Anda di halaman 1dari 30

SYUHUDI ISMAIL DAN ALI MUSTAFA YAKUB

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Hadits di Indonesia

Dosen Pengampu: Sofyan Effendi, S.Th.I, M.A.

Disusun oleh: Kelompok 12

Alfi Nurlaela Comariah 18210913


Amaliah Hasibuan 18210920
Citra Nurani Layliya Rahmatika 18210942
Elsa Anugerah Putri 18210956

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
2020 M/1441 H
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT. Semoga Shalawat dan
salam selalu terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Keluaga, shahabat,
tabi’in, dan kita semua selaku umanya.

Studi hadits di Nusantara merupakan salah satu disipin Ilmu Agama yang sangat
penting, terutama untuk mempelajari sejarah dan perkembangan hadits di Indonesia
dengan baik dan tepat. Dalam makalah ini kami membahas dua tokoh yang ahli dalam
bidang hadits di era modern, yaitu KH. Syuhudi Ismail dan Prof. KH. Ali Mustafa
Ya’qub. Semoga adanya makalah ini dapat memberi bermanfaat dan wawasan bagi para
pembaca.

Pamulang, 08 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................5
A. Biografi Syuhudi Ismail............................................................................................5
B. Biografi K.H Ali Mustafa Ya’kub, M.A.................................................................10
C. Pemikiran KH. Ali Mustafa Ya’qub dan Syuhudi Ismail.......................................18
D. Telaah Karya Syuhudi Ismail dan KH. Ali Mustafa Ya’qub..................................26
BAB III PENUTUP..........................................................................................................28
KESIMPULAN..............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi hadis di Indonesia terlihat masih jarang. Hal ini menimbulkan
banyak sekali persoalan di tengah masyarakat Muslim tentang penggunaan hadis-
hadis palsu (maudhû’), semi palsu (matrûk), dan lemah (dha’īf), atau mengklaim
hal-hal yang bukan hadis sebagai hadis Nabi.Dalam makalah ini sedikit mengulas
latar belakang keilmuan, sumber gagasan pemikiran, dan kontribusi ilmiah KH.
Syuhudi Ismail dan Prof. Dr. Kiai Ali Mustafa Yaqub, M.A. terhadap
perkembangan kajian hadis di Nusantara. Tidak mudah menemukan orang yang
dapat disebut sebagai seorang muhaddis (ahli hadis) dalam arti terminologis.
Padahal, hadis adalah sumber otoritas kedua (secondary resources) dalam agama
Islam setelah Al-Qur’an. Belajar dari figur KH. Syuhudi Ismail dan Prof. Kiai Ali
Mustafa Yaqub, setiap muslim sudah seharusnya mengetahui dan memahami
hadis dengan baik.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Biografi KH. Syuhudi Ismail
2. Menelaah pemikiran dan karya KH. Syuhudi Ismail
3. Mengetahui biografi Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub
4. Memahami peran dan telaah karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub
5.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Syuhudi Ismail


1. Nama dan Nasab keturunan

Nama lengkapnya adalah Muhammad Syuhudi Ismail. Beliau dilahirkan


pada tanggal 23 April 1943, di Rowokangkung, Lumajang Jawa Timur. Syuhudi
merupakan putra kedua dari pasangan H. Ismail dan Sofiatun, keduanya adalah
saudagar yang taat dalam beragama. Bapaknya bernama H. Ismail bin Mistin bin
Suemoharjo berasal dari suku Madura dan meninggal dunia pada tahun 1994 M.
sedangkan ibunya bernama Sofiyatun binti Ja’far yang berasal dari suku Jawa dan
meninggal pada tahun 1993 M. Kakeknya Syuhudi (M. Ja’far) dikenal sebagai
pendekar yang berasal dari Ponorogo dan pernah menjadi polisi Belanda. Dengan
demikian, Syuhudi lahir dari keluarga yang berada dan beragama serta dari
golongan pendalungan (kawin campur) antar suku Madura dan Jawa. Hal itu
berarti bahwa beliau memiliki karakteristik sebagai orang Madura dan orang Jawa
yang taat beragama.1

Pada usia 22 tahun, tepatnya pada tahun 1965 M beliau menikahi seorang
gadis berdarah Bugis yaitu Nurhaedah Sanusi. Dari pernikahan itu, mereka
dikaruniai empat buah hati, akan tetapi yang masih hidup hanya tiga orang, yaitu;
Yunida Indriani SE, Khoirul Muttaqien, Muhammad fuad Fathoni. Sementara,
isterinya yang tercinta Nurhaedah Sanusi meninggal dunia pada tahun 1972 M.
Pada penghujung tahun itu juga, beliau meminang Habibah Sanusi (kakak
kandung Nurhaedah). Manakala dari pernikahannya yang kedua itu, beliau
dikaruniai dua putera yaitu, Muhammad Ahsan dan Muhammad Irfan. Pada hari
Ahad 19 November 1995 yaitu di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo, Jakarta,
Syuhudi telah wafat dan dikebumikan pada hari Senin, 20 november 1995 di
Tanah Pekuburan Islam Bontoala, Ujung Pandang.

1
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, hal.6-7
2. Kepribadian dan Mazhab

Syuhudi Ismail seorang yang moderat dalam berinteraksi sosial Syuhudi


sangat terbuka, artinya bergaul sama siapa saja tanpa memandang golongan
apakah itu Nahdliyyin maupun Muhammadiyyah. Namun, beliau berguru kepada
Kyai Mansur Pembina di Madrasah NU di Rowokangkung, Syuhudi mendalami
pengajian agama dari Kyai Mansur.

Adik kandung Syuhudi, Imam Munir, mengakui bahwa Syuhudi adalah


seorang yang memiliki prestasi dan pribadi yang menonjol, rajin membaca,
cermat membuat persiapan kuliah dan kritis. Hal ini melihat kepada semangat
beliau dalam menuntut ilmu.

3. Rihlah Ilmiah dan Guru


Syuhudi dibesarkan di Rowo Kangkung, Lumajang, Jawa Timur.
Masakecilnya dihabiskan dalam menuntut ilmu, meskipun ada waktunya
diluangkan untuk kegiatan bermain seperti kebiasaan kanak-kanak yang lainnya,
akan tetapi dominannya masanya digunakan dalam menimba ilmu duniawi dan
ukhrawi. Pada setiap pagi, Syuhudi menggunakan waktunya untuk belajar di
Sekolah Rakyat Negeri (SRN) di Sidorejo, Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur, dan
pada waktu sore hari beliau meluangkan masanya untuk mengaji agama bersama
ayahnya. Kemudian, beliau mendalami ilmu agama bersama dengan Kiai Mansur,
yaitu seorang Kiai yang didatangkan oleh ayahnya dari salah sebuah Pesantren di
Jember, Jawa Timur.2
Pendidikan formalnya, dimulai dengan mengenyam pendidikan di
Sekolah Rakyat Negeri (SRN), Sidorejo, Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur
manakala pada usia 12 tahun, tepatnya tahun 1955, Syuhudi menamatkan
pendidikan di sekolah dasar. Selanjutnya, beliau meneruskan sekolahnya dalam
bidang Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 4 tahun di Malang dan
tamat pada tahun 1959. Kecintaannya pada ilmu tidak membuatnya terhenti pada
peringkat PGAN saja, akan tetapi dengan tekad yang bulat, beliau bersikeras

