Anda di halaman 1dari 7

Arti Primitif

primitif bila diterapkan pada suatu proses sejarah, kata itu berarti sesuatu yang terdapat dalam
stadium atau tingkatan pertama. Pengertian seperti ini kebanyakan dikemukakan oleh para ahli
antropologi pada abad ke-19. Mereka menempatkan manusia primitif pada skala yang sangat rendah
dari perkembangan kebudayaan manusia kontemporer. Untuk itu, *dikemukakan istilah-istilah
manusia primitif dengan sebutan underdevelop, preliterate, preindustial, prelogic, tribal, smallscale,
dan lain lain

Awal munculnya agama primitif tidak disebutkan secara eksplisit di dalam beberapa referensi.
Namun, dari deskripsi yang ada faktor yang melatar belakangi munculnya agama primitif
dikarenakan adanya naluri agama yang dimiliki setiap manusia sebagai. mahkluk yang homo religius

menurut Gerardus Van Der Leeuw melihat istilah primitif sebagai kualitas berfikir manusia atau
sebagai susunan tertentu dari budi manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ada corak
cotrak primitif pada masyarakat modern. Oleh karena itu, primitif tidak dilihat sebagai sesuatu yang
ada dan hidup pada masa lampau, tetapi dapat saja terjadi pada seseorang atau masyarakat
sekarang (modern) berdasarkan indikasi tertentu yang menunjukkan adanya karakteristik sebagai
manusia primitif, bisa sebagai perilaku, pandangan; ataupun tradisi yang masih primitif.

Beberapa Teori Kepercayaan Masyarakat Primitif

1. Teori serba-jiwa

Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli antropologi asal Inggris E.B Taylor dalam bukunya primitive
Cultural (dipublikasikan pada tahun 1871). la mengajukan teori bahwa bentuk kepercayaan asal
manusia adalah animisme (Ninian Smart, 1969:71). Teori ini timbul atas. dua hal.

Adanya dua hal yang tampak, yakni hidup dan mati. Kehidupan diakibatkan oleh kekuatan yang
berada diluar dirinya.

Adanya peristiwa mimpi; sesuatu yang hidup dan berada di tempat lain pada waktu tidur, "yakni
jiwanya sendiri. Jiwa bersifat bebas berbuat sekehendaknya. Alam semesia yang penuh

• dengan jiwa-jiwa yang merdeka itulah yang disebut dengan soul atau spint atau makhuk halus,

2. Teori Magis (kekuatan gaib)

Oleh karena itu, persoalan hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal, dapat dipecahkan
dengan ilmu gaib (magic). Ilmu gaib adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud
untuk melalui kekuatan-kekuatan yang ada di alam semesta ini dan diyakini penuh dengan makhluk-
makhluk halus, sehingga manusia berusaha berhubungan dengan makhluk halus tersebut. Yang
paling penting dari teori ini adalah dari kepercayaan terhadap kekuatan gaib inilah, awal timbulnya
agama .

3. Teori upacara bersaji

Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah W. Robertson Smith-seorang sastrawan, teolog, dan
ahli bahasa yang menyebutkan dalam bukunya Lectures on Religion of The Semites. Ada tiga gagasan
penting berkenaan dengan teori upacara bersaji atau dasar-dasar dari agama pada umumnya.
Pertama, di samping sebagai sistem keyakinan dan dotrin, sistem upacara merupakan perwujudan
dari agama. Kedua, upacaara agama memiliki fungsi sosial untuk megidentifikasikan solidaritas
masyarakat di samping untuk agama, juga sebagai kewajiban sosial. Ketiga, berfungsi untuk
mendorong rasa solidaritas dengan dewa. Dewa dipandang sebagai warga komunitas, tetapi
istimewa. Korban binatang misalnya, darahnya untuk dewa, sedangkan dagingnya untuk diri sendiri.

4. Teori sentimen kemasyarakatan

Teori ini berasal dari seorang sosiolog asal Prancis, Emile Durkheim. Ada beberapa pengertian dasar
dari teori ini.

Makhluk manusia, sebagai yang pertama kali mengembangkan aktivitas keagamaan yang tiada lain
sebagai getaran jiwa seseorang.

Emosi keagamaan, rasa terikat, bakti dan cinta yang ada dalam batin manusia.

Pelaku agama, sebagai wujud dari emosi keagamaan.

Tujuan, yakni yang keramat.

Adanya simbol, sebagai lambang kesakralan.

