diakui oleh Gereja
Katolik sebagai kitab suci, sedangkan Kristen Protestan tidak mengakui 7 kitab tersebut sebagai kitab suci. Tujuh kitab itu
sering disebut “Deuterokanonika”.
Umat Kristiani mempunyai hubungan khusus dengan Yesus yang diberi gelar Kristus, bahkan disebut Tuhan. Yesus
juga jelas menyatakan bahwa Ia adalah Tuhan, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab
memang Akulah Guru dan Tuhan.” (Yoh 13:13) Tidak ada seorang-pun yang lain, yang pernah berkata demikian.
BAB 4
Sejarah Agama Islam
Tujuan:
1. Mahasiswa mampu menguraikan agama Islam (C4)
2. Mahasiswa mampu menganalisis ajaran-ajaran agama (C5)
PENGANTAR:
Bentuk dan gambaran Islam sebagai agama tidak lepas dari nilai-nilai ajaran yang terkandung di dalamnya.
Dalam ajaran itulah, Islam memperkenalkan diri serta memperlihatkan akan wajahnya. Wajah Islam akan nampak
seperti apa, semuanya tidak lepas dari umat Islam sendiri. Karena di situlah wajah Islam itu dilukis dan diperlihatkan.
Wajah Islam bukan terlihat pada indahnya ayat-ayat suci yang tertata rapi di setiap lembaran-lembaran kertas kitab
sucinya, tetapi pada praktik hidup dari para penganutnya. Dalam tataran inilah pemahaman dan wawasan nilai-nilai
keagamaan yang mempuni menjadi sebuah kebutuhan dan sekaligus keharusan.
Pemahaman dan wawasan nilai-nilai keagamaan yang mumpuni merupakan kunci untuk umat Islam bisa
sampai kepada tujuan pokok dari keberagamaan itu sendiri, yaitu untuk meraih rahmat Tuhan dan juga rahmatan
lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam). Sebaliknya pemahaman yang terbatas dan cenderung sempit akan menjadi
pintu munculnya manusia-manusia yang beragama, tetapi tanpa iman dan taqwa. Tanpa adanya keimanan dan
ketaqwaan, agama akan menjadi tumpul, kehilangan fungsi, sekaligus kehilangan “nyawanya”. Ketika agama
kehilangan nyawanya, maka agama akan menjadi “mati” sehingga walaupun ia ada, namun ia tak akan memberi arti
apa-apa bagi pemeluknya.
Agama punya fungsi untuk menolong manusia mencari dan sekaligus menemukan arti kehidupan. Fungsi ini
hanya akan bisa termaknai secara benar, hanya pada saat keberagamaan itu di hidupi dengan baik oleh para
penganutnya. Ketika penganut agama telah sampai pada tahapan menghidupi keagamaannya, maka ia buka lagi
sekedar penganut agama, atau sebagai orang yang beragama, tetapi telah masuk pada tahapan religius. Tahapan
persatuan dengan yang Mutlak (Tuhan). Kerangka berpikir semacam inilah yang harusnya ada di setiap umat
beragama di negeri ini, khususnya bagi kaum muda, yaitu kehidupan keberagamaan yang menuju pada tahapan
religius dan bukan sekedar hanya sampai pada titik beragama saja.
4. 3. 1. Islam Mengajarkan Bahwa Manusia Makhluk Ciptaan Tuhan Yang Mulia Dan Bermartabat
Manusia adalah makhluk dwi dimensi, asal kejadiannya dari tanah, dan juga hembusan illahi. Manusia ciptaan
yang unik, beda dengan ciptaan yang lainnya. Al-Quran menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang
paling istimewa di muka bumi ini. Keistimewaan manusia itu nampak jelas lewat peristiwa penciptaan manusia, yang
jauh berbeda jikalau dibandingkan dengan ciptaan yang lainnya, sebagaimana yang tertulis didalam Qs. At-Tin [95]:4
“Dia (Allah) memuliakan manusia dan Dia menganugerahinya aneka kelebihan atas banyak makhluk-Nya yang
lain.” Sisi kemuliaan inilah yang membuat manusia memiliki kedudukan yang sama dengan manusia lainnya dari
segi kemanusiaan. Artinya bahwa semua manusia dari sisi kemanusiaan adalah setara. Tidak ada yang lebih tinggi,
tidak ada pula yang lebih rendah, semuanya sama-sama mulianya.
Tindakan suka membeda-bedaan sebagaimana yang kerap manusia lakukan, bahkan mungkin juga seringkali
kita lakukan, merupakan tindakan yang menyalahi ajaran Islam. Tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan
menistakan manusia dan juga menistakan Tuhan selaku penciptanya. Dalam bukunya yang berjudul “Islam yang saya
anut, dasar-dasar ajaran Islam” M. Quraish Shihab menekankan bahwa seluruh manusia dalam pandangan Islam
memiliki kedudukan yang sama dari segi kemanusiaan, meskipun berbeda suku, bangsa, agama, warna kulit, jenis
kelamin, dan sebagainya. Semua telah Allah muliakan.
Kehormatan manusia harus dipelihara baik saat ia hidup maupun setelah kematiannya karena dia adalah
manusia. Kemuliaan manusia itu akan terus melekat pada diri manusia sampai kapanpun, bahkan sampai manusia itu
kembali kepada penciptanya. Karena itu berkelakuan mulia merupakan sebuah keharusan sebagai makhluk mulia,
sebab tatkala kita tidak berlaku mulia, maka pada saat itu kita telah merendahkan martabat kita sebagai makhluk
mulia, dan ketika kita merendahkan martabat kita sebagai makhluk mulia, maka sejatinya kita juga sedang
merendahkan martabat Tuhan selaku pencipta manusia.
Dalam kediriannya sebagai manusia, Islam juga mengajarkan bahwa manusia selain mulia, ia juga istimewa.
Keistimewaan itu terlihat jelas melalui banyaknya aneka kelebihan yang Tuhan anugrahkan kepada manusia.
Kelebihan tersebut antara lain adalah manusia diberi akal pikiran, diberi hati dan juga perasaan, yang mana semuanya
itu hanya ada dan dimiliki oleh manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Menurut Imam
Al-Gazali, ilmuwan dan sufi kenamaan yang hidup sekitar abad kesebelas Masehi, semua kelebihan ini tidak lain dan
tidak bukan sebagai perangkat kelengkapan diri yang dianugerahkan Tuhan kepada umat manusia yang adalah hamba
dan khilafah-Nya di bumi ini. Artinya, demi kemaslahatan hidup manusia itu sendiri maupun bagi ciptaan lainnya,
maka semua perangkat perlengkapan itu dianugerahkan kepada manusia.
