Allah SWT sebagai pencipta lebih mudah dipahami dibandingkan memahami Allah
sebagai Malik dan Ilah. Hal ini disebabkan karena memahami Allah sebagai Malik memiliki
berbagai konsekuensi diantaranya konsekuensi pengabdian melaksanakan perintah-Nya,
konsekuensi menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang paling dicintai, konsekuensi
menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa diri, dan sebagainya. Konsekuensi inilah yang
biasanya menjadi kendala bagi kita untuk memahami Allah secara menyeluruh. Dalam
memahami dan mengenal Allah, kita sebaiknya berkeyakinan bahwa Allah sumber ilmu dan
pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut berfungsi sebagai pedoman hidup. Dan sebagai sarana hidup.
Dengan keyakinan itu maka kita akan lebih mudah untuk memahami Allah dan juga memiliki
kepribadian yang merdeka dan bebas, karena kita hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
penguasa diri kita, seluruh makhluk bagi kita memiliki posisi yang sama. Sama-sama hamba
Allah jadi kita tidak akan takut kepada selain Allah.
Bila seseorang itu sudah kenal Allah, barulah apabila dia berpuasa, puasanya sampai
kepada Allah. Apabila dia sholat, sholatnya sampai kepada Allah. Apabila dia berzakat, zakatnya
sampai kepada Allah. Apabila dia menunaikan haji, hajinya sampai kepada Allah SWT. Apabila
dia berjuang, berjihad, bersedekah dan berkorban, serta membuat segala amal bakti, semuanya
akan sampai kepada Allah SWT.Karena itulah,makrifatullah (Mengenal Allah) ini amat penting
bagi kita. Jika kita tidak kenal Allah, kita bimbang segala amal ibadah kita tidak akan sampai
kepada-Nya, ia menjadi sia-sia belaka. Boleh jadi kita malah hanya akan tertipu oleh syaitan
saja. Kita mengira amalan yang kita perbuat sudah kita persembahkan pada Allah, padahal itu
adalah jebakan syaitan. Ini karena kita tidak mengenal Allah, sehingga kita tidak mampu
membedakan ilah(tuhan) yang kita ikuti, apakah itu Allah, atau syaitan yang menipu daya. Sebab
itulah mengenal Allah itu hukumnya fardhu 'ain bagi tiap-tiap mukmin.
Mengenal Allah dapat kita lakukan dengan cara memahami sifat-sifat-Nya. Kita tidak
dapat mengenal Allah melalui zat-Nya, karena membayangkan zat AllaH itu adalah suatu
perkara yang sudah di luar batas kesanggupan akal kita sebagai makhluk Allah. Kita hanya dapat
mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya. Untuk memahami sifat-sifat Allah itu, kita
memerlukan dalil aqli dan dalil naqli.
b. Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya.(QS. Adz Dzariyat (51)
c. Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena berhubungn dengan manfaat yang
diperolehnya yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, dengan kedua hal tersebut akan
memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan yang hakiki.
Bagaimana ciri-ciri orang yang mengenal Allah? Kalau orang yang mengenal Allah
setiap dia mengalami suatu masalah pasti masalah itu akan dikembalikan kepada Allah, berdoa
dan mengadu kepada Allah karena hanya kepada Allahlah kita akan kembali.Anda dapat
mengenal Allah melalui Al-Qur’an, bahkan ada satu surat di mana Allah menjelaskan siapa diri-
Nya, coba anda lihat Al-Qur’an surat Maryam – 65 yang berbunyi :
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi, dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada
seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah?)”
Betapa indah dan tegasnya ayat tersebut, bahkan selain menjelaskan tentang siapa Allah ayat
tersebut juga menjelaskan apa kewajiban kita sebagai seorang hamba kepada Sang Pencipta yaitu
beribadah kepada-Nya.
