Anda di halaman 1dari 6

Tugas Sosiologi Agama

Nama : Frederikus Randi Jeharu

NPM. : 21757064

Aspek-aspek Agama

Agama-agama seperti Yahudi, Kristen, dan Islam memberikan penekanan yang kuat
pada intelek dan hal-hal yang bersifat formal sehingga disebut agama-agama formal. Dalam
kebudayaan-kebudayaan lain, agama-agama formal mungkin tidak terlalu penting. Aspek-
aspek yang lebih diperhatikan adalah ritus, pengalaman keagamaan, dan komunitas. Anak-
anak belajar tentang agama dengan bertisipasi di dalam ritus-ritus keagamaan. Agama-agama
seperti itu seringkali disebut agama-agama informal. Sekalipun ada perbedaan antara agama
yang formal dan informal, namun agama-agama itu pada umumnya memiliki ciri-ciri berikut:

1. Kepercayaan Keagamaan
Pada umumnya setiap agama memiliki aspek kognitif. Agama membentuk
cara pandang seseorang tentang dunia. Cara pandang tersebut memengaruhi cara
pandang individu-individu dan pada gilirannya memengaruhi seseorang dalam
bertindak. Kepercayaan-kepercayaan agama bukanlah sesuatu yang sangat abstrak
dan tidak mempunyai relevansi dengan kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, orang-
orang sering menggunakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan di dalam
Melakukan pilihan-pilihan dalam hidup, menafsir peristiwa
Atau kejadian-kejadian dan merencanakan tindakan-tindakan tertentu.
2. Ritus-Ritus Keagamaan
Ritus-ritus keagamaan terdiri dari tindakan-tindakan simbolis untuk
mengungkapkan makna-makna religius. Kalau kepercayaan-kepercayaan religius
merupakan ekspresi dari aspek kognitif dari agama yakni mengetahui dan percaya,
Maka ritus-ritus keagamaan merupakan perwujudan makna-makna keagamaan.
Kepercayaan-kepercayaan dan ritus-ritus mempunyai hubungan yang sangat erat.
Ritus-ritus merupakan salah satu bentuk ungkapan dari kepercayaan-kepercayaan.
3. Simbol-Simbol Keagamaan
Dalam arti yang paling sederhana simbol berarti segala sesuatu yang
mengandung arti tertentu yang dikenal oleh anggota-anggota suatu kelompok
masyarakat. Dengan kata lain, simbol mewakili sesuatu yang disimbolkan. Simbol
biasanya tidak mempunyai arti di dalam dirinya sendiri kalau arti itu tidak diberikan
oleh masyarakat pendukung. Hal itu berarti bahwa sesuatu yang dianggap sebagai
simbol mempunyai arti karena arti itu diberikan oleh masyarakat di mana simbol itu
hidup. Dengan demikian, simbol merupakan hasil konstruksi suatu masyarakat.
Simbol merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan beragama.
Hubungan dengan yang suci tidak dapat dilakukan tanpa simbol-simbol. Orang bisa
Berkomunikasi dengan yang suci hanya melalui simbol.
4. Pengalaman Keagamaan
Pengalaman keagamaan merujuk pada semua pengalaman subyektif individu
dalam berhubungan dengan yang suci itu. Walaupun pengalaman itu pada dasarnya
bersifat pribadi, para pemeluk berusaha untuk mengkomunikasikan pengalaman itu
melalui pengungkapan iman dan ritus-ritus. Ritus-ritus komunal atau ibadat bersama
diciptakan untuk pengalaman-pengalaman keagamaan itu. Doa, meditasi, menari, dan
menyanyi adalah sarana-sarana yang biasa digunakan untuk mengungkapkan
pengalaman keagamaan yang sangat pribadi itu. Pengalaman-pengalaman keagamaan,
sekalipun bersifat pribadi, tetapi tetap mempunyai elemen sosial karena elemen
tersebut mempengaruhi seseorang dalam menginterpretasi pengalaman personal
tersebut.
Pengalaman-pengalaman keagamaan yang bersifat Personal itu berbeda-beda
intensitasnya. Pengalaman-pengalaman keagamaan itu berbentuk rasa damai atau
kagum yang bersifat sesaat saja atau juga pengalaman mistik yang luar biasa. Isi dari
pengalaman religius itu juga berbeda-beda. Di dalamnya bisa terdapat pengalaman-
pengalaman yang menggembirakan seperti damai, harmonis, sukacita, dan rasa aman.
Tetapi di pihak lain, pengalaman-pengalaman keagamaan itu bisa menghasilkan teror,
ketakutan, dan kecemasan. Sementara itu, isi dari pengalaman keagamaan itu sangat
bergantung pada kepercayaan para pemeluk tentang apa yang dihadapi.
Masyarakat modern umumnya tidak mengakui kebenaran pengalaman-
pengalaman mistik seperti itu. Sekalipun ada pengalaman-pengalaman serupa itu,
namun masyarakat modern tidak terlalu gampang menerima pengalaman-pengalaman
itu sebagai sesuatu yang riil. Masyarakat modern pada umumnya menekankan
pentingnya pada pemikiran rasional dan obyektif-empiris, sedangkan pengalaman-
pengalaman religius adalah sesuatu yang sangat bersifat subyektif yang sulit diuji
kebenarannya dengan menggunakan pendekatan empiris-ilmiah.
5. Masyarakat Agama
Pengalaman keagamaan mungkin juga meliputi kesadaran akan keanggotaan
ke dalam kelompok pemeluk tertentu. Ritus-ritus atau upacara-upacara sering kali
mengingatkan individu akan keanggotaannya di dalam kelompok tersebut dan
menciptakan perasaan kebersamaan yang mendalam. Ritus-ritus menciptakan rasa
kekitaan di dalam kelompok sebagai satu komunitas dari pemeluk agama yang sama.
Melalui kelompok atau masyarakat pemeluk itu kepercayaan, ritus-ritus, pengalaman-
pengalaman dapat dilestarikan.

