Anda di halaman 1dari 29

Nama : Hengki Ngadi

Nim :

1. Pemikiran manusia tentang Tuhan menurut pandangan orang Barat dan Agama Islam
dilengkapi dengan dasar hukumnya

Jawaban :

Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh
dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat
dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun manatidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya pean roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap
sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai
kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar
manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-
sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak
yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa
mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab
terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari
dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-
kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui
satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.
kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya
mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari
filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Pandangan Islam

Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang teguh
dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi
penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang
mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di
kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup
menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa
Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah
berkaitan erat dengan masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai
kepala pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah.
Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.

Embrio ketegangan politik sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan segitiga
antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang fanatik dengan
garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang mendukung
kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar gejolak politik tidak
muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan
melakukan gerakannya.

Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik menjadi terbuka.
Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman menjadi penyebab
adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib. Akibatnya terjadi ketegangan,yang
menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin bergejolak pada khalifah
berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Dendam yang dikumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah
harus dibalas dengan darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin
Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk menghindari perpecahan, antara dua
kubu yang berselisih mengadakan perjanjian damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian
damai hanyalah merupakan strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat
Muawiyah mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara pihaknya tidak
bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak
Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua
kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar, namun
tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan
kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga
kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syi’ah, dan 3) Kelompok
Khawarij.

Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-segan menggunakan
konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya. Menurut Khawarij semua
pihak yang terlibat perjanjian damai baik pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak
Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena
tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan
Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) :
44

‫َوَم ْن َلْم َيْح ُك ْم ِبَم ا َأْنَز َل ُهَّللا َفُأوَلِئَك ُهُم اْلَكاِفُروَن‬

Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran), maka mereka
dalah orang-orang kafir.
Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lain membuat
pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada suatu mimbar akademik (pengajian) muncul
pertanyaan dari peserta pengajian kepada gurunya yaitu Hasan Al-Bashry. Pertanyaan yang diajukan
berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat tentang orang yang berbuat dosa besar. Sebagian pendapat
mengatakan bahwa mereka itu adalah mukmin, sedangkan pendapat lain mengatakan kafir. Para pelaku
politik yang terlibat tahkim perjanjian antara pihak Ali dan pihak Muawiyah, mereka dinilai sebagai
pelaku dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu mukmin beralasan bahwa iman itu letaknya di
hati, sedangkan orang lain tidak ada yang mengetahui hati seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat
lainnya mengatakan bahwa iman itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Berarti orang yang melakukan dosa besar dia adalah bukan mukmin. Kalau mereka bukan
mukmin berarti mereka kafir.

Kelompok Muktazilah mengajukan konsep-konsep yang bertentangan dengan konsep yang diajukan
golongan Murjiah (aliran teologi yang diakui oleh penguasa politik pada waktu itu, yaitu Sunni. Berarti
Muktazilah sebagai kelompok penentang arus). Doktrin Muktazilah terkenal dengan lima azas (ushul al-
khamsah) yaitu:

1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya


2. Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
3. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
5. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Dari lima azas tersebut – menurut Muktazilah – Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban. Tuhan
wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib
memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-pandangan
kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke
dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan Qadariah.

3. Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di
sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu
Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada
surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

“Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka
mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah”.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka
cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata
Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di
kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran
Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah
konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad
dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep
ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-
Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan matahari
dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi
segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah
memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar
Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-
Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan
pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang
bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah
sebagai Uswah hasanah.

Sumber : https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

2.) SEBUTKAN TINGKATAN TAUHID DISERTAI DENGAN AYAT ALQURAN

Jawaban :

Bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga, (1) Tauhid Ar-Rububiyah, (2) Tauhid
Al-'Uluhiyah/al-'Ubudiyah, dan (3) Tauhid al-Asmaa' wa as-Sifaat, adalah sama dengan aqidah
TRINITAS kaum Nasrani yang meyakini Allah terdiri dari 3 oknum.

 Tauhid uluhiyah ataupun tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah dikarenakan penisbatanya
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan disebut tauhid ibadah dikarenakan penisbatannya kepada
makhluknya atau hambanya. Adapun maksud tersebut ialah pengesaan Allah dalam hal ibadah,
yakni bahwasanya hanya Allah lah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Allah Ta’ala
berfirman:
‫َذ ِلَك ِبَأَّن َهللا ُهَو اْلَح ُّق َو َأَّن َم اَيْدُع وَن ِم ن ُدوِنِه اْلَباِط‬

Demikianlah karena sesungguhnya Allah Dialah yang hakiki dan sesungguhnya yang mereka seru
selain Allah adalah yang bathil ( Lukman : 30 )

 Tauhid asma’ wa shifat. Maksud dari hal ini adalah pengesaan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla
dengan nama dan sifat-sifat yang jadi milik-Nya. Tauhid ini mewakili dua hal yaitu ketetapan dan
kenafian, berarti kita harus menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah seperti halnya yang
ditetapkan bagi diri-Nya.

Dalam kitab-Nya maupun sunnah nabi-Nya, dan tidak membuat sesuatu yang sama dengan Allah
terhadap nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat terhadap Allah tidak boleh melaksanakan
ta’thil, tahrif, tamtsil, ataupun takyif. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

‫َلْيَس َك ِم ْثِلِه َش ْي ٌء َو ُهَو الَّس ِم يُع الَبِص ي‬

Tidak ada satupun yang serupa dengannya dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha melihat
( Asyura :11 )

Sumber : http://www.blogspotku.com/tauhid

3). PENDAPAT TERHADAP PERNYATAAN BAHWA KEPERCAYAAN TERHADAP


ADANYA TUHAN TIDAK MEMENUHI KETENTUAN METODE PEMBUKTIAN ILMIAH

Jawaban :

Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu
metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah
diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan
empiris.
Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara
langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata
seperti: “Gaya” (force), “Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang
sarjana pun yang mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak
mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi
yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan
bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu
pengetahuan adalah percaya kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu
pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang lingkup
agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir dan asli, sedang ruang
lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan
memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan
telah menempuh jalan iman kepada yang ghaib.
Sumber : http://syahrula58.blogspot.co.id/2011/09/pembuktian-wujud-tuhan.html

4 ) TANDA-TANDA ORANG BERIMAN SEBAGAIMANA DI JELASKAN DALAM AL


QURAN :

Bila disebut nama Allah, hatinya bergetar “Idza dzukirallahu wajilat quluubuhum; Bila disebut
(nama, janji, dan ancaman) Allah bergetarlah hati mereka. Inilah sifat pertama orang beriman yang
disebutkan oleh Allah dalam ayat ini. Bergetarnya hati mereka menunjukan rasa takut, sikap ta’dzim
(pengagungan), dan cinta kepada Allah yang tertanam di hati mereka. Dan diantara dzikrullah yang dapat
menggetarkan hati orang-orang beriman adalah bacaan a-Qur’an. Bahkan tidak ada sesuatu yang paling
besar pengaruhnya dalam mengingatkan tentang Allah dan memperingatkan untuk tidak menyelisihi
perintah-Nya melebihi al-Qur’an. Karena dalam Al-Qur’an terdapat nama-nama Allah, janji dan
ancaman-Nya. Allah Ta’ala sebutkan dalam surah Az- Zumar ayat 23; Allah menurunkan perkataan
terbaik (yaitu) Kitab Al-Qur’an yang serupa ayat-ayat-Nya lagi berulang-ulang. Gemetar karena-Nya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka karena
mengingat Allah. (terj. Qs. Az-Zumar :23) Selain itu getaran hati yang muncul setelah mendengarkan
nama Allah tersebut juga melahirkan ketenangan hati. Karena hanya dengan dzikrullah hati menjadi
tenang.

Rasulullah sendiri kadang meminta sahabat untuk memperdengarkan bacaan al Qur’an kepada
beliau. Seperti beliau pernah meminta kepada ibn Masud radhiyallahu ‘anhu untuk membacakan al-
Qur’an kepadanya. Bertawakkal kepada Allah Tawakkal adalah bertumpu dan bersandar sepenuhnya
hanya kepada Allah yang disertai dengan usaha mencari sebab (sarana). Orang beriman hanya
bertawakkal kepada Allah. Karena mereka tahu, tawakkal merupakan ibdah dan ibadah hanya ditujukan
kepada Allah semata. Tawakkal merupakan tingkatan tauhid tertinggi. Oleh karena itu, ciri mukmin sejati
adalah tawajjuh kepada Allah semata dan hanya berdo’a kepada-Nya. Dalam kalimat wa ‘alaa rabbihim
yatawakkalun pada ayat di atas didahulukan penyebutan Allah sebagai objek yang dituju dalam
bertawakkal. Hal itu menunjukan dua hal; pertama, Tawakkal hanya ditujukan kepada Allah Rabb
(Tuhan) semesta alam. Karen Dialah tumpuan dan dan sandaran satu-satu-Nya bagi setiap makhluq.
Kedua, Menunjukan kuatnya tawakkal orang-orang beriman kepada Allah. Mereka hanya bertawakal
kepada Allah, serta tidak bertumpu dan bersandar kepada selain-Nya. Menegakkan Shalat Ini merupakan
salah satu sifat orang beriman yang paling sering disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits Nabi shallallau
‘alaihi wa sallam. Mendirikan atau menegakkan shalat. Bukan sekadar mengerjakan shalat. Karena yang
dimaksud dengan iqamatus Shalah (mendirikan/menegakkan shalat) adalah mendirikan shalat dengan
memenuhi rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, sunnah-sunnhnya, dan adab-adabnya. Selain itu
menegakkan shalat juga bermakna menunaikan shalat tersebut pada awal waktunya secara berjama’ah di
Masjid dan melaksanakannya dengan khusyu’. Penunaian dan penegakkan shalat secara sempurna dengan
menyempurnakan rukun, syarat,wajib, sunnah, dan adabnya serta dilakukan dengan khusyu dan tertib;
waktu, cara, dan tempat diharapkan membuahkan hasil mencegah seseornag dari perbuatan keji,
mungkar, dan sia-sia. Menginfakkan Sebagian Rezki Yang Mereka Peroleh Rezki yang dimaksud di sini
tidk hanya berupa harta. Tapi termasuk di dalamnya harta, ilmu, kedudukan, dan kesehatan. Orang
beriman menginfakkan kesemua itu sebagai bukti iman dan taatnya kepada Allah Ta’ala. Infaq di sini bisa
mencakup yang wajib maupun yang sunnah. Karena Ibadah kepada dengan harta (‘ibadah maliyah)
memiliki ragam bentuk, seperti zakat, infaq, sedekah, waqaf, hibah, hadiah, dan member pinjaman.

Sumber Tulisan: http://wahdah.or.id/lima-tanda-orang-beriman-

5) Jelaskan apa pengaruh adobsi budaya dalam kehidupan dalam kehidupan modern serta
bagaimana cara mengatasi pengaruh negative yang ditimbulkan :

Jawaban :

 Dampak Positif:

Dengan adanya Kemajuan dalam bidang teknologi dan peralatan hidup, masyarakat pada saat ini dapat
bekerja secara cepat dan efisien karena adanya peralatan yang mendukungnya sehingga dapat
mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi.
Lebih lanjut lagi dampak positif dalam globalisasi misalnya, adalah:
1.Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi
2.Terjadinya industrialisasi
3.Produktifitas dunia industri semakin meningkat.
4.Persaingan dalam dunia kerja sehingga menuntut pekerja untuk selalu menambah skill dan pengetahuan
yang dimiliki.
5. Di bidang kedokteran dan kemajauan ekonomi mampu menjadikan produk kedokteran menjadi
komoditi Meskipun demikian ada pula dampak negatifnya antara lain;1. terjadinya pengangguran bagi
tenaga kerja yang tidak mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan2. Sifat konsumtif
sebagai akibat kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral
mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental “instant”.

 Dampak Negatif:
Dapat menghilangkan kebudayaan asli Indonesia, serta dapat terjadi proses perubahan social didaerah
yang dapat mengakibatkan permusuhan antar suku sehingga rasa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi
goyah.
Apabila budaya asing masuk ke Indonesia, dan tidak ada lagi kesadaran dari masyarakat untuk
mempertahankan dan melestarikannya, dipastikan lagi masyarakat Indonesia tidak akan dapat lagi melihat
kebudayaan Indonesia kedepan.
Lebih lanjut lagi mengenai dampak negatif yang ada, misalnya :
1. Penyalahgunaan Fungsi
bebasnya setiap orang mengakses ataupun menggunakan teknologi, maka dengan mudah juga terjadi
penyalahgunaan fungsi dari teknologi tersebut.
2. Pemborosan Biaya
Teknologi yang tidak akan ada habisnya, akan membuat para penggunanya tidak pernah puas sehingga
perlu biaya untuk selalu mengupdate teknologi yang mereka miliki ataupun penggunaan teknologi
komunikasi yang makin meluas juga diikuti penambahan biaya.
3. Global Warming
pengalihan kinerja manusia ke mesin tentu makin menyebabkan polusi udara sehingga memperparah
pemanasan global, namun akhir akhir para produsen teknologi telah memproduksi segala kebutuhan
teknologi yang di imbangi dengan pelestarian alam dan ramah lingkungan.

Untuk mengatasi pengaruh-pengaruh negatif yang ditimbulkan karena adanya peradaban global
dapat kita lakukan hal-hal seperti berikut :
1. Memperkuat jati diri bangsa (identitas nasional) dan memantapkan budaya nasional. Memperkokoh
ketahanan nasional sehingga mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif dan
memfasilitasi adopsi budaya asing yang produktif dan bernilai positif.
2. Pembangunan moral bangsa yang mengedepankan nilai-nilai yang positif seperti kemandirian,
amanah, kedisiplinan, kejujuran, etos kerja, gotong royong, toleransi, tanggung jawab dan rasa malu.
Dengan aktualisasi nilai moral dan agama ,transformasi budaya melalui adaptasi dan adopsi nilai-
nilai budaya asing yang positif guna memperkaya budaya bangsa, revitalisai dan reaktualisasi
budaya-budaya lokal yang bernilai luhur.

Sumber :

http://igedesudharma.blogspot.co.id/2013/05/dampak-negatif-dan-positif-yang.html

https://carlz185fr.wordpress.com/2013/04/24/solusi-mengadapi-pengaruh-negatif-peradaban-global/
6. Jelaskan apa yang harus dilakukan manusia untuk meraih martabat yang mulia? Serta
bagaimana fungsi dan peran manusia sesuai dengan konsep Al-Quran??

Meraih Derajat dan Martabat yang Tinggi

Manusia adalah makhluk yang istimewa dan dimuliakan. Secara jelas Allah SWT telah
berfirman : Dan sungguh telah Kami muliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di
laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk
yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (QS. Al Isra ayat 70).

Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa hanya
Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga
manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang menjadikan manusia
sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172 “Dan (ingatlah),
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan
Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan
Tuhan)”.

Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi yang telah
ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud
Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini
adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah
diajarkan Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul
tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.

Sumber : https://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/11/12/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-
sosial/

https://zaldym.wordpress.com/2010/02/28/fungsi-manusia-sebagai-khalifah-di-muka-bumi/

Buku : Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi , Rujukan Utama Dosen dan Mahasiswa di seluruh
Prodi di Lingkungan Universitas Negeri Gorontalo .
7) Sebutkan dan Jelaskan Tiga Sifat Hukum Islam,Ruang Lingkuo Hukum Islam Dan Tujuan
Hukum Islam

Tiga sifat hukum


1. Takamul (utuh)
Adapun yang dimaksud dengan Takamul adalah “lengkap, sempurna dan bulat, berkumpul padanya
aneka pandangan hidup. Hukum Islam membentuk umat adalah dalam suatu kesatuan yang bulat
walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlain-lainan suku. Didalam menghadapi asas-asas yang
umum, mereka padu, walaupun dalam segi-segi kebudayaan mereka berbeda-beda.
2. Wasathiyah ( harmoni, tengah-tengah)
Diantara Hukum Islam yang paling menonjol adalah al-tawazun (keseimbangan) atau dengan kata
lain moderat (al-washatiyah). Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan dalam pandangan Yusuf
Qardlawi adalah keseimbangan diantara dua jalan atau dua arah yang saling bertentangan, dimana antara
dua jalan itu tidak berpengaruh dengan sendirinya dan mengabaikan yang lain. Juga salah satu dari dua
arah tersebut tidak dapat mengambil banyak dan melampaui yang lain. Diantara Hikmah Allah
menentukan tawazun dalam hukum ini adalah sebagai bukti bahwa hukum Islam sesuai dengan seluruh
aspek kehidupan manusia yang memerlukan keseimbangan dan mengantisipasi ekstrimitas.
3. Harakah ( dinamis)
Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai
daya hidup, dapat membentak diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Hukum Islam terpancar
dari sumber yang luas dan dalam, yang memberikan kepada kemanusiaan sejumlah hukum yang positif
yang dapat di pergunakan untuk segenap masa dan tempat.
Hukum Islam dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia, mempunyai kaidah asasiyah,
yaitu ijtihad. Ijtihadlah yang akan menjawab segala tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman
dengan tetap memilihara kepribadian dan nilai-nilai asasinya. Teori takamul, wasathiyah, dan harakah
itulah yang menjiwai sejarah perkembangan hukum Islam dalam menghadapi perkembangan masyarakat.

Pengertian Ruang Lingkup Hukum Islam


Yang dimaksud dengan ruang lingkup hukum Islam di sini adalah objek kajianhukum Islam atau
bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam di sini meliputi syariah
dan fikih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi hukum menjadi hukum
privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam
tidak membedakan hukum privat dan hukum publik. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam
lebih dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan hubungan.

Dengan melihat bentuk hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua,
yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya
(hablun minannas). Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua
disebut muamalah.

Dengan mendasarkan pada hukum-hukum yang terdapat dalam al- Quran, Abdul Wahhab Khallaf
membagi hukum menjadi tiga, yaitu hukumhukum i’tiqadiyyah (keimanan), hukum-
hukum khuluqiyyah (akhlak), dan hukum-hukum ‘amaliyyah (aktivitas baik ucapan maupun
perbuatan). Hukum-hukum ‘amaliyyah inilah yang identik dengan hukum Islam yang dimaksud di sini.
Abdul Wahhab Khallaf membagi hukum-hukum ‘amaliyyah menjadi dua, yaitu hukum-hukum ibadah
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hukum-hukum muamalah yang mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya (Khallaf, 1978: 32).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup atau bidang-bidang kajianhukum
Islam ada dua, yaitu bidang ibadah dan bidang muamalah. Kedua bidang hukum ini akan diuraikan lebih
jauh pada pembahasan selanjutnya.

Ibadah

Secara etimologis kata ‘ibadah’ berasal dari bahasa Arab al-‘ibadah, yang
merupakanmashdar dari kata kerja ‘abada - ya’budu yang berarti menyembah atau mengabdi
(Munawwir, 1997: 886). Sedang secara terminologis ibadah diartikan dengan perbuatan orang mukallaf
(dewasa) yang tidak didasari hawa nafsunya dalam rangka mengagunkan Tuhannya (al-Jarjani, 1988:
189). Sementara itu, Hasbi ash Shiddieqy (1985: 4) mendefinisikan ibadah sebagai segala sesuatu yang
dikerjakan untuk mencapai keridoan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Inilah definisi yang
dikemukakan oleh ulamafikih. Dari makna ini, jelaslah bahwa ibadah mencakup semua aktivitas manusia
baik perkataan maupun perbuatan yang didasari dengan niat ikhlas untuk mencapai keridoan Allah dan
mengharap pahala di akhirat kelak.

Hakikat ibadah menurut para ahli adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati merasakan cinta akan
yang disembah (Tuhan) dan merasakan keagungan-Nya, karena meyakini bahwa dalam alam ini ada
kekuasaan yang hakikatnya tidak diketahui oleh akal. Pendapat lain menyatakan, hakikat ibadah adalah
memperhambakan jiwa dan menundukkannya kepada kekuasaan yang ghaib yang tidak dijangkau ilmu
dan tidak diketahui hakikatnya. Sedang menurut Ibnu Katsir, hakikat ibadah adalah suatu ungkapan yang
menghimpun kesempurnaan cerita, tunduk, dan takut (Ash Shiddieqy, 1985: 8).

Dari beberapa pengertian tentang ibadah di atas dapat dipahami bahwa ibadah hanya tertuju kepada Allah
dan tidak boleh ibadah ditujukan kepada selain Allah. Hal ini karena memang hanya Allah yang berhak
menerima ibadah hamba-Nya dan Allahlah yang telah memberikan segala kenikmatan, pertolongan, dan
petunjuk kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Oleh karena itu, dalam al-Quran dengan tegas disebutkan
bahwa Allah memerintahkan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya (Q.S. al- Dzariyat [51]: 56).
Di ayat lain Allah memerintahkan ibadah kepada manusia sebagai sarana untuk mencapai derajat takwa
(Q.S. al-Baqarah [2]: 21).

Dengan demikian, jelaslah bahwa ibadah merupakan hak Allah yang wajib dilakukan oleh manusia
kepada Allah. Karena ibadah merupakan perintah Allah dan sekaligus hak-Nya, maka ibadah yang
dilakukan oleh manusia harus mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh Allah. Allah mensyaratkan
ibadah harus dilakukan dengan ikhlas (Q.S. al-Zumar [39]: 11) dan harus dilakukan secara sah sesuai
dengan petunjuk syara’ (Q.S. al-Kahfi [18]: 110).

Dalam masalah ibadah berlaku ketentuan, tidak boleh ditambahtambah atau dikurangi. Allah
telah mengatur ibadah dan diperjelas oleh Rasul-Nya. Karena ibadah bersifat tertutup (dalam arti
terbatas), maka dalam ibadah berlaku asas umum, yakni pada dasarnya semua perbuatan ibadah dilarang
untuk dilakukan kecuali perbuatan-perbuatan itu dengan tegas diperintahkan. Dengan demikian, tidak
mungkin dalam ibadah dilakukan modernisasi, atau melakukan perubahan dan perombakan yang
mendasar mengenai hukum, susunan, dan tata caranya. Yang mungkin dapat dilakukan adalah
penggunaan peralatan ibadah yang sudah modern (Muhammad Daud Ali, 1996: 49).
Ibadah memiliki peran yang sangat penting dalam Islam dan menjadi titik sentral dari seluruh
aktivitas kaum Muslim. Seluruh aktivitas kaum Muslim pada dasarnya merupakan bentuk ibadah kepada
Allah, sehingga apa saja yang dilakukannya memiliki nilai ganda, yaitu nilai material dan nilai spiritual.
Nilai material berupa imbalan nyata di dunia, sedang nilai spiritual berupa imbalan yang akan diterima di
akhirat.
Para ulama membagi ibadah menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdlah (ibadah khusus) dan
ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum) (Ash Shiddieqy, 1985: 5). Ibadah khusus adalah ibadah langsung
kepada Allah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah atau dicontohkan oleh
Rasulullah. Karena itu, pelaksanaan ibadah sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasul.
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam beribadah, tidak
boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Penambahan atau pengurangan dari ketentuan-ketentuan ibadah
yang ada dinamakan bid’ah dan berakibat batalnya ibadah yang dilakukan. Dalam masalah ibadah ini
berlaku prinsip:
“Pada prinsipnya ibadah itu batal (dilarang) kecuali ada dalil yang memerintahkannya (Ash Shiddieqy,
1980, II: 91).

Contoh ibadah khusus ini adalah shalat (termasuk di dalamnya thaharah), zakat, puasa, dan haji.
Inilah makna ibadah yang sebenarnya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Adapun ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum) adalah ibadah yang tata cara pelaksanaannya
tidak diatur secara rinci oleh Allah dan Rasulullah. Ibadah umum ini tidak menyangkut hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi justeru berupa hubungan antara manusia dengan manusia atau dengan alam
yang memiliki nilai ibadah. Bentuk ibadah ini umum sekali, berupa semua aktivitas kaum Muslim (baik
perkataan maupun perbuatan) yang halal (tidak dilarang) dan didasari dengan niat karena Allah (mencari
rido Allah). Jadi, sebenarnya ibadah umum itu berupa muamalah yang dilakukan oleh seorang Muslim
dengan tujuan mencari rido Allah.

Para ulama ada juga yang membagi ibadah menjadi lima macam, yaitu:
1) ibadah badaniyah, seperti shalat, 2) ibadah maliyah, seperti zakat, 3) ibadah ijtima’iyah, seperti haji, 4)
ibadah ijabiyah, seperti thawaf, dan 5) ibadah salbiyah, seperti meninggalkan segala yang diharamkan
dalam masa berihram (Ash Shiddieqy, 1985: 5). Tentu masih banyak tinjauan ibadah dari ulama lain
berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda, namun tidak akan menghilangkan ruhnya, yaitu bahwa
ibadah merupakan suatu ketundukan seorang hamba kepada Tuhannya dengan didukung oleh keikhlasan
atau ketulusan hati.

Muamalah

Secara etimologis kata muamalah berasal dari bahasa Arab al-mu’amalah yang berpangkal pada
kata dasar ‘amila-ya’malu-‘amalan yang berarti membuat, berbuat, bekerja, atau bertindak (Munawwir,
1997: 972). Dari kata ‘amila muncul kata ‘amala-yu’amilu–mu’amalahyang artinya hubungan
kepentingan (seperti jual beli, sewa, dsb) (Munawwir, 1997: 974). Sedangkan secara terminologis
muamalah berarti bagian hukum amaliah selain ibadah yang mengatur hubungan orang-orang mukallaf
antara yang satu dengan lainnya baik secara individu, dalam keluarga, maupun bermasyarakat (Khallaf,
1978: 32).
Berbeda dengan masalah ibadah, ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah muamalah terbatas
pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi, kalaupun ada, tidak terperinci seperti halnya dalam
masalah ibadah. Oleh karena itu, bidang muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad.
Kalau dalam bidang ibadah tidak mungkin dilakukan modernisasi, maka dalam bidang muamalah sangat
memungkinkan untuk dilakukan modernisasi. Dengan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedemikian maju, masalah muamalah pun dapat disesuaikan sehingga mampu mengakomodasi
kemajuan tersebut.
Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yakni pada
dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan
melarangnya (Ash Shiddieqy, 1980, II: 91). Dari prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua perbuatan
yang termasuk dalam kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidak ada ketentuan atau nash yang
melarangnya. Oleh karena itu, kaidah-kaidah dalam bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan
perubahan zaman, asal tidak bertentangan dengan ruh Islam.
Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah,
menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi (1) ahkam al-ahwal al-syakhshiyyah(hukum-
hukum masalah personal/keluarga); (2) al-ahkam al-madaniyyah (hukum-hukumperdata); (3) al-ahkam
al-jinaiyyah (hukum-hukum pidana); (4) ahkam al-murafa’at (hukum-hukum acara peradilan); (5) al-
ahkam al-dusturiyyah(hukum-hukum perundang-undangan); (6) alahkam al-duwaliyyah (hukum-hukum
kenegaraan); dan (7) alahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah/(hukum-hukum ekonomi dan harta).

TUJUAN HUKUM ISLAM

Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan
mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang
bermanfaat, dan mencegah atau menolak yang mudharat, yakni yang tidak berguna bagi hidup dan
kehidupan manusia. Abu Ishaq al-Satibi merumuskan lima tujuan hokum Islam, yakni
(1)memelihara (agama),
(2) jiwa,
(3) akal,
(4) keturunan,
(5) harta yang disebut maqashid al-khamsah.
Kelima tujuan ini kemudian disepakati oleh para ahli hokum Islam. Agar dapat dipahami dengan baik dan
benar, masing-masing tujuan hokum Islam tersebut dapat dijelaskan satu per satu :

1. Memelihara Agama

Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia supaya martabatnya dapat
terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk lain, dan memenuhi hajat jiwanya. Beragama merupakan
kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Agama
Islam harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang akan merusak akidah, syari’ah dan akhlak, atau
mencampur adukkan ajaran agama Islam dengan paham atau aliran yang bathil. Agama Islam memberi
perlindungan kepada pemeluk agama lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya. Agama
Islam tidak memaksakan pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk memeluk agama Islam. Hal
ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 2 (Al-Baqarah) : 256.

2. Memelihara Jiwa

Menurut hokum Islam, jiwa itu harus dilindungi. Untuk itu hokum Islam wajib memelihara hak
manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya
menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
mempertahankan kemaslahatan hidupnya.

3. Memelihara Akal

Menurut hukum Islam, seseorang wajib memelihara akalnya, karena akal mempunyai peranan
sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal manusia dapat memahami wahyu
Allah, baik yang terdapat dalam kitab suci Al Qur’an maupun wahyu Allah yang terdapat dalam
alam(ayat-ayat kauniyah). Dengan akalnya, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Seseorang tidak akan mampu menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa
mempergunakan akal yang sehat. Oleh karena itu pemeliharaan akal merupakan salah satu tujuan hukum
Islam. Untuk itu hukum Islam melarang seseorang meminum minuman yang memabukkan yang disebut
dengan istilahkhamar, dan member hukuman pada perbuatan orang yang merusak akal. Larangan
minum khamar ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 5 (Al-Maidah): 90.

4. Memelihara Keturunan

Dalam hokum Islam, memelihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu
dalam hokum Islam untuk meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang syah menurut
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al Qur’an dan al-Sunnah dan dilarang melakukan perbuatan zina.
Hukum kekeluargaan dan hokum kewarisan Islam yang ada dalam Al Qur’an merupakan hokum yang
erat kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan. Dalam Al Qur’an, hokum-
hukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan disebutkan secara tegas dan rinci,
seperti larangan-larangan perkawinan yang terdapat dalam QS. 4 (Al-Nisa’) : 23. Sedangkan larangan
berzina, disebutkan dalam QS. 17 (Al-Isra’) : 32.

5. Memelihara Harta

Menurut hokum Islam, harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk melangsungkan
hidup dan kehidupannya. Untuk itu manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi (makhluk yang diberi
amanah Allah untuk mengelola alam ini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya) dilindungi haknya
untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, artinya syah menurut hokum dan benar menurut
ukuran moral. Pada prinsipnya, hokum Islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda
secara mutlak. Kepemilikan atas suatu benda secara mutlak hanya pada Allah, namun karena diperlukan
adanya kepastian hokum dalam masyarakat, untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama, maka
hak milik sesorang atas suatu benda diakui dengan pengertian, bahwa hak milik itu harus diperoleh secara
halal dan berfungsi sosial (Anwar Haryono, 1968 : 140).

http://pmiioki.blogspot.co.id/2014/04/makalah-pengantar-hukum-islam.html
http://www.suduthukum.com/2015/06/ruang-lingkup-hukum-islam.html

http://syahruddinalga.blogspot.co.id/2011/10/tujuan-hukum-islam-adapun-tujuan-hukum.html
8. Jelaskan lahirnya pemikiran tentang ham dan bagaimana perkembangannya? Dan bagaimana
prinsip – prinsip human right yang terdapat dalam universal of decleration of human right
dibandingkan dengan prinsip ham dalam islam.

Lahirnya Pemikiran Tentang Ham


Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna
Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya
memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum),
menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari
sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu
mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan
kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum bahwa raja terikat
kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang
pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi
sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of
Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Mulailah dipertegas bahwa manusia
adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus
dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci
lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan
penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat
perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya
orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada
keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga
dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat).
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan
dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan
The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
Perkembangan Pemikiran ham

Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia
manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia
yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin
dan karena itu bersifat universal.

Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan
harkat dan cita-citanya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Slamet Marta Wardaya yang menyatakan
bahwa hak asasi manusia yang dipahami sebagai natural rights merupakan suatu kebutuhan dari realitas
sosial yang bersifat universal.

Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai
negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini
dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.

Sementara dalam ketentuan menimbang huruf b Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan
dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.

Mengenai perkembangan pemikiran hak asasi manusia, Ahli hukum Perancis, Karel Vasak
mengemukakan perjalanan hak asasi manusia dengan mengklasifikasikan hak asasi manusia atas tiga
generasi yang terinspirasi oleh tiga tema Revolusi Perancis, yaitu : Generasi Pertama; Hak Sipil dan
Politik (Liberte); Generasi Kedua, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Egalite) dan Generasi Ketiga, Hak
Solidaritas (Fraternite). Tiga generasi ini perlu dipahami sebagai satu kesatuan, saling berkaitan dan
saling melengkapi. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang
lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu.

Ketiga generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Hak asasi manusia generasi pertama, yang mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar
manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik. Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup,
hak kebebasan bergerak, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan
berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan
sewenang-wenang, hak bebas dari hukum yang berlaku surut dsb. Hak-hak generasi pertama ini sering
pula disebut sebagai “hak-hak negatif” karena negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya,
karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua,
konsepsi hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar
kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status
politik, hak untuk menikmati ragam penemuan penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya.
Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan ditandatanganinya ‘International Couvenant on
Economic, Social and Cultural Rights’ pada tahun 1966. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak
atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak
atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat dsb. Dalam pemenuhan
hak-hak generasi kedua ini negara dituntut bertindak lebih aktif (positif), sehingga hak-hak generasi
kedua ini disebut juga sebagai “hak-hak positif”.

Oleh sebab itu perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di bidang sosial politik hanya
dapat berjalan dengan baik apabila hak yang lain di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta hak
solidaritas juga juga dilindungi dan dipenuhi, dan begitu pula sebaliknya. Dengan diratifikasinya
konvenan Hak EKOSOB oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, kewajiban
Indonesia untuk melakukan pemenuhan dan jaminan-jaminan ekonomi, sosial dan budaya harus
diwujudkan baik melalui aturan hukum ataupun melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.
Ham menurut Islam

Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan manusia, lewat syari’ah Islam
yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai
tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah
keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang
diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak
terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang
dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut : “Hai manusia,
sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum
adalah yang paling takwa.”

Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam

Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan penghargaan yang tinggi
terhadap hak asasi manusia. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan
dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut
pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, antara
lain : 1.) Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan
sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Qur’an juga berbicara
tentang kehormatan dalam 20 ayat. 2.) Al-Qur’an juga menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang
ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam Surat Al-
Hujarat ayat 13. 3.) Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang yang
berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan
dengan kata-kata : ‘adl, qisth dan qishash. 4.) Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara
mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan
aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29.
9. Jelaskan pengertian ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni dalam islam, bagaimana syarat –
syarat ilmu dalam tinjauan filsafat serta jelaskan perbedaan ipteks yang islami dan sekuler.

Pengertian Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Pengetahuan dapat di artikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu objek yang dihadapi,
hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Maka , pengetahuan adalah segala fenomena
alam yang dapat dicapai oleh indra manusia . Konsekwensi logis dari pengetahuan akan melahirkan
berbagai pengalaman manusia , akan tetapi pengalaman manusia ini terkadang kebenarannya tidak mutlak
dan perlu diuji lagi.

Kata sains disadur dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu pengetahuan , sedangkan dalam sudut
pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui manusia melalui tanggapan panca indera dan instuisi, sedangkan ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diinterpretasi , diorganisasi dan disistematisasi sehingga
menghasilkan kebenaran obyektif , sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara alamiah.
Secara etimologis kata ilmu berarti kejelasan , karena segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai
cirri kejelasan (M. Daud Ali, 1998:69).
Pengertian Teknologi dalam Islam
Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut pandang budaya , teknologi
merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun
pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi
tidak netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan. Disinilah letak perbedaan
ilmu pengetahuan dengan teknologi.
Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia juga
sebaliknya dapat membawa dampak negative berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan
manusia dan lingkungannya yang berakibat kehancuran alam semesta. Netralitas teknologi dapat
digunakan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dan atau digunakan untuk
kehancuran manusia itu sendiri. Oleh sebab itu kebenaran ipteks sangat relatif. Sumber ipteks dalam
islam adalah wahyu allah. Ipteks yang islami selalu mengutamakan kepentingan orang banyak dan
kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Untuk itu ipteks dalam pandangan islam tidak bebas nilai.
Integrasi ipteks dengan agama merupakan suatu keniscayaan untuk menghindari terjadinya proses
sekularisasi yaitu pemisah antaradoktrin-doktrin agama dengan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni (Hamda Mansoer,2004:93).

Pengertian Seni dalam Islam


Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan
kadar pemahaman yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata “SANI” yang kurang lebih artinya
“Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Namun menurut kajian ilimu di Eropa mengatakan “ART”
(artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.
Pandangan Islam tentang seni. Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah
satu sifat yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an
mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah
berfirman: “Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?” [QS 50: 6].
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Inilah prinsip yang didoktrinkan Nabi saw., kepada para
sahabatnya. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat atom.” Ada orang
berkata,” Sesungguhnya seseorang senang berpakaian bagus dan bersandal bagus.” Nabi bersabda,”
Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai keindahan. Sedangkan sombong adalah sikap menolak
kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim). Bahkan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah
bahasanya yang sangat indah, sehingga para sastrawan arab dan bangsa arab pada umumnya merasa kalah
berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya, spesifikasi irama, serta alur
bahasanya, hingga sebagian mereka menyebutnya sebagai sihir. Dalam membacanya, kita dituntut untuk
menggabungkan keindahan suara dan akurasi bacaannya dengan irama tilawahnya sekaligus.
Rasulullah bersabda :
“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,
Darimi)
Maka manusia menyukai kesenian sebagai representasi dari fitrahnya mencintai keindahan. Dan tak bisa
dipisahkan lagi antara kesenian dengan kehidupan manusia. Namun bagaimana dengan fenomena
sekarang yang ternyata dalam kehidupan sehari-hari nyanyian-nyanyian cinta ataupun gambar-gambar
seronok yang diklaim sebagai seni oleh sebagian orang semakin marak menjadi konsumsi orang-orang
bahkan anak-anak.Sebaiknya di kembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahwa dalam Al-Qur’an
disebutkan :
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-
olokan. Mereka itu memperoleh azab yang menghinakan.” (Luqman:6)
Jikalau kata-kata dalam nyanyian itu merupakan perkataan-perkataan yang tidak berguna bahkan
menyesatkan manusia dari jalan Allah, maka HARAM nyanyian tersebut. Nyanyian-nyanyian yang
membuat manusia terlena, mengkhayalkan hal-hal yang tidak patut maka kesenian tersebut haram
hukumnya.

Pendapat tentang pengertian seni dalam Islam


. Menurut Seyyed Hossein Nasr, seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada
bidang keanekaragaman. Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari
tempat penerimaan wahyu al-Qur’an yang dalam hal ini adalah masyarakat Arab. Jika demikian, bisa jadi
seni Islam adalah seni yang terungkap melalui ekspresi budaya lokal yang senada dengan tujuan Islam.
Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan ataupun
menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah ungkapan ekspresi jiwa setiap manusia
yang termanifestasikan dalam segala macam bentuknya, baik seni ruang maupun seni suara yang dapat
membimbing manusia kejalan atau pada nilai-nilai ajaran Islam.
Di sisi lain, dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah
yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi kedalam bentuk
yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran (seni suara), penglihatan (seni lukis dan ruang), atau
dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari dan drama).
Dari difinisi yang kedua ini bisa jadi seni Islam adalah ekspresi jiwa kaum muslim yang
terungkap melalui bantuan alat instrumental baik berupa suara maupun ruang. Hal ini juga bisa kita lihat
dalam catatan sejarah bahwa dalam perkembangannya baik seni suara maupun ruang termanifestasikan.
Dengan definisi demikian, maka setiap perkembangan seni baik pada masa lampau maupun masa
kini bisa dikatakan seni Islam asalkan memenuhi kerangka dasar dari difinisi-difinisi di atas. Dengan kata
lain, seni bisa kita kategorikan seni Islam bukan terletak pada dimana dan kapan seni tersebut
termanifestasikan, melainkan pada esensi dari ajaran-ajaran Islam yang terejahwantah dalam karya seni
tersebut.
Islam sebagai agama yang sangat menghormati ilmu pengetahuan, tidak diragukan lagi. Banyak
argumen yang dapat dirujuk, di samping ada ayat-ayat al-Qur`an dan hadits Nabi saw. yang mengangkat
derajat orang berilmu, juga di dalam al-Qur`an mengandung banyak rasionalisasi, bahkan menempati
bagian terbesar. Hal ini diakui Meksim Rodorson (seorang penulis Marxis) ketika menelaah Q.S. Ali
Imrân/3: 190-191 dan Q.S. Al-Baqarah/2: 164. Menurutnya, dalam al-Qur`an kata ‘aqala (mengandung
pengertian menghubungkan sebagian pikiran dengan sebagian yang lain dengan mengajukan bukti-bukti
yang nyata sebagai argumentasi yang harus dipahami secara rasional) disebut berulang kali, tidak kurang
dari lima puluh kali dan sebanyak tiga belas kali berupa bentuk pertanyaan sebagai protes yang mengarah
pada kajian ilmiyah, seperti “Apakah kamu tidak berakal?". Seandainya meneliti kata-kata lainnya:
nazhara (menganalisa), tafakkara (memikirkan), faqiha (memahami), ‘alima (mengerti, menyadari),
burhan (bukti, argumentasi), lubb (intelektual, cerdas, berakal) dan lain-lain, niscaya akan menemukan
banyak sekali nilai-nilai ilmiyah yang terdapat dalam al-Qur`an.

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran/3: 190-191).

Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam
sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan
paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam
wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti
menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan
diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua,
menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam
kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan
standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur,
bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika
suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya,
walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad
terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran
material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan
meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.
Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT. Ada banyak cara
untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini
hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW: “ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap
muslim laki-laki dan perempuan”. Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan.

Iptek yang Islami


Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah
pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific
method) .Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah
dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek

Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar
pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolak ukur
dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang
telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam.

Kewajiban mencari ilmu

Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Tentunya
beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat
bagi siapa saja yang berpegang teguh dan sungguh-sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada 3, sedangkan yang
lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat
Al-Qur’an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan
faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil)
Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda, “ mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang
meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata dan emas pada babi
hutan.”(HR. Ibnu Majah dan lainya)
Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke negeri cina”. Dalam hadist ini kita
tidak dituntut mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh kita mencari ilmu dari
berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.
Dalam kitab “ Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut trlebih dahulu
adalah ilmu haal yaitu ilmu yang dseketika itu pasti digunakan dal diamalkan bagi setiap orang yang
sudah baligh. Seperti ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru
mempelajari ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lainya. Kadang-kadang
orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu
agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya.
Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari
ilmu-ilmu umum.
Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama adalah orang islam yang belajar
suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain.”(HR. Ibnu Majah)
Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan
kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dianding sedekah harta benda. Ini dikarenakan
mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal yang muta’adi (dapat berkembang)
yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang
lain.

Keutamaan orang yang berilmu


Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-
Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan
kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari
sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran :
190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28), “al-
Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelar mulia lain.

Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan bahwasanya tidak
ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-
orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang
berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat
yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan
yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati
pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159) Rasulullah saw juga bersabda:
"Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan
kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim.
Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih). Jadi setiap orang yang berilmu harus
mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau
mengamalkan pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.

Sumber :

https://mrizkyfauzanazdhima.wordpress.com/2012/11/22/sejarah-ringkas-perkembangan- hak-
asasi-manusia-ham-dalam-pandangan-islam-kristen-barat-dan-sistem-hukum-indonesia/
https://maixelsh.wordpress.com/2011/02/21/hak-asasi-manusia-universal-declaration-of-human-
rights-1948/

http://mika15purniati.blogspot.co.id/2013/11/ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-seni.html

http://fadjaer-dodolanol.blogspot.co.id/2011/11/dodolan-pulsa-ol.html

http://marlinara.blogspot.co.id/2013/04/iptek-dan-seni-dalam-islam.html

10. Jelaskan Bentuk – Bentuk Kerahmatan Islam Bagi Semesta Alam/Semua Makhluk Allah !. Apa
Penyebab Timbulnya Ketegangan Yang Sering Timbul Intern Umat Beragama !. dan bagaimana
Cara Untuk Menghindarinya Berdasarkan Al – Quran Dan Al Hadist.

Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Rahmat artinya kelembutan yang berpadu
dengan rasa iba, atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Islam Rahmatan lil
alamin adalah agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Islam adalah agama yang membawa
rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi
sesama manusia. Pernyataan bahwa Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam
sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah swt: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”(QS.Al-Alnbiya). Islam melarang manusia berlaku semena-
mena terhadap makhluk Allah, sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam Hadis riwayat al-
Imam al-Hakim, “Siapa yang dengan sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih
kecil darinya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya”.

Dengan diturunkannya QS. Al-Anfal :33, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka,
sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka
meminta ampun”. Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya Allah tidak akan memberikan azab di dunia
bagi umat nabi Muhammad, melainkan ditunggu hingga datangnya hari kiamat. Dan hal tersebut
merupakan bentuk rahmat di dunia bagi umat nabi Muhammad. Berbeda halnya dengan umat-umat Nabi
terdahulu, bila ada yang kafir atau maksiat, maka atas perintah Allah langsung diturunkan azab seperti
hujan batu, banjir, atau angin topan dana lain-lain. Hal tersebut merupakan kerahmatan Islam bagi
manusia.
Rahmat atau kerahmatan tidak hanya diberi kepada makhluk manusia saja, tetapi, kepada hewan
yang membutuhkan, juga dapat mendatangkan Kerahmatan Allah SWT. Sebagaimana yang dikisahkan
dalam hadits Nabi Muhammad SAW, dimana ada seorang dengan tulus ikhlas memberi minum seekor
anjing yang tengah kehausan. Maka beliau menginformasikan bahwa orang itu akan dibalas dengan surga.

Beberapa penyebab konflik internal umat beragama seperti:


1. Pemahaman yang menodai atau menyimpang dari agama
2. Pemahaman yang radikal, menganggap alirannya benar dan orang lain salah
3. Pemahaman yang liberal, bebas semaunya tanpa mengikuti kaedah yang ada
Sementara itu konflik antar umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama
melainkan faktor ekonomi, politik dan sosial yang kemudian diagamakan. Beberapa penyebabnya seperti:
1. Adanya paham radikal disebagian kecil kelompok agama
2. Kurang efektifnya pelaksanaan regulasi baik karena status hukumnya yang masih dipersoalkan,
kurangnya pemahaman sebagai aparatur negara atau kurangnyakesadaran sebagai tokoh dan umat
beragama
3. Persoalan pendirian rumah ibadah atau cara penyiaran/penyebaran agama yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
4. Penistaan terhadap agama
5. Adanya salah paham ayai informasi diantara pemeluk agama.

Terkait tentang perbedaan pendapat ini sering kali kali muncul satu sikap taklid dan fanatik terhadap satu
pendapat atau madzhab tertentu dan tidak mau keluar kepada pendapat lain walaupun kebenaran ada pada
pendapat yang lain. Dan ini merupakan sikap negatif, yang seharusnya dilakukan adalah mengembalikan
segala permasalahan kepada Al-Qur’an dan Hadits.

Banyak sekali dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mewajibkan kita untuk mengamalkan al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengembalikan segala permasalahan
kepada keduanya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,


“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya[528]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. Al-A’raf:
3)
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kalian (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan
dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu Lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan
sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. An-Nisa: 61)

Berdasarkan ayat ini siapa saja yang diajak untuk mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah tapi kemudian
malah menghalang-halangi maka ia termasuk golongan orang munafik.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian” (QS.
An-Nisa: 59)

Mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mengembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Allah subhanahu wata’ala juga mengaitkan sikap mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
keimanan sebagaimana firman-Nya, “jika kalian benar-benar beriman kepada Allah.” Dengan demikian
dapat dipahami, bahwa apabula seseorang mengembalikan perselisihan kepada selain Allah dan Rasul-
Nya, berarti orang tersebut tidak beriman kepada Allah.
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS. Al-
Hasyr: 7)

Ayat ini berisi ancaman keras bagi orang-orang yang tidak mengamalkan sunnah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam, apalagi jika ia menganggap pendapat seseorang lebih baik daripada sunnah
beliau.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,


“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-
Nisa: 65)

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wata’ala bersumpah bahwa mereka tidak beriman sehingga mereka
menjadi Nabi shallallahu’alaihi wasallam sebagai hakim dalam segala permasalahan yang mereka
perselisihkan.
11. Bagaimana pendapat anda terhadap penistaan agama oleh ahok dan bagaimana sikap dan
peran anda terhadap pacsa penistaan agama tersebut, tunjukkan dalilnya dalam Al-Quran
maupun Al-Hadits.

Jawaban :

Sikap yang saya ingin tunjukan terhadap kasus ini adalah dengan menyerahkan proses pengadilan
kepada pihak-pihak yang berwenang, karena keputusan yang akan diambil terhadap kasus ini sudah pasti
telah melalui pertimbangan-pertimbangan yang matang.

Pendapat saya tentang kasus penistaan agama yang di lakukan oleh saudari gubernur Jakarta non-
aktif atau bapak ahok yakni dalam kerukunan antar umat beraga jelas di yang di maksud di sini adalah
uamtnyan , bukan agamanya. ( buku pendidkan agama islam di perguran tinggi lingkungan univ. negeri
gorontalo hal 114 ) dalam kasus ini ahok saya rasa tidak rukun beragama antara umat agama yang lain.
Karena dalam kerukunan beragama itu sendiri agama tidak mungkin bias dirukunkan , karena setiap
agama mempunyai kitab suci sendiri – sendiri.

Sikap dan peran saya terhadap kasusu tersebut yakni saya sangat tdk senang dengan adanya kasus
penistaan agama yang di lkukan oleh ahok ini. Sebab di Indonesia bukan hanya ada satu agama saja
melainkan ada bermacam agama. Dalam kasus ini saya ingin ahok mendapatkan pelajaran yang setimpal
atas perbuatannya itu sendiri. Karena ia telah melecehkan agama yang mayoritas agama yang umatnya
lebih banyak di negeri ini.

saya akan memberikan satu dalil tentang dilarangnya menistakan agama Islam maupun agama
lain.

Khususnya dalam Islam telah di tegaskan mengapa tidak boleh menjelek-jelekan agama Islam,

Dalam Surah At-Taubah ayat 65-66 yang Artinya : “dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka lalukan itu), tentulah mereka akan menjawab “sesungguhnya kami hanyalah bersendah
gurau dan bermain-main saja”. Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu ber
olok-olok? , tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika kami memaafkan
segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain)
disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”. (Al-Quran Surah At-Taubah : 65-
66).
12. Bagaimana Tanggapan Anda Terhadap Kebudayaan Islam, Adat Istiadat serta Sistem Politik Islam
Di Indonesia, Tunjukan Dalilnya dalam Al-Quran maupun Haditsnya.

Jawaban :

Pendapat dan Pandangan Saya Mengenai kebudayaan islam yang ada di Indonesia,

menurut saya kebudayaan islam itu adalah budaya yang mencerminkan nilai-nilai islam. Dimana
setiap umat muslim yang beragama islam itu mempunyai sifat atau kebudayaan yang berisi nilai-nilai
dalam ajaran agama islam

menurut saya tentang adat istiadat dalam islam yakni suatu kebiasaan dalam agama islam
yang di lakukan oleh masyarakat islam (muslim).

menurut saya system politik islam di Indonesia ini adalah bagian-bagian integral dari
ajaran agama islam. Karena islam adalah agama yang serba lengkap.

Anda mungkin juga menyukai