Devinisi Agama
Secara etimologi, Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang berarti
“tradisi” atau “A” berarti tidak; “GAMA” berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau.
Dapat juga diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke
arah dan tujuan tertentu. Kata “agama” dalam bahasa Inggris juga disebut “Religion” dan
dalam bahasa Arab disebut “Din”.
Agama dilihat dari sudut pandang kebudayaan, agama dapat berarti sebagai hasil dari
suatu kebudayaan, dengan kata lain agama diciptakan oleh manusia dengan akal budinya
serta dengan adanya kemajuan dan perkembangan budaya tersebut serta peradabannya.
Sedangkan agama secara terminologi adalah :
Menurut KBBI : Sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya.
Menurut Emile Durkheim : Suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan
dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
Menurut Harun Nasution : Suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada Tuhan
yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama
merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.1
1
E-Jurnal, Devinisi Agama menurut Para Ahli http://jurnalapapun.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-dan-
definisi-agama-menurut.html, diakses pada tanggal 5 oktober 2016
2
Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal.114
1
Agama berkembang menjadi bentuk institusi demi terjaminnya stabilitas dan
kontinuitas tercapainya kepentingan-kepentingan dasar yang berkenaan dengan dunia akhirat,
yang bagi setiap homo religius tidak dapat dibiarkan begitu saja, sehingga berada dalam
ambang bahaya
Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran. Dari kata
doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina; yang berarti yang berkenaan dengan ajaran atau
bersifat ajaran.3
Dalam menjalankan fungsi dan mencapai tujuan hidupnya manusia telah dianugerahi
oleh Allah dengan berbagai bekal seperti: naluri, (insting), pancaindra, akal, dan lingkungan
hidup untuk dikelola dan dimanfaatkan. Fungsi dan tujuan hidup manusia adalah dijelaskan
oleh agama dan bukan oleh akal. Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang
dilimpahkan kepada manusia itu tidak cukup mampu menemukan apa perlunya/tujuannya ia
lahir ke dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia. Meluruskan dan
mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja
menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa ia ke jurang kesesatan,
mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif lainnya.
Yang istimewa pada doktrin agama ialah wawasannya lebih luas. Ada hal-hal yang
kadang tak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama. Akan tetapi pada hakikatnya
tidak ada ajaran agama (yang benar) bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri
diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal. Maka jelas bahwa manusia tidak akan
mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang merasa diri mereka
bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang tidak mau berpikir secara lebih luas.4
3
John M. Echols dan Hasan Shadily, kamus Inggris Indonesia, (Gramedia: Jakarta, 1990), hal. 192
4
Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), Hlm. 17-18
5
Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, (Mizan Pustaka: Bandung, 2001), hlm. 20
2
agama atau menganalisis sejak kapan manusia mengenal agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan. Di bawah ini, beberapa teori dari para ilmuwan yang telah melakukan penelitian.
1. Teori jiwa
Teori ini berpendapat bahwa agama yang paling awal bersama dengan pertama kali
manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya di huni oleh makhluk materi, tetapi juga
oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori oleh Edward
Burnet Taylor (1832-1917).
Ia mengatakan bahwa asal mula agama bersama dengan munculnya kesadaran
manusia akan adanya roh atau jiwa mereka memahami adanya mimpi dan kematian apabila
orang meninggal dunia. Rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya membusuk.
2. Teori batas akal
Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama di karenakan manusia
mendalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Teori batas akal ini
dikemukakan oleh seorang ilmuan besar dari Inggris James G. Frazer. Menurut mereka
bahwa kebudayaan di dunia ini sebagian batas akal manusia itu masih amat sempit karena
tingkat kebudayaan masih sangat sederhana. Oleh karena itu berbagai persoalan hidup banyak
yang tidak dipecahkan dengan akal mereka, maka mereka memecahkannya melalui magic
atau ilmu gaib.