Karenanya bisa dipahami jika pada tahapan selanjutnya mengapa Tuhan memberikan mandat kepada manusia
untuk memelihara dan merawat bumi ini, dan mengangkatnya sebagai khalifah fil ardhi, yang berarti dipercayai Tuhan
sebagai wakil-Nya untuk mengatur dan memakmurkan bumi. Penegasan itu bisa dilihat di Surah Shad ayat 26, Surah
Al-Fathir ayat 39, Surah An-Anam ayat 165, dan lain sebagainya. Berkenaan dengan hal menunaikan tugas mulia ini,
yaitu sebagai khalifah fil ardhi (pemimpin di bumi) dalam praktiknya memang ada terbagi dalam dua kelompok
golongan, yang pertama adalah kelompok umat yang secara sungguh menunaikannnya, dan yang kedua adalah
kelompok yang memilih bersikap masa bodoh dan mengabaikannya. Dalam tataran ini, Islam mengajarkan bahwa
mereka yang sengaja bersikap masa bodoh dan mengabaikan tugasnya, maka itu berarti mereka telah mencederai
fitrah kemanusiaannya sebagai makhluk mulia yang dipercaya oleh penciptannya untuk menjadi pemimpin di bumi
dengan tugas pokok memelihara dan memakmurkan bumi. Ini juga bisa diartikan bahwa manusia tersebut telah
menodai dan merendahkan kemuliaan yang ada pada dirinya. Namun begitu al-Quran menyatakan walaupun mereka
telah menodai dan merendahkan sisi kemuliaannya, hal itu tetap saja tidak dapat menghilangkan status mereka sebagai
manusia yang dimuliakan Tuhan, sebab status tersebut sifatnya melekat pada diri manusia sampai akhir hanyatnya.
Oleh karena adanya keyakinan bahwa manusia sebagai makhluk mulia, maka hal ini harusnya mendorong
seluruh umat Islam untuk selalu hidup dengan mengedepankan dan selalu menjunjung martabat kemanusiaannya.
Karena di saat manusia menjunjung martabat kemanusiaannya di tengah-tengah praktik kehidupan kesehariannya,
maka di situlah kemuliaan akan nyata terlihat. Beranjak dari semua, maka sudah seharusnya jika Islam mewajibkan
umatnya untuk selalu menjaga martabat kemanusiaannya ditengah-tengah pratik kehidupan keseharian. Sebab saat
manusia kehilangan martabat kemanusiaannya, manusia menjadi tidak mampu lagi untuk memahami akan hakikat
kemanusiaannya, yaitu sebagai makhluk yang luhur dan menjaga marwah keluhuran kemanusiaan tersebut lewat
semua aktivitas kesehariannya demi mengangkat nilai-nilai yang memanusiakan manusia. Sebab tanpa ada landasan
kesadaran semacam ini, kecenderungan manusia akan selalu merendahkan martabat dan keluhuran kemanusiaannya.
Oleh sebab itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan martabat dan keluhuran kemanusiaan harus selalu dibela,
dikedepankan, serta selalu dijadikan sebagai acuan interaksi, kebijaksanaan, dan perumusan hukum-hukum yang
dibuat oleh manusia.
Untuk itu tepat kiranya jikalau martabat kemanusiaan selalu menjadi acuan, atas semua produk yang
dihasilkan dalam interaksi, pembuatan kebijaksanaan, dan perumusan hukum-hukum di muka bumi ini. Oleh karena
itu produk apapun yang dihasilkan oleh manusia (jikalau berkenaan dengan martabat dan keluhuran kemanusiaan)
tidak boleh merendahkan apalagi menciderai sisi kemanusiaan itu sendiri. Karena kalau hal itu sampai terjadi, maka
sudah seharusnya produk tersebut ditolak dan dilawan atas nama kemanusiaan itu sendiri. Contoh produk yang
menciderai kemuliaan dan martabat kemanusiaan di negeri ini adalah adanya perda yang berbau syariah di daerah-
daerah dan terkait adanya kebijakan kepala sekolah negeri yang mewajibkan semua muridnya untuk memakai pakaian
muslim. Umat Islam sepatutnya mampu bersikap kritis terhadap kasus-kasus yang demikian.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
lagi maha mengetahui dan lagi maha mengenal.” (Al-Hujaraat: 13).
Berdasarkan ayat ini, dapat diketahui bahwa Allah menjadikan manusia berkaum-kaum, laki-perempuan, dan berbeda-
beda dengan tujuan agar mereka saling mengenal antara satu dengan lainnya. Jikalau antara satu dengan yang lainnya
saling mengenal, maka dengan sendirinya akan tercipta tali persaudaraan. Maksud dari kata mengenal itu bukan
bermakna sekedar hanya “kenal”, tetapi lebih dari itu, yaitu mengenal kebudayaan dan agama, atau hal-hal lainnya
yang berbeda dengan dirinya. Sehingga dengan demikian dapat menghilangkan prasangka-prasangka yang ada pada
dirinya terhadap kebudayaan, agama, atau hal-hal lainnya selama ini.
Oleh karena itu perbedaan tidak boleh menjadi penghalang bagi setiap manusia untuk hidup harmonis, rukun
dan damai. Perbedaan itu adalah sunnatullah, bagian dari kehendak Tuhan sendiri. Jadi menghargai dan menghormati
perbedaan ataupun keberagaman manusia itu sesungguhnya adalah bagian dari memuliakan Tuhan, sekaligus juga
menunjukkan sisi kemanusiaan dari manusia itu sendiri, selaku makhluk mulia dengan memandang bahwa semua
manusia itu pada dasarnya adalah setara (sederajat). Dalam ranah ini, Islam menghargai dan menghormati perbedaan,
bahkan meyakini bahwa perbedaan itu adalah bagian dari kehendak Tuhan itu sendiri yang tak terbantahkan.
Untuk itu, umat beragama dalam konteks ini adalah umat Islam perlu melakukan reformasi pemikiran dari
teologis ekslusif menuju pemikiran teologis yang inklusif, terbuka dan pluralis, serta bersedia menerima dan mengakui
perbedaan itu sebagai anugerah Tuhan bagi dunia ini. Kesadaran inilah yang pada akhirnya akan memunculkan sikap
toleransi dalam kehidupan bersama di tengah-tengah perbedaan. Untuk mencapai kehidupan masyarakat yang
dinamis dan ideal ditengah-tengah perbedaan, maka ada baiknya umat beragama selalu mengadakan pertemuan secara
berkesinambungan, selalu mengutamakan kesamaan dan bukannya perbedaan, selalu saling aktif untuk saling
menjelaskan dan mendengarkan, selalu mengutamakan pesan kedamaian, kebenaran dan keselamatan.
