TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Hakikat Ketuhanan dalam Islam
Ketaatan merupakan karunia yang besar bagi muslim dan sebagian orang yang
menyebut kecerdasan spiritual harus ditindaklanjuti dengan kecerdasan sosial. Dalam kata
lain, ketaatan tidak dinilai oleh Allah SWT bila tidak ada implementasi pada aspek sosial
(Muhibbin, Achmad, & Saifulloh, 2012).
Seorang muslim yang baik tidak hanya memiliki sikap agama padabidang emosional
saja, namun seorang muslim juga harus didukung dengan kecerdasan pikiran atau ulul albab.
Dengan paduan sikap emosional dan kecerdasan pikiran tersebut insya Allah akan menuju
kepada agama yang fitrah (QS. Ar-Rum:30).
3.1.1
bentuk
tunggal
(mufrad:
ilaahun),
ganda
3.1.2
a.
Dinamisme
Sejak zaman primitif manusia telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda.
b.
Animisme
Masyarakat primitif mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya.
Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh
masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati.
c.
Politeisme
Terjadi pergeseran pada kepercayaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu
sesuai dengan bidangnya.
d.
Henoteisme
Kaum cendikiawan tidak setuju dengan pandangan ketuhanan oleh
penganut politeisme, muncul pergeserah bahwa manusia masih mengakui
Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
e.
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme.
Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa
dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan
teisme (Amir, 2012).
Hingga beberapa saat kemudian glolongan evolusionisme menjadi reda
Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan
Allah (Al-Quran), maka mereka dalah orang-orang kafir.
Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada
pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah
karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis
dengan pendekatan konte kstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara
kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal
dengan tradisional.
Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu (Muhibbin, 2012):
1. Mutazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta
menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir
dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah
bainal manzilatain).
2. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia
akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus
bertanggung jawab atas perbuatannya
3.1.3
3.1.4
enam hari (masa). Lafal Ayyam adalah bentuk jamak dari yaum yang
artinya dalah periode.
3.2 Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi
dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas
tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan
Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi,
dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah
pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi
sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan
amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa
ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis
(tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain,
tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata
dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah
(Soepriatno, 2008).
3.2.1
melindungi (Amir, 2012). Dalam kata lain, bisa dikatakan bahwa takwa adalah
memilihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama
Islam secara utuh dan konsisten.
3.2.2
sejak
dini
memerlukan
pemupukan
secara
kontinu
atau
DAFTAR PUSTAKA
Amir, R. F. (2012). Konsep Ketuhanan dalam Islam. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Jusuf, Y. (1993). Studi Islam. Jakarta: Penerbit Ikhwan.
Muhibbin, Z. (2012). PAI Membangun Karakter Madani. Surabaya.
Muhibbin, Z., Achmad, W., & Saifulloh, M. (2012). Pendidikan Agama Islam Membangun
Karakter Madani. Surabaya: ITS PRESS.
Soepriatno, A. S. (2008, Juli 24). Konsep Ketuhanan dalam Islam. Retrieved Maret 9, 2015,
from Agung Wordpress: https://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsepketuhanan-dalam-islam/