Ada beberapa cara kita mengenal Allah dan meyakini bahwa Allah lah yang Maha Esa
hanya Allah lah yang kita sembah tiada yang lain, maka hal-hal yang perlu kita ketahui yaitu:
a. Kita diberi Akal dan Fitrah oleh Allah serta penglihatan dan penglihataan bahwa hanya
Allah lah yang bisa memberikan itu.
b. Meyakini bahwa seluruh jagat raya beserta alam semesta beserta isinya hanya Allah Yang
menciptakan.
c. Meyakini dan mempercayai Nabi dan rasul adalah utusan Allah yang diberi mu’jizat oleh
Allah untuk menunjukkan kenabian.
d. Meyakini dan mengenal nama-nama ALLAH Melalui Asmaul Husna (QS. Al Mu’minun
(40) : 62, QS. Al Baqarah (2) : 284)
Hasil dari mengenal Allah adalah peningkatan iman dan taqwa sehingga muncul beberapa hal di
bawah ini:
Semua sifat di atas merupakan bibit kekafiran kepada Allah yang harus dibersihkan dari hati dan
pemahaman. Kekafiran yang menyebabkan Allah mengunci hati, menutup mata dan telinga
manusia serta menyiksa mereka di neraka akibat perbuatan mereka. Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dari kejahatan itu dan ia tidak mendapat
pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah” (QS. An-Nisa: 123)
1. Metode iqtirof
merupakan kita sebagai manusia membuktikan dengan melihat ciptaan Allah SWT. Contohnya
adanya laut, adanya manusia, pohon, gunung dan lain sebagainya.
2. Metode Inayah
Kita sebagai manusia memperhatikan keindahan ciptaan Allah SWT tersebut,contohnya Adanya
laut dan setelah kita amati dalam jangka waktu yang lama,kenapa air laut bisa asin. Hal itu tidak
mungkin air laut asin sendiri, semata – mata hanya ada kekuatan Allah Lah maka hal itu bisa
terjadi.
Dengan berdasarkan dalil aglinya yang didapat dari pemikiran manusia mengenai hal-hal
mengetahui bahwa Allah itu Ada.
1. Kita bisa melihat dengan adanya wahyu Allah dalam Al_Qur’an surat Al-Iklas
(bahwa Allah itu satu)
2. Bahwa Allah itu mengutus para nabi dan rasul ke dunia untuk menyampaikan kepada umat
manusia agar mengerjakan perintah Allah
4. Khauf (rasa takut) . Perasaan takut juga bisa membuktikan bahwa Allah itu benar-benar
ada.
Rasa takut adalah kondisi jiwa yang tersiksa karena disebabkan takut kepada Allah. Contoh: bila
kita dalam suatu penerbangan pesawat,seorang pramugari mengumumkan bahwa akan
mengalami cuaca buruk,maka semua penumpang tentulah ketakutan dan akan menyebut nama
nama Allah serta meminta pertolongan.hal itu membuktikan dengan adanya Allah. jika anda
melakukan ibadah harus didasari rasa takut kepada Allah bukan kepada atasan atau bos di kantor
dimana ibadah dilakukan karena bos di kantor rajin shalat jadi shalatnya supaya dilihat oleh bos
bukan karena takut kepada Allah, Allah berfirman,“Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS.Ali Imron: 17 5)
Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode
ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan
dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada
analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab
agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping
itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang
telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan
percobaan empiris.
Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat
diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena
dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang sama.
Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak
terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori
yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk
mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat bahwa
kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap
pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak
sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun
tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force),
“Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang
mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak mampu
memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi
yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan
bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu
pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu
pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang
lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir dan asli,
sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu
pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti
ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh
bidang lain.
Para sarjana masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang
nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan: Kenyataan yang diamati
adalah satu-satunya “ilmu” dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak
dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang ghaib oleh orang
mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati. Hal ini tidak berarti satu
kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang
tidak dapat diamati oleh para sarjana. .
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal”
yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula
bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk
kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta
Alam. Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya
Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu
yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian
luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam
bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua
termodinamika” (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan
berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan
perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum
tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi
tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari
keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh
keseimbangan antara “energi yang ada” dengan “energi yang tidak ada”.
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta
kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali.
Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan
hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang
menciptakan alam yaitu Tuhan.
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar
240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua
puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari
berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya
sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan
planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan
planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di
samping itu masih ada ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya.
Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan
edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.
Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan
berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan
menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan
mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam
tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga
menggunakan metode lain yaitu “dalil inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya
Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah
Daradjat, 1996:78-80).
