Anda di halaman 1dari 12

KETUHANAN DALAM ISLAM (TAUHID)

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Agama Kontekstual Islam

Dosen Pengampu : Muhammad Badruzzaman, S.Hum., M.Pd.I.

Disusun Oleh:

1. Abdillah Fikri (21018)


2. Enricho Arpiansyah (21046)

PROGRAM STUDI SPKS-SMART KELAS – A

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN STIPER (INSTIPER)

YOGYAKARTA

2019
A. PENDAHULUAN
Pengetahuan tentang Ketuhanan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya
merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun kesadaran
manusia akan eksistensinya untuk melihat bahwa eksistensinya dipengaruhi oleh tiga
sifat ; faktisitas, transendensi dan kebutuhan untuk mengerti. faktisitas berarti, bahwa
eksistentsi selalu nampak di depan kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada.
Sedangkan yang dimaksud dengan transendensi pada eksistensi manusia merupakan
sifat yang nampak secara langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia.
Keberadaan kebutuhan untuk mengerti merupakan modus yang paling jelas dari
kesadaran manusia. Termasuk dalam kesadaran ini adalah bahwa manusia selalu
terdorong untuk selalu mempertanyakan hakikat dirinya dan dunianya. Karena hal
inilah kemudian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai dari mana ia dan dunianya
berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan ini akan bermuara pada wilayah mengenai
eksistensi Tuhan.
Persoalan mengenai eksistensi Tuhan walau kadang suka melingkar pada
pengulangan kata “ada dan tiada” namun dpat diterangkan dengan beberapa
argumentasi, yakni: argumentasi ontology, teologi dan kosmologi. Pendekatan ontology
lebih bersifat apriori, yang mencakup tentang pengetahuan mistik dan kesadaran
manusia, sedangkan argumentasi teologi dan kosmologi merupakan argumentasi yang
bersifat apriost. Setiap yang “ada” memiliki eksistensinya, dan yang bereksistensi pasti
memiliki sebab keberadaannya dalam mengada untuk sebuah “ada” dari eksistensinya.
Oleh karena hal itu, alam semestapun memiliki sebab dari bermulanya.Pengejaran
sebab atau alasan inilah yang menjadi kajian hangat dalam argumentasi sebuah
penciptaan, baik ari kalangan filsafat ataupun saintis.
Dalam makalah atau resensi tentang konsep ketuhanan ini akan saya bahas
beberapa aliran, baik aliran yang mempercayai Tuhan ataupun yang semi percaya Tuhan
bahkan yang menolak eksistensiNya.
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul
yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam,
tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.
B. PENGERTIAN KETUHANAN
- Filsafat Ketuhanan
Siapakah Tuhan itu? Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-
Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan
manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya


sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa


mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-
Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda
(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan
logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-
Nya.Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi Al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam
hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

Pengetahuan Menurut Al-Kindi terbagi menjadi dua :

 Pertama, pengetahuan illahi seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu


pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah
keyakinan.
 Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilmu insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas
pemikiran.

Bagi Al-kindi, agrumen yang dibawa Al-Qur’an itu lebih meyakinkan dari pada
agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan Al-Qur’an tidaklah
bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan
kebenaran yang dibawa filsafat.

Tuhan dalam filsafat Al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah
maupun ma-hiyyah.Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang ada
dialam.Ia pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang wa
Al-shurah). Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena
tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa
dengan-Nya,.Ia adalah unik, ia adalah yang benar pertama dan yang maha benar. Ia
hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya mengandung arti banyak.

Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi Al-kindi adalah pencipta dan bukan
penggerak pertama seperti pendapat aristoteles. Alam bagi Al-kindi bukan kekal di
zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat
dengan filsafat plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari
alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi atau pancaran dari
Yang Maha Satu.
- Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam faham
keagamaan. Tiap – tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan beberapa agama lain
berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib, dan cara hidup tiap-tiap manusia
yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat hubungannya dengan kepercayaan
tersebut. Kekuatan gaib itu, kecuali dalam agama-agama yang besifat primitif, disebut
tuhan. Konsep tentang tuhan berbagai rupa, diantaranya :

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik
yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah
agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori
tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB
Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme
“Dinamisme” berasal dari kata Yunani dynamis yang dalam bahasa Indonesia
disebut kekuatan. Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif yang tingkat
kebudayaannya masih sangat rendah telah mengakui adanya kekuatan dalam tiap-tiap
benda yang berada di sekelilingnya yang rahasianya tidak diketahui. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif.
b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya
peran roh dalam hidupnya. Paham ini disebut ‘animisme’ dari kata Latin anima yang
berarti jiwa. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat
primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati.
2. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, ilmu Kalam, atau ilmu
Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin
Abi Thalib dengan kelompok Mu’awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat
liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya.Sebab timbulnya
aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran
dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual
dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.
Aliran-aliran tersebut yaitu :

a. Mu’tazilah

Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal


pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis
ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan.Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok
Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah

Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan


berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal
itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah

Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan


berbuat.Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini
merupakan pecahan dari Murji’ah
B. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan


dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan
merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya
berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun
pemikiran rasional, tidak akan benar.

Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera


dalam:

1. QS 21 (Al-Anbiya): 92,

“Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama


Tauhid.Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi
mereka telah berpecah belah.Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah
akan menghakimi mereka.”

Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa


sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak
zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah
memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul,
Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.

Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara


agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama
dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan
manusia yang teramat besar.

2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata:


“Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.”
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4,
“Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah.


Kata Allah adalahnama isim jumid atau personal name.Merupakan suatu
pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”,
karena dianggap sebagai isim musytaq.

Tuhan yang haq dalam konsepal-Quran adalah Allah . Hal ini dinyatakan antara
lain dalam surat-surat berikut yaitu:

 QS Ali Imran ayat 62


 QS Shad ayat 35 dan 65
 QS Muhammad ayat 19.
Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalahTuhan Allah juga.
Perhatikan antara lain:
 QS Hud ayat 84 dan QS al-Maidah ayat 72.
Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam
 QS al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan QS Shad ayat 4.

Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut


informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan
adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi
melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal iniberarti konsep tauhid
telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Es menurut al-Quran
adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan
tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allahadalah mutlak.Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain.Sebagai Allah sebagaiprioritasutama dalam setiap tindakan dan
ucapannya. umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa
Allah harus menempatkan

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi
petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang
lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik
menjalanikehidupan.

Adapun agama-agama yang meyakini bahwa adanya Tuhan tetapi mereka


lebih menjunjung tinggi Nabi yang mereka yakini bahwa Nabi itu adalah Nabi
terakhir,adapula agama yang menjunjung tinggi kepercayaan bahwa dewa-dewi
adalah sesuatu yang telah memberikan mereka kemakmuran.

Jadi sebagaimana kita tahu bahwa Islam lah agama yang tauhid karna semua
yang ada dimuka bumi ini ada didalam Al-Qur’an dan Hadist.

C. Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan


Allah sebagai Tuhan memiliki wujud yang tidak terbatas, maka hakikat diri-Nya
tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman Allah dapat dijangkau sehingga kita
dapat mengenal-Nya, melalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga jumlahnya.
Mengenai hal tersebut, Imam `Ali menjelaskan bahwa “Allah tidak memberitahu
akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak
menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.” Beberapa dalil tersebut diantaranya :

 Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia mengenai adanya dzat
yang maujud, tidak terbatas, tidak berkesudahan, mengawasi segala sesuatu,
mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, diharapkan kasih
sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya.Hal ini digambarkan oleh Allah SWT
dalam QS. Yunus/10:22.
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,(dan
berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal,dan
meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di
dalamnya) dengan tiupan angina yang baik, dan mereka bergembira
karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari
segenap penjuru, dan mereka berdo’a dengan tulus ikhlas kepada Allah
semata. (seraya berkata), ‘sekiranya Engkau menyelamatkan kamu dari
(bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur’”

 Dalil Akal

Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang


merupakan manifestasi dari eksistensi Allah Subhana Wa Ta’ala. Terdapat
empat unsur alam semesta yang terkandung di dalamnya:
1) Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan
menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan
cara berkembang biak (QS. Fatir/35:28)
”Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang
bernyawa dna hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya)….”

2) Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi,
diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat. Hal ini
menunjukkan adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta.
Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi
hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah manusia akan membeku
kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari
malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar
seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan
membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.Kamu sekali-kali
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang.Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang?Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu
akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. Al-Mulk/67:3,4)

3) Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. Al-Furqan/25:2)

“Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak
ada sekutu bagi-Nya dalma kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala
sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat”

Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan,


dan perhitungan yang tepat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin
para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia
bahkan biologi. Satukenyataan yang sangat mengherankan tentang
pengetahuan ilmiah ialah bahwa bukti-bukti ilmiah itu menunjukkan
adanya hubungan antara pikiran manusia dengan susunan alam yang ia
pelajari.

 Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq).Dengan adanya akhlaq
inilah, secara naluri mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus
dan urusannya berjalan teratur dan baik.Zat yang dapat menanamkan akhlaq
dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta
dan keindahan.Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia
merupakan bukti eksistensi Allah.
C. PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam
diajarkan kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan
peniadaan. Yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan
“melainkan Allah”. Hal ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada
dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.
Sebagian umat Islam yang memilih aliran mana saja (yang ada dalam agama
Islam) sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.
Manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan
logika didalam Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya.
Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya juga mempunyai Tuhan.
Adapun Tuhan mereka adalah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka sendiri

Daftar Pustaka

1. Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1997) hal. 33-38


2. Nasution, Harun, Filsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973) hal 27-45
3. Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.
4. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 55-
152.
5. Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.
6. Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001), h. 28-39.
7. Rasjidi, Prof, Dr, H.M, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal. 68

Anda mungkin juga menyukai