1
Cirebon ini setelah wafatnya dimakamkan di bukit (gunung) Sembung Cirebon,
sehingga dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
2
sebagai pemimpin para wali di tanah Jawa Dwipa. Di pesantren Ampel Dento
inilah ia bersahabat dengan kader-kader Islam kala itu seperti Sunan Giri, Sunan
Bonang, Sunan Udung, Raden Fatah, Sunan Drajat, dan banyak lagi yang lain.6
3
Salah satu strategi dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam
memperkuat kedudukan, sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh
berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah
dicontohkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
11
Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, . . . hlm. 756-757
4
dengan Nyai Tepasari putri Ki Gedeng Tepasan, dikaruniai dua anak; Nyai Ratu
Ayu dan Pangeran Muhammad Arifin. Yang keenam dengan Nyi Mas Rara Kerta
putri Ki Gedeng Jatimerta, dikaruniai seorang putra yang bernama Bung Cikal.12
12
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, . . . hlm. 292-300
13
Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, (Ciputat: Salima, 2012), hlm. 205
5
dijalankan oleh masyarakat secara merata, maka tampaklah metode yang
ditempuh para Walisongo didasarkan atas pokok pikiran li kulli maqam
maqal, yaitu memerhatikan bahwa setiap jenjang dan bakat ada tingkat,
bidang materi, dan kurikulumnya. Sesuai dengan cara ini, penyampaian
aturan-aturan agama (fiqh) ditujukan terutama bagi masyarakat awam
dengan jalan mendirikan pesantren dan lembaga sosial.
4. Metode pembentukkan dan penanaman kader serta penyebaran juru
dakwah ke berbagai daerah. Tempat yang dituju ialah daerah yang sama
sekali kosong dari penghuni ataupun kosong dari pengaruh Islam.
5. Metode kerjasama dalam organisasi Walisongo, dalam hal ini diadakan
pembagian tugas masing-masing wali dalam mengislamkan masyarakat
Jawa.
6. Metode musyawarah dilakukan para wali dan mengadakan musyawarah
yang membahas mengenai masalah agama, sosial, politik, hingga masalah
mistik.14
14
Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, hlm. 245-247
15
Musyarifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,
2012), hlm. 115
6
Ajaran Sunan Gunung Jati yang unik adalah melalui pepatah-pepitih16
Sunan Gunung Jati yang disampaikan melalui tradisi lisan (oral tradition). Unsur
dari pepatah-pepitih Sunan Gunung Jati bernilai ketakwaan dan keyakinan,
kedisiplinan, kearifan, dan kebijakan, serta kesopanan dan tatakrama. Pepatah-
pepitih yang disampaikan Sunan Gunung Jati diyakini telah disebarluaskan hingga
keluar keraton sehingga sampai saat ini pun masyarakat Cirebon masih
mengenalnya sebagai budaya yang dibawa turun-temurun. 17 Di bawah ini
merupakan pepatah-pepitih peninggalan Sunan Gunung Jati.
7
3) Amapesa ing bina batan (jangan serakah atau berangasan dalam
hidup).
4) Angadahna ing pepadu (jauhi pertengkaran).
5) Aja ilok ngamad kang durung yakin (jangan suka mencela sesuatu
yang belum terbukti kebenarannya).
6) Aja ilok gawe bobat (jangan suka berbohong).
7) Ing panemu aja gawe tingkah (bila pandai jangan sombong).
8) Kenangna hajate wong (kabulkan keinginan orang).
9) Aja dahar yen durung ngelih (jangan makan sebelum lapar).
10) Aja nginum yen durung ngelak (jangan minum sebelum haus).
11) Aja turu yen durung katekan arif (jangan tidur sebelum mengantuk).
12) Yen kaya den luhur (jika kaya harus dermawan).
13) Aja ilok ngijek rarohi ing wong (jangan suka menghina orang lain).
14) Den bisa megang ing nafsu (harus bisa menahan hawa nafsu).
15) Angasana diri (harus bisa mawas diri).
16) Tepo saliro den adol (tampilkan perilaku baik).
17) Ngoletana rejeki sing halal (carilah rejeki yang halal).
18) Aja akeh kang den pamrih (jangan banyak mengharapkan pamrih).
19) Den suka wenan lan suka mamberih gelis lipur (jika sedih jangan
diperlihatkan agar cepat hilang).
20) Gegunem sifat kang terpuji (miliki sifat terpuji).
21) Aja ilok gawe lara ati ing wong (jangan suka menyakiti hati orang
lain).
22) Akeh lara ati ing wong, naming saking duriat (jika sering disakiti
orang, hadapilah dengan kecintaan tidak dengan aniaya).
23) Aja ilok gawe kaniaya ing makhluk (jangan membuat aniaya kepada
makhluk lain).
24) Aja ngagungaken ing salira (jangan mengagungkan diri sendiri).
25) Aja ujub riya suma takabur (jangan sombong dan takabur).
26) Aja duwe ati ngunek (jangan dendam).
d) Pepatah-pepitih yang berkaitan dengan kesopanan dan tatakrama
8
1) Den hormat ing wong tua (harus hormat kepada orang tua).
2) Den hormat ing leluhur (harus hormat kepada leluhur).
3) Hormaten, emanen, mulyaken ing pusaka (hormati, sayangi, dan
mulayakn pusaka).
4) Den welas asih ing sapapada (sayangi sesama manusia).
5) Mulyaken ing tetamu (hormati tamu).18
E. Kesimpulan
18
Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati, . . . hlm. 245-247
9
sinilah ia mulai bersahabat dengan sunan-sunan yang lain, seperti Sunan Giri,
Sunan Bonang, Sunan Udung, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, serta Raden Fatah.
Sunan Gunung Jati menikah dengan banyak putri dari tokoh-tokoh yang
berpengaruh di Cirebon. Hal ini dilakukan sebagai salah satu strategi dakwah
yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan sekaligus
memperluas hubungan, sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad
dan para sahabatnya.
DAFTAR PUSTAKA
10
http://cirebon24.com/berita/wisata-cirebon-tempo-doeloe-makam-sunan-
gunung-jati.html, diakses pada tanggal 20 april 2017
http://sclm17.blogspot.co.id/2016/03/asmara-ong-tien-mengejar-sunan-
gunung.html, diakses pada tanggal 20 april 2017
Sunyoto, Agus. 2017. Atlas Wali Songo. Depok: Pustaka IIMaN. cet 5.
Zuhdi, Susanto. 1997. Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Putra
Sejati Raya.
11