5. Teori Supreme Being

Teori ini dimunculkan oleh Andrew Lang, seorang sastrawan berkebangsaan Inggris. Dia menemukan
berbagai mitos dari berbagai suku dan daerah di muka bumi ini. Dalam mitos tersebut, dikemukakan
adanya tokoh dewa yang dipandang sebagai dewa tertinggi, pencipta seluruh alam semesta beserta
isinya. Sepandangan dengan Lang, Pettazzoni menyatakaan bahwa supreme being bersumberkan
pada mitos dan bukan hasil pemikiran logico causal sebagaimana pandangan Schdimt. Juga paham
dewa tertinggi tidak timbul atas dasar keutuhan intelektualitasnya, tetapi berasal dari kebutuhan
eksistensial. manusia (M. Eliade dan Kitagawa, 1974:60).

Ciri-ciri keagamaan masyarakat primitif

1. Pandangan Tentang Alam Semesta


Masyarakat primitif berpandangan bahwa dunia dan alam sekitarnya bukanlah objek, tetapi sebagai
subjek seperti dirinya sendiri. Kedudukannya sama sebagai makhluk yang berpribadi. Sebaliknya,
manusia modern memandang dirinya sebagai subjek dan dunia sekitarnya sebagai objek bagi

perasaan, pikiran dan tindakannya.

2. Mudah Menyakralkan Objek Tertentu

Sebagai akibat dari pandangan yang* tidak mmbedakan antara subjek dan objek dan juga antara
manusia dan alam sekitarnya, masyrakat primitif memandang sakral terhadap sesuatu yang dapat
menimbulkan manfaat, kebaikan, dan bencana. Sebagai contoh, ketika seorang mendiami sebuah
rumah dan tidak lama kemudian ia sakit, ada anggapan bahwa yang menimbulkan sakit tersebut
adalah penghuni lain yang selama ini terabaikan.

3. Sikap Hidup Yang. Serba Magis

Dalam masyarakat primitif, kedudukan megis sangat, penting. Senua upacara keagamaan adalah
magis. Sikap hidupnya adalah magis karena perbuatan mereka selalu dihubungkan dengan kekuatan-
kekuatan yang ada di gaib.

4. Hidup Penuh Dengan Upacara Keagamaan

Seluruh hidup manusia primitif, diliputi oleh keagamaan dan segala perbuatannya adalah perbuatan
religius. Oleh karena itu, upacara-upacara keagamaan mewamai aktvitas kehidupan mereka.
Pengerjaan sawah, ladang, perkawinan dan perbuatan perbuatan lainnya, yang oleh manusia
modern dianggap sebagai aktifitas manusia yang tidak ada sangkut pautnya dengan kekuasaan alam,
semuanya mengandung arti sebagai upacara keagamaan.

Bentuk-bentuk agama primitif

1. Animisme

Mereka percaya bahwa roh itu bukan hanya menempati makhluk hidup tetapi benda benda matipun
bernyawa juga. Sehingga ruh itu terdapat dalam: batu-batuan, pohon pohon besar, tombak, kepala
manusia yang dimumi, korwar, bukit-bukit, dan sebagainya. Ada ruh alam dan ada ruh dari lepasan
seorang pahlawan,dukun atau kepala suku yang gagah berani.

2. Dinamisme

dasarnya pemujaan hampir ama dengan animisme, hanya urut dinamisme: setiap benda itu
mempunyai kekuatan gaib, karena sifatnya yang luar biasa. Gigi, rambut, kuku dianggap berkekuatan
gaib, sehingga senjata dihiasi rambut, gigi dan kuku musuh. Nafas dan ludah dukun dianggap
berkekuatan gaib.

3.politisme

Politeisme adalah bentuk benyembahan terhadap mahkluk-mahkluk gaib yang memiliki nama dan
bertugas mengatur jalannya jagad raya, yaitu para dewa. Dalam

kepercayaan ini, para dewa mempunyai tugas-tugas tertentu dan sifat-sifat kepribadian yang jelas.
Keberadaan para dewa ini berbeda halnya dengan roh karena memiliki kekuasaan dan disembah
secara umum tidak seperti roh yang biasanya hanya disembah oleh suku atau keluarga tertentu.

Agama ardi adalah agama yang tumbuh dan berkembang di bumi, n seorang tokoh ama ardi dan

agama yang bersangkutan.

Adapun agama samawi, adalah agama yang turun dari atas. Maksudnya kitab sucinya

berupa wahyu yang diturunkan Tuhan kepada Rasul untuk sekalian manusia.

Dilihat dari segi penganutnya, ada agama yang dianut oleh masyarakat primitif dan ada

agama yang dianut oleh masyarakat yang sudah meninggalkan fase keprimitifan. Agama

yang dianut oleh masyarakat primitif adalah dinamisme, animisme, dan politeisme

Monoteisme

Dalam masyarakat yang tidak primitif atau yang sudah maju agama yang dianut

bersifat monoteisme, agama Tauhid. Keyakinan dasar ajaran monoteisme adalah Tuhan

satu, Tuhan Yang Mahaesa, pencipta dan pemelihara alam semesta, Tuhan yang satu

bukan untuk satu bangsa tertentu, tetapi untuk seluruh manusia di dunia. Dalam agama

monoteisme ada penjelasan tentang asal-usul manusia, manusia berasal dari Tuhan

dan akan kembali kepada Tuhan, dibalik kehidupan dunia ada kehidupan kedua yang

lebih penting. Hidup pertama bersifat sementara sedangkan hidup kedua bersifat kekal.

