Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KELAYAKAN USAHA OLAHAN BUAH

MANGROVE PEDADA DIJADIKAN DODOL

Case: Desa Masjid Lama kecamatan Talawi Batu Bara Regency, Sumatera Utara Province

Hasman Hasyim
Agribusiness Studies Program, Faculty of Agriculture Universitas Sumatera Utara Medan Indonesia
Email : hasman@usu.ac.id

ABSTRAK :Tujuan penelitian untuk menganalisis kelayakan usaha olahan buah


mangrove pedada dijadikan dodol didaerah penelitian.
Metode penelitian dengan menggunakan uji kelayakan yaitu uji Break Even Point
(BEP) dan Return Cost Ratio (R/C).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil BEP Harga < Harga dan BEP Produksi <
Produksi. Sedangkan Reveneu Cost Ratio (R/C) sebesar 1,865>1 artinya usaha
olahan buah mangrove pedada dodol layak untuk diusahakan.

Kata kunci : Buah Mangrove Pedada Dodol, Harga, Produksi, Pendapatan

PENDAHULUAN
Hutan/ekosistem mangrove sebagai salah satu sumber daya alam yang tumbuh
di kawasan pantai/pesisir merupakan ekosistem yang unik. Secara umum keberadaan
hutan/ekosistem mangrove mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting, baik
secara fisik, ekologis dan ekonomis, dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir
(Kementrian Kehutanan, 2010 ; Waryono dan Didit. 2002).
Hutan mangrove hingga saat ini masih dimanfaatkan sebagai penghasil kayu
baik untuk kebutuhan bahan baku arang, tiang pancang dan sebagainya. Selain itu
lahan dari hutan mangrove saat ini telah banyak di konversi baik untuk kebutuhan
lahan budidaya maupun untuk perumahan, pelabuhan maupun industri. Hal ini bisa
terjadi karena kurangnya pemahaman dari masyarakat maupun pengembangan dan
pemegang kebijakan tentang fungsi dari hutan mangrove (Arief, 2003).
Secara garis besar fungsi mangrove dikategorikan kedalam tiga macam
fungsi, yaitu fungsi dari hempasan gelombang dan angin kencang. Fungsi ekologis
kawasan mangrove adalah sebagai tempat mencari makan dan berkembang biaknya
berbagai jenis ikan, udang dan lainnya. Sedangkan secara ekonomi kawasan

1
mangrove mempunyai fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
memanfaatkan potensi hasil hutan fisik, fungsi biologis (ekologis) dan fungsi
ekonomi. Secara fisik hutan mangrove berfungsi sebagai penjaga garis pantai dari
erosi agar tetap stabil, melindungi daerah belakang mangrove seperti madu, kayu dan
tempat rekreasi (Kusmana, 2007).
Salah satu fungsi hutan mangrove yang masih sedikit sekali diketahui oleh
masyarakat umum adalah sumberdaya mangrove sebagai salah satu bahan baku
makanan alternative, buah mangrove memiliki prospek sangat baik untuk
dikembangkan menjadi bahan pangan alternative berbagai macam resep makanan
terutama bagi masyarakat disekitar pesisir pantai, juga sebagai penyedia karbohidrat
maupun sebagai bahan baku industri (Latumahina, 2007).
Mangrove merupakan ekosistem produktif. Berbagai produk dari mangrove
dapat dihasilkan baik langsung maupun tidak langsung, diantaranya: kayu bakar,
bahan bangunan, keperluan rumah tangga, kertas, kulit, obat-obatan dan perikanan.
Melihat beragamnya manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian
perdesaan yang berada dikawasan pesisir seringkali sangat bergantung pada habitat
mangrove yang ada disekitarnya (Noor, dkk, 2006). Ekosistem mangrove, sering
disebut dengan sebutan hutan payau atau hutan bakau. Kawasan mangrove
merupakan tipe hutan tropika dan sub-tropika yang khas, tumbuh disepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Dahuri, 2003).
Tumbuhan pedada adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa tepian sungai
dan bagian dari vegetasi mangrove. Secara lokal pohon ini sering disebut dengan
sebutan perapat. Secara ekologis tumbuhan ini hidup di daerah yang pasang surut
yang berlumpur dan rawa-rawa. Upaya pemanfaatan buah mangrove pedada sebagai
sumber pangan masih terbatas pada program pemberdayaan penduduk yang hidup di
area hutan mangrove. Pengetahuan tentang manfaat mangrove pedada dan
keterampilan pengolahannya perlu lebih ditingkatkan supaya pemanfaatannya lebih
optimal. Produk olahan dari buah mangrove pedada memiliki prospek yang bagus
jika diproduksi dengan standar mutu dan didukung oleh promosi yang baik (Dara dan
Advenrinus, 2017).

2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan energy buah mangrove lebih
banyak dibandingkan dengan beras dan jagung. Mangrove memiliki energy 371
kalorie/100gr, sementara kandungan energy beras sebanyak 360kalorie/100gr dan
jagung sebanyak 307 kalories/100gr. Untuk kandungan karbohidrat mangrove
sebanyak 85,1 gr/100gr, dan beras sebanyak 78,9gr/100gr, dan jagung 63,6gr/100 gr.
Secara sederhana perbandingan ketiga komoditas disajikan dalam Tabel 1. Berikut:

Tabel 1. Perbandingan Kandungan Energi dan Karbohidrat Mangrove, Beras,


danJagung
Kandungan di masing-masing komoditas
No Jenis Komoditas
Energi/100 gr Karbohidrat/100gr
1 Buah Mangrove 371 kalorie/100gr 85,1 gr/100 gr
2 Beras 360 kalorie/100gr 78,9 gr/100 gr
3 Jagung 307 kalorie/100 gr 63,6 gr/100 gr
Sumber : IPB, diunduh 2 Februari 2015
Menurut Syaparuddin (2013), selain itu buah pedada mempunyai aroma
yang khas, tidak beracun dan dapat dimakan. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai kajian pengolahan dan analisis kelayakan buah mangrove
pedada. Apakah pengolahan buah mangrove pedada layak atau tidak layak.
Tujuan penelitian untuk menganalisis kelayakan usaha hasil olahan buah
mangrove pedada dijadikan dodol.
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Mangrove Pedada
Mangrove pedada adalah salah satu jenis tanaman air yang hidup dipesisir
pantai. Buahnya dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi berbagai produk olahan
seperti : dodol, permen, sirup dan lainnya (Deviarni, 2017).
Buah Sonneratia Caseolaris memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan
jenis tanaman mangrove lainnya yaitu sifat buahnya tidak beracun dapat digunakan
langsung, rasa asam, dan aroma yang khas serta tekstur buah yang lembut membuat
buah Sonneratia Caseolaris cocok diolah untuk dijadikan beberapa produk pangan
seperti jenang dodol, selai dan sirup (Indra dkk, 2007).
Jenis mangrove yang banyak diolah untuk dijadikan beberapa produk pangan
seperti jenang dodol, selai, dan sirup adalah Sonneraria Caseolaris. merupakan

3
tumbuhan mangrove yang mempunyai kuantitas buah yang cukup tinggi karena pada
saat tidak musim saja 1 pohon masih bisa menghasilkan kurang lebih 2 kg/hari
(Wiediartini, dkk. 2016).
Sonneratia Caseolaris dapat ditemukan pada daerah tepi muara sungai
terutama pada daerah salinitas rendah dengan campuran air tawar. Tinggi pohon
mencapai 16 meter, buah dengan diameter 6-8 cm, permukaan yang mengkilap,
mahkota bunga berwarna merah dan benang sari berwarna merah dan putih. Dan
memiliki ciri khusus yaitu bunga dewasa memiliki tangkai daun yang pendek dengan
dasar berwarna kemerah-merahan, akar nafas yang berkembang dengan baik dapat
mencapai tinggi lebih dari 1 meter, lebih tinggi dibanding Sonneraria alba. Buah
pedada bercirikan berwarna hijau kekuning-kuningan (Siagian, 2018).

Isi Kandungan Buah Pedada


Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata Gula
buah pedada sebesar 46,58 mg/100 gr, Vitamin C rata-rata sebesar 187,46 mg/100gr,
Proten rata-rata sebesar 52,78 %, Total asam rata-rata sebesar 0,26 %, Total
0
Suspended Solid (TSS) rata-rata sebesar 9,16 brix dan Total microba rata-rata
sebesar 25 x 10 4 CFU/M (Siagian, 2018).
Adapun Kandungan Yang Dianalisis :
Karbohidrat
Pengujian karbohidrat pada buah pedada (Sonneratia Caseolaris) dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan metode penentuan gula redukasi (metode Luff
Schoorl). Taufik (2008) menyatakan bahwa metode luff schroorl merupakan metode
yang terbaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalah sebesar 10%.
Pada Metode Luff school terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan penentuan Cu
terduksi dengan I2dan menggunakan prosedur Lae-Eynon.
Hasil pengujian kadar karbohidrat buah pedada dengan menggunakan Cu
tereduksi adalah sebesar 1,74%. Menurut Satuhu (2004) buah yang paling cocok
dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk pangan sebaiknya mempunyai kandungan
karbohidrat lebih besar dari 1%. Dengan demikian kadar karbohidrat yang terkandung
dari buah pedada memenuhi syarat untuk diolah menjadi sirup dan dodol.

4
Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan penentuan jumlah protein secara
empiris. Pengujian yang paling umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah
Nitrogen (N) yang dikandung suatu bahan. Penentuan protein berdasarkan jumlah N
menunjukkan protein kasar karena selain protein juga terikut senyama N lainnya
(Indarto, 2009).
Pengujian kadar protein pada buah pedada dilakukan dengan menggunakan
metode titrasi formol. Metode titrasi formol baik digunakan untuk menentukan kadar
protein yang tidak terlarut. Hasil pengujian kadar protein pada buah pedada
didapatkan 1,24%. Menurut Satuhu (2004) buah yang paling cocok dimanfaatkan
untuk diolah menjadi produk pangan sebaiknya mempunyai kandungan > 1 %.
Dengan demikian kadar protein yang terkandung dalam buah pedada memenuhi
syarat untuk diolah menjadi sirup dan dodol.
Lemak
Pemeriksaan lemak pada buah pedada menggunakan metode Soxhlet. Metode
ini akan menentukan kadar lemak yang tidak larut dalam air, filtrate diperoleh
diuapkan kemudian dilarutkan dalam air panas dan ditambahkan dengan HCl pekat
sehingga berbentuk asam lemak bebas. Bila campuran tersebut didinginkan, diperolah
lapisan asam lemak yang tidak larut dalam air. Lapisan ini disaring dan ditimbang
(Winarno, 1996).
Hasil pengujian kadar lemak pada buah pedada diperoleh 0,24%. Menurut
Satuhu (2004), buah yang paling cocok dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk
pangan sebaiknya mempunyai kandungan lemak lebih besar dari 0,1%. Dengan
demikian kadar lemak yang terkandung dalam buah pedada memenuhi syarat untuk
diolah menjadi sirup dan dodol.
Vitamin C
Ada beberapa pengujian Vitamin C yaitu secara kimia dan biologis. Analisis
vitamin secara kimia lebih cepat dan murah dibandingkan secara biologis. Tetapi
secara biologis, juga memiliki kelebihan yaitu dapat diketahui secara langsung

5
peranan vitamin tersebut dalam zat hidup. Pengujian vitamin C pada buah pedada
dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan metode titrasi Iodin.
Hasil pengujian kandungan vitamin C pada buah pedada adalah 70,6
mg/100gr. Menurut Satuhu (2004), buah yang paling cocok dimanfaatkan untuk
diolah menjadi produk pangan sebaiknya mempunyai kandungan vitamin C > 0,01%.
Dengan demikian kadar vitamin C yang terkandung dalam buah pedada memenuhi
syarat untuk diolah menjadi sirup dan dodol.

Dodol Mangrove
Dodol adalah makanan semi basah bertektur kenyal dengan kadar gula, pati,
dan minyak yang tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang agak lama sekitar
1-3 bulan. Pembuatan dodol mangrove dapat menggunakan buah Sonneratia
Caseolaris. Pembuatan dodol mangrove tidak terlalu sulit dan membutuhkan alat
dan bahan yang sangat sederhana (Priyono, dkk. 2010).
Dodol merupakan suatu olahan pangan yang dibuat dari campuran tepung
ketan, gula, santan kelapa, yang didihkan hingga menjadi kental dan berminyak
tidak lengket dan apabila dingin pasta akan menjadi padat, kenyal dan dapat diiris.
Jenis dodol sangat beragam tergantung keragaman campuran tambahan dan juga cara
pembuatannya. Dodol memiliki warna coklat, rasa manis dan gurih yang khas.
Komponen utama dodol ialah tepung ketan, sebagai pendukung utama tekstur dodol
(Haryadi, 2008)
Bahan baku utama dalam pembuatan dodol adalah tepung beras ketan. Jenis
makanan ini berkadar air sekitar 10-40 % sehingga tidak efektif untuk pertumbuhan
bakteri dan khamir pathogen, tidak mudah rusak, serta tahan terhadap penyimpanan
yang cukup lama tanpa proses pengawetan (Mursaddad dan Hartuti, 2003).
Pada umumnya proses pembuatan dodol masih dilakukan secara teradisional
dan masih diproduksi oleh industri rumah tangga yang masih kurang memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi cara penimbangan bahan dan cara penggunaan
bahan serta kualitas bahan yang digunakan dalam pembuatan dodol sehingga dodol
yang diproduksi terkadang tidak tahan terhadap penyimpanan, karena mudah

6
ditumbuhi jamur dan terjadi perubahan aroma/tengik (Satuhu dan Sunarmani, 2004).

Teori Biaya Produksi


Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam melakukan
kegiatan produksi. Biaya total (TC) sama dengan biaya tetap (FC) yang ditambah
dengan biaya variabel (VC). Biaya produksi dapat dirumuskan:
TC = FC + VC
Dimana:
TC = total biaya (Rp)
FC = biaya tetap (Rp)
VC = biaya variabel (Rp)
Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang besarnya tidak tergantung pada
jumlah produksi, contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga pinjaman,
pajak, sewa tanah, alat pertanian bahkan pada saat perusahaan tidak berproduksi
(Q=0), biaya tetap harus dikeluarkanh dalam jumlah yang sama. Biaya variable
(variable cost) adalah biaya yang besarnya tergantung pada tingkat produksi,
contohnya upah buruh tidak tetap, pupuk, bibit, pestisida, dan sarana produksi lainnya
yang dibutuhkan selama kegiatan usahatani berlangsung. Biaya variabel yang
dikeluarkan sesuai dengan volume usahatani yang sedang dilakukan. Jadi apabila
tidak dilakukan kegiatan usahatani maka tidak ada variabel yang harus dikeluarkan
(Soekartawi, 2000).

Teori Penerimaan
Penerimaan adalah produksi yang dihasilkan oleh petani dikalikan dengan
harga jual. Secara matematik, dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = Y. Py
Dimana:
Y = produksi yang diperoleh dalam suatu kegiatan pengolahan
Py = harga y

7
Teori Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau


dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan
pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi hasil
pengolahan pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi.
Pendapatan dapat dirumuskan:
Pd = TR –TC
Dimana:
Pd = pendapatan kegiatan pengolahan
TR = total penerimaan
Pendapatan keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
usahatani ditambah dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar
usahatani. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan
besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan
tersedianya dana yang cukup dalam usahatani. Rendahnya pendapatan menyebabkan
menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal (Soekartawi, 2003).
Teori Analisis Kelayakan Usahatani
Kelayakan adalah menentukan apakah usaha yang akan di jalankan akan
memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Usaha yang dijalankan akan member keuntungan finansial dan non finansial sesuaio
dengan tujuan mereka yang diinginkan (Kasmir dan Jakfar, 2007). Layak disini
diartikan juga akan memberi keuntungan. Kelayakan artinya penelitian yang
dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang
dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan non finansial sesuai dengan
tujuan yang mereka inginkan (Kasmir dan Jakfar, 2013).
Dalam meninjau apakah usahatani tersebut layak atau tidak layak maka dapat
dilakukan dengan melakukan dua analisis yaitu analisis keseimbangan atau analisis
Break Event Point (BEP) dan analisis R/C

8
Analisis Break Event Point merupakan suatu keadaan atau penjualan usaha
dimana jumlah manfaat (pendapatan) sama dengan pengeluaran (biaya) dengan kata
lain keadaan usaha ini tidak mendapat laba maupun rugi (Aswoko, 2009).
Salah satu jenis analisis kelayakan usahatani yang banyak digunakan adalah
R/C rasio. Analisis R/C merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan
total biaya produksi pada masing-masing usahatani. Hernanto (1989); Suratiyah
(2009) menuliskan rumus untuk menghitung dan penentuan kriteria R/C rasio adalah
sebagai berikut:
R Total Penerimaan
=
C Total Biaya Produksi

Dengan kriteria:
- R/C > 1, Maka usaha tersebut layak
- R/C = 1, Maka usaha tersebut berada pada titik impas
- R/C < 1, Maka usaha tersebut tidak layak/rugi.

METODE PENELITIAN
Ruang lingkup Penelitian
Penelitian ini menelaah usaha olahan buah mangrove pedada dijadikan dodol
didaerah penelitian secara finansial layak atau tidak diusahakan dan dikembangkan di
desa Masjid Lama kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara. Melalui pendekatan
model ekonomi.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder kemudian diolah
sesuai kebutuhan model. Data yang dikumpulkan mencakup semua variabel yang
relevan untuk keperluan penelitian. Metode yang digunakan dalam penentuan
sampel adalah metode purposive sampling yang artinya pengambilan sampel
dilakukan secara sengaja. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengelola mangrove pedada yang dijadikan dodol.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden
didaerah penelitian, dengan menggunakan pertanyaan (kuesioner). Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari lembaga atau instansi terkait dengan penelitian.

9
Analisis Kelayakan Usahatani BEP dan R/C
Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) merupakan suatu keadaan impas atau keadaan
kembali modal sehingga usaha tidak untung dan tidak rugi atau hasil penjualan sama
dengan biaya yang dikeluarkan. Ada dua perhitungan yaitu produksi dan harga.
Ketentuan yang digunakan adalah apabila laba/ rugi suatu usaha = 0 (Aswoko, 2009).

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖


BEP Produksi =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑑𝑖 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Kriteria uji BEP :


1. BEP Produksi < Produksi, maka usahatani layak untuk dilaksanakan.
2. BEP Produksi = Produksi, maka usahatani impas (tidak untung maupun rugi).
3. BEP Produksi > Produksi, maka usahatani tidak layak untuk dilaksanakan.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
BEP Harga Produksi = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Kriteria uji BEP :


1. BEP Harga < Harga jual produk, maka usahatani layak untuk dilaksanakan.
2. BEP Harga = Harga jual produk, maka usahatani impas (tidak untung maupun
rugi).
3. BEP Harga > Harga jual produk, maka usahatani tidak layak untuk dilaksanakan.
Revenue Cost Ratio (R/C)
Revenue Cost Ratio (R/C) yaitu perbandingan antara penerimaan dan
biaya.R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari
setiap rupiah yang dikeluarkan. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut :
R = Py. Y
C = FC+TC
𝑃𝑦.𝑌
R/C =
𝐹𝐶+𝑇𝐶
Dimana :
R : Penerimaan
C : Biaya

10
Py : Harga Produksi
Y : Produksi
FC : Biaya Tetap / Fix Cost
VC : Biaya Variabel / Variabel Cost Kriteria uji R/C :
1. Jika R/C > 1, maka usahatani layak untuk dilaksanakan.
2. Jika R/C = 1, maka usahatani impas.
3. Jika R/C < 1, maka usahatani tidak layak untuk dilaksanaka Hernanto, (1989);
Suratiyah (2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Usaha Produk Dodol Mangrove Pedada

1. Biaya Tetap (Fix Cost)

Tabel 2. Biaya Tetap (Fix Cost) Dodol Mangrove Pedada


Harga
Jumlah Besarnya Penyusutan
No Uraian Satuan
(Unit) (Rp) (Rp)
(Rp)
1 Kompor Gas (5 th) 1 200.000 200.000 20.000
2 Blender (5 th) 1 150.000 150.000 15.000
3 Pisau (3 th) 2 4.000 8.000 2.000
4 Saringan (2 th) 1 15.000 15.000 1.500
5 Pengaduk (2 th) 1 5.000 5.000 500
6 Panci (3 th) 1 175.000 175.000 17.000
7 Mangkuk (3 th) 2 7.000 14.000 2.400
Total 9 556.000 567.000 58.400
Sumber: Data Primer yang Diolah

Berdasarkan dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwasanya total biaya tetap yang
dikeluarkan untuk pengolahan dodol mangrove pedada yaitu sebesar Rp. 58.400.
Adapun biaya terbesar dalam pengelolaan dodol mangrove pedada pada biaya
kompor gas yaitu sebesar Rp. 200.000, sedangkan biaya terkecil dalam pengelolaan
dodol mangrove pedada pada biaya pisau yaitu sebesar Rp. 4.000.

2. Biaya Variabel (Variable Cost)


Tabel 3. Biaya Variabel Dodol Mangrove Pedada
Jumlah Harga Satuan Besarnya
No Uraian
(Unit) (Rp) (Rp)

11
1 Buah Peropat/Pedada 10 Kg 500 5.000
2 Gula pasir 2,5 Kg 14.000 35.000
3 Gula Merah 2,5 Kg 12.000 30.000
4 Tepung Ketan 5 Kg 18.000 90.000
5 Tepung Beras 5 Kg 16.000 80.000
6 Kelapa 5 Buah 5.000 25.000
7 Vanili 5 Bungkus 15.000 45.000
8 Air 5 Liter - -
9 Wadah 100 500 50.000
10 Pembungkus Pelastik 3 Kg 3.500 10.000

Total 84.500 370.500


Sumber: Data Primer yang Diolah

Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa total biaya variabel yang


dikeluarkan untuk pengelolaan dodol mangrove pedada yaitu sebesar Rp. 370.500.
Adapun biaya terbesar dalam pengelolaan dodol mangrove pedada pada biaya tepung
ketan yaitu sebesar Rp. 18.000, sedangkan biaya terkecil dalam pengelolaan dodol
mangrove pedada pada biaya air yaitu sebesar Rp. 0.00

3. Biaya Total
Tabel 4. Biaya Total Dodol Mangrove Pedada
No Jenis Biaya Nilai (Rp)
1 