Perbedaan itu bisa diibaratkan seperti roda sepeda. Semakin jari-jarinya jauh dari pusat, maka akan semakin
rengganglah. Demikian juga sebaliknya, semakin dekat dengan pusat jari-jarinya akan semakin dekat dan bahkan
bersatu. Artinya, semakin seseorang hanya melihat perbedaan yang ada di sekelilingnya, ia akan semakin jauh dari
yang lain, tetapi apabila seseorang mau terbuka terhadap adanya perbedaan, maka ia akan semakin bisa dekat dengan
yang lain. Persoalannya sebenarnya hanya sepele, mau terbuka atau mau tertutup, mau mendekat, atau mau menjauh,
tidak lebih dari itu. Sederhana sekali bukan!
Penutup
Dari sejarah perjalanan Islam dapat dipahami bahwa ajaran Islam tidak diarahkan kepada eksklusifisme,
seperti membenci perbedaan, memusuhi agama lain, merendahkan orang lain, tetapi lebih kepada Islam inklusif
yang mengedepankan sisi kemanusiaan, yang penuh toleransi, terbuka, dan yang bisa bekerja sama dengan siapapun,
sebagaimana yang selama ini Gus Dur dan banyak tokoh Islam yakini dan perjuangkan. Islam juga menekankan
bahwa perbedaan tidak boleh menjadi penghalang untuk berinteraksi, bahkan lebih jauh Islam selalu menganjurkan
merangkul semua elemen yang ada disekitarnya untuk bekerja sama membangun masyarakat dan bangsa.
Islam mempromosikan perdamaian bukan kekerasan. Jadi jikalau ada pihak yang mengaku diri sebagai Islam,
tetapi perilakunya jauh dari apa yang diajarkan oleh Islam itu sendiri, maka itu perlu dipertanyakan dan dikritisi.
Islam yang inklusif itulah yang harusnya terus menjadi wajah Islam di Indonesia. Islam yang terbuka, yang
menghargai kebebasan, dan bukan Islam yang eksklusif, yang tertutup, yang kaku, dan yang tidak bisa menghargai
perbedaan. Kemampuan untuk menampilkan Islam yang inklusif inilah yang harus dijawab oleh umat Islam di negeri
ini, karena inilah yang akan menentukan sejarah dan masa depan Islam kedepannya. Dan tantangan ini hanya akan
bisa terjawab, jikalau umat Islam di negeri ini mau keluar dari penjara-penjara formalisme agama, dari segala bentuk
kesalehan palsu kehidupan beragama. Penghayatan dan pemaknaan yang mendalam tentang kehidupan beragama
yang benar sangat dibutuhkan dalam hal ini, sehingga pada akhirnya agama lepas dari tuduhan sebagai pemicu
konflik, tetapi sebaliknya sebagai sumber rahmat sekaligus berkah bagi semua umat manusia, bagi semua makhluk.
Kesadaran inilah yang harus dimiliki oleh semua umat Islam, atau yang mengaku diri sebagai Islam. Karena itu umat
Islam harus bersegera untuk melakukan semuanya ini, dan jangan jadikan alasan untuk mereka yang belum
melakukannya untuk tidak bersegera melakukannya. Sebab Islam akan jadi apa kedepannya, itu semua bergantung
pada apa yang saat ini dibuat dan dilakukan oleh umat Islam itu sendiri di hari ini.
10 Hukum Taurat
1. Jangan ada allah lain dihadapanku 6. Jangan mencuri
2. Jgn buat patung menyerupai apapun utk disembah. 7. Jangan berzinah
3. Jgn menyebut Tuhan Allahmu dengan sembarangan 8. Jangan membunuh
4. Ingat dan kuduskanlah hari sabat 9. Jangan bersaksi dusta terhadap sesamamu
5. Hormatilah ayah dan ibumu 10. Jangan menginginkan hak milik orang lain.
Dalam agama Islam Tuhan di sebut Allah dan agama Islam percaya bahwa Tuhan Maha Esa, serta tidak beranak.
Surat asy-Syura, ayat 11
"Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya"
Surat al-An’am, ayat 101
"Allah Pencipta langit dan Bumi, bagaimana mungkin Dia mempunyai putera, padahal Dia telah menciptakan segala
sesuatu dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
MODUL PEMBELAJARAN
BAB 5
AGAMA HINDU
Tujuan Pembelajaran adalah Mahasiswa mampu:
1. Menguraikan sejarah agama Hindu (C4)
2. Menganalisis ajaran agama Hindu tentang personal, sosial, dan perbedaan (C5)
5. 1. Pengantar
Sejarah agama Hindu tidak dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Hindu di
India berkaitan dengan sistem kepercayaan bangsa Arya yang masuk ke India pada 1500 S.M. Kebudayaan Arya
berkembang di Lembah Sungai Indus India. Bangsa Arya mengembangkan sistem kepercayaan dan sistem
kemasyarakatan yang sesuai dengan tradisi yang dimilikinya. Sistem kepercayaan itu berupa penyembahan terhadap
banyak dewa yang dipimpin oleh golongan pendeta atau Brahmana.
Keyakinan bangsa Arya terhadap kepemimpinan kaum Brahmana dalam melakukan upacara ini melahirkan
kepercayaan terhadap Brahmanisme. Selanjutnya golongan ini juga menulis ajaran mereka dalam kitab-kitab suci yang
menjadi standar pelaksanaan upacara-upacara keagamaan. Kitab suci agama Hindu disebut Weda (Veda), artinya
pengetahuan tentang agama.
Weda terdiri dari 4 buah kitab, yaitu:
a. Rigweda adalah kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran Hindu. Rigweda merupakan kitab yang tertua.
b. Samaweda adalah kitab yang berisi nyanyian-nyanyian pujaan yang wajib dilakukan ketika upacara agama.
c. Yajurweda adalah kitab yang berisi dosa-doa yang dibacakan ketika diselenggarakan upacara agama.
d. Atharwaweda adalah kitab yang berisi doa-doa untuk menyembuhkan penyakit, doa untuk memerangi
raksasa.
Agama Hindu bersifat Politheisme, yaitu percaya terhadap banyak dewa yang masing-masing dewa memiliki
peranan dalam kehidupan masyarakat. Ada tiga dewa utama dalam agama Hindu yang disebut Trimurti terdiri dari Dewa
Brahma (dewa pencipta), Dewa Wisnu (dewa pelindung), dan Dewa Siwa (dewa pelebur).
Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan oleh bangsa Arya adalah sistem kasta. Sistem kasta mengatur
hubungan sosial bangsa Arya dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya.
Sistem ini membedakan masyarakat berdasarkan fungsinya, Sistem kepercayaan dan kasta menjadi dasar terbentuknya
kepercayaan terhadap Hinduisme. Penggolongan seperti inilah yang disebut caturwarna, urutan kasta :
1. Brahmana (pendeta)
2. Ksatria (bangsawan, prajurit)
3. Waisya (pedagang dan petani)
4. Sudra (rakyat biasa) menduduki
5. 2. Ajaran tentang Kehidupan Personal
Mengenai terjadinya manusia diajarkan demikian: Sari Pancamahabhuta, yaitu sari ether, hawa, api, air, dan
bumi bersatu menjadi sadrasa (enam rasa), yaitu: rasa manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Kemudian unsur-
unsur ini bercampur dengan unsur-unsur yang lain, yaitu cita, budhi, ahangkara, dasendrya, pancatanmatra, dan
pancamahabhuta. Pencampuran ini menghasilkan dua unsur benih kehidupan, yaitu mani wanita (swanita) dan mani
laki-laki (sukla). Kedua unsur benih kehidupan itu bertemu. Pertemuannya terjadi seperti halnya dengan pertemuan
purusa dan prakrti, serta melahirkan manusia. Oleh karena itu maka sama halnya dengan alam semesta, manusia juga
juga terdiri dari unsur-unsur cita, budhi, dan ahangkara, yang membentuk watak budi manusia, dilengkapi dengan
dasendrya dan pancatanmatra serta panca maha bhuta atau anasir-anasir kasar, yang bersama-sama
membentuk tubuh manusia.
Cita, Bhudi dan Ahangkara membentuk watak budi seseorang . Dasendria membentuk indrianya.
Pancatanmatra dan pancamahabhuta membentuk badan manusia/mahluk. Jika pancamahabhuta di alam besar
(Macrocosmos) antara lain membentu Triloka, yakni:
a. Bhur-loka/alam dunia bumi,
b. Bhuwah-loka/alam dunia angkasa udara dan
c. Swah-loka/ alam sorga, maka di alam kecil (microcosmos) atau tubuh manusia/makhluk terbentuklah tiga
lapis badan (Trisarira), yakni: 1) Badan kasar (Sthula Sarira), 2) Badan Halus (Sukma-Sarira), dan 3) Badan
penyebab (Karana Sarira).
Kedua alam tersebut yakni alam-semesta (Bhuwana agung/Macrocosmos) dan alam badan makhluk (Bhuwana
Alit/Microcosmos) mempunyai sifat-sifat keadaan yang sama.
a. Segala yang kental, padat dan keras pada alam maupun badan makhluk disebabkan oleh zat padat
(Prthiwi).
b. Segala sesuatu yang besifat cair di alam dunia maupun di alam makhluk disebabkan oleh unsur zat cair
(Apah).
c. Segala sesuatu yang bercahaya panas, baik di Bhuwana Agung maupun di Bhuwana Alit disebabkan oleh
unsur cahaya panas/api (Teja).
d. Yang bersifat angin, hawa dan gas pada alam dunia serta nafas pada badan mahluk/manusia disebabkan
oleh unsur gas (Bayu).
e. Adapun unsur kekosongan/kehampaan (Vacuum) yang ada pada alam dunia dan badan makhluk/manusia
disebabkan oleh unsur ether (Akasa).
Menurut ajaran agama Hindu, manusia pertama disebut dengan nama: MANU, atau selengkapnya
SWAYABHU-MANU, tetapi ini bukan nama perseorangan. Sebab dalam bahasa sansekerta, Swayambhu berarti:
yang menjadikan diri sendiri. Suku kata “swayam” berarti diri sendiri, dan suku kata “bhu” berarti: menjadi, dan kata
“manu” berarti “makhluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri”, yakni MANUSIA PERTAMA. Istilah manu
sekarang menjadi kata manusia. Menurut ajaran Hinduisme, semua manusia adalah keturunan Manu.
Jika di alam semesta atau makrokosmos pancamahabhuta atau anasir kasar membentuk triloka (Bhur-loka,
Bhuwah-loka, dan Swah-loka) maka di dalam manusia sebagai mikrokosmos pancamahabhuta
membentuk trisarira yaitu tubuh kasar, tubuh halus, dan tubuh penyebab.Itulah sebabnya kedua alam (makro dan
mikrokosmos) memiliki sifat-sifat yang sama. Kecuali ketiga macam tubuh dalam manusia masih
terdapat Atman, yaitu percikan kecil atau sinarParama Atman, sinar sang Hyang Widi. Atman pada manusia
disebut Jiwatman, yaitu yang menghidupkan manusia. Fungsi Atman di dalam badan manusia saperti kusir terhadap
kereta. Sebagai sinar ilahi atau percikan sang Hyang Widi, Atman memiliki sifat-sifat sang Hyang Widi, sebagai
misalnya: tak terlukai oleh senjata, tak terbakar oleh api, tak terkeringkan oleh angin, tak terbasahkan oleh air, abadi,
ada di mana-mana, tak dilahirkan, tak dipikirkan, dsb.
Sekalipun demikian manusia tidaklah sempurna, fana, dapat mati. Hal ini disebabkan karena Atman dipenjarakan di
dalam tubuh, yang mengakibatkan manusia dikuasai oleh awidya. Akibat awidya lebih lanjut ialah manusia dikuasai
oleh hukum karma dan samsara, kelahiran kembali (purnabhawa). Hukum karma tadi dapat menyebabkan orang
dilahirkan kembali sebagai manusia, tetapi juga sebagai binatang, tumbuh-tumbuhan. Jika orang dilahirkan kembali
sebagai manusia, hal itu adalah suatu keuntungan yang besar, sebab kelahiran kembali sebagai manusia memberi
kesempatan untuk meningkatkan kesempurnaan hidup, guna mengatasi kesengsaraan. Itulah sebabnya dewa-dewa pun
perlu dilahirkan kembali sebagai manusia dulu, agar dapat mencapai kebebasan abadi (nirwana).
Berbeda dengan keyakinan di dalam agama Islam, Kristen, Yahudi, yang mengajarkan bahwa alam semesta
itu diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dari tidak ada menjadi ada, maka agama Brahma mengajarkan bahwa alam
semesta itu adalah pancaran dari Brahman. Upanishad pada bagian chandogya mengungkapkan pada kejadian alam
semesta sebagai berikut:
Pada permulaan hanya ADA sendirian, Maha Esa, tanpa ada yang kedua. Dia, Yang Maha Esa itu berpikir di dalam
dirinya: biarlah aku menjadi banyak, biarlah aku berkembang selanjutnya. Kemudian dengan zat-nya iapun
menentukan alam semesta: setelah menentukan zat-nya ke alam semesta, ia masuk ke dalam setiap makhluknya itu.
