Anda di halaman 1dari 11

Manusia secara fitrah, disadari maupun tidak selalu memiliki naluri ketuhanan.

Manusia menganggap
keberadaan diri mereka juga keberadaan alam semesta yang sudah ada ketika mereka terlahir ke
dunia adalah sebagai suatu pertanda bahwa ada kekuatan Maha dahsyat, di luar nalar dan kemampuan
manusia, yang sudah menciptakan dunia beserta isinya. Pemilik kekuatan Maha dahsyat yang tidak
pernah manusia lihat bentuknya tetapi begitu nyata keberadaannya, seringkali membuat rasa
penasaran dalam diri manusia muncul untuk menguak misteri dan menemukan jawaban siapa
Pencipta mereka, yang juga menciptakan seluruh alam semesta, mengatur peredaran planet-planet,
bintang, bulan, matahari pada garis edarnya tanpa bertubrukan, menguasai apa-apa yang ada di langit,
di bumi, dan diantara keduanya (langit dan bumi).

Dalam agama Islam, Fitrah bertuhan yang dibawa manusia sejak sebelum lahir itu merupakan potensi
dasar yang harus dipelihara dan dikembangkan agar manusia tetap berada dalam keislamannya.
Konsep Ketuhanan menurut Islam perlu dipelajari lebih lanjut karena banyaknya konsep Ketuhanan
yang ada di dalam kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman dan cara berpikir manusia yang
semakin kompleks membuat manusia mempunyai konsep-konsep sendiri tentang ‘ketuhanan’ yang
mereka yakini. Padahal dalam Islam, konsep ketuhanan yang benar hanyalah yang berdasarkan Al-
Qur`an dan As-Sunnah, bukan konsep ketuhanan yang dibuat oleh manusia.

A. Filsafat Ketuhanan (Teologi)

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai


untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia,
misalnya dalam surat al-Furqan ayat 43.

”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai


Tuhannya ?”

Contoh ayat di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak. Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun).
Jadi dapat disimpulkan Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin tidak ber-Tuhan.

Berdasarkan logika al-Qur’an Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan


(dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai olehnya. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-

1
harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula
sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan defenisi Al-ilah yaitu: yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri dihadapannya, takut dan
mengharapkan-Nya, kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan,
berdo’a, dan bertawakal kepada-Nya untuk kemashlahatan diri, meminta perlindungan
dari pada-Nya, dan menimbulkan ketenangan disaat mengingat-Nya dan terpaut cinta
kepada-Nya (M.Imaduddin, 1989 : 56).

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan


1. Pemikiran Barat
Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yg
menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama
kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tsb mula-mula dikemukakan oleh
Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tenteng Tuhan menurut
teori evolusionisme adalah :
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dlm kehidupan. Mula-mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditunjukkan pada benda.
b. Animisme
Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik mempunyai roh.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan dinamisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan
pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
d. Henoteisme
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan. Namun manusia masih mengakui Tuhan (ilah) bangsa lain.

2
Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteime
(Tuhan tingkat Nasional).
e. Monoteisme

Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan, satu Tuhan untuk


seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau
dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam 3 paham yaitu : deisme, panteisme
dan teisme.

2. Pemikiran Islam
Pemikiran tentang Tuhan dalam islam melahirkan ilmu kalam, ilmu tauhid atau
ilmu ushuluddin dikalangan umat Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.
Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan ada aliran diantara
keduanya. Ketiga corak pemikiran ini mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan (teologi) dalam Islam. Aliran-aliran tersebut adalah:

1) Muktazilah, adalah kelompok rasionalis dikalangan orang Islam, yang sangat


menekankan penggunaan akal dalam memahami semua ajaran Islam. Dalam
menganalisis masalah ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika guna
mempertahankan keimanan.
ASAL USUL MU’TAZILAH Secara garis besar ada dua informasi yang menjelaskan
tentang nama mu’tazilah:Syahrastani mengatakan bahwa nama mu’tazilah berasal dari
peristiwa perdebatan antara Wasil bin Ata’ dengan Hasan Basri, tentang pelaku dosa
besar, yang kemudian Wasil memisahkan diri (I’tazala anna, kata Hasan). Tasya Kubra
Zadah menyatakan bahwa nama itu diberikan oleh Qatadah, ketika melihat adanya majlis
lain selain Hasan Basri dalam sebuah masjid di Basrah (majlis Amr bin Ubaid).
Ahmad Amin menyatakan bahwa nama mu’tazilah telah muncul sejak adanya pertikaian
politik antara Ali dan Mu’awiyah, mereka memisahkan diri dari orang-orang yang terlibat
dalam pertikaian tersebut. Nama tersebut dikemukakan oleh Qais, seorang pengikut Ali,
ketika melihat banyak orang yang memisahkan diri darinya (I’tazalat ila Karbita).-
Kesimpulannya: ada dua peristiwa yang melahirkan nama mu’tazilah, yakni peristiwa
perselisihan Ali dan Mu’awiyah (mu’tazilah pertama), dan peristiwa perdebatan antara
Hasan dan Wasil tentang pelaku dosa besar (mu’tazilah kedua).
EKSISTENSI MU’TAZILAH
Jika dilihat dari segi ilmu kalam/tauhid, maka aliran mu’tazilah yang dimaksudkan di sini

3
adalah yang dimunculkan oleh Wasil bin Ata’, karena itulah dia dianggap sebagai pendiri
mu’tazilah.Setelah wafat digantikan oleh muridnya Bisyr bin Said. Kemudian dilanjutkan
lagi oleh murid Bisyr yaitu Abu Huzail (seorang ahli debat yang menguasai logika dan
filsafat Yunani).Ajaran Abu Huzail kemudian dilanjutkan secara berturut-turut oleh an-
Nazam, al-Juba’ial-Khayyat dan Ibnu Asyras.
Masing-masing tokoh tersebut membawa ide yang berbeda, namun sama-sama
berdasarkan pada rasio, seperti:Wasil bin Atha’ membawa konsep manzilah wa
manzilataini. (tempat diantara dua tempat).Abu Huzail membawa konsep nafy sifat, yakni
Tuhan tidak punya sifat, karena yang disebut sifat itu menyatu pada zat Tuhan. Kemudian
dia juga membawa konsep fungsi akal dan wahyu. Baginya, akal memiliki empat fungsi
utama, yakni : a) mengetahui Tuhan, b) mengetahui baik dan buruk, c) kewajiban
melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk. D) kewajiban beribadah kepada Tuhan.
Tokoh an-Nazam menolak pendapat bahwa al-Qur’an mengandung mu’jizat secara
bahasa. Karena menurutnya, jika Tuhan mengizinkan, maka pasti akan ada orang Arab
yang mampu membuat seperti al-Qur’an. Tapi karena Tuhan tidak mengizinkan, maka
mereka tidak melakukannya. Mu’jizat al-Qur’an hanya terletak pada informasi sejarah
masa lalu, serta hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang gaib.Dia juga membawa
konsep tentang kalam Allah yang bersifat baru, bukan qadim. Kalam Allah yang qadim
hanyalah kalam Allah yang masih berada di luh mahfuz. Jika kalam tersebut sudah
berubah menjadi kalimat, dan dapat dibaca, maka dia bukan qadim lagi, tapi baru
(diciptakan seperti makhluk).
Ajaran-ajaran Mu’tazilah:
Dalam sejarahnya, ajaran mu’tazilah mereka sebut dengan al-ushul al-khamsah, yakni
tauhid, keadilan Tuhan, al-wa’ad dan al-wa’id, manzilah baina manzilatain, amar ma’ruf
dan nahyu mungkar.1. Ajaran tauhid. Tuhan adalah zat yang Esa, karena itu tidak berlaku
konsep antropomorpisme yang mengakui bahwa sifat-sifat Tuhan dapat diumpamakan
dengan sifat manusia. Mereka juga menolak pendapat yang menyatakan bahwa Tuhan
dapat dilihat dengan mata kepala (di akhirat). Karena itu pula mereka menolak adanya
sifat-sifat Tuhan. JikaTuhan punya sifat, maka keesaan Tuhan tidak murni lagi (tidak
tanzih).
Berkaitan dengan sifat Tuhan, Kaum mu’tazilah membagi nya kepada dua kelompok: a)
sifat-sifat yang merupakan esensi zat Tuhan, disebut sifat zatiah, b) sifat-sifat yang
merupakan perbuatan Tuhan, disebut sifat fi’liyah.Yang termasuk sifat zatiah adalah
sifat-sifat yang berkaitan dengan esensi zat Tuhan, seperti Maha Tahu, Maha Kuasa,
Maha Hidup, Maha Mendengar, Maha Melihat, dll. Semuanya itu tidak dapat dipisahkan
dari zat Tuhan.Yang termasuk sifat fi’liyah adalah sifat-sifat yang berhubungan langsung
dengan makhluk, seperti al-iradah, kalam, al-’adl, dll.