Teori Tentang Asal-Usul Kehidupan Agama


Berbagai teori tentang asal mula agama telah dikemukakan oleh sejumlah
sarjana dari pelbagai disiplin ilmu sosial. Ilmu-ilmu ini telah coba meneliti asal-mula
suatu agama dan menganalisa sejak kapan manusia mengenal agama dan percaya
kepada Tuhan. Dengan metode yang berbeda-beda mereka melakukan penelitian
terhadap masyarakat yang paling sederhana tingkat peradabannya. Dalam asumsinya
mereka beranggapan bahwa masyarakat sederhana adalah model dari semua
masyarakat pada awal mulanya. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa agama
masyarakat yang paling sederhana merupakan model dari agama yang paling awal
dalam kehidupan manusia.
A. Teori Animisme
Teori ini dikemukakan oleh Edward Burnet Tylor (1832-1917). Dalam
bukunya yang berjudul Primitive Culture (1871) ia menguraikan bahwa agama
lahir bersamaan dengan munculnya kesadaran manusia akan adanya roh-roh
atau jiwa-jiwa. Kesadaran itu muncul sebagai hasil interpretasi atas mimpi dan
kematian. Apa yang terjadi pada waktu mimpi atau meninggal? Pada waktu
orang bermimpi atau meninggal dunia, roh orang yang bermimpi atau
meninggal terpisah dari tubuh. Pada waktu mimpi roh seseorang
meninggalkan tubuh dan kemudian kembali lagi dan waktu itulah dia menjadi
sadar kembali. Apabila seseorang meninggal dunia maka rohnya hidup terus
walaupun jasadnya mati dan membusuk. Dari situ mereka percaya bahwa roh
dari orang yang telah mati itu bersifat kekal. Selanjutnya mereka percaya
bahwa roh orang mati itu senantiasa mengunjungi manusia.
B. Teori Keterbatasan Akal Budi
Teori ini mengatakan bahwa agama muncul karena manusia
mengalami gejala-gejala yang tidak bisa diterangkan dengan akal-budi. Teori
ini dikemukakan oleh seorang Sarjana dari Inggris James G. Frazer (1854-
1941) sebagaimana diuraikan oleh Pals (Pals,1996:30). Menurut Frazer,
manusia biasanya memecahkan persoalan-persoalan dengan menggunakan
akal budi atau sistem pengetahuannya. Tetapi akal budi dan sistem
pengetahuan itu bersifat terbatas. Ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh
akal budi dan sistem pengetahuan. Manusia mulai berpikir jangan-jangan di
dunia ini ada makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa dari manusia.
Perlahan-lahan mereka mulai percaya akan makhluk-makhluk halus itu.
Mereka pun mulai membangun hubungan baik dengan makhluk-makhluk
halus yang mendiami jagad raya ini. Mereka juga memercayakan hidupnya
kepada makhluk-makhluk halus yang dianggap lebih memiliki kekuatan dari
pada dirinya. Dari sinilah munculnya sistem kepercayaan atau religi.
C. Teori Krisis dalam Hidup
Teori ini dikemukakan oleh M. Crawley (1905) dan dikembangkan
oleh Arnold Van Gennep (1873-1953). Menurut teori ini, hidup beragama
mulai muncul ketika manusia mengalami krisis-krisis atau situasi-situasi batas
dalam hidup. Krisis-krisis itu mengancam kehidupan manusia dan
menyebabkan ia merasa takut. Betapapun seorang manusia sangat berkuasa,
kaya, dan berbahagia di dalam hidupnya namun ia tetap sadar akan krisis-
krisis dalam hidup seperti penyakit, bencana, penderitaan, dan kematian.
Berdasarkan pengalaman, krisis-krisis itu sulit dielakkan sekalipun manusia
sangat berkuasa atau kaya-raya. Kesadaran akan krisis-krisis atau situasi-
situasi batas yang tidak terelakkan itu membawa manusia kepada pemikiran
akan adanya satu kekuatan yang melampaui kekuatan manusia dan kekuatan
alam dan bisa mengatasi krisis-krisis atau situasi-situasi batas tersebut.
D. Teori Kekuatan Luar Biasa
Teori ini dikemukakan oleh Robert R. Marett (1866-1943), seorang
antropolog dari Inggris. Menurut teori ini, agama atau sikap religius muncul
karena adanya kejadian luar biasa yang menimpa manusia. R.R. Marret
mengawali uraiannya dengan mengeritik E.B Tylor yang mengatakan bahwa
agama muncul dari kesadaran manusia akan adanya jiwa. Menurut Marret,
kesadaran seperti itu terlalu rumit dan kompleks bagi pikiran manusia yang
masih sangat sederhana. Bagi Marret, kehidupan beragama (agama) muncul
sebagai akibat perasaan ketakberdayaan manusia atas kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa di dalam alam yang bersifat luar biasa.
E. Teori Totemisme
Teori ini berasal dari Emile Durkheim. Durkheim menjelaskan teorinya
itu di dalam bukunya yang berjudul The Elementary Forms of Religious Life.
Di dalam buku tersebut dia melaporkan hasil studinya tentang kehidupan
agama pada suku-suku asli di Australia utara. Menurut Durkheim,
sebagaimana nampak dalam judul bukunya, bentuk dasar dari kehidupan
agama pada suku-suku yang ditelitinya adalah Totemisme. Argumentasi dasar
dari Durkheim adalah bahwa dengan menyembah totem, masyarakat itu
menyembah dirinya sendiri. Berdasarkan penjelasannya, setiap suku yang
ditelitinya memiliki totem. Totem adalah binatang atau tumbuhan yang
mewakili suku sebagaimana halnya bendera mewakili suatu negara. Binatang
atau tumbuhan yang mewakili suku itu biasa diukir pada kayu dan disebut
churinga. Totem itu bersifat sakral. Karena totem itu mewakili suku dan pada
waktu yang sama dia bersifat sakral, maka boleh dikatakan bahwa masyarakat
itu bersifat sakral. Oleh sebab itu bisa dipahami argumentasi yang mengatakan
bahwa dengan menyembahkan totem masyarakat itu menyembah dirinya
sendiri.
F. Teori Wahyu Tuhan
Teori ini dikemukakan oleh antropolog Inggris Andrew Lang dan
dikembangkan oleh Misionaris Serikat Sabda Allah Pastor William Schmidt,
SVD dari Austria. Menurut teori ini, agama muncul karena adanya wahyu dari
Tuhan. Sebagai seorang antropolog dan sastrawan, Lang banyak membaca
cerita-cerita rakyat dari suku-suku primitif di dunia. Menurut Lang, dongeng-
dongeng itu menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap satu Tuhan tidak
muncul karena ajaran Kristen atau Islam melainkan muncul sebagai sesuatu
yang asli dari suku-suku itu. Bagi Lang, kepercayaan terhadap satu dewa
tertinggi merupakan kepercayaan yang sudah tua dan mungkin merupakan
bentuk religi yang tertua. Pendapat Andrew Lang ini didukung oleh Wilhelm
Schmidt (1868-1954). Wilhelm Schmidt adalah seorang Imam Katolik dari
Serikat Sabda Allah (SVD). Dia dikenal sebagai seorang ahli lingustik,
antropologi dan etnologi. Berkaitan dengan agama dia menulis 12 jilid buku
berjudul Der Ursprung der Gottesidee yang telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Inggris dengan judul The Origin of idea of God. Di dalam buku
tersebut dia menjelaskan tesis dasarnya bahwa kepercayaan terhadap Allah
yang esa merupakan agama pertama yang dianut oleh manusia.

Anda mungkin juga menyukai