Adapun seluruh makhluk memiliki zat-nya yang paling halus di dalam diri tiap makhluk. Dia adalah Al-haqq, dia
adalah diri. Dan begitulah, hai Svetaku, bahwa ITU ADALAH ENGKAU.
Di dalam Upanishad pada bagian chandogya itu dikisahkan seterusnya bahwa terhadap Svetaku yang belum
dapat memahamkan hal itu. Maka Rishi Uddalaka menyuruh Svetaku meletakkan kepingan garam ke dalam mangkok
air. Pada keesokannya Rishi Uddalaku menyuruh Svetaku memeriksa kepingan garam tersebut, dan hasilnya tidak ada.
Kemudian Rhisi Uddalaku menyuruh Svetaku untuk menyicipinya, dan stevaku merasakan asin pada air tersebut.
Maka Rhisi Uddalaku menjelaskan bahwa demikianlah zat Brahma merasuk ke dalam tubuh yang ada, dan itulah
disebut atman.
Seorang manusia memanggilkan dirinya “aku” , sewaktu kakinya dipotong , dia masih berteriak “aku”, setelah
kedua lengannya terpotong dia masih berteriak “aku”, dan setelah badannya dicincang dia masi berteriak “aku”,
hingga ketika ia menghembuskan nafas terakhir iapun berbisik “aku”.
Lantas siapakah “aku” itu?
Menurut ajaran Brahman “aku” itu adalah atman yang merupakan proyeksi dari zat Brahman dalam ajaran ini tampak
kesamaan dengan ajaran Neoplatonism. Aliran filsafat Yunani yang terakhir, dibangun oleh Plotinus(205-270M)
pada abad ke 3 masehi di Iskandaria. Ada yang berpendapat bahwa Plotinus pernah mendalami filsafat India.
Pokok ajaran tentang mengenali dia dalam diri sendiri dan dia terdapat pada diri seluruhnya dan dia adalah
seluruhnya yang banyak dijumpai dalam Kitab Veda terutama dalam Kitab Upanishad, melahirkan paham
bahwa wujud tunggal pencipta itu meresapi seluruh alam. Paham itu di dalam dunia filsafat disebut dengan panteism.
Paham tersebut juga pernah dianut oleh sufi-sufi islam sejak abad ke 10 masehi, oleh Jalaludin Ar-rumi pada tahun
(1207-1273). Adapun paham itu juga berpengaruh dalam pihak tertentu dari mistik Kristen, seperti St. Augustinus
salah satu tokoh dalam agama Kristen pada tahun (396-430M).
Bagi umat Hindu menjalani serta memahami ketiga kerangka dasar tersebut menjadi suatu kewajiban dan
sangat penting. Oleh karenanya setiap umat Hindu akan dengan sungguh-sungguh melaksanakan ketiga kewajiban
tersebut.
Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka dilaksanakan
pengorbanan suci yaitu berupa upacara atau ritual.
5. 3. 1. 6. Dasa Dharma
Dasa Dharma ialah sepuluh macam perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu. Dengan melaksanakan
ajaran dharma ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman, tentram dan damai. Sepuluh dasa
dharma tersebut ialah
1. Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh). 6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan).
2. Ksama (mudah memberikan maaf). 7. Dhira (berani membela yang benar).
3. Dama (dapat mengendalikan nafsu). 8. Widya (belajar dan mengajar).
4. Asteya (tidak mencuri). 9. Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran).
5. Sauca (berhati bersih dan suci). 10. Akrodha (tidak cepat marah).
5. 3. 1. 7. Catur Paramita
Catur paramita berasal dari kata catur yang berarti empat dan paramita yang berarti perbuatan luhur. Dengan
demikian catur paramita berarti empat perbuatan luhur, yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat Hindu.
Catur paramita terdiri dari
Maitri (bersahabat). Karuna (cinta kasih). Mudhita (simpati). Upeksa (toleransi).
Rangkum : a. Maitri (senang mencari kawan dan bergaul, yakni tahu menempatkan diri dalam masyarakat, ramah-
tamah, serta menarik hati segala perilakunya sehingga menyenangkan orang lain dalam diri pribadinya).
b. Karuna (belas kasihan, maksudnya adalah selalu memupuk rasa kasih sayang terhadap semua mahluk).
c. Mudita (selalu memperlihatkan wajah yang riang gebira, yakni penuh simpatisan terhadap yang baik serta sopan
santun).
d. Upeksa (senantiasa mengalah demi kebaikan, walaupun tersinggung perasaan oleh orang lain, ia tetap tenang
dan selalu berusaha membalas kejahatan deman kebaikan bisa juga dimaksud dengan tahu mawas diri).
Banyak hal yang mencerminkan bahwa Hindu memiliki toleransi yang tinggi dengan agama lain. Landasannya adalah
bahwasanya semua makhluk adalah sama dimata Tuhan dan itu ditegaskan didalam Weda.
Penutup
Agama Hindu merupakan bentuk spiritualitas yang timbul di India. Kompleksitas ajaran-ajarannya hadir karena ajaran
Hindu banyak mentolerir budaya-budaya yang ada, baik di India mau pun yang ada di Indonesia. Namun demikian
terdapat hal-hal yang tetap menjadi pegangan bersama, yakni kitab Veda.
Terbuka terhadap perbedaan dan saling menghormati merupakan inti dari ajaran Hindu. Melalui jiwa yang bersih,
mereka percaya akan mendatangkan masyarakat yang baik dan penuh kasih.
Agama Hindu :
ada tiga sosok yang dipersepsikan sebagai Tuhan atau Dewa, yaitu Brahma yang dikenal sebagai Sang Pencipta,
Wisnu sebagai Sang Pelindung atau Pemelihara, dan Syiwa sebagai Sang Penghancur atau Pelebur.