C. HAKEKAT KETUHANAN (FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM)
Filsafat adalah study tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara
persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Dalam filsafat Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,
Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi
semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia ituwahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-
Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husnaartinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah,
nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling
terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha
Penyayang" (ar-rahim)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia
menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di
atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang di ridhoi-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah
oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi
Filsafat ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang
berdasar al-Qur’an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar
ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi
berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
1. Filsafat ketuhanan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
Menurut para mufasir (ahli agama), melalui hadis al-Qur’an (Al-’Alaq [96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal
termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’an adalah wahyu Allah,
sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah tentang diri-
Nya”
Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri
manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172).
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-
A’raf [7]:172).
Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji
keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi.
Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia
memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat
keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8
artinya : Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya
kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk
(menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu
itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka" surah Az-
Zumar [39]:8.dan surah Luqman [31]:32.
Artinya : Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (surah
Luqman [31]:32).
2. Filsafat Tuhan berdasar spekulasi
spekulasi adalah membuat suatu keputusan dengan pengetahuan dan pengalaman yang
kita miliki dan keyakinan untuk mendapatkan yang diinginkan, dengan pemikiran yang matang
walaupun kadang hasil yang diterima tidak sesuai harapan.
Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan
tersebut belum sampai mengubah Al-Qur’an. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk
menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai dari berfikir rasional
hingga agnostisisme (ada teorinya) dan lainnya dan juga ada sebagian yang bertentangan dengan
konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh ulama terutama ulama syariat.
Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati perintah
Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya kepada Allah,
ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan
dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.
1. Pengaruh Tauhid terhadap kehidupan seorang muslim:
Tauhid adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid yang kuat, maka seorang
muslim akan mampu menjalankan proses penghambaannya kepada Allah tanpa merasa berat dan
terpaksa, karena hanya satu tujuan mereka hidup yaitu keinginan mereka untuk bertemu dengan
tuhannya Allah SWT.
Implementasi penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut terwujud dalam berbagai
aspek kehidupan seorang muslim, mulai hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam. Ketiga hubungan
tersebut akan terwujud secara selaras dan harmonis, karena memang itulah perintah Allah.
Dengan mempunyai aqidah yang kuat, maka seluruh rintangan hidup dapat dilaluinya dengan
baik dan ringan.
Di era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global, seorang muslim harus
mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan dan pengaruh global yang dating
banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-tauhid. Manakala seorang muslim dihadapkan
pada kesenangan dunia sebagai muatan dunia kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng
untuk mempertahankan diri dari arus negative globalisasi tersebut
2. Hal yang Merusak Sikap Tauhid dan Penerapan Tauhid dalam Kehidupan
a. Hal yang merusak sikap tauhid
Sikap tauhid merupakan sikap mental hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap ini
mudah berubah-ubah. Adapun hal-hal yang dapat mengurangi sikap tauhid, yaitu:
1. Penyakit riya
Kelemahan ini pun disinyalir oleh Allah sendiri didalam Al-Qur’an sebagai peringatan bagi
manusia. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya proses terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapatkan kegagalan
lekas berputus asa. Bila mendapatkan kemenangan cepat menepuk dada”. (Al-Ma’aarij: 19-21)
2. Penyakit ananiah (egoism)
Kemungkinan kedua bagi mereka yang belum stabil sikap pribadinya, selain sikap riya ialah
manusia menempuh jalan pintas. Rasa tidak pasti tadi diatasinya dengan mementingkan diri
sendiri. Namun sifat ini tidak akan tumbuh didalam pribadi yang mau beribadah ihsan dan
khusyu.
3. Penyakit takut dan bimbang
Rasa takut ini biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum terjadi. Adapun
cara mengatasi rasa takut ini ialah dengan tawakal’alallah artinya mewakilkan perkara yang kita
takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan pemecahan masalah tersebut.
4. Penyakit Zhalim
Zhalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang tidak
semestinya.
5. Penyakit hasad atau dengki
Hasad tumbuh dihati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain. Sikap ini
biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling berhak
mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang kebetulan lebih
beruntung, ia merasa tersaingi.
DAFTAR PUSTAKA
file:///D:/MAKALAH%20KONSEP%20KETUHANAN%20DALAM%20ISLAM
%20%20Tugasku4u.htm
Pringgabaya, Konsep Ketuhananhttp://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-
ketuhanan.html (diakses pada 24 September 2011)