4
AJARAN KEDUA, AL-’ADL.Keadilan Tuhan bagi mu’tazilah merupakan sebuah
kewajiban. Menurut Abd al-Jabbar, Tuhan disebut berbuat adil, artinya Tuhan senantiasa
berbuat yang baik. Sebaliknya mustahil Tuhan berbuat yang zalim.Dalam konteks ini,
muncul paham al-shalah wa al-ashlah, yakni Tuhan selalu berbuat baik dan
mendatangkan kebaikan pada manusia. Salah satu bukti dari keadilan Tuhan adalah
dengan diutusnya para rasul beserta kitab sucinya.Bentuk lain dari keadilan Tuhan adalah
kewajiban Tuhan memberikan daya kepada manusia, untuk menjalanikehidupan di dunia
ini. Dengan demikian keadilan Tuhan di sini erat kaitannya dengan perbuatan manusia
AJARAN KETIGA, AL-WA’D WA AL-WA’IDAjaran ketiga ini merupakan
konsekuensi logis dari ajaran yang kedua tentang keadilan Tuhan.Tuhan tidak dapat
disebut adil , jika tidak memberi pahala kepada orang yang beramal saleh, dan tidak
menghukum orang yang berbuat maksiat.Keadilan Tuhan mewajibkan-Nya memberikan
pahala kepada yang berbuat baik, dan siksa kepada yang berbuat jahat.
AJARAN KEEMPAT, AL-MANZILAH BAINA MANZILATAINI.
Konsep ini berkaitan dengan pelaku dosa besar. Konsekuensi dari keadilan Tuhan adalah
bahwa yang beriman akan masuk sorga dan yang kafiir akan masuk neraka.Bagimana
dengan pelaku dosa besar, di satu sisi dia masih tetap mukmin, tapi tidak bisa masuk
sorga karena dosa besar. Di sisi lain dia tidak masuk kelompok orang kafir. Sehingga
tidak pantas masuk neraka. Karena tidak ada tempat yang ketiga, maka dia tetap masuk
neraka , namun dengan siksa yang ringan. Itulah yang dimaksud dengan tempat diantara
dua tempat.
AJARAN KELIMA, AMR MA’RUF NAHY MUNGKAR.
Ajaran ini merupakan ajaran Islam yang berlaku secara umum. Namun terdapat
perbedaan antara mu’tazilah dengan umat islam lainnya dalam pelaksanaannya.Bagi umat
Islam secara umum, amar ma’ruf nahy mungkar dilaksanakan dengan tiga cara, seperti
kata hadis: a) dengan tangan, b) dengan lisan, c) dengan hati. Atau dalam konteks dakwah
selalu dikemukakan dengan dakwah persuasif.Sedangkan bagi mu’tazilah, amar ma’ruf
nahy mungkar harus berhasil, meskipun dengan cara sedikit menggunakan kekerasan.
2) Qodariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki
kebebasan berkehendak dan berbuat. Manusia berhak menentukan dirinya kafir
atau mukmin sehingga mereka harus bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak
ada investasi Tuhan dalam perbuatan manusia.
ASAL USULQadariah berarti: mampu, kuasa, merdeka. Maksudnya yaitu: suatu aliran
yang mengakui bahwa manusia memiliki kemampuan, kebebasan dan kemerdekaan
dalam berbuat. (free wiil/free act).Jabariah berarti: terpaksa, tidak mampu. Maksudnya