Meskipun disebut tiga nama, Tuhan di dalam agama Hindu diyakini tetap Esa,
Pemeluk Hindu Bali percaya akan satu Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti , di mana dalam kitab Upanisad
disebut: Ekam evam adwityam Brahma (Hanya satu Tuhan, tidak ada yang kedua)
BAB 6
Agama Buddha
Tujuan:
1. Memahami sejarah agama Buddha (C3, C4).
2. Memahami ajaran Buddhisme tentang individualitas dan sosialitas manusia (C3, C4).
3. Menganalisis sifat inklusif dan toleran agama Buddha dalam ajaran dan praktiknya (C5)
6. 1. PENGANTAR:
Agama Buddha merupakan salah satu agama yang muncul dan berkembang pesat di daratan India. Agama ini mulai
muncul pada abad ke-6 SM. Sebagai agama yang muncul pada masa itu, secara historis agama tersebut masih
mempunyai kaitan erat dengan agama pendahulunya, yaitu agama Hindu. Pembawa ajaran agama Buddha adalah
Sidharta Buddha Gautama, yang sebelum memperoleh pencerahan merupakan seorang pangeran kerajaan Maghada
dan pemeluk agama Hindu. Pedoman dan hukum-hukum yang diajarkan oleh Sidharta mempunyai tujuan akhir untuk
melepaskan nafsu dan penderitaan dalam hidup manusia sehingga dapat mencapai nirvana.
Sebagai agama, ajaran Buddha tidak bertitik tolak kepada Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta dan
seluruh isinya. Agama Buddha justru bertitik tolak kepada keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya
sehari-hari, khususnya tentang tata susila manusia agar terbebas dari lingkaran dukkha yang selalu mengiringi
hidupnya.
Menurut Buddha Gautama, jika manusia mampu melaksanakan hidup suci dengan melenyapkan keinginan kuat nafsu
kehidupan, maka setelah ia melalui serangkaian reinkarnasi pada akhirnya ia akan mencapai nirwana (parinibana).
Orang yang telah mencapai nirwana disebut Arahat. Dalam rangkaian reinkarnasi itu orang dapat menjelma menjadi
manusia kembali, binatang atau dewa.
Manusia, menurut ajaran Buddha adalah kumpulan dari kelompok energi fisik dan mental yang selalu dalam
keadaan bergerak, yang disebut Pancak handa atau lima kelompok kegemaran, yaitu:
1. Rupakhandha (kegemaran akan wujud atau bentuk) adalah semua yang terdapat dalam makhluk yang masih
berbentuk (unsur dasar) yang dapat diserap dan dibayangkan oleh indra. Yang termasuk Rupakhandha adalah hal-
hal yang berhubungan dengan lima indra dengan obyek seperti bentuk yang terlihat, terdengar, terasa, tercium
ataupun tersentuh.
2. Vedanakhandha (kegemaran akan perasaan) adalah semua perasaan yang timbul karena adanya hubungan lima
indra manusia dengan dunia luar. Baik perasaan senang, susah ataupun netral.
3. Sannakhandha adalah kegemaran akan penyerapan yang menyangkut intensitas indra dalam menanggapi
rangsangan dari luar yang menyangkut enam macam penyerapan indrawi seperti bentuk-bentuk suara, bau-bauan,
cita rasa, sentuhan jasmaniah dan pikiran.
4. Shankharakhandha adalah kegemaran bentuk-bentuk pikiran. Bentuk-bentuk pikiran di sini ada 50 macam, seperti
lobha (keserakahan), chanda (keinginan), sadha (keyakinan), viriya (kemauan keras) dan sebagainya.
5. Vinnanakhandha (kegemaran akan kesadaran) adalah kegemaran terhadap reaksi atau jawaban yang berdasarkan
pada salah satu dari keenam indra dengan obyek dari indra yang bersangkutan. Kesadaran mata misalnya,
mempunyai mata sebagai dasar dan sasaran benda-benda yang dapat dilihat. Kesadaran tersebut mengarah pada
yang buruk, yang baik atau netral.
Kelima Kandha tersebut sering diringkas menjadi dua, yaitu nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan,
pikiran, penyerapan dan perasaan, yang dapat digolongkan sebagai unsur-unsur rohaniah. Rupa adalah badan
jasmaniah yang terdiri dari empat unsur materi, yaitu unsur tanah, air, api dan udara.
Pemikiran tentang manusia dalam agama Buddha adalah unik, yaitu karena penyangkalannya terhadap adanya
roh atau atma yang kekal abadi dalam diri manusia. Manusia dianggap merupakan kumpulan dari lima Kandha tanpa
adanya roh atau atma di dalamnya.
Anatma merupakan ajaran yang mengatakan bahwa tiada aku yang kekal atau tetap. Bila roh yang dianggap
sebagai inti manusia itu bersifat langgeng, maka tak akan terjadi suatu perkembangan ataupun kemunduran. Menurut
pendapat Bertrand Russel “Perbedaan lama antara roh dan tubuh telah usai, karena materi telah kehilangan
spiritualitasnya. Psikologi sudah menjadi ilmiah. Dalam psikologi modern kepercayaan akan kekekalan tidak
mendapat dukungan dari ilmu pengetahuan”.
Umat Buddha setuju dengan pendapat Bertrand Russel yang menyatakan “Jelas terdapat beberapa alasan di
mana aku sekarang merupakan orang yang sama dengan aku kemarin, dan menggunakan contoh yang lebih jelas, bila
aku melihat seseorang dan mendengar ia bicara maka terdapat suatu pengertian di mana “aku” yang mendengar.
Anatma dapat diterangkan dalam 3 tingkatan, yaitu:
1. Tidak terlalu mementingkan diri
2. Kita tidak dapat memerintah terhadap siapa dan apa saja,
3. Bila tingkatan pengetahuan tinggi telah dicapai dan telah mempraktekkan akan pengetahuan dan
menemukan bahwa jasmani dan batinnya sendiri adalah tanpa aku.
Jika ada suatu diri yang sejati atau permanen harus dapat diidentifikasikan. Bagaimanapun juga tubuh berubah
tak henti-hentinya dari detik ke detik, dari kelahiran sampai kematian. Pikiran berubah lebih cepat lagi. Jadi, tidak
dapat dikatakan bahwa batin, badan, atau gabungan tertentu dari keduanya adalah suatu diri yang berdiri sendiri. Tidak
ada yang dapat berdiri sendiri, karena badan maupun batin tergantung dari banyak faktor untuk eksis. Karena apa yang
dinamakan “diri” ini hanyalah sekumpulan faktor fisik dan mental yang terkondisi dan selalu dalam perubahan, tidak
ada unsur yang nyata atau konkrit di dalam kita. Dengan menyadari di atas, maka akan lebih mudah untuk tumbuh,
belajar, berkembang, bermurah hati dan berwelas asih karena tidak merasa harus membentengi diri.
Agama Buddha tidak menolak sama sekali adanya suatu kepribadian dalam suatu pengertian empiris. Agama
Buddha hanya bermaksud menunjukkan bahwa roh kekal tidak ada di dalam suatu pengertian mutlak. Istilah filsafat
Budhis bagi seorang individu adalah Santana, yaitu arus atau kelangsungan, yang mencakup unsur-unsur rohani dan
jasmani”. Kekuatan kamma masing-masing individu merupakan unsur-unsur batin dan jasmani.
