Anda di halaman 1dari 24

MATA KULIAH AGAMA

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


Oleh :
 
M. Arum Riyono, S. Pd. I
PERKEMBANGAN KONSEP KEBERADAAN
TUHAN
a. Manusia pada hakikatnya memiliki naluri
alamiah atau dari dalam hatinya untuk
mencoba berdekatan dengan sesuatu yang
di luar akalnya yang gaib,
b. yang mana tingkat tertinggi hal yang gaib
itu bagi manusia adalah Tuhannya.
c. Pada masa awal manusia percaya akan
satu Tuhan (monoteis) kemudian beralih
kepercayaan pagan yang memiliki banyak
tuhan-tuhan baru (politeis) yang :
 menyerupai manusia
 dapat dijangkau yang posisinya lebih
dekat dengan manusia dan
 dapat dinalar dengan akal pikiran
mereka
d. Secara kronologis monoteisme awal
berubah menjadi politeisme pagan di
seluruh dunia.
e. Perkembangan kebudayaan pagan yang
penuh mitos dan ritual akhirnya membawa
manusia kembali pada monoteisme yang
dipandang lebih rasional.
Monoteisme Politeisme

Monoteisme
(Karen Amstrong : Sejarah Tuhan, 2002)
Bandingkan dengan Sejarah Pemikiran Manusia
tentang Tuhan menurut Pemikiran Barat
Dalam literatur sejarah agama, dikenal Teori
Evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan
adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi
sempurna.
Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh
Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB
Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens.
Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah
sebagai berikut:
Dinamisme
Politeisme
Animisme

Henoteisme

Monoteisme
Dinamisme : kekuatan benda yang
berpengaruh
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.
Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada
yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.
Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan
syakti (India).
Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera
dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu
yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia
dapat dirasakan pengaruhnya.
Animisme : kekuatan roh yang
berpengaruh
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda
yang dianggap benda baik, mempunyai roh.
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif
sekalipun bendanya telah mati.
Roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-
kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut,
manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang
sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk
memenuhi kebutuhan roh.
Politeisme : Kepercayaan pada banyak
tuhan/dewa
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang
menjadi sanjungan dan pujaan.
Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya.
Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin
dan lain sebagainya.
.
Henoteisme :
Tuhan tingkat Nasional
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama.
Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi
lebih definitif (tertentu).
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah)
bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
Monoteisme : mengakui satu Tuhan
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme.
Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk
seluruh bangsa dan bersifat internasional.
Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi
dalam tiga paham yaitu : deisme, panteisme, dan teisme.
Bantahan
Teori Evolusionisme tersebut oleh Max Muller dan
EB. Taylor (1877), dibantah Andrew Lang (1898)
 Andrew Lang menekankan adanya monoteisme
dalam masyarakat primitif.
Orang-orang yang berbudaya rendah juga sama
monoteismenya dengan orang-orang Kristen.
Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang
Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud
yang lain.
Sarjana-sarjana agama di Eropa Barat juga
membantah evolusionisme dan memperkenalkan
teori baru untuk memahami sejarah agama.
Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak
datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau
wahyu.
Kesimpulan tersebut berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif.
Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa
asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah
monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari
ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).
Konsep Ketuhanan dalam Islam

Dalam konsep Islam, manusia dilahirkan


sebagai makhluk bertuhan sebelum dilahirkan.
Ketika masih di alam ruh, manusia telah
membuat satu perjanjian primordial (paling
dasar) ketuhanan (Q.S. Al-A’raf: 172).
Menolak ateisme (Q.S. Ibrahim: 10)
Tuhan itu Esa (Q.S. Al-Ikhlas: 1)
Tidak dapat digambarkan dalam wujud dan
bentuk apapun (Q.S. Asy-Syura: 11)
Rabb dan Ilah
Dalam konsep Islam, Tuhan (Allah)
mempunyai 2 Predikat yang sering
disebutkan dalam wahyu (Al-Qur’an dan
Al-Hadist)
Allah sebagai Rabb (Tuhan Pencipta)
Allah sebagai Ilah (Tuhan yang
disembah)
Allah sebagai Rabb (Tuhan Pencipta)
Allah sebagai Pencipta, Penguasa,
Pemilik, Yang Menghidupkan, Yang
Mematikan, Yang Mengatur dan Yang
Memberi Rejeki
Allah sebagai Rabb diakui oleh setiap
manusia tanpa pandang agama
Allah sebagai Rabb juga diakui oleh Iblis
(QS. Al-A’raf/7:12, Shad/38:76)
Allah sebagai Ilah (Tuhan yang
disembah)
Allah sebagai ilah artinya Allah sebagai
yang disembah, ditaati, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan
memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.
Meng-ilah selain Allah (politeisme)
adalah kesyirikan yang sangat dimurkai
Allah.
Naluri manusia dengan rabbnya
Ketika manusia berada dalam bahaya, dia
berdoa pada Rabbnya tanpa pelantara (QS. Al-
Ankabut: 65, Yunus: 22, Al-Isra’:67)
Ketika manusia berada dalam keterpaksaan
karena ditawan musuh.
“Minat para tawanan di bidang keagamaan, sejauh
dan secepat minat tersebut tumbuh, merupakan minat
yang paling mengagumkan. .. Yang mengesankan
dalam hal ini adalah doa ... di sudut pondok....(Viktor
E. Frankl: Man’s Search For Meaning, 47)
Kesyirikan (politeisme) dan penyebabnya
Islam konsisten dalam monoteime sejak
manusia pertama (Adam) sampai
diturunkannya para Rasul (Nabi Nuh sampai
Nabi Muhammad SAW)
Ketika suatu kaum melakukan penyimpangan,
maka Allah turunkan seorang rasul untuk
menyeru manusia kembali pada ajaran
monoteisme (mengesakan Allah dalam ber-
ilah)
Sebagian dihancurkan dan sebagian
diselamatkan.
Al Qur’an memberitahukan penyebab
Kesyirikan (politeisme) antara lain :
 Menjadikan tuhan-tuhan sebagai pelantara
mendekatkan diri pada Allah (Az-Zumar :
3)
 Mengikuti jejak nenek moyang tanpa
reserve
 Meyakini Allah mempunyai anak
 Menjadikan malaikat-malaikat sebagai
anak-anak perempuan Allah
Konsep Ketuhanan dalam Islam
dan Konsekuensinya
1. Pengakuan Allah sebagai Rabb (Tuhan
Pencipta) belum menjadikan -secara
otomatis- seseorang menjadi muslim,
dan konsep teologi (ilmu kalam)
menemukan Allah dengan keniscayaan
akal tidak menjadikan seseorang
bertauhid, karena pada dasarnya manusia
mengakui keberadaan Allah sebagai rabb
(Q.S. Al-A’raf: 172)
2. Seorang muslim selain mengakui Allah
sebagai rabb juga menjadikan Allah satu-
satunya ilah, dan tidak menjadikan ilah-
ilah selain Allah, ini tersebut dalam
pernyataan atau syahadah.
3. Konsekuensi mengakui Allah sebagai satu-
satunya ilah ialah dengan menjalankan
perintah Allah (syari’at) yang terdapat
dalam Al Qur’an dan Al Hadits
4. Mendekatkan diri pada Allah, meminta
pertolongan-Nya dengan cara yang telah
ditentukan oleh Allah dan petunjuk
rasul-Nya
5. Semua rasul-rasul Allah mempunyai
konsep ketuhanan yang sama (monoteis)
hanya syari’atnya saja yang berbeda
sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan
Allah.

Anda mungkin juga menyukai