Anda di halaman 1dari 20

BAB I

TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN


(FILSAFAT KETUHANAN)
A. Pentingnya Mengenal Tuhan
1. SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang
bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal
teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah
sebagai berikut:
 Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada
pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana(Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan
gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai
sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.
 Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu
yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang
selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
 Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut
dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang
bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi
angin dan lain sebagainya.
 Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu
dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui
Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).
 Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme
hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme
ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller
dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya
rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan
pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka
berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme
menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau
wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam
kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan
bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan
monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2.  SIAPAKAH TUHAN ITU
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-
Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: “Dan
Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan
nol atau atheisme tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-
Quran sebagai berikut: Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah
memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah
ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan
terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya
hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :


Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-qur’an, yaitu
pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
 Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.
Bagi al-kindi, agrumen yang dibawa al-qur’anitu lebih meyakinkan dari pada agrumen yang
dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan al-qur’an tidaklah bertentangan kebenaran yang
diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat. Mempelajari
filsafat dan berfilsafat tidaklah dilarang, klarena teologi (ilmu kalam) adalah bagian dari
filsafat.umat islam pun menurut filsufini diwajibkan mempelajari filsafat
Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar atau baths an al-haqq (knowledge of
thruth). Dari sinilah kita bisa melihat persamaan atau filsafat dari agama. Tujuan agama dan
tujuan filsafat adalah sama yaitu menerangka apa yang benar dan apa yang baik. Agama,
disamping wahyu, juga menggunakan akal sebagai mana filsafatmenggunakan akal. Adapun
kebenaran peratama menurut al-kindi, ialah tuhan (allah). Dialah the first truth. Dengan demikian
filsafat membahas soal tuhan, agama t tentang tuhan. Dialam ini terdapat benda benda yang di
tangkap oleh panca indera yang merupaka juz’iyyat yang tiada terhingga itu akan tetapi yang
terpenting adalah hakikat yang terdapat didalam juz’iyyat itu yaitu yang disebut kulliyyat, atau
universal, definisi. Tiap benda mempunyai dua hakikat. PERTAMA, hakikat sebagai juz’iyy
disebut an-niya. KEDUA, hakikat sebagai kulliyah yang disebut ma’niyyah, yaitu hakikat yang
bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Tuhan dalam filsafat al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah maupun ma-
hiyyah. Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang ada dialam. Ia pencipta alam, ia
tidak tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang wa al-shurah). Tuhan juga tidak
mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena tuhan tidak merupakan genus atau spesies.
Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa dengan-Nya,. Ia adalah unik, ia adalah yang benar
pertama dan yang maha benar. Ia hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya
mengandung arti banyak.
Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi al-kindi adalah pencipta dan bukan penggerak
pertama seperti pendapat aristoteles. Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi
mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat plotenus yang
mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari ala mini dan sumber dari segala yang ad.
Alam ini adalah emanasi atau pancaran dari yang maha satu.
3. TUHAN MENURUT AGAMA WAHYU
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman
serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib,
sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai
hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul
kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
1.  QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu,
yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka
telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan
konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya,
Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai
Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang
ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama
dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat
besar.
2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah
nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah
diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran
diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum
Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-
Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat
46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran,
sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan
kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah.
Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut
al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak
pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain.
Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa
manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu
akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
4. Tauhid.
Dinamakan ilmu tauhid karena bagian utama ilmu ini adalah mengenai keesaan Allah
yang menjadi dasar ajaran Islam. Ilmu ini disebut juga sebagai ilmu ushul (fundamen agama)
atau ilmu aqidah. Terkait penggunaan dalil aqliyah (akal) dan dalil naqliyah (Al-Quran dan
Hadits), ilmu ini juga disebut dengan ilmu kalam.
Makna dasar tauhid adalah pengetahuan bahwa sesuatu itu satu. Adapun dalam kaca
pandang agama, tauhid ialah ilmu yang mengaji tentang penetapan aqidah keagamaan dengan
menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan. Syekh Ibrahim ibn Muhammad al-Baijuri
dalam Tuhfatul Murid ‘ala Jawharatit Tauhid mendefinisikannya sebagai: “Ilmu Tauhid adalah
ilmu yang dengannya mampu menetapkan aqidah-aqidah keagamaan yang diperoleh dari dalil-
dalil meyakinkan.” 
5. Hukum Mempelajarinya Ilmu Tauhid
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil
yang pasti, dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah—sifat-sifat yang sempurna; dan
menyucikan Allah dari sifat-sifat kekurangan yang dimiliki makhluk, serta dan membenarkan
risalah seluruh rasul-rasul-Nya. Dengan ilmu Tauhid kita terhindar dari pengaruh aqidah-aqidah
yang menyeleweng dari kebenaran. Dan dengan demikian semakin mengukuhkan paham aqidah
mayoritas umat Islam di dunia, yakni Ahlussunnah wal Jamaah, dengan dua imamnya yang
utama, Imam Abul Hasan Al-Asyari (w. 324 H), dan Imam Abu Manshur Al-Maturidy (w. 333
H). 
Adapun hal yang dibicarakan atau objek pembahasan dalam ilmu tauhid adalah dzat
Allah dan dzat para rasul-Nya, dilihat dari segi apa yang wajib (harus) untuk Allah dan Rasul-
Nya, apa yang mungkin, dan apa yang jaiz (bisa atau tidak bisa). Kemuliaan ilmu dinilai dari
materi yang dibahas. Ilmu tauhid memiliki kedudukan istimewa daripada ilmu lainnya karena
pembahasan ilmu ini berkaitan dengan dzat Allah dan Rasul-Nya.
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang mukallaf, meskipun
hanya mengetahuinya dengan dalil-dalilnya yang global. Adapun mempelajari ilmu tauhid
dengan dalil yang terperinci hukumnya adalah fardhu kifayah.
Apabila ilmu tauhid sudah meresap ke dalam jiwa, maka akan tumbuh perasaan puas,
rela, dan bahagia atas pemberian dan ketentuan Allah, sehingga jiwa menjadi tenang dan
tenteram. Jiwa juga memiliki harga diri dan menghargai orang lain, dan memiliki rasa kasih
sayang kepada sesama manusia. Dalam ranah keimanan kepada Allah secara umum setiap
mukallaf wajib meyakini sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi-Nya. Para ulama dalam kitab-
kitabnya secara global menyebutkan beberapa kewajiban keimanan seorang muslim sebagai
berikut:
1. Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah pasti bersifat dengan segala
kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya.
2. Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah mustahil bersifat dengan segala sifat
kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
3. Meyakini secara mantap tanpa keraguan bahwa Allah boleh saja melakukan atau
meninggalkan segala hal yang bersifat jaiz (mumkin), seperti menghidupkan manusia dan
membinasakannya.
6. Pentingnya Mengenal Allah
Ma’rifatullah adalah bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu Ma’rifah dan Allah.
Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah yang diajarkan kepada manusia adalah
mengenal melalui hasil penciptaannya bukan melalui zat Allah. Karena akal kita memiliki
keterbatasan untuk memahami seluruh ilmu yang ada di dunia ini, apalagi zat Allah.

Dalam kitab dikatakan, awaluddin makrifatullah (awal-awal agama ialah mengenal


Allah). Apabila seseorang itu tidak mengenal Allah, segala amal baktinya tidak akan sampai
kepada Allah SWT. Sedangkan, segala perintah suruh yang kita buat, baik yang
berbentuk fardhu maupun sunat, dan segala perintah larang yang kita jauhi, baik yang
berbentuk haram maupun makruh, merupakan persembahan yang hendak kita berikan kepada
Allah SWT. Kalau kita tidak kenal Allah SWT, maka segala persembahan itu tidak akan sampai
kepada-Nya. Ini berarti, sia-sialah segala amalan yang kita perbuat.

Allah SWT sebagai pencipta lebih mudah dipahami dibandingkan memahami Allah
sebagai Malik dan Ilah. Hal ini disebabkan karena memahami Allah sebagai Malik memiliki
berbagai konsekuensi diantaranya konsekuensi pengabdian melaksanakan perintah-Nya,
konsekuensi menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang paling dicintai, konsekuensi
menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa diri, dan sebagainya. Konsekuensi inilah yang
biasanya menjadi kendala bagi kita untuk memahami Allah secara menyeluruh. Dalam
memahami dan mengenal Allah, kita sebaiknya berkeyakinan bahwa Allah sumber ilmu dan
pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut berfungsi sebagai pedoman hidup. Dan sebagai sarana hidup.
Dengan keyakinan itu maka kita akan lebih mudah untuk memahami Allah dan juga memiliki
kepribadian yang merdeka dan bebas, karena kita hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
penguasa diri kita, seluruh makhluk bagi kita memiliki posisi yang sama. Sama-sama hamba
Allah jadi kita tidak akan takut kepada selain Allah.

Bila seseorang itu sudah kenal Allah, barulah apabila dia berpuasa, puasanya sampai
kepada Allah. Apabila dia sholat, sholatnya sampai kepada Allah. Apabila dia berzakat, zakatnya
sampai kepada Allah. Apabila dia menunaikan haji, hajinya sampai kepada Allah SWT. Apabila
dia berjuang, berjihad, bersedekah dan berkorban, serta membuat segala amal bakti, semuanya
akan sampai kepada Allah SWT.Karena itulah,makrifatullah (Mengenal Allah) ini amat penting
bagi kita. Jika kita tidak kenal Allah, kita bimbang segala amal ibadah kita tidak akan sampai
kepada-Nya, ia menjadi sia-sia belaka. Boleh jadi kita malah hanya akan tertipu oleh syaitan
saja. Kita mengira amalan yang kita perbuat sudah kita persembahkan pada Allah, padahal itu
adalah jebakan syaitan. Ini karena kita tidak mengenal Allah, sehingga kita tidak mampu
membedakan ilah(tuhan) yang kita ikuti, apakah itu Allah, atau syaitan yang menipu daya. Sebab
itulah mengenal Allah itu hukumnya fardhu 'ain bagi tiap-tiap mukmin.

Mengenal Allah dapat kita lakukan dengan cara memahami sifat-sifat-Nya. Kita tidak
dapat mengenal Allah melalui zat-Nya, karena membayangkan zat AllaH itu adalah suatu
perkara yang sudah di luar batas kesanggupan akal kita sebagai makhluk Allah. Kita hanya dapat
mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya. Untuk memahami sifat-sifat Allah itu, kita
memerlukan dalil aqli dan dalil naqli. 

Dalil aqli (kauniyah) adalah dalil yang bersumber dari akal (aqli dalam bahasa Arab =


akal). Dalil naqli (qauliyah) adalah dalil yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-
Sunnah. Melalui dalil aqli (kauniyah) dan dalil naqli (qauliyah) ini sajalah kita dapat mengenal
Allah. Tanpa dalil-dalil itu, kita tidak dapat mengetahui sifat-sifat Allah, dan kalau kita tidak
mengetahui sifat-sifat Allah, berarti kita pun tidak mengenal Allah.

Pentingnya Mengenal Allah

a. Ma’rifatullah merupakan ilmu tertinggi yang harus dipahami manusia. Hakikat


ilmu      adalah   memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah
ilmu tertinggi sebab jika dipahami memberikan keyakinan yang dalam. Memahami
Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya
yang terang yaitu keimanan. (QS. Luqman (31) : 18).

b. Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya.(QS. Adz Dzariyat (51)

c. Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena berhubungn dengan manfaat yang
diperolehnya yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, dengan kedua hal tersebut akan
memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan yang hakiki.

B.    Cara mengenal Allah

Bagaimana ciri-ciri orang yang mengenal Allah? Kalau orang yang mengenal Allah
setiap dia mengalami suatu masalah pasti masalah itu akan dikembalikan kepada Allah, berdoa
dan mengadu kepada Allah karena hanya kepada Allahlah kita akan kembali.Anda dapat
mengenal Allah melalui Al-Qur’an, bahkan ada satu surat di mana Allah menjelaskan siapa diri-
Nya, coba anda lihat Al-Qur’an surat Maryam – 65 yang berbunyi :

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi, dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada
seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah?)”

Betapa indah dan tegasnya ayat tersebut, bahkan selain menjelaskan tentang siapa Allah ayat
tersebut juga menjelaskan apa kewajiban kita sebagai seorang hamba kepada Sang Pencipta yaitu
beribadah kepada-Nya.

Ada beberapa cara kita mengenal Allah dan meyakini bahwa Allah lah yang Maha Esa
hanya Allah lah yang kita sembah tiada yang lain, maka hal-hal yang perlu kita ketahui yaitu:

a.       Kita diberi Akal dan Fitrah oleh Allah serta penglihatan dan penglihataan bahwa hanya
Allah lah yang bisa memberikan itu.

b.      Meyakini bahwa seluruh jagat raya beserta alam semesta beserta  isinya hanya Allah Yang
menciptakan.

c.       Meyakini dan mempercayai Nabi dan rasul adalah utusan Allah yang diberi mu’jizat oleh
Allah untuk menunjukkan kenabian.

d.      Meyakini dan mengenal nama-nama ALLAH Melalui Asmaul Husna (QS. Al Mu’minun
(40) : 62, QS. Al Baqarah (2) : 284)

2. Manfaat Mengenal Allah

Hasil dari mengenal Allah adalah peningkatan iman dan taqwa sehingga muncul beberapa hal di
bawah ini:

a.Kebebasan. (QS. Al An’am (6) : 82)

b.Memberi ketenangan. QS. Ar Ra’du (13) : 28

c. Keberkahan. QS Al A’raf (7) : 96

d.Kehidupan yang baik. QS. An Nahl (16) : 97

e.Syurga. QS. Yunus (10) : 25-26


f. Keridhaan Allah (Mardhatillah). QS. Al Bayyinah (98) : 8

3.   Hal-hal yang Menghalangi Mengenal Allah

a. Kesombongan. QS. An Nahl (16) : 22, Al Mu’min (40) : 35

b. Dzalim. QS. As Shaff (61) : 7

c. Tidak berpengetahuan. QS. Az Zumar (39) : 65-66

d. Dusta. QS. Al Baqarah (2) : 10, Al Mursalat (77) : 19

e. Menyimpang. QS. Al Maidah (5) : 13

f. Berbuat kerusakan/fasad. QS. Al Hasyr (59) : 19

g. Lalai. QS. Al A’raf (7) : 179

h. Banyak berbuat maksiat. QS. Al Muthaffifiin (83) : 14

i. Ragu-ragu. QS. An Nur (24) : 50

Semua sifat di atas merupakan bibit kekafiran kepada Allah yang harus dibersihkan dari hati dan
pemahaman. Kekafiran yang menyebabkan Allah mengunci hati, menutup mata dan telinga
manusia serta menyiksa mereka di neraka akibat perbuatan mereka. Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dari kejahatan itu dan ia tidak mendapat
pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah” (QS. An-Nisa: 123)

4. BUKTI EKSISTENSI TUHAN


Bagaimana kita membuktikan bahwa Allah itu ada yaitu berdasarkan dalil naqlinya yang
terdapat  dalam Al-qur’an ada 2 metode:

1.    Metode iqtirof

merupakan kita sebagai manusia membuktikan dengan melihat ciptaan Allah SWT. Contohnya
adanya laut, adanya manusia, pohon, gunung dan lain sebagainya.

2.    Metode Inayah
Kita sebagai manusia memperhatikan keindahan ciptaan Allah SWT tersebut,contohnya Adanya
laut dan setelah kita amati dalam jangka waktu yang lama,kenapa air laut bisa asin. Hal itu tidak
mungkin air laut asin sendiri, semata – mata hanya ada kekuatan Allah Lah maka hal itu bisa
terjadi.

Dengan berdasarkan dalil aglinya yang didapat dari pemikiran manusia mengenai hal-hal
mengetahui bahwa Allah itu Ada.

1.      Kita bisa melihat dengan adanya wahyu Allah dalam Al_Qur’an surat Al-Iklas
(bahwa  Allah itu satu)

2.      Bahwa Allah itu mengutus para nabi dan rasul ke dunia untuk menyampaikan kepada umat
manusia agar mengerjakan perintah Allah

3.      Bahwa Allah menurunkan mukzizat kepada Nabi sebagai bukti kenabiannya.

4.      Khauf (rasa takut) . Perasaan takut juga bisa membuktikan bahwa Allah itu benar-benar
ada.

Rasa takut adalah kondisi jiwa yang tersiksa karena disebabkan takut kepada Allah. Contoh: bila
kita dalam suatu penerbangan pesawat,seorang pramugari mengumumkan bahwa akan
mengalami cuaca buruk,maka semua penumpang tentulah ketakutan dan akan menyebut nama
nama Allah serta meminta pertolongan.hal itu membuktikan dengan adanya Allah. jika anda
melakukan ibadah harus didasari rasa takut kepada Allah bukan kepada atasan atau bos di kantor
dimana ibadah dilakukan karena bos di kantor rajin shalat jadi shalatnya supaya dilihat oleh bos
bukan karena takut kepada Allah, Allah berfirman,“Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS.Ali Imron: 17 5)

1. Metode Pembuktian Ilmiah

Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode
ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan
dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada
analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab
agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping
itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang
telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan
percobaan empiris.

Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat
diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena
dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang sama.

Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak
terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori
yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk
mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat bahwa
kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap
pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak
sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun
tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force),
“Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang
mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak mampu
memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi
yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan
bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui.

Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu
pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu
pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang
lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir dan asli,
sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu
pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti
ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh
bidang lain.
Para sarjana masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang
nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan:  Kenyataan yang diamati
adalah satu-satunya “ilmu” dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak
dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang ghaib oleh orang
mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati. Hal ini tidak berarti satu
kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang
tidak dapat diamati oleh para sarjana. .

2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan

Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal”
yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula
bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk
kegiatan ilmiah dan kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta
Alam. Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya
Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu
yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian
luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?

3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika

Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam
bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua
termodinamika”  (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan
berpijak.

Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan
perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum
tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi
tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari
keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh
keseimbangan antara “energi yang ada” dengan “energi yang tidak ada”.

Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta
kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali.
Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan
hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang
menciptakan alam yaitu Tuhan.

4. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi

Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar
240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua
puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari
berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya
sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan
planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.

Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan
planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di
samping itu masih ada ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya.
Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan
edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.

Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan
berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan
menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan
mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.

Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam
tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga
menggunakan metode lain yaitu “dalil inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya
Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah
Daradjat, 1996:78-80).
C. HAKEKAT KETUHANAN (FILSAFAT KETUHANAN DALAM ISLAM)
Filsafat adalah study tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara
persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

 Sedangkan Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan


akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama
tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di
dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan
pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk
menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-
kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.

            Dalam filsafat Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,
Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi
semesta alam.
            Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia ituwahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-
Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husnaartinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.   Semua nama tersebut mengacu pada Allah,
nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.  Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling
terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha
Penyayang" (ar-rahim)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia
menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di
atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang di ridhoi-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah
oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi
Filsafat ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang
berdasar al-Qur’an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar
ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi
berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
1.      Filsafat ketuhanan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
Menurut para mufasir (ahli agama), melalui hadis al-Qur’an (Al-’Alaq [96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal
termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’an adalah wahyu Allah,
sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah tentang diri-
Nya”
Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri
manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172). 
Artinya :   Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-
A’raf [7]:172).
            Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji
keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi.
Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia
memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat
keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8 
artinya :  Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya
kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk
(menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu
itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka" surah Az-
Zumar [39]:8.dan surah Luqman [31]:32.

Artinya :  Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (surah
Luqman [31]:32).
2.      Filsafat Tuhan berdasar spekulasi
            spekulasi adalah membuat suatu keputusan dengan pengetahuan dan pengalaman yang
kita miliki dan keyakinan untuk mendapatkan yang diinginkan, dengan pemikiran yang matang
walaupun kadang hasil yang diterima tidak sesuai harapan.
            Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan
tersebut belum sampai mengubah Al-Qur’an. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk
menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai dari berfikir rasional
hingga agnostisisme (ada teorinya) dan lainnya dan juga ada sebagian yang bertentangan dengan
konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh ulama terutama ulama syariat.

D. Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari

Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati perintah
Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya kepada Allah,
ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan
dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.
1. Pengaruh Tauhid terhadap kehidupan seorang muslim:
Tauhid adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid yang kuat, maka seorang
muslim akan mampu menjalankan proses penghambaannya kepada Allah tanpa merasa berat dan
terpaksa, karena hanya satu tujuan mereka hidup yaitu keinginan mereka untuk bertemu dengan
tuhannya Allah SWT.
Implementasi penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut terwujud dalam berbagai
aspek kehidupan seorang muslim, mulai hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam. Ketiga hubungan
tersebut akan terwujud secara selaras dan harmonis, karena memang itulah perintah Allah.
Dengan mempunyai aqidah yang kuat, maka seluruh rintangan hidup dapat dilaluinya dengan
baik dan ringan.
Di era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global, seorang muslim harus
mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan dan pengaruh global yang dating
banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-tauhid. Manakala seorang muslim dihadapkan
pada kesenangan dunia sebagai muatan dunia kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng
untuk mempertahankan diri dari arus negative globalisasi tersebut
2. Hal yang Merusak Sikap Tauhid dan Penerapan Tauhid dalam Kehidupan
a. Hal yang merusak sikap tauhid
Sikap tauhid merupakan sikap mental hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap ini
mudah berubah-ubah. Adapun hal-hal yang dapat mengurangi sikap tauhid, yaitu:
1. Penyakit riya
Kelemahan ini pun disinyalir oleh Allah sendiri didalam Al-Qur’an sebagai peringatan bagi
manusia. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya proses terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapatkan kegagalan
lekas berputus asa. Bila mendapatkan kemenangan cepat menepuk dada”. (Al-Ma’aarij: 19-21)
2. Penyakit ananiah (egoism)
Kemungkinan kedua bagi mereka yang belum stabil sikap pribadinya, selain sikap riya ialah
manusia menempuh jalan pintas. Rasa tidak pasti tadi diatasinya dengan mementingkan diri
sendiri. Namun sifat ini tidak akan tumbuh didalam pribadi yang mau beribadah ihsan dan
khusyu.
3. Penyakit takut dan bimbang
Rasa takut ini biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum terjadi. Adapun
cara mengatasi rasa takut ini ialah dengan tawakal’alallah artinya mewakilkan perkara yang kita
takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan pemecahan masalah tersebut.
4. Penyakit Zhalim
Zhalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang tidak
semestinya.
5. Penyakit hasad atau dengki
Hasad tumbuh dihati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain. Sikap ini
biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling berhak
mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang kebetulan lebih
beruntung, ia merasa tersaingi.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta :Bulan Bintang


http://rezkyfausi.blogspot.co.id/2012/12/konsep-ketuhanan-dalam-islam.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_Islam

file:///D:/MAKALAH%20KONSEP%20KETUHANAN%20DALAM%20ISLAM
%20%20Tugasku4u.htm
Pringgabaya, Konsep Ketuhananhttp://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-
ketuhanan.html (diakses pada 24 September 2011)

Anda mungkin juga menyukai