Manusia selalu berada dalam dukkha karena hidup menurut ajaran Buddha selalu dalam keadaan dukkha,
sebagaimana diajarkan dalam Catur Arya Satyani tentang hakikat dari dukkha. Ada 3 macam dukkha, yaitu:
1. Dukkha sebagai derita biasa (dukkha-dukkha)
2. Dukkha sebagai akibat dari perubahan-perubahan (viparinamadukkha)
3. Dukkha sebagai keadaan yang saling bergantung (sankharadukkha)
Untuk menghilangkan dukkha manusia harus mengetahui dan memahami sumber dukkha yang disebut
dukkhasamudaya, yang ada dalam diri manusia itu sendiri, yaitu berupa tanha (kehausan) yang mengakibatkan
kelangsungan dan kelahiran kembali serta keterikatan pada hawa nafsu.
Terhentinya dukkha manusia disebut dukkhanirodda yang berarti nirwana atau nibbana. Istilah “nirwana”
mempunyai pengertian khusus untuk menggambarkan akhir proses yang terjadi dalam diri manusia, yang berbeda
dengan konsep surga maupun neraka atau arti yang identik dengan itu dalam agama Islam, Kristen, ataupun Hindu.
Nirwana diartikan sebagai suatu keadaan yang harus disadari dan dipahami oleh orang-orang yang ingin
mengalaminya melalui cara-cara tertentu. Isa diartikan sebagai pemadaman, penghancuran anavas, yaitu sifat-sifat
induvidualis, menuruti hawa nafsu dan kebodohan dan terlepasnya ikatan pada hal-hal yang indrawi sehingga menjadi
tidak ada kelahiran kembali.
Nirwana merupakan tujuan akhir dari semua pemeluk Buddha, baik sewaktu masih hidup maupun sesudah
mati, yang dapat dicapai oleh setiap orang dengan jalan memahami delapan jalan mulia atau Hasta Arya Marga.
Dengan demikian, Buddha mengajarkan agar para pengikut-Nya tidak terbawa emosi positif atau negatif saat
seseorang memuji ataupun merendahkan ajaran Beliau, melainkan menjelaskan mana yang benar dan mana yang tidak
benar atas pandangan terhadap ajaran Buddha tersebut sehingga dapat membebaskan agama Buddha dari pandangan
salah orang-orang yang tidak tahu atas ajarannya.
Demikianlah agama Buddha dengan sifat toleransi dan pasifisme (paham cinta damai) yang tinggi dapat hidup
rukun dan harmonis dengan agama lain di mana pun ia berkembang. Dalam sejarah perkembangannya, agama Buddha
tidak pernah menyebabkan pertumpahan darah saat memperkenalkan ajarannya di dalam maupun di luar India. Di
Asia Timur khususnya di Cina agama Buddha dapat berbaur dengan keyakinan setempat (agama Kong Hu Cu dan
Taoisme) yang kemudian menghasilkan keyakinan baru yang disebut Tri-Dharma (Tiga Ajaran: Buddha, Kong Hu
Cu, dan Tao). Di Indonesia sendiri pada masa kerajaan Majapahit kehidupan agama Buddha dan agama Hindu
berlangsung rukun dan harmonis seperti yang tersirat dalam ungkapan Jawa Kuno “Bhinneka tunggal ika, tan hana
Dharma mangrwa (Berbeda-beda namun tetap satu, tiada Kebenaran yang mendua)” yang tertulis dalam kitab
Sutasoma.
Pada zaman modern ini umat Buddha telah membina kerukunan intern dalam agama Buddha sendiri dengan
pendirian berbagai organisasi Buddhis internasional non-sektarian seperti World Buddhist Council dan World
Fellowship of Buddhist yang berusaha mempersatukan berbagai aliran agama Buddha yang berbeda-beda. Pada abad
ke-21 umat Buddha di seluruh dunia sama sekali tidak terpancing emosi ketika patung Buddha raksasa di Bamiyan,
Afghanistan dihancurkan. Reaksi umat Buddha yang singkat dan damai serupa juga terjadi saat pendirian Buddha Bar
di Indonesia.
Paham ketuhanan agama Buddha adalah Sanghyang Adi Budaya memiliki prilaku: Metta (kasih sayang terhadap
semua makhluk), Karuna (siap sedia meringankan makhluk lain), Mudita ( turut berbahagia dengan kebahagiaan
mahkluk lain tanpa benci dan iri hati), Upekka ( bersikap adil, diam, tenang dan penuh dengan kebijaksanaan yang
seimbang. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang
yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak"
Bab 7
AGAMA DAN KEBEBASAN MANUSIA
Tujuan:
1. Menjelaskan konsep-agama dalam menghadapi problem kemanusiaan, khususnya tentang
kebebasan (C4).
2. Melihat dan menjelaskan kehendak bebas sebagai berkah Ilahi (C4, C6).
3. Menularkan spiritualitas berbagi dan membangun kebersamaan sosial (C6).
7. 1. Pengantar
Manusia itu sebenarnya memiliki kebebasan atau tidak? Berkaitan dengan pertanyaan tersebut terdapat
pandangan yang tidak sama, baik dari pandangan agama maupun filsafat. Kaum determinis berpendapat bahwa
manusia itu tidak memiliki kebebasan karena sudah ditentukan. Sementara kaum liberalis mengatakan bahwa manusia
memiliki kehendak bebas untuk menentukan dirinya sendiri. Justru karena memiliki kebebasan inilah maka manusia
dapat dimintai pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang dilakukannya. Berkat kehendak bebasnya pula, manusia
dapat menanggapi atau menolak panggilan Allah untuk hidup baik dan benar.
Pada pertemuan ini, kita akan membicarakan persoalan kebebasan manusia dan bagaimana menggunakan
kebebasan tersebut secara benar. Pandangan ini sebagian besar mengikuti pemikiran dalam buku Agama dan Moral.