Baik buruknya keadaan pada hidup kedua ditentukan oleh baik buruknya perbuatan di

hidup pertama. Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan mencari keselamatan

hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spiritual, yang

dalam agama Tauhid disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.

Jalan menuju keselamatan tidak seperti dalam animisme, dinamisme, dan politeisme
yang mengumpulkan mana, kesaktian sebanyak-banyaknya atau dengan membujuk roh

dan dewa melalui sesajen, sehingga roh-roh dan dewa-dewa dapat tunduk mentaati

kehendak manusia. Dalam agama monoteisme kekuatan ghaib ata supernatural adalah

suatu zat yang berkuasa mutlak, oleh karena itu tidak dapat dibujuk dengan sesajen.

Jalan keselamatan tidak lain dengan berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan. Berserah

diri kepada kehendak Tuhan inilah sebenarnya arti dari Islam yang menjadi nama agama

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Jadi, dalam agama primitif manusia

menyogok dan membujuk kekuatan ghaib supernatural dengan berbagai penyembahan

dan sesajen agar kekuatan ghaib mengikuti kemauan manusia. Sebaliknya, dalam agama

monoteisme, manusia tunduk sepenuhnya kepada Tuhan, dalam arti patuh kepada

perintah dan menjauhi larangan Tuhan.

Salah satu ajaran penting dalam agama monoteisme adalah “kesucian”. Tuhan adalah
dzat Yang Mahasuci. Manusia berasal dari Yang Mahasuci, maka manusia pun suci. Yang
Mahasuci menghendaki agar manusia tetap suci, sebab manusia akan kembali kepada
Tuhan, dan yang dapat kembali kepada Tuhan dan diterima di sisi-Nya hanyalah orang
yang suci. Orang yang kotor tidak dapat kembali ke sisi Tuhan Yang Mahasuci, ia akan
ditempatkan di neraka untuk dicuci paksa. Orang yang suci akan berada dekat dengan
Tuhan dalam surga.
Agar manusia terjaga kesuciannya, ia harus senantiasa dekat dan ingat kepada Tuhan.
Dengan ingat dan dekat kepada Tuhan manusia tidak akan mudah terpedaya oleh
kesenangan materi yang dapat membawa kepada kejahatan, yang membuat manusia
menjadi kotor. Kesenangan sebenarnya bukan kesenangan sementara di dunia, tetapi
kesenangan abadi di akhirat.
Islam sebagai agama monoteisme samawy juga mengajarkan hidup suci. Agar tetap
suci manusia harus memelihara diri melalui ibadah mahdhoh dan ghairi mahdhoh,
seperti shalat, zakat, puasa, haji (ibadah mahdhoh). Menolong sesama, mencari ilmu,
pemaaf, menjaga kelestarian lingkungan (ghairi mahdhoh). Tujuan ibadah di samping
untuk membersihkan jiwa dan roh juga untuk menghindarkan diri dari perbuatan jahat.
Dengan demikian Islam menjunjung tinggi moral atau akhlak mulia, begitu juga dalam
ajaran monoteisme lainnya sangat memperhatikan moral yang tinggi. Oleh karena itu
lanjut Harun Nasution (1992:19) tidak mengherankan kalau agama selalu diidentikan
dengan moralitas. Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat
merubah kehidupan manusia.
Agama-agama besar yang termasuk agama monoteisme adalah Yahudi, Kristen
dan Islam. Ketiga agama besar tersebut masih serumpun, yakni berasal dari Tuhan
yang sama dan mengandung ajaran tunduk, patuh dan berserah diri sepenuhnya
untuk menjalankan perintah dan menghindari larangan-Nya. Tiga agam serumpun
tersebut yang pertama datang adalah Yahudi dengan nabi-nabinya Ibrahim, Ismail,
Ishak, Yusuf. Kemudian datang agama Kristen dengan nabi Isa yang datang untuk
mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Dan yang terakhir datang adalah agama
Islam dengan nabi Muhammad SAW. Ajaran yang dibawa nabi Muhammad adalah ajaran
yang diberikan kepada Ibrahim, Musa, Isa, dan lain-lain dalam bentuknya yang murni.
Ajaran murni tersebut dalam Alquran disebut Islam. Dalam surah ali-Imran ayat 19: ayat 85