5
yaitu: suatu aliran yang menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan atau
kemerdekaan dalam berbuat, semuanya tergantung Tuhan. (predestination atau fatalism).
SEJARAH DAN PAHAMNYASecara umum, muncul dan berkembangnya dua aliran ini
mengikuti perkembangan aliran teologi sebelumnya, terutama aliran murji’ah.Karena itu
tidak heran jika salah satu tokoh pelopor aliran Jabariah adalah pengikut aliran murji’ah
yakni Jahm bin Shafwan dari Khurasan.Dalam konteks sosio-kultural masyarakat Arab,
dapat diduga bahwa aliran jabariah lebih dekat kepada pemahaman bangsa Arab sebelum
Islam, dimana mereka hidup dalam kesederhanaan dan sangat tergantung pada alam.
PAHAM-PAHAMNYA ALIRAN QADARIAH.Menurut mereka, manusia memiliki
kehendak dan kekuasaannya dalam berbuat, baik perbuatan yang halal maupun yang
haram.Manusia berbuat baik adalah atas keinginannya sendiri, dan berbuat jahat juga atas
kemauannya sendiri. Tuhan tidak ikut campur di dalamnya.Mereka tidak menerima teori
tentang nasib azali, bagi mereka nasib manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri

3) Jabariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa kehendak dan perbuatan


manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi, manusia dalam hal ini tak ubahnya seperti
wayang. Ikhtiar dan doa yang dilakukan manusia tidak ada gunanya.
Jabariyah berasal dari kata jabara yang artinya memaksa ,awal mula jabariyah
mempunyai Pemimpin yang pertama Jahm bin sofwan. Firqah jabariyah timbul
bersamaan dengan timbulnya firqah qadariyah, dan tampaknya merupakan reaksi dari
padanya. Daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Firqah qodariyah timbul di iraq
sedangkan firqah jabariyah timbul di khurusan persia.
Pendapat Aliran Jabariyah
orang orang jabariyah berpendapat bahwa manusia itu tidak mempunyai daya ikhtiar,
yang mana semua gerak manusia di paksa adanya kehendak Allah swt.Jabariyah
berpendapat bahwa hanya Allah swt sajalah yang menentukan dan memutuskan segala
amal perbuatan manusia. Semua perbuatan itu sejak semula telah diketahui Allah swt.
Dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan kodrat dan irodatnya. Manusia
tidak mencampurinya sama sekali. faham jabariyah ini melampaui batas sehingga
mengiktikadkan bahwa tidak berdosa kalau berbuat kejahatan karena yang berbuat itu
pada hakikatnya Allah swt.
4) Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah
antara Qodariyah dan Jabariyah. Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin.
Akan tetapi, Tuhanlah yang menentukan hasilnya.
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam
periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan

6
ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-
aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam.
Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu
mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh
kepentingan politik tertentu.

C. Konsep Ketuhanan dalam Islam

Se g a l a se su a t u men g e n ai Tu h a n di se b u t Ket u h an a n . Ket u ha n a n ya n g Maha


Esa menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Menurut pasal 29 ayat 1 un d an g -
un d a n g da s ar 19 4 5 ne g a r a be r da s ar k an at as tu h an ya ng mah a es a . Sebagai
terjemahan kata-kata yang terhimpun dalam Allahu al wahidul ahad ,yang berasal dari al-
qur’an surat Al-Ikhlas

﴾١﴿ ‫لا َ ح حٌَد‬


‫ُا لْ ُ حاَ ل‬
Artinya “ Tuhan Yang Maha Esa ”, yang sebelum tahun 1945 perkataan itu
tidak ada dalam bahasa Indonesia (Muhammad Daud Ali;1997: 202).

Menurut akidah Islamiyah, konsepsi mengenai Ketuhanan Yang Maha Es a


di se b u t Ta u h i d , il m u ny a ad a l a h il m u ta uh i d , il m u ke m a h ae s aa n Tuhan
(Osman Raliby, 1980:8)

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya
ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat
menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat
pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) :
165, sebagai berikut:

‫لا‬ ‫لا َ ك مََكاًدا يح اُّبوَك حُ مْ كَ حُ ّ ا‬


‫ِ ل‬ ‫اِ كِ مْ يكّ ل اُِح اِ مْ ً ا‬
‫حوِ ل‬ ‫كو اِْك اَّل ا‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep


tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari
ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara

7
ritual. Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam
dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

‫لح َكأكَلى يحْم َكُحوِك‬


‫َ كوا مَقك كَ كَ َكيكقحوَحْل ل‬ ‫ِ كو ماْ ك مرض ككو ك‬
‫س لِ كَ اَّ ملَ ك‬ ‫سأ ك مَّ ك حُ مْ كِ مْ كََكَك اَ ل‬
‫ّ كَ كوا ا‬ ‫كوَكِا مْ ك‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah.
Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah
memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan
berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas.

D. Bukti Adanya Tuhan


1. Keberadaan Alam semesta, sebagai bukti adanya Tuhan
Ismail Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu
Khalik dan makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah
Tuhan yang kekal dan Abadi Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan,
berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin,
malaikat langit dan bumi, surga dan neraka.
Adanya alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan
percaya pula bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan
penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya.
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa
alam ini juga ada. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk, tetapi
menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”. Kita belum
pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan.
Dan pencipta itu tiada lain adalah Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam
semesta dan seluruh isinya ini adalah Allah Swt.
2. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika

8
Ada pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam pengertian lain
alam ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan
dengan hukum kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum
keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas yang
membuktikan bahwa adanya alam ini mungkin azali.
Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas
beralih menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi
panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi
panas. Perubahan energi yang ada dengan energi yang tidak ada.
Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah bersifat azali. Jika alam
ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai hukum tersebut
tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
3. Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran
pasir yang ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah
bulan, yang jaraknya dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak
mengelilingi bumi, dan menyelesaikan setiap edaranya selama 20 hari sekali.
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari
porosnya dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya
sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya
termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa.
Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti.
Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan
akan menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha
besar yang membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu
adalah Tuhan.
4. Argumentasi Qur’ani
Allah Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya
“Seluruh puja dan puji hanalah milik Allah Swt, Rabb alam semesta”.
Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt.
Allah Swt sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3,
yang terjemahannya “Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang
menentukan ukuran-ukuran ciptaannya dan memberi petunjuk”. Jadi, adanya alam

9
semesta dan seisinya tidak terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi, ada yang
menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang
artinya jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda
sampai kepada manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia
dapat meneliti dan mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir
berbagai macam ilmu pengetahuan.

Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap
penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret) sehingga manusia rela
untuk dikuasai dan menghambakan dirinya. Semua manusia mempunyai fitrah ketuhanan sejak lahir
jadi manusia tidak mungkin tidak bertuhan. Ajaran komunis yang diasumsikan sebagai orang-orang
Atheis yang tidak mempercayai adanya Tuhan bagaimanapun tetap memiliki Tuhan mereka sendiri,
tetapi Tuhan yang mereka yakini berbeda dengan Tuhan yang diyakini penganut agama. Jika Tuhan
yang diyakini penganut agama adalah Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan
mengatur seluruh kehidupan di dunia, maka Tuhan yang diyakini orang atheis adalah segala sesuatu
yang ia puja seperti ilmu pengetahuan, paham-paham yang dianutnya, hal-hal keduniawian, dan lain –
lain. orang komunis yang atheis dapat dikategorikan sebagai orang kafir karena penyangkalan mereka
terhadap Tuhan Pencipta Alam Semesta padahal mereka mengetahui bahwa alam semesta itu bukan
semata-mata ada begitu saja, pasti ada Penciptanya.

Tuhan adalah sesuatu yang dipentingkan oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan
dirinya dikuasai oleh-Nya Sesuai dengan tuntunan agama Islam, hanya ada satu Tuhan di dunia ini,
yaitu Allah SWT. Kita sebagai ciptaan-Nya wajib percaya bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh
alam kecuali Allah.

Wujud nyata dari percaya atau iman itu sendiri tidak boleh hanya berupa ikrar atau pernyataan kosong,
melainkan harus dilakukan dengan perbuatan berupa menjalankan seluruh perintahnya dan menjauhi
larangannya secara ikhlas lahir batin.

10
11

Anda mungkin juga menyukai