3. Teori krisis dalam hidup individu
Teori ini mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mulanya muncul
untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Teori ini
berasal dari M. Crawley dalam bukunya The True of Tefe (1905) yang diuraikan secara luas
dan terperinci oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1910).
Menurut kedua sarjana tersebut dalam waktu sejarah hidupnya, manusia mendalami
banyak krisis yang terjadi pada masa tertentu krisis yang terjadi pada tertentu krisis tersebut
menjadi objek perhatian. Betapa pun bahagianya seseorang ia harus ingat akan kemungkinan-
kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya terutama berupa bencana, seperti sakit dan
maut. Sangat sukar dihindarinya walaupun di hadapi dengan kekuasaan dan kekayaan harta
benda.
4. Teori kekuatan luar biasa
Teori ini mengatakan bahwa agama dan sikap religious manusia terjadi karena adanya
kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat dilingkungan alam di
sekelilingnya. Seperti gerhana matahari, gunung meletus, tsunami, dan lain-lain.
5. Teori Edward B. Taylor
Ia yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran manusia
terhadap adanya jiwa.6
6
Dadang Mahmud, Sosiologi Agama. (PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2000) hlm. 24-28.
3
Pluralitas Agama
pluralisme menurut beberapa ahli dan pemikir muslim :
1. M. Rasjidi
Pluralisme agama sebatas sebagai realitas sosiologis, bahwa pada kenyataanya
masyarakat memang plural. Namun demikian pengakuan terhadap realitas
kemajemukan ini tidak berarti memberikan pengakuan terhadap kebenaran teologis
agama-agama lain.
2. Mukti Ali dan Alwi Shihab
Pluralisme agama tidak sekedar memberikan pengakuan terhadap eksistensi agama-
agama lain, namun sebagai dasar membangun sikap menghargai dan membangun
keharmonisan antar umat beragama. Dengan demikian manusia meyakini kebenaran
agamanya sendiri, namun mempersilahkan orang lain juga meyakini kebenaran agama
yang dianutnya.
3. Nurcholis Madjid
Pluralisme agama adalah bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju Tuhan.
Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa keragaman agama tidak hanya sekedar
realitas sosial, tetapi keragaman agama justru menunjukan bahwa kebenaran memang
beragam. 7
Keragaman Agama
Setidaknya terdapat 5 agama besar yang dianut oleh banyak umat manusia di dunia.
Yakni :
1. Islam
Inti ajarannya adalah sebagaimana diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah
dimintai oleh malaikat jibril supaya menjelaskan tentang Islam, iman, dan ihsan.
a) Tentang Islam
Islam itu adalah engkau mengakui bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang patut
disembah kecuali Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya, engkau
mendirikan sholat, engkau mengeluarkan zakat, engkau berpuasa dalam bulan ramadhan,
dan engkau menunaikan ibadah haji ke baitullah.
b) Tentang iman
Bahwa muslim harus iman/percaya adanya Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab
Allah yang diturunkan kepada manusia, Nabi-nabi (utusan-utusan) Allah, hari akhir (hari
kiamat), dan percaya kepada Qadar baik yang baik maupun yang buruk
c) Tentang ihsan
Bahwa muslim hendaknya menyembah kepada Allah, seolah-olah ia melihat-Nya, dan
jika ia tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihat muslim tersebut. 8
2. Nasrani
7
Umi Sumbulah, Islam Radikal dan Pluralisme Agama, (jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
RI, 2010), hlm. 48-51.
8
Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama Agama, (UNS Press: Surakarta, 2006), hlm. 143
4
Dasar ajaran agama Nasrani disebut Kristosentrisme, artinya ajaran yang berpusatkan
kepada diri Yesus Kristus terhadap diri Yesus, didatangkan dari sebuah pengakuan Imam
yang khusus, yaitu Yesus sebagai sepenuhnya Tuhan dan Yesus sebagai sepenuhnya
manusia.