Al hijr ayat
Keberagamaan masyarakat dewasa ini tak ubahnya sebuah sistem

kehidupan yang tidak pernah berhenti berputar, beginilah keberagamaan

manusia yang sebenarnya antara agama dan kehidupan akan selalu

berdampingan. Manusia adalah makhluk beragama dan berbudaya, jika manusia

terlepas dari kedua unsur itu maka dapat dipastikan kekacauan sistem dalam

kesatuan kosmos. Kenapa penulis mengatakan demikian, karena apabila manusia

tidak memiliki agama maka seluruh sistem di dunia ini tidak perlu ada hukumhukum yang
mengatur manusia. Karena apabila manusia itu tidak memiliki

agama sebagai suatu sistem yang mengatur kehidupan manusia dari perkara yang

kecil sampai pada perkara yang besar, dapat dikatakan bahwa manusia itu adalah

bebas nilai (value free). Apabila manusia adalah makhluk yang bebas nilai maka

ungkin dari berbagai pandangan yang ada kita dapat menemukan

pandangan yang mengatakan, kalaupun manusia itu tidak beragama maka hukum

itu tetap diperlukan untuk menciptakan tatanan dunia yang damai dan tenteram.

Dalam hal ini siapapun itu berhak memiliki pemikiran demikian, akan tetapi

bagaimana jika itu terjadi, manakala manusia tidak beragama maka manusia itu

tidak terikat dengan hukum apapun. Maka menurut penulis tanpa agama

kehidupan manusia akan kacau. Bagaimana pun agama merupakan unsur yang

paling primordial dalam kehidupan manusia sebagai suatu cara untuk tetap

berhubungan dengan Tuhan. Dan Tuhan melalui agama yang diyakini manusia

akan mengirimkan apa yang kita kenal dengan wahyu sebagai pedoman sekaligus

sebagai proses iluminasi bagi manusia untuk mengambil, menentukan mana yang

baik dan benar. Jika sudah diketahui mana yang baik dan benar, maka hukum itu

baru bisa ditegakkan. Mungkin dalam hal ini kita masih berbeda pendapat

dikarenakan kita pernah membaca tentang filsafat yang dikemukakan oleh para

Filsuf, yang mengatakan bahwa tanpa wahyu manusia sudah bisa mengenal

Tuhan, dan bahkan sudah bisa mengetahui mana yang baik dan benar, sesuai

tatanan norma sosial yang ada. Sekali lagi di sini penulis tidak menafikan

kenyataan itu, namun apakah tanpa agama dan wahyu kita dapat membedakan

perintah wajib dan yang tidak wajib bagi manusia. Hanya dengan beragama maka
akan terjadi proses sakralisasi, yang pada akhirnya manusia melakukan ritualritual yang
dianggap oleh mereka sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan,

dengan kata lain manusia akan melakukan ritual yang dianggap wajib itu karena

mereka beragama bukan justru sebaliknya. Maka dari itu penulis berani

mengatakan bahwa tanpa agama manusia adalah makhluk yang bebas nilai.

Sungguh ironis memang, namun hal ini telah menjadi paradigma berpikir

masyarakat modern. Sebagian orang beranggapan agama hanya sebatas

jalan untuk urusan akhirat, sedangkan agama tidak praktis dalam urusan dunia. Anggapan yang
demikian itu bukanlah semata-mata isapan jempol

belaka, namun ini adalah fakta. Di mana realitas saat ini mengatakan, dan bahkan

telah memperlihatkan secara nyata kepada kita bahwa posisi agama dalam

kehidupan kita sudah sangat kronis. Fakta tersebut diperparah dengan

banyaknya tindakan kriminal yang dilakukan oleh berbagai macam kalangan,

baik dari kalangan pejabat sampai kalangan masyarakat bawah sekalipun. Saat

ini pemerkosaan, pembunuhan pencurian, dan bahkan tindakan koropsi

dilakukan oleh mereka-mereka yang masih terpampang sebagai seorang yang

beragama.

dengan hubungan primordialnya sebagai makhluk yang beragama.

Dalam alam modern manusia banyak mengubah arah hidupnya yang

semula menjadi orang yang taat beragama menjadi orang yang meninggalkan

agama. Hal itu banyak dipengaruhi oleh paradigma materialisme, kapitalisme,

hedonisme dan paham isme-isme lainnya. Sebagaimana hasil penelitian yang

penulis lakukan, sangat jelas bahwa agama hanya bisa digunakan untuk

kehidupan akhirat sedangkan untuk urusan dunia agama dipandang gagal.

Dengan kata lain hubungan relasi primordial manusia dan Tuhan sudah

terlupakan sehingga lebih mengagungkan nilai-nilai yang bersifat materi.

Anda mungkin juga menyukai