2
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, hal. 8
untuk melanjutkan pendidikan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) di
Yogyakarta, meskipun ayahnya meminta beliau hanya untuk menjadi seorang
guru di Madrasah Rowo Kangkung. Sebagai seorang ayah yang bijak dan
memahami, H. Ismail merelakan kepergian anaknya. Namun, beliau berpesan
agar senantiasa berdisiplin, bekerja keras, melakukan ibadah pada awal waktu dan
mencari tempat tinggal yang berdekatan dengan Masjid.
Semangat dan tekad yang tinggi mengantarnya pada kesuksesan
menyelesaikan pendidikannya di PHIN pada tahun 1961. Dalam tahun tersebut
juga, Syuhudi dipilih menjadi salah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bagian
Pengadilan Agama di Ujungpandang, Sulawesi Selatan. Meskipun berstatus
sebagai seorang pekerja pemerintahan yang kebanyakkan jadwal tugasnya
dipenuhi dengan kegiatan masyarakat. Namun, semangatnya untuk menuntut ilmu
pengetahuan tidak berhenti begitu saja, bahkan Syuhudi melanjutkan studinya di
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Sunan Kalijaga” Yogyakarta, Cabang
Makassar (kemudian menjadi IAIN “Alauddin” Ujungpandang).3
Pada tahun 1965, impiannya untuk melanjutkan pendidikannya
direalisasikan dimana beliau memperoleh ijazah Sarjana Muda dengan risalah
ilmiah yang berjudul: ”Tempus Delictus Dalam Hukum Pidana Islam.”
Kemudian, pada tingkat pendidikan Sarjana Lengkap beliau melanjutkan
pendidikan di Fakulti Syari’ah IAIN Alauddin Ujungpandang dan tamat pada
tahun 1973 dengan Skripsi (kertas kerja ilmiah) yang berjudul: “Pelaksanaan
Syari’at Islam di Indonesia.” Setelah sepuluh tahun tidak menikmati pendidikan
formal, tepatnya pada tahun 1983M., dengan “setengah paksaan” dari Drs. H.
Dalminis Noer (utusan Ditbenpera Islam) dan Drs. H. Moerad Usman (Rektor
IAIN Alauddin) Syuhudi mengikuti Program Studi S2 dan S3 di IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Tidak lebih dari tiga tahun, tepatnya pada tahun 1985M.
Beliau menyelesaikan pendidikan master. Selanjutnya, beliau melanjutkan
pendidikan pada jenjang PH.d yaitu pada tahun 1987 M. Beliau memperoleh gelar
PH.d Terbaik dalam bidang Kajian Islam, konsentrasi Ilmu Hadis dengan

3
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, vol 17 no. 1, Aguatus 2017, hal.8
Disertasi yang berjudul: “Kaedah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah.”
Disamping itu, pendidikan non formal yang beliau ikuti adalah seperti
berikut: Pertama,pada tahun 1976, beliau mengikuti penataran Bidang Studi Ilmu
Falak di Jakarta. Kedua, Studi Purna Sarjana (SPS) beliau ikuti di Yogyakarta,
pada tahun akademik 1978/1979. Di SPS ini beliau meraih peringkat pertama dan
melahirkan beberapa makalah; Ketiga, pendidikan Staf Tingkat II di Jakarta
(1979); dan keempat, penataran Sekretaris IAIN se Indonesia, dimana beliau
meraih peringkat pertama dalam penataran ini.
Dengan demikian, berdasarkan kepada uraian di atas, membuktikan
bahwa, ternyata Syuhudi merupakan seorang yang bijak dan berdisiplin tinggi.
Bahkan beliau dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan tepat waktu
serta memenuhi syarat kelayakan. Habibah Sanusi, sebagai istri Syuhudi,
mengakui bahwa keberhasilan Syuhudi ditunjukkannya melalui dedikasi dan
kejujuran dalam mengerjakan segala pekerjaan dalam tugasnya. Misalnya, ketika
mengikuti Program Pascasarjana IAIN di Jakarta, beliau meminta keikhlasan dan
kesabaran isterinya dalam mengasuh dan mendidik anak-anak di Ujung pandang
karena beliau terpaksa memberi perhatian yang penuh terhadap pendidikannya
dan dapat menyelesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan.4
Guru-guru beliau diantaranya adalah ayahnya sendiri H. ismail menjadi
guru agama yang pertama dalam kehidupan Syuhudi. Beliau mengaji al-Qur’an
dari ayahnya. Kyai Mansur, beliau menimba ilmu darinya. Dr. Madjidi
merupakan tokoh Muhammadiyah yang terkemuka di Ujung pandang ketika itu.
Harun Nasution, merupakan salah seorang alumni dari barat dan merupakan
gurunya ketika beliau mengikuti pendidikan tingkat Sarjana dan Doktor. M.
Quraish Shihab merupakan alumni Timur Tengah dan guru besar dalam bidang
tafsir di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beliau banyak mendalami tentang
pemahaman keagamaan secara sistematik dengan pedekatan tematik. Said Agil
Husen al-Munawwar merupakan alumni Timur Tengah dan guru bagi Syuhudi

4
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, hal. 10
Ismail ketika Kuliah. Beliau banyak menerima masukan tentang ilmu hadits dan
kajian metodologi kajian hadits.5

4. Karya-karyanya

Di Indonesia, Muhammad Syuhudi Ismail dikenal sebagai seorang


mubaligh, tokoh masyarakat, dan ilmuan Islam yang memiliki akar tradisi
intelektual yang sangat kuat, menguasai berbagai bidang ilmu keislaman serta
memiliki dedikasi tinggi terhadap pengembangan ilmu hadis di Indonesia.
Pemikirannya yang berkaitan dengan pengembangan kajian hadis banyak
diartikulasikan melalui sejumlah buku, artikel dan makalah yang dituliskannya
melalui media lokal dan nasional.Tidak kurang dari 164 judul karya ilmiah yang
dihasilkannya, baik dalam bentuk risalah ilmiah, buku, hasil penelitian,
nota/catatan, makalah, naskah pidato, artikel, skripsi dan disertasi. Karya yang
dihasilkannya tidak hanya terbatas dalam bidang hadis, akan tetapi termasuk
dalam bidang fiqh, ilmu falak, pemikiran, dan bidang-bidang ilmu lain. Ditambah
lagi tiga buah karya berjilid dan tiga belas sumbangan maklumat untuk
Ensklopedi Islam. Di antara karya-karya Syuhudi tersebut, sekitar delapan buah
telah menjadi buku utama dalam mata pelajaran hadis dan ilmu hadis di seluruh
Fakultas Agama di Indonesia, khususnya jurusan Ilmu Hadis atau Tafsir Hadis,
misalnya Pengantar Ilmu Hadis (1987) dan Ulumul Hadis (1992).6

Adapun karya-karyanya dalam bidang hadis adalah sebagai berikut:


Pertama, karya Syuhudi dalam bentuk buku; (1) Kaidah Kesahihan Sanad Hadis:
Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan
Bintang, Cet. I, 1988M); (2) Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: Angkasa, Cet. I.
1991M); (3) Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang,
1412H/1991M); (4) Sunnah Menurut Para Pembelanya dan Upaya Pelestarian
Sunnah Oleh Para Pembelanya, (Ujungpandang: YAKIS, 1991M); (5) Sunnah
Menurut Para Pengingkarnya dan Upaya Pelestarian Sunnah Oleh Para
5
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, vol 17, no. 1, Agustus 2017, hal. 10
6
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, hal. 3
Pembelanya, (Ujungpandang: Berkah, Cet. I. 1412H./1991M.); (6)Metodologi
Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I. 1413H./1992M.); (7) Hadis
Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’ani al-Hadis Tentang Ajaran
Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I,
1415H./1994M.); (8) Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya,
(Jakarta, Cet. I. 1995).7