Ada 3 ajaran pokok tentang iman:
a) Aku percaya kepada Allah Bapa yang maha kuasa; khalik langit dan bumi
b) Aku percaya kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal; Tuhan kita
c) Aku percaya kepada Roh Kudus9
3. Yahudi
Inti ajaran agama Yahudi terkenal dengan “sepuluh Firman Tuhan” atau Ten
Commandements atau Decalogue, (Grik, deca = 10, Logue = Risalah). Kesepuluh perintah
Tuhan tersebut diterimaoleh nabi Musa di bukit Sinai (Tur Sina), ketika terjadi dialog
langsung antara Tuhan dengan Musa. Firman Tuhan tersebut oleh Musa langsung ditulis di
atas sobekan kulit-kulit binatang atau di batu. Demikianlah menurut Louis Finkestein, editor
buku The Jews, Their Religion and Culture.10
Sepuluh Firman Tuhan atau Wasiat Sepuluh tersebut adalah :
1) Dilarang menyembah selain Allah
2) Dilarang menyembah berhala
3) Dilarang menyebut nama Allah dengan main-main
4) Wajib memuliakan hari sabtu
5) Wajib memuliakan ayah dan ibu
6) Dilarang membunuh sesama manusia
7) Dilarang berzina
8) Dilarang mencuri
9) Dilarang bersaksi palsu
10) Dilarang mengingini istri dan hak milik orang lain
Sepuluh firman tersebut ternyata mengandung aspek-aspek aqidah, ibadah, syariah,
hukum, dan etika
4. Budha
Ajaran agama Budha bersumber pada kitab Tripitaka yang berarti tiga keranjang, atau
tiga kumpulan ajaran. Kitab ini merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan,
dan percakapan yang pernah dilakukan Sang Budha dengan para siswa dan pengikutnya.
Dengan demikian isi kitab tersebut semuanya tidak berasal dari kata-kata Sang Budha sendiri,
melainkan juga kata-kata dan komentar-komentar dari siswanya.
Oleh karena para siswanya sumber ajaran tersebut dipilih menjadi tiga kelompok
1. Sutra Pittaka, yang memuat dharma atau ajaran Budha kepada pengikut-pengikutnya.
9
Mujahid Abdul Manaf, ibid . . . hlm. 83-84
10
Mujahid Abdul Manaf, ibid . . . hlm. 58
5
2. Vinaya Pittaka, yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan Sangha
dan para penganutnya.
3. Adhidharma Pittaka, yang memuat filsafat agama Budha, dimana terdapat
pembahasan yang mendalam tentang hakikat dan tujuan hidup.11
5. Hindu
Rig Weda, berisi mantra-mantra dalam bentuk nyanyian yang digunakan untuk
mengundang para dewa agar hadir pada ritual
Sama Weda, hampir sama dengan Rig Weda, hanya diberi “sama” atau lagu
Yayur Weda, berisi yayur atau rapal. Rapal tersebut dipakai untuk mengubah korban
menjadi makanan dewa.
Atharwa Weda, berisi mantra-mantra khusus untuk menyembuhkan orang sakit,
mengusir roh jahat dan sebagainya.
Isi kitab Upanishad berbentuk dialog antara seorang guru dan muridnya, atau antara
seorang Brahmana dengan Brahmana lainnya. Di dalamnya terdapat uraian filosofis tentang
“Pancasradha Hindu”. Pancasradha Hindu adalah :
6
Samsara, yakni kehidupan bukan saja akan berakhir dengan kematian, tetapi kematian
pun akan berakhir dengan kehidupan.
Karma, mengajarkan bahwa segala sesuatu tunduk dan takluk pada karma, baik
manusia, hewan, maupun tumbuhan. Karma meliputi kehidupan dahulu, sekarang,
dan yang akan datang.
Yoga, kebahagiaan yang sejati dan abadi dapat dirasakan manusia apabila ia telah
terbebas dari hukum karma dan samsara.