7. 2. Manusia tidak Bebas: Pandangan Determinisme
Kaum determinis menyatakan bahwa manusia itu sesungguhnya tidak memiliki kebebasan. Perilaku manusia
sudah ditentukan oleh berbagai faktor, seperti faktor biologis, psikologis, sosiologis, dan teologis.
a. Determinisme biologis
Determinisme biologis menyatakan bahwa tindakan manusia sangat ditentukan oleh faktor-faktor biologisnya
sehingga ia tidak bebas lagi. Bentuk tubuh, umur, daya kekuatan, kondisi, jenis kelamin seseorang mau tidak mau
berpengaruh terhadap perilakunya. Seorang berpostur tubuh pendek misalnya tidak bisa melakukan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seorang yang berbadan tinggi. Determinisme biologis menegaskan bahwa perilaku manusia
bukan sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan dari dimensi biologis manusia. Struktur genetika manusia telah
mengarahkan orang tersebut pada perilaku tertentu.
b. Determinisme psikologis
Menurut Sigmund Freud struktur kejiwaan manusia terdiri atas tiga bagian, yakni Id, Ego, dan Superego. Id
merupakan lapisan psikis manusia paling bawah. Di dalamnya terdapat naluri-naluri seksual dan keinginan yang
direpresi. Sigmund Freud berpendapat bahwa yang membentuk hidup psikis manusia dalam kehidupan sehari-hari
adalah alam bawah sadar (id), termasuk dorongan untuk mencari nikmat yang disebutnya sebagai libido. Dorongan ini
menggerakkan dan menentukan tindakan manusia. Karena sudah ditentukan oleh id, maka kebebasan manusia untuk
memilih tindakannya tidak ada. Dengan demikian tidak ada juga tanggung jawab moral.
c. Determinisme sosial
Menurut determinisme sosial, tingkah laku manusia baik perseorangan maupun kelompok ditentukan oleh
lingkungan atau struktur sosialnya. Karena itu, tidak ada kebebasan manusia untuk menentukan tindakannya sendiri.
Dalam konteks ini pula manusia tidak mungkin diminta pertanggungjawaban moral sebab pertanggungjawaban moral
mengandaikan adanya kebebasan.
Kita ikuti pemikiran Karl Marx dan Skinner. Menurut Marx, bukan kesadaran manusia yang menentukan
keadaan sosial, melainkan keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran seseorang. Dengan kata lain, perilaku
manusia sangat ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yaitu struktur ekonomi yang oleh Marx disebutnya sebagai
infrastruktur (bangunan bawah). Sedangkan ide, agama, politik, dan ideologi merupakan bangunan atas (supra
struktur). Yang menentukan seluruh aktivitas manusia bukanlah supra struktur, melainkan infrastruktur yaitu basis
ekonomi.
BF. Skinner juga berpandangan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh lingkungannya. Menurut Skinner,
seorang anak yang lahir dalam situasi lingkungan yang baik, misalnya, dengan sendirinya berperilaku baik.
Sebaliknya, jika ia dilahirkan dalam lingkungan sosial yang kurang baik, perilakunya akan terbentuk oleh lingkungan
tersebut.
d. Determinisme teologis
Determinisme teologis menyatakan bahwa Kekuatan Ilahi telah menentukan manusia bukan hanya perilakunya,
tetapi juga hidup manusia itu sendiri. Manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan dan
tindakannya karena Allah Yang Mahakuasa sudah menentukan. Manusia hanya dapat menerima dan menjalaninya.
Dalam pandangan ini manusia dilihat seperti wayang di tangan sang dalang.
7. 4. Pengertian Kebebasan
Kebebasan berarti kemampuan manusia untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan kata lain kebebasan
berarti kesanggupan seseorang untuk memilih dan memutuskan sendiri apa yang harus dilakukan. Kebebasan seperti
ini disebut juga kebebasan eksistensial, yaitu kemampuan manusia untuk menentukan tindakannya sendiri. Karena itu
kata yang dipakai adalah "bebas untuk". Manusia “bebas untuk” bertindak.
Kebebasan eksistensial mencakup kebebasan jasmani dan kebebasan rohani. Kebebasan jasmani berarti
seseorang bebas untuk menentukan sendiri apa yang akan dilakukan secara fisik. Dengan kata lain, kebebasan jasmani
berarti kemampuan manusia untuk menggerakan anggota badannya. Sedangkan kebebasan rohani berarti kemampuan
seseorang untuk berpikir sendiri. Kedua kebebasan tersebut saling berhubungan. Kebebasan rohani menjadi dasar
kebebasan jasmani. Artinya, orang berpikir dahulu sebelum mewujudkannya dalam suatu tindakan.
Kebebasan juga dapat dimengerti sebagai suatu suatu keadaan di mana tidak ada hambatan atau larangan dari
pihak luar. Kebebasan dalam arti ini disebut kebebasan sosial. Kebebasan sosial dapat dipahami sebagai “bebas dari”
pembatasan tindakan yang dilakukan secara paksa atau sengaja oleh orang lain.
Orang lain atau masyarakat boleh membatasi kebebasan manusia dengan dasar bahwa setiap manusia memiliki
kebebasan yang sama. Karena setiap manusia memiliki kebebasan, maka kebebasan itu harus diatur atau dibatasi.
Alasan lain dalam pembatasan kebebasan manusia adalah demi tercapainya tujuan bersama dalam masyarakat. Tanpa
adanya pembatasan kebebasan, tujuan bersama masyarakat sulit tercapai.
Masyarakat dapat membatasi anggotanya dengan berbagai cara. Pertama, pembatasan kebebasan jasmani
dengan cara paksaan. Dalam hal ini, orang yang lebih kuat melakukan paksaan fisik kepada orang lainnya, sehingga
tidak mampu menggerakkan anggota badannya. Misalnya dengan cara: memasung, memborgol, memenjara, dan
sebagainya. Kedua, pembatasan kebebasan rohani dengan cara tekanan. Artinya orang lain secara sadar
mempengaruhi pemikiran orang lain. Akibatnya orang tersebut tidak mampu berpikir sendiri. Cara yang dipakai bisa
dengan sugesti, hipnotis, cuci otak, dan sebagainya. Ketiga, pembatasan kebebasan normatif dengan cara memberi
larangan dan kewajiban. Pembatasan ini dilakukan melalui peraturan dan perintah.
Dari ketiga pembatasan itu yang dibenarkan secara moral adalah pembatasan normatif. Pembatasan normatif
tidak mematikan kebebasan eksistensial seseorang. Adanya peraturan dan larangan tidak membuat orang tidak dapat
berpikir dan bertindak sendiri. Hal itu berbeda dengan pembatasan jasmani dan rohani yang membuat orang tidak
mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dalam pembatasan normatif, orang masih dapat berpikir untuk memilih
melanggar peraturan atau tidak. Setelah berpikir, dia akan mewujudkannya dalam suatu tindakan nyata. Misalnya,
larangan merokok di kampus. Dalam hal ini, orang bisa saja tidak mematuhinya. Pembatasan kebebasan normatif
dapat diterima karena menghargai martabat manusia, yang mampu berpikir dan bertindak sendiri.