5. Penilaian Para Ulama

Prof. Dr. Quraish Shihab menyebutkan bahwa Syuhudi merupakan Doktor


pertama yang memperoleh dua predikat kehormatan akademik sekaligus
sepanjang sejarah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta melaksanakan program
doktornya, baik untuk program pendidikan bebas maupun program pendidikan
Fakultas Pascasarjana. Disertasi ini telah berhasil membuktikan bahwa kaedah
kesahihan sanad atau kritik ekstrem yang dipakai oleh kebanyakan junhur ulama
hadis untuk meneliti shahih dan tidak shahihnya suatu sanad hadis memiliki
tingkat akurasi yang tinggi. 8

B. Biografi K.H Ali Mustafa Ya’kub, M.A.


1. Nama dan Nasab Keturunan

Kiai Ali Mustafa Yaqub lahir di desa Kemiri, Kecamatan Subah,


Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, bertepatan dengan tanggal 2 Maret
1952. Nuansa taat beragama telah menghiasi keseharian beliau sejak kecil yang
kelak berharap menjadi Ulama di masa mendatang. Kiai Ali Mustafa Yaqub dan
kakaknya dididik oleh kedua orangtuanya untuk belajar hidup sederhana dan tidak
berfoya-foya serta hidup mandiri. Ayahnya bernama H. Yaqub, seorang religius
dan pendakwah terkemuka pada zamannya dan Imam di masjid-masjid di Jawa
Tengah, misinya Menegakkan Amar Ma’ruf dan Memberantas Nahi Munkar.
Sejak matahari terbit sampai terbenam, ayahnya melakukan rutinitas belajar dan
mengajar. Mayoritas penduduk di lingkungan rumahnya kebanyakan orang yang
7
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, hal. 17
8
Fithriady Ilyas, Jurnal ilmiah: Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995) Tokoh Hadits Prolifik,
Ensiklopedik dan Ijtihad, hal. 9
belum mengerti agama, baik dari kalangan petinggi pemerintahan, para guru-guru
sekolah, masyarakat menengah dan masyarakat awam (buta agama). Akhirnya,
ayah dan kakeknya mendirikan sebuah pondok pesantren yang para santrinya
adalah penduduk di sekitar.9

Ibunya bernama Hj. Siti Habibah, seorang ustadzah dan ibu rumah tangga.
Dalam kesehariannya membantu perjuangan suaminya ibunya meninggal pada
tahun 1996. Istri KH. Ali Musthofa bernama Hj. Ulfa Uswatun Hasanah. Anaknya
yang semata wayang bernama H. Ziyaul Haramain Ali Musthofa Lc. Kyai Ali
Mustofa Ya`qub anak kelima memiliki delapan saudara dari delpan saudara
tersebut dua diantaranya meninggal dunia, dan yang masih hidup lima bersaudara.

Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar, bahwa Kiai
Ali Mustafa Yaqub pergi dengan senyum tergambar di bibirnya serta wajah
bersinar. Nasaruddin Umar mengaku melihat itu semua saat melihat jenazah Kiai
Ali Mustafa ketika masih terbaring di Hermina. Kiai Ali Mustafa Yaqub wafat
pada Kamis 28 April 2016 pukul 06.30 WIB di RS Hermina Ciputat, Tangerang
Selatan, bertepatan dengan 20 Rajab 1437 H. Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal
Jakarta ini dimakamkan di belakang Masjid Muniroh Salamah yang berada di
Kompleks Pondok Pesantren Darus Sunnah.48 Penulis menshalati jenazah salah
seorang Ulama terkemuka ini dengan Imam Prof. KH. Syukron Makmun, dan
Kiai Ali Mustafa dikuburkan pada pukul 12.45 WIB selepas Shalat Zuhur
berjamaah.10

2. Kepribadian dan Mazhab

Kemampuan bahasa Inggris Kiai Ali Mustafa Yaqub menjadikan ia juga


bisa mengkaji karya tulis para Orientalis Barat dengan baik seperti buku-buku
Ignaz Goldziher (1850-1921), Josep Schact (1902-1969), David Samuel
Margolioth (w 1940), Juynboll (1935), A. Guillaume dan lain-lain. Namun,

9
Nasrullah Nurdin, Prof.Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub Muhaddits Nusantara Bertaraf International,
hal. 198
10
Nasrullah Nurdin, Prof.Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub Muhaddits Nusantara Bertaraf International,
hal. 223
pembacaan tersebut bukan membuat Kiai Ali Mustafa Yaqub menjadi “anak
pemikiran” mereka. Akan tetapi, malah ia mencari karya tandingan sebagai
komparasi terhadap teori-teori yang mereka bangun. Hal tersebut melahirkan
sikap kritis Kiai Ali Mustafa Yaqub terutama terhadap Orientalis. Sikap tegas dan
kritis Kiai Ali Mustafa Yaqub tidak pandang bulu. Bukan hanya tokohtokoh
Orientalis yang menjadi sasaran kritiknya, ulama besar sekaliber Suaikh M.
Nasiruddin al-Alb±ni (w. 1999) tidak luput dari kritik tajam Kiai Ali Mustafa.
Menurutnya, pemikiran Syaikh al-Albani banyak yang melawan arus, hadis yang
sudah disahihkan oleh ulama hadis, akan tetapi oleh al-Albani justru
didhaifkannya. Sebaliknya, ia juga sering mendaifkan hadis yang sebelumnya
sudah disahihkan para ulama hadis lain. Seperti fatwa al-Albani tentang
diharamkannya perhiasan emas yang melingkar, padahal fatwa tersebut
bertentangan dengan hadis sahih dan ijma’ ulama.

Hal paling terlihat dalam sejumlah karya Kiai Ali Mustafa Yaqub adalah
beliau memang seorang muhaddis dalam arti terminologis, di samping banyak
undangan menjadi narasumber tingkat Internasional yang dihadirinya untuk bicara
soal hadis dan topik kontemporer lainnya, bahkan Prof Nasaruddin Umar
menyebutnya sebagai kamus hadis berjalan. Kontribusi pemikiran Kiai Ali
Mustafa Yaqub cukup mewarnai corak keberagaman sebagian kaum muslimin
Indonesia. Hadis-hadis bermasalah yang beredar di masyarakat, kritik haji
berulang-ulang, isu LGBT, radikalisme dan terorisme, dan aktivitas ibadah yang
tidak jelas sumber hadisnya menjadi objek kritisnya.

Aktifitas “takhrīj al-hadīs” adalah salah satu indikatornya yang paling


menonjol. Langkah-langkah takhrīj yang ia tempuh, merujuk kepada kitab Ushûl
al-Takhrīj wa Dirâsah al-Asânīd karya Prof. Dr. Mahmud al-Tahhân. Dalam
kajiannya, Kiai Ali Mustafa Yaqub mengkombinasikan antara kritik sanad (kritik
ekstern) dan kritik matan (kritik intern) dengan menggunakan kaidah umum
takhrīj hadis sebagaimana yang telah disebutkan oleh Prof. Dr. Mahmud al-
Tahhân dan sejumlah ulama hadis lainnya. Dalam memberikan penilaian terhadap
kualitas sebuah hadis baik hadis sahih, hasan, maupun dha’if, Kiai Ali Mustafa
Yaqub menukil pendapat-pendapat ulama terdahulu (mutaqaddimīn) seperti Imam
al-Tirmidzi, al-Baihaqi, Ibnu Jauzi, dan sejumlah pandangan ulama mutaakhirīn
seperti al-Zahabi, al-Zila’i, alHaytsami, Ibnu Hajar, al-Sakhawi, al-Suyuti, dan al-
Munawi. Ia juga mengutip pendapat ulama kontemporer seperti Syaikh Ahmad
Syakir, Syaikh al-Arna’ut, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, dan muhaddis
lainnya.

Kiai Ali Mustafa Yaqub juga sering melakukan ijtihad mandiri dalam
menentukan kualitas suatu hadis dengan mengkomparasikan pendapat-pendapat
ulama jarh dan ta’dil tersebut. Jika terjadi perbedaan pendapat di antara ulama
jarh dan ta’dil mengenai kualitas seseorang rawi, maka ia mengkomparasikannya
di antara ulama mutasyaddidûn (ulama agak ketat/keras), mutawassitûn (tengah-
tengah/moderat), dan mutasâhilûn (agak longgar).11

Kiai Ali Mustafa Yaqub lebih memilih sikap moderat, beliau memandang
bid’ah bukanlah pendapat yang berbeda karena lahir dari konsekuensi adanya
ijtihad, namun bid’ah dalam ibadah adalah amalan-amalan yang tidak ada
dalilnya. Oleh karena itu menurutnya zikir, isra’ mi’raj, qunut subuh berturut-
turut, maulid Nabi, nuzulul qur’an, berdo’a berjamaah setelah solat bukanlah
bid’ah yang sesat.12

3. Rihlah Ilmiah dan Guru

Masa anak-anak tiap hari sehabis belajar di Sekolah Dasar (SD) di desa
tempat kelahirannya, beliau habiskan untuk menemani kawan yang menggembala
kerbau di lereng-lereng bukit pesisir Utara Jawa Tengah. Kebiasaan ini kelak
membentuk karakter (character building) dan sisi kepribadian Kiai Ali Mustafa
Yaqub yang tegas, disiplin, kritis dan peduli antar sesama. Obsesinya untuk terus
belajar di sekolah umum terpaksa kandas, karena setelah tamat SMP ia harus
mengikuti arahan orang tuanya menuntut ilmu di Pesantren. Pada tahun 1966 di
antar ayahnya menuju pondok Seblak Jombang, sampai pada tingkat Tsanawiyah
11
Nasrullah Nurdin, Prof.Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub Muhaddits Nusantara Bertaraf International,
hal. 208
Ni’ma Diana Cholidah, Skripsi: Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian
12

Hadits Kontemporer di Indonesia, hal. 26


(MTS), tahun 1966-1969. Pada tahun 1969-1971 di Pesantren Tebu Ireng Jombang
yang lokasinya hanya beberapa eatus meter saja dari pondok Seblak, pertengahan
tahun 1972 beliau melanjutkan pengembaraan pada program studi syariah
Universitas Hasyim Asy`ari Jombang dan di Tebu Ireng 1972-1975.13

Diantara ulama yang menjadi gurunya KH. Idris Kamali, KH. Addahlan
Ali, KH. Shobari, dan Al-Musnid KH. Syamsuri Badawi. Dari KH. Idris Kamali ia
belajar ilmu-ilmu alat (gramatika bahasa arab), hadis, dan tafsir dengan metode
sorogan (individu) dimana beliau di wajibkan menghafal lebih dari 10 kitab
sebagai syarat untuk boleh membaca kitab di hadapan KH. Idris Kamali. Dari KH.
Adhlan Ali ia belajar ilmu ahlak dan lain-lain dari KH Sobari, beliau belajar ilmu
hadis dan lain-lain. Sementara dari KH Samsuri Badawi, beliau belajar hadis dan
ilmu ushul fiqih. Di pondok Pesantren Tebu Ireng, ia pernah belajar dengan KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) khususnya bidang studi bahasa arab dan kitab Qatr
al-Nada (ilmu Nahwu).14

Pada tahun 1976, atas beasiswa penuh dari pemerintah arab Saudi beliau
mencari ilmu di Fakultas Syariah di Universitas Islam Imam Muhammad bin
Sa`ud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah atau
(syahadah) licence, tahun 1980. Kemudian di Universitas King Sa`ud, Departemen
Studi Islam Jurusan Tafsir dan Hadis tahun 1980-tamat dengan Ijazah Master,
tahun 1985. Beliau memilih kedua jurusan tersebut karena beliau memandang
kedua ilmu tersebut sangat di perlukan masyarakat luas.

Tahun itu juga beliau pulang ke tanah air, kemudian mengajar di Institut
Ilmu al-Qur`an Jakarta, Institut PTIQ, Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal,
Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) Al-
Hamidiah Jakarta, Institut Agama Islam Sholahuddin al-Ayyubi (INISA), Tambun,
Bekasi dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian KH. Ali Mustafa Yakub
mendirikan ponpes Darussalam di desa kelahirannya, Kemiri, Batang, Jawa

13
Nasrullah Nurdin, Prof.Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub Muhaddits Nusantara Bertaraf International,
hal. 198
14
Nasrullah Nurdin, Prof.Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub Muhaddits Nusantara Bertaraf International,
hal. 201
Tengah. Dan semenjak tahun 2005-2008, beliau melanjutkan kuliah S3 pada
Universitas Nizamia, Hyederabad India, spesialisasi Hukum Islam.15

4. Karya karya

Berikut ini sejumlah karya Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub yang telah di
publikasikan dan hampir semuanya dicetak oleh Penerbit Pustaka Firdaus Jakarta,
ada juga dari Sponsor misalnya Bank Bukopin Syari’ah atau Sinarmas Syari’ah
dan lainya, publikasi Masjid Istiqlal, dan Maktabah/Pustaka Darus Sunnah milik
ponpes sendiri:

1) Memahami Hakikat Hukum Islam(Alih Bahasa dari karya prof Dr


Muhammad Abdul Fattah al-Bayanuni, Jakarta:1986)
2) Nasihat Nabi kepada para pemabaca dan pengahafal al-Qur’an (1990)
3) Imam Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits (Jakarta:1991)
4) Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (alih bahasa dari Prof. Dr.
Muhammad Mustafa Azami, Jakarta: 1994)
5) Kritik Hadits (Jakarta: 1995)
6) Bimbingan Islam untuk pribadi dan Masyarakat (terjemahan dari buku
Syaikh Mohammad Jameel Zino, Saudi Arabia,: 1418 H)
7) Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta:1997)
8) Peran Ilmu Hadits dalam Pembinaan Hukum Islam (Orasi Ilmiah Guru
Besar di IIQ tahun 1998, dan terbit di Pustaka Firdaus 1999)
9) Kerukunan Ummat Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits (Jakarta:2000)
10) Islam Masa Kini (Jakarta:2001)
11) Kemusyrikan Menurut Mazhab Syafi’i( Alih bahasa dari buku Syaikh
Abdurrahman al-Khumais, Jakarta: 2001)
12) Aqudah Imam Empat: Abu Hanifah, Malik, Syafi’I, dan Ahmad (Alih
Bahasa dari Syaikh Prof. Dr. Abdurrahman al-Khumais, Jakarta: 2001)
13) Fatwa-Fatwa Kontemporer (2002)
14) MM. Azami Pembela Eksistensi Hadits (Jakarta)
15) Pengajian Ramadhan Kiai Duladi (Jakarta: 2003)
15
Hartono, Peran Ali Mustafa Yaqub Terhadap Diskursus Hadis Indonesia, hal. 4
16) Hadits-Hadits Bermasalah ( Jakarta: 2003)
17) Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta:2003)
18) Nikah Beda Agama Dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits (Jakarta:2005)
19) Imam Perempuan (Jakarta:2006)
20) Haji Pengabdi Setan (Jakarta:2006)
21) Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (dua edisi, biasa dan lux lebih besar,
Jakarta: 2007)
22) Ada Bawal Kok pilih Tiram (Sebuah pantun Ekonomi Syari’ah,
Jakarta:2008)
23) Toleransi Antar Umat Beragama (dua bahasa Arab dan Indonesia, Jakarta:
2008)
24) Islam di Amerika (Kumpulan Safari/ Ceramah Ramadhan, dua bahasa:
ingris-Indosenia, Pustaka Darus Sunanh: 2009)
25) Kriteria Halal dan Haram untuk Pangan, Obat-Obatan, dan Alat Kosmetika
Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis( Disertasi Doctor Konsentrasi
Hukum Islam dari Universitas Nizamia Hyderabad India, spesialisasi
Hukum Islam dari 2005-2008, boleh disebut karya ini adalah masterpiece
beliau yang dicetak dalam dua bahasa Arab dan Indonesia diberi kata
pengantar oleh Syaikh Prof. Dr. Wahbah Mustafa al-Zuhayli, terbit 2009)
26) Mewaspadai Provokator Haji (Jakarta: 2009)
27) Islam between War and Peace ( Pustaka Darus Sunnah: 2009)
28) Kidung Bilik Pesantren (Jakarta: Pustaka Darus Sunnah)
29) Ma’ayir al-Halal wa al-Haram fi al-Ath’imah wa al-Asyribah wa al-
Adwiyah wa al-Mustahdharat al-Tajmiliyah ‘ala Dhau’I al-Kitab wa al-
Sunnah (2010).
30) Kiblat: Antara Bangunan dan Arah Ka’bah (Arab dan Indonesia, terbit
tahun 2010)
31) Al-Qiblah ‘ala Dhau’I al-Kitab wa al-Sunnah (2010)
32) 25 Menit Bersama Obama (Masjid Istiqlal, 2010)
33) Kiblat Menurut Al-Qur’an Hadits; Kritik atas Fatwa MUI No.5/2010 (terbit
2011)
34) Ramadhan bersama Ali Mustafa Yaqub (terbit 2011)
35) Cerita dari Maroko (2012)
36) Makan Tak Pernah kenyang (2012)
37) Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme (dicetak dalam Arab dan Indonesia,
tahun 2012)
38) Dalil al-Hisbah (2012)
39) Panduan Amar Makruf Nahi Munkar (dicetak dalam dua versi: Arab dan
Indonesia, 2012)
40) Isbat Ramadhan wa Syawwal wal Zulhijjah ‘ala Dhau’I al-Kitab wa al-
Sunnah (2013)
41) Isbat Ramadhan, Syawwal, dan Zulhijjah Al-Kitab dan Sunnah (terbit 2013)
42) Menghafal Al-Qur’an di Amerika Serikat (2014)
43) Al-Thuruq al-Shahihah li Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyyah (2014)
44) Setan Berkalung Sorban (terbit: 2014)
45) Cara Memahami Hadits (edisi Indonesia, terbit 2014)
46) Al-Wahabiyyah wa Nahdhah al-Ulama: Ittifaq fi Ushul Ia Ikhtilaf (2015).
47) Titik Temu Wahabi-NU
48) Islam is Not Only for Muslim (2016, buku yang belum di launching sebab
beliau wafat)
49) Ada Teror di Mekkah (2016, buku ini belum di-launching karena beliau
sudah dipanggil Allah SWT telebih dahulu).
50) Perluasan Mas’a, Jamarat, dan Mabit di Luar Mina: Kajian Dasar
Syar’i(bersama Tim).16
5. Penilaian Para Ulama

Kiai Ali Mustafa Yaqub dikenang memiliki pandangan Islam yang moderat dan
tegas. Ia responsif terhadap isu-isu terkini yang berada di sekitarnya, baik masalah
kebangsaan maupun ibadah umat Islam. Berikut ini sejumlah ucapan belasungkawa,
kesan, ataupun komentar dari para pejabat, agamawan, sahabat dekat, dan politikus
yang mengenal dekat sosok pendekar hadis (the knight of hadith) Indonesia. Ucapan

16
Nasrullah Nurdin, Prof.Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub Muhaddits Nusantara Bertaraf International,
hal. 222
berduka dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla: “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Duka
cita mendalam atas wafatnya Kiai Ali Mustafa Yaqub. Semoga husnul khatimah.” Prof
Dr M Quraish Shihab: “Almarhum adalah orang yang baik, mempunyai tanggungjawab
secara ilmiah. Ia tak segan menyampaikan pandangan ke public”. Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin: “hal yang paling di kenang dari almarhum Kiai Ali adalah
pandangannya soal pelaksanaan haji. Kiai mendukung kebijakan pemerintah yang
menegaskan”.

C. Pemikiran KH. Ali Mustafa Ya’qub dan Syuhudi Ismail


1. Pemikiran KH. Ali Musthafa Ya’qub
Dalam hal mendefinisikan hadis dan sunnah, beliau lebih banyak
mengambil pendapat ulama hadis dan ulama fikih. Menurut ulama hadis,
sunnah lebih umum daripada hadis karena sunnah mencakup perkataan,
perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat nabi. Sedangkan menurut ulama fikih,
sunnah hanya mencakup tiga hal, yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan
Nabi. Adapun hadis adalah sifat-sifat Nabi saw. Menurut Imam Syafi’i, setiap
sunnah adalah hadis, tetapi tidak semua hadis adalah sunnah. Sunnah adalah
hadis-hadis yang shahih. Adapun kedudukan hadis, menurut beliau ada tiga
kedudukan hadis di dalam Islam. Yakni sebagai penjelas Al-Qur’an, sebagai
pendukung ketetapan Al-Qur’an, dan sebagai sumber hukum Islam.

Pertama adalah sebagai penjelas Al Qur’an. Di dalam Al Qur’an


hanya terdapat perintah-perintah untuk melakukan ibadah kepada Allah,
sedangkan cara beribadah itu sendiri sangat sedikit dijelaskan. Oleh karena
itu, hadis diperlukan untuk memperjelas hal ini. Misalnya, tentang tata cara
shalat, tata cara berdo’a dan sebagainya.17

Kedua adalah sebagai pendukung ketetapan Al Qur’an. Di dalam Al


Qur’an banyak sekali hukum-hukum tentang kehidupan sehari-hari.
Misalnya, tentang hukum zina. Al Qur’an hanya menjelaskan tentang
larangan mendekati zina dan hukuman bagi orang yang melakukan zina, tapi
tidak menjelaskan bentuk-bentuk zina dan bagaimana cara menyikapinya.
17
https://seanochan.wordpress.com/2013/04/19/pemikiran-hadis-ali-mustafa-yaqub/
Untuk itu, hadis disampaikan oleh Nabi sebagai pendukung Al Qur’an dan
langsung mencontohkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat bisa
memahami secara langsung maksud yang terkandung di dalam penetapan
hukum-hukum tersebut dan agar mereka bisa mengerti bahwasanya hukum-
hukum itu bukan sekedar wahyu saja.

Ketiga adalah sebagai sumber hukum Islam. Hal ini berarti, selain
sebagai penjelas hadis juga merupakan sumber hukum tentang hal-hal yang
tidak terdapat di dalam Al Qur’an. Seperti hal-hal yang baru timbul di
masyarakat setelah Al Qur’an diwahyukan. Dalam hal ini, banyak sekali
ulama-ulama fiqh yang menggunakan hadis sebagai landasan untuk berijtihad
dalam mengambil hukum (istidlal).

Dengan penjelasan diatas, sudah kelihatan apa kedudukan dan fungsi


hadis. Yaitu sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur’an. Adapun fungsi
hadis yang lebih dalam adalah sebagai penjelas dan penguat hukum yang
ditetapkan dalam Al Qur’an, juga sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri
yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Selain itu, beliau juga sering
melakukan penelitian tentang hadis Nabi, terutama dari segi sanad hadis.
Menurut beliau upaya untuk mendeteksi kedhabitan rawi dengan
memperbandingkan Hadits-hadits yang diriwayatkannya dengan Hadits lain
atau dengan al-Qur’an, dapat dilakukan melalui enam metode perbandingan
Hadits, yaitu:

a. Memperbandingkan Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah


Shahabat Nabi, antara yang satu dengan yang lain.
b. Memperbandingkan Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi pada
masa yang berlainan.
c. Memperbandingkan Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang
berasal dari seorang guru Hadits.
d. Memperbandingkan suatu Hadits yang sedang diajarkan oleh seorang
dengan Hadits semisal yang diajarkan oleh guru lain.
e. Memperbandingkan antara Hadits-hadits yang tertulis dalam buku dengan
yang tertulis dalam buku lain, atau dengan hafalan Hadits.
f. Memperbandingkan Hadits dengan ayat-ayat al-Qur’an.
2. Contoh Kritik Hadis
Salah satu hadis menjadi sasaran kritik Prof. Ali Mustafa adalah hadis
tentang menuntut ilmu sampai ke negeri cina. Menurut beliau hadis ini termasuk
hadis yang lemah, yaitu hadis yang tidak bisa dijadikan landasan hukum yang
kuat. Untuk itu, di dalam melakukan kritik matannya, beliau banyak mengambil
pendapat-pendapat ulama hadis. Adapun kritik beliau lebih jelas, adalah sebagai
berikut:
a. Rawi dan Sanad
Hadis ini diriwayatkan Ibn ‘Adiy (w356H), Abu Nu’aim (w430H), al-
Khatib al-Baghdadi (w463H), Ibn ‘Abd al-Barr (w463H), Ibn Hibban
(w254H) dll. Semua menerima hadis tersebut dari al-Hasan bin ‘Atiyah, dari
Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman, dari Anas bin Malik, (dari Nabi SAW).
b. Kualitas Hadis
1) Ibnu Hibban mengatakan yang meriwayatkan hadis tersebut mengatakan
hadis ini bathil la ashla lahu (Batil, palsu, tidak ada dasarnya)
2) Al-Sakhawi mengulang kembali pernyataan Ibnu Hibban dalam kitabnya.
3) Sumber kepalsuan hadis adalah rawi Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman
4) al-Uqaili, al-Bukhari, al-Nasai dan Abu Hatim sepakat bahwa Abu ‘Atikah
Tarif bin Sulaiman tidak memiliki kredibitas sebagai rawi hadis.
5) Al-Sulaimani mengatakan Abu ‘Atikah dikenal sebagai Pemalsu Hadis
6) Imam Ahmad tidak mengakui ini sebagai Hadis Nabi.
c. Riwayat-riwayat Lain
Hadis tersebut ditulis kembali oleh Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-
Maudhua’at (Hadis-Hadis Palsu). Kemudian al Suyuti dalam kitabnya al-La’ali
al-Mashnu’ah fi al_Ahadits al-Maudhu’ah (sebuah kitab ringkasan dari kitab Ibn
al-Juazi ditambah komentar dan tambahan), mengatakan bahwa disamping sanad
di atas, hadis tersebut memiliki tiga sanad lain, sbb:
1) Riwayat Ibn Abd al-Barr dan al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman,
dengan sanad : Ahmad bin ‘Abdullah – Maslamah bin al-Qasim – Ya’qub
bin Ishaq bin Ibrahim al-Asqalani – ‘Ubaidah bin Muhammad al-Firyabi –
Sufyan bin ‘Uyainah – al-Zuhri – Anas bin Malik – (Nabi SAW).
2) Riwayat Ibn Karram dalam kitab al-Mizan (Mizan al-I’tidal fi Naqd al-
Rijal) karya al-Dzahabi, dengan sanad: Ibn Karram – Ahmad bin Abdullah
al-Juwaibari – al-Fadl bin Musa – Muhammad bin ‘Amir – Abu Salamah –
Abu Hurairah – (Nabi SAW)
3) Riwayat Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya al-Lisan (Lisan al-Mizan)
dengan riwayat sendiri yang berasal dari Ibrahim al-Nakha’i – Anas bin
Malik. Ibrahim berkata: “Saya mendengar Hadis itu dari Anas bin Malik”.
Kualitas ketiga sanad itu sebagai berikut:
a. Sanad ke-1, menurut Imam al-Dzahabi: “Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim al-
Asqalani adalah kadzdzab (pendusta)”
b. Sanad ke-2, Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari, adalah seorang pemalsu hadis.
c. Sanad ke-3, Ibn Hajar al-Asqalani yang meriwayatkan hadis tersebut
mengatakan “ Ibrahim al-Nakha’i tidak pernah mendengar apa-apa dari Anas
bin Malik”. Karena itu al-Nakhai adalah seorang pembohong.
3. Pemikiran Syuhudi Ismail

Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail disini merupakan pikirannya yang meliputi


prinsip-prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memahami hadis. 18

Berikut ini beberapa hal yang ditempuh Syuhudi Ismail dalam memahami hadis:

a. Memahami Hadis melalui Analisis Teks


Dalam memahami hadis, langkah pertama yang ditempuh oleh
Muhammad Syuhudi Ismail ialah melakukan analisis teks hadis dengan
mengidentifikasi bentuk matan hadis yang terdiri dari jami’ al-kalim (ungkapan
singkat padat makna), tamsil (perumpamaan), bahasa simbolik (ramzi), bahasa
percakapan (dialog), ungkapan analogi (qiyasi), dan lain-lain.

18
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/download/4517/2653
b. Memahami Hadis dengan Mempertimbangkan Konteks Hadis
Muhammad Syuhudi Ismail dalam hal memahami hadis juga melibatkan
konteks munculnya sebuah hadis. Maka, Syuhudi melihat konteks hadis menjadi
dua segi, yaitu pertama, dari segi posisi dan fungsi Nabi, lalu yang kedua, dari
segi situasi dan kondisi dimana suatu hadis muncul.
1. Posisi dan Fungsi Nabi
Muhammad Syuhudi Ismail melihat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat
diidentifikasi perannya dalam banyak fungsi, antara lain sebagai Rasululah,
kepala negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim, dan pribadi.
Kapasitas Nabi sebagai pemimpin misalnya dapat dilihat sebagai berikut:
Nabi Muhammad SAW berkata, “Senantiasa urusan (khilafah/pemerintahan) ini
di tangan suku Quraisy sekalipun tinggal dua orang dari mereka”.
Muhammad Syuhudi Ismail mengungkapkan bahwa hadis-hadis Nabi
yang menyangkut fungsi Nabi sebagai pemimpin berlakunya hanya secara
temporal, bukan universal. Yang menjadi qarinah (indikator) nya adalah ketetapan
yang ada dalam hadis-hadis diatas bersifat primordial, yakni sangat
mengutamakan orang Quraisy. Oleh karena itu, hadis- hadis tersebut tidak tepat
jika dimaknai secara tekstual apa adanya, karena akan bertentangan dengan hadis
Nabi yang lain. Jika hadis muncul ketika kapasitas Nabi sebagai Rasulullah maka
ketetapan yang ada dalam hadisnya menjadi wajib untuk diikuti, dan berlaku
secara universal. Jika selain itu (seperti sebagai manusia biasa, hakim, pribadi,
dan lain-lain) maka ketetapan yang ada dalam hadisnya bisa saja berlaku secara
temporal ataupun lokal.
2. Situasi dan Kondisi Dimana suatu Hadis Muncul
Hadis pada kemunculannya melibatkan situasi dan kondisi yang
mengitarinya. Situasi dan kondisi yang mengitari munculnya hadis ini dapat
secara tetap maupun berubah-ubah. Karenanya, dari sisi tersebut setidaknya
kemunculan hadis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang tetap dan yang
tidak tetap (berubah-ubah).
a. Konteks Situasi dan kondisi yang Tetap
Situasi dan kondisi yang melatarbelakangi kemunculan hadis
secara tetap maksudnya adalah tidak ada hadis lain yang muncul
dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Dari sini, Muhammad
Syuhudi Ismail ini masih membagi kembali menjadi dua, yaitu hadis
yang mempunyai sebab spesifik-khusus, dan ada pula hadis yang
mempunyai sebab yang umum, atau tidak secara khusus. Berikut
pembagian keduanya:
1. Hadis yang Mempunyai Sebab Khusus
Contoh hadis ini adalah sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Kalian lebih mengetahui urusan
dunia kalian.”.
Hadis tersebut mempunyai sebab khusus berupa asbāb al-
wurūd. Asbāb al-wurūd hadis tersebut adalah pada peristiwa petani
kurma yang sedang mengawinkan pohon kurmanya, lalu Nabi
lewat dihadapan petani tersebut.29 Dengan melihat sebab khusus
hadis tersebut, Muhammad Syuhudi Ismail menyimpulkan
pemahaman kontekstual diperlukan untuk memahaminya.
2. Hadis yang Tidak Mempunyai Sebab Khusus
Jika sebelumnya terdapat hadis yang mempunyai sebab
khusus, maka selanjutnya adalah hadis yang tidak mempunyai
sebab khusus. Karakter hadis ini adalah tidak ada sebab yang
spesifik berkaitan dengan hadis yang muncul, tetapi bisa dilihat
dari kondisi sosial secara luas dimasa Nabi hidup.
Contoh hadis ini adalah: Rasulullah SAW bersabda, “Kita
ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan
juga tidak menghitung satu bulan itu jumlah harinya segini dan
segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilan dan sekali
berikutnya tiga puluh hari”. Hadis tersebut muncul pada situasi
di zaman Nabi Muhammad dimana kondisi sosial saat itu
masih banyak orang tidak pandai pandai membaca, menulis,
dan melakukan hisab awal Bulan Qamariah. Fakta tersebut
tentu berbeda dengan kenyataan di masa kini bagaimana telah
banyak dijumpai orang yang pandai membaca, menulis, dan
melakukan hisab awal bulan. Bahkan sudah ada yang bisa
memanfaatkan teknologi yang sangat canggih untuk
mengetahui berlangsungnya awal Bulan Qamariah.
Adanya maksud hadis tanpa didahului sebab tertentu ialah
karena hadis tersebut muncul tidak terikat oleh konteks situasi
dan kondisi saat itu. Hadis-hadis yang dijadikan Muhammad
Syuhudi Ismail contoh diatas lebih bersifat informatif, sehingga
keberlakuannya bisa secara universal maupun temporal.
Tergantung dari pemaknaannya, apakah tekstual ataukah
kontekstual, karena memang tidak terikat oleh konteks saat itu
yang membuat pemahamannya lebih fleksibel.
b. Konteks Situasi dan Kondisi yang Berubah
Hadis yang muncul dalam situasi dan kondisi yang berubah (tidak
tetap) ini merupakan beberapa hadis yang membahas satu problem
yang sama, akan tetapi secara waktu munculnya berbeda, juga
kandungan hukum didalamnya. Contohnya ialah sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendatangi tempat buang
hajat, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan pula
membelakanginya. Saat buang air besar atau buang air kecil, tetapi
menghadaplah ke timur atau ke barat.”.
Kemudian ada hadis lain yang berbunyi:
Dari Abdullah bin Umar berkata, “Sungguh, aku pernah naik ke atas
loteng rumah, lalu aku melihat Rasulullah SAW duduk di atas dua batu
dengan menghadap ke Baitul Maqdis saat buang air besar”.

Kedua hadis tersebut memaparkan problem yang sama, tetapi


mengandung makna yang berbeda. Dari pernyataan tersebut lalu
menimbulkan kesan bahwa ada terdapat pertentangan antar hadis.
Muhammad Syuhudi Ismail dalam menyelesaikan hadis-hadis yang
tampak bertentangan tersebut, lalu menggunakan metode al-Jam’u wa
at-Taufīq. Hadis pertama yang melarang buang hajat menghadap kiblat
adalah untuk konteks membuang hajat di ruang terbuka. Sedangkan
hadis kedua, jika buang hajat dilakukan di ruang tertutup (seperti
kamar mandi/wc) tidak berlaku larangan tersebut. Dengan kata lain,
Syuhudi Ismail berupaya mendudukkan hadis sesuai konteksnya
masing-masing.

Secara umum dari kajian diatas, menunjukkan bahwa memahami


hadis dengan mengaitkan latar belakang terjadinya sangat penting
dilakukan. Tidak hanya serta-merta mengaplikasikan tanpa
mengetahui sebab-sebab yang mendasari munculnya suatu hadis. Dari
sini dapat dikatakan pemahaman hadis dengan melibatkan latar
belakang ini erat berkaitan dengan aspek konteks dalam hermeneutika.

Poin pertama yakni Hadis yang mempunyai sebab khusus termasuk


mikro. Sedangkan hadis yang tidak mempunyai sebab khusus dan yang
berkaitan dengan keadaan sedang terjadi termasuk makro. Selain itu,
dalam melihat konteks munculnya hadis, Muhammad Syuhudi Ismail
terlihat menggunakan ijtihād (rasio) dalam mengaitkannya dengan
latar belakangnya. Baik itu secara sosial, budaya, geografis, IPTEK,
dan lain-lain yang secara logis berkaitan.

D. Telaah Karya Syuhudi Ismail dan KH. Ali Mustafa Ya’qub


Selain berkontribusi besar dalam menghidupkan kajian hadis di lembaga
pendidikan pesantren, KH. Ali Mustafa Ya’qub juga berkontribusi besar terhadap
perkembangan sumber kajian dan literatur hadis. Melalui karya-karyanya, studi
dan pemikiran hadis di Indonesia bergerak dinamis menuju ke arah yang positif.
Ali Mustafa Yaqub berkontribusi besar terhadap perkembangan studi hadis di
Indonesia sedikitnya dalam tiga cabang keilmuan hadis; yaitu Takhrij al-Hadits,
Naqd al-Hadits, dan Fiqh al-Hadits.

Pertama, Takhrij al-Hadits (penelitian hadis). Secara khusus Ali Mustafa


tidak menulis karya tentang konsep atau metodologi penelitian hadis. Dalam
materi pengajaran takhrij hadis, KH. Ali Mustafa Ya’qub tidak menyiapkan diktat
khusus, beliau mencukupkan buku panduannya (muqarrar) kepada buku karya
Mahmud al-Thahhan yang berjudul Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid.
Tetapi secara praktis dan aplikatif, Ali Mustafa menulis beberapa karya terkait
kajian takhrij hadis, antara lain buku Hadis-Hadis Bermasalah dan Hadis-Hadis
Palsu Seputar Ramadhan. Kedua buku ini penyajian dan metode penulisannya
sangat berpedoman pada studi takhrij hadits. Kajiannya yang sangat kritis dan
mendalam, membuat kedua buku itu selalu dicari dan diburu oleh banyak orang.19

KH. Ali Mustafa Yaqub termasuk tokoh awal yang mengenalkan dan
menerapkan kajian takhrij hadis di Indonesia secara independen melalui karya
Mahmud Thahhan di Indonesia. Sebab apabila dilacak secara historis, kajian
takhrij hadis di Indonesia mengacu pada dua buku, pertama buku Metodologi
Penelitian Hadis Nabi karya Syuhudi Isma’il yang diterbitkan pada tahun 1992.
Kedua, buku Metode Takhrij Hadis karya Said Aqil Husein al-Munawwar dan
Ahmad Rifqi Muchtar terjemahan dari kitab Turuq Takhrij Hadits Rasululillah
SAW karya Abu Muhammad Abd al-Muhdi bin Abd al-Qadir bin Abd al-Hadi
tahun 1994. KH Ali Mustafa Ya’qub sudah berkiprah di Indonesia sejak tahun
1985 di Institute Ilmu al-Qur’an (IIQ) untuk mata kuliah Hadis dan Ilmu Hadis
yang kemudian mengukuhkannya sebagai Guru Besar pada tahun 1998. Rentang
waktu ini, Ali Mustafa, Syuhudi Isma’il dan Said al-Munawwar menjadi perintis
awal studi takhrij di Indonesia.

Kedua, Naqd al-Hadits (kritik hadis). Ada banyak karya Ali Mustafa
Yaqub yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan hadis di Indonesia
khususnya dalam bidang kritik hadis, sebut saja antara lain buku Kritik Hadis,
Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Hadis, Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan
Hukum Islam, dua buku terjemah yang berjudul Hadis Nabawi dan Sejarah
Kodifikasinya dan Menguji Keaslian Hadis-Hadis Hukum, dan lain-lain, yang
selalu dijadikan sumber rujukan banyak orang khususnya di Perguruan Tinggi.
Oleh sebab itu, Muhajirin menyatakan, KH. Ali Mustafa Ya’qub dengan Syuhudi

19
Ali Wafa, Kiai Ali Mustafa Yaqub: Penggagas Kajian Hadis di Indonesia, hal. 15
Isma’il sangat terkenal dan dikenal dengan berbagai kreatifitas intelektualnya
dalam bidang hadis, bahkan hingga sekarang karya-karyanya masih banyak
dijadikan referensi.20

Ketiga, Fiqh al-Hadits (pemahaman hadis). Satu karya penting dalam


bidang fiqh al-hadits yang ditulis KH. Ali Mustafa Ya’qub adalah kitab yang
berjudul al-Turuq al-Shahihah fi Fahm al-Sunnah al-Nabawiyah yang
diterjemahkan dengan judul Cara Benar Memahami Hadis. Menurut beliu dewasa
ini banyak orang salah kaprah dalam memahami hadis karena tidak tahu metode
pemahaman hadis yang benar. Lebih jauh, karena pemahaman yang keliru itu,
dapat menjadikan orang sesat dan menyesatkan. Di antara cara keliru dalam
memahami hadis yang disorot KH. Ali Mustafa adalah memahami hadis hanya
dipandang dari aspek zhahir atau tekstualnya saja, cara seperti ini bisa keliru dan
bahkan bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, selain dipandang secara tekstual,
hadis juga harus dipandang secara kontekstual agar tidak salah dan keliru dalam
memahami hadis.21

20
Ali Wafa, Kiai Ali Mustafa Yaqub: Penggagas Kajian Hadis di Indonesia, hal.14
21
Ali Wafa, Kiai Ali Mustafa Yaqub: Penggagas Kajian Hadis di Indonesia, hal.15
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Di Indonesia, Muhammad Syuhudi Ismail dikenal sebagai seorang
mubaligh, tokoh masyarakat, dan ilmuan Islam yang memiliki akar tradisi
intelektual yang sangat kuat, menguasai berbagai bidang ilmu keislaman serta
memiliki dedikasi tinggi terhadap pengembangan ilmu hadis di Indonesia.
Pemikirannya yang berkaitan dengan pengembangan kajian hadis banyak
diartikulasikan melalui sejumlah buku, artikel dan makalah yang dituliskannya
melalui media lokal dan nasional.Tidak kurang dari 164 judul karya ilmiah yang
dihasilkannya, baik dalam bentuk risalah ilmiah, buku, hasil penelitian,
nota/catatan, makalah, naskah pidato, artikel, skripsi dan disertasi. Karya yang
dihasilkannya tidak hanya terbatas dalam bidang hadis, akan tetapi termasuk
dalam bidang fiqh, ilmu falak, pemikiran, dan bidang-bidang ilmu lain. Ditambah
lagi tiga buah karya berjilid dan tiga belas sumbangan maklumat untuk
Ensklopedi Islam. Di antara karya-karya Syuhudi tersebut, sekitar delapan buah
telah menjadi buku utama dalam mata pelajaran hadis dan ilmu hadis di seluruh
Fakultas Agama di Indonesia, khususnya jurusan Ilmu Hadis atau Tafsir Hadis,
misalnya Pengantar Ilmu Hadis (1987) dan Ulumul Hadis (1992).

Kiai Ali Mustafa Yaqub adalah seorang muhaddis dalam arti terminologis,
di samping banyak undangan menjadi narasumber tingkat Internasional yang
dihadirinya untuk bicara soal hadis dan topik kontemporer lainnya, bahkan Prof
Nasaruddin Umar menyebutnya sebagai kamus hadis berjalan. Kontribusi
pemikiran Kiai Ali Mustafa Yaqub cukup mewarnai corak keberagaman sebagian
kaum muslimin Indonesia. Hadis-hadis bermasalah yang beredar di masyarakat,
kritik haji berulang-ulang, isu LGBT, radikalisme dan terorisme, dan aktivitas
ibadah yang tidak jelas sumber hadisnya menjadi objek kritisnya.
Dalam hal mendefinisikan hadis dan sunnah, beliau lebih banyak
mengambil pendapat ulama hadis dan ulama fikih. Menurut ulama hadis, sunnah
lebih umum daripada hadis karena sunnah mencakup perkataan, perbuatan,
ketetapan, dan sifat-sifat nabi. Sedangkan menurut ulama fikih, sunnah hanya
mencakup tiga hal, yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi. Adapun hadis
adalah sifat-sifat Nabi saw. Menurut Imam Syafi’i, setiap sunnah adalah hadis,
tetapi tidak semua hadis adalah sunnah. Sunnah adalah hadis-hadis yang shahih.
Adapun kedudukan hadis, menurut beliau ada tiga kedudukan hadis di dalam
Islam. Yakni sebagai penjelas Al-Qur’an, sebagai pendukung ketetapan Al-
Qur’an, dan sebagai sumber hukum Islam.

Selain berkontribusi besar dalam menghidupkan kajian hadis di lembaga


pendidikan pesantren, KH. Ali Mustafa Ya’qub juga berkontribusi besar terhadap
perkembangan sumber kajian dan literatur hadis. Melalui karya-karyanya, studi
dan pemikiran hadis di Indonesia bergerak dinamis menuju ke arah yang positif.
Ali Mustafa Yaqub berkontribusi besar terhadap perkembangan studi hadis di
Indonesia sedikitnya dalam tiga cabang keilmuan hadis; yaitu Takhrij al-Hadits,
Naqd al-Hadits, dan Fiqh al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA

Cholidah, Ni’ma Diana. 2011. KONTRIBUSI ALI MUSTAFA YAQUB TERHADAP


PERKEMBANGAN KAJIAN HADITS KONTEMPORER DI INDONESIA. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Nurdin, Nasrullah. 2020. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A.: Muhaddis Nusantara
Bertaraf Internasional. Artikel.
https://www.researchgate.net/publication/325149846_Prof_Dr_KH_Ali_Mustafa
_Yaqub_MA_Muhaddis_Nusantara_Bertaraf_Internasional diakses pada 27
maret 2020
Ali Wafa. 2017. KIAI ALI MUSTAFA YAQUB: PENGGAGAS KAJIAN HADIS DI
INDONESIA. Artikel. Malaysia: International Islamic University College
Selangor
Ilyas, Fithriady dan Ishak. MUHAMMAD SYUHUDI ISMAIL (1943-1995); TOKOH
HADIS PROLIFIK, ENSIKLOPEDIK DAN IJTIHAD. Jurnal Ilmiah ISLAM
FUTURA. Vol 17, no. 1, Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai