Anda di halaman 1dari 3

Review

Edward Burnett Tylor menyebutkan bahwa agama adalah tentang asal mula agama adalah
berasal dari kesadaran manusia akan jiwanya. Perkembangan pemikiran agama pada masa itu
mengalami kesulitan-kesulitan dalam hal pembangun agama itu sendiri, sehingga ia tidak pernah
menerima penjelasan yang memuaskan. Dikarenakan agama primitif itu berkaitan dengan
imajinasi dan emosional, ditambah dengan unsur-unsur yang tidak pasti membuat agama primitif
menjadi aneh dan susah untuk dipahami. Akan tetapi, imajinasi dan emosional merupakan
sebuah unsur penting untuk pemahaman tentang agama karena memang imajinasi merupakan
proses pembayaran diri sendiri yang dilakukan individu atau kelompok yang menjadi dasar
subjektivitas. Dalam agama Islam, imajinasi selalu dikaitkan dengan kesadaran akan
kenabian, yaitu kesadaran yang mampu menerima nubuat. Imajinasi model ini berkaitan
dengan kemampuan memaknai perintah-perintah ibadah berdasarkan pada imajinasi-
imajinasi seorang nabi dalam menerima nubuat. Umat seorang nabi menggunakan imajinasi
dalam memaknai praktek-praktek ibadah berdasarkan kreatifitas imajinasi nabi dalam
menyampaikan makna ajaran agama. Ketika imajinasi model itu coba diterapkan oleh
manusia biasa atas praktek-praktek ibadah maka muncullah praktek-praktek ibadah yang terjebak
pada realitas citra palsu. Pada tema ini Tylor bukanlah satu-satunya penulis yang berkaitan
dengan hal ini, bukan juga karena apa yang dia bahas sebuah hal yang paling masuk akal. Akan
tetapi karena inti dari definisinya tentang agama sebagai “ Kepercayaan Makhluk Spiritual “
Sangat berhubungan dengan masyarakat kontemporer .
Animisme adalah kepercayaan bahwa roh atau kekuatan gaib ada pada benda dan fenomena alam
seperti hewan, tumbuhan, dan kekuatan alam. Keyakinan ini sering dikaitkandengan masyarakat
tradisional dan budaya asli. EB Taylor, yang adalah seorang antropolog,adalah salah satu sarjana
paling awal dan terkemuka yang mempelajari animisme. Dalam bukunya “Primitive Culture”,
Taylor mendefinisikan animisme sebagai “kepercayaan pada makhluk spiritual”. Dia berargumen
bahwa animisme adalah bentuk agama yang paling awal dan paling mendasar, dan itu ada di
semua masyarakat, terlepas dari tingkat perkembangan budaya mereka. Dia juga menyatakan
bahwa animisme adalah dasar untuk pengembangan kepercayaan dan praktik keagamaan yang
lebih kompleks. Baginya, animisme adalah pola dasar dan dasar dari semua agama. Bagi Tylor
roh atau jiwa adalah kata-kata yang memiliki padanan dalam berbagai agama dan budaya. Bagi
Tylor, ketika semua agama didesak, akhirnya pecah dan bermuara pada dua unsur esensial
saja, yaitu keabadian jiwa dan akhirat. Definisi Tylor tentang agama sederhana
saja, “kepercayaan makhluk spiritual”. Biasanya ditemukan bahwa teori Animisme terbagi
menjadi dua dogma besar, pertama, tentang jiwa makhluk individu, yang dapat terus hidup
setelah kematian atau kehancuran tubuh; kedua, tentang roh-roh lain, naik ke peringkat dewa
yang kuat. Makhluk spiritual dianggap mempengaruhi atau mengendalikan peristiwa dunia
material, dan kehidupan manusia di sini dan di akhirat; dan dianggap bahwa mereka mengadakan
hubungan dengan laki-laki, dan menerima kesenangan atau ketidaksenangan dari tindakan
manusia, kepercayaan akan keberadaan mereka mengarah secara alami, dan hampir dapat
dikatakan pasti, cepat atau lambat pada penghormatan dan pendamaian yang aktif. Jadi
Animisme dalam perkembangan penuhnya, termasuk kepercayaan pada jiwa dan keadaan masa
depan, dalam mengendalikan dewa dan roh bawahan, doktrin ini secara praktis menghasilkan
semacam pemujaan aktif. Bagi Tylor, kendati setiap agama memiliki esensi yang sama—yaitu
animisme, namun dalam kebudayaan manusia ia juga terus mengalami perkembangan dan
pertumbuhan. Perkembangan tersebut bukan sebatas perkembangan animisme dan agama, lebih
jauh lagi, ini juga dipahami sebagai perkembangan kebudayaan manusia dalam periode tertentu.
Secara sederhana, Tylor ingin menjelaskan bahwa masyarakat yang percaya pada adanya roh di
alam disebut sebagai masyarakat terbelakang dan tidak beradab. Sebaliknya, jika masyarakat
percaya pada Tuhan yang tunggal makai a disebut sebagai masyarakat yang beradab. Menurut
Tylor, kesadaran pertama dari pikiran manusia akan faham-faham seperti makhluk halus, roh dan
hantu itu asal dari kesadaran bahwa hidup itu disebabkan oleh jiwa. Sebaliknya asal mula
kesadaran akan adanya jiwa itu adalah :

a.Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati.
Segala hal yang bergerak itu hidup, segala hal yang tak bergerak itu mati. Demikian manusia itu
bergerak berarti manusia itu hidup, sungai yang bergerak berarti sungai itu hidup, matahari yang
bergerak berarti matahari itu hidup ; sebaliknya rusa kena panah terlentang tak bergerak, berarti
rusa itu mati, manusia sesudah menderita sakit, kemudian manusia tak bergerak maka manusia
itu mati. Rupa-rupanya disamping tubuh jasmani tadi ada suatu hal lain yang menyebabkan gerak
dan hidup, ialah jiwa.

b.Peristiwa mimpi juga menyebabkan timbulnya kesadaran akan adanya jiwa. Didalam
mimpinya manusia melihat dirinya di lain-lain tempat daripada tempat tidurnya. Maka mulailah
ia memperbedakan antara tubuh jasmaniah yang ada ditempat tidur dan tubuh rohaniah (ialah
jiwa itu) yang mengalami berbagai hal yang lain.

Jiwa itu masih tersangkut kepada tubuh jasmani dan hanya dapat meninggalkan tubuh, waktu
manusia itu tidur dan waktu manusia itu jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu
kekuatan hidup serupa melayang , maka tubuh berada pada suatu keadaan yang lemah. Tetapi
kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa dengan jasmani, pada saat tidur atau pingsan,
tetap ada. Hanya pada waktu manusia mati, jiwa melayang terlepas merdeka dan terputuslah
hubungan dengan tubuh jasmani untuk selam-lamanya. Hal itu nyata terang terlihat, kalau jasad
jasmani sudah hancur berubah menjadi debu didalam debu atau hilang berganti abu didalam api
upacara pembakaran mayat; maka jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat
berbuat semau-maunya. Alam semesta penuh dngan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak
disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau makhluk halus. Demikian pikiran manusia
teah mentransformasikan kesadaran akan adanya jiwa menjadi kepercayaan terhadap makhluk-
makhluk halus.
Pada tingkat kedua didalam evolusi religi, manusia percaya bahwa gerak alam yang hidup itu
juga disebabkan oleh adanya jiwa yang ada dibelakang peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala
alam itu. Sungai-sungai yang mengalir dan terjun dari gunung ke laut, gunung-gunung yang
meletus, gempa bumi yang merusak, angin topan yang terjadi, jalannya matahari di angkasa,
tumbuhnya tumbuh-tumbuhan,dsb itu semuanya disebabkan oleh jiwa alam. Kemudian jiwa
alam tadi itu dipersonifikasikan, dianggap oleh manusia sebagai makhluk-makhluk dengan
kekuatan abadi. Makhluk-makhluk halus yang ada dibelakang gerak alam serupa itu, disebut
dewa-dewa alam.

Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama dengan timbulnya susunan kenegaraan
didalam masyarakat manusia, timbul juga kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup
didalam suatu susunan kenegaraan serupa dengan didalam dunia makhluk manusia. Demikian
ada pula suatu susunan pangkat dewa-dewa mulai dari raja-raja dewa sebagai raja tertinggi,
sampai pada dewa-dewa terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun akan menimbulkan
suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan saja dari
satu dewa yang tertinggi itu. Akibat daripada kepercayaan itu adalah berkembangnya
kepercayaan kepada satu Tuhan yang maha esa dan timbulah agama-agama monotheisme.

Anda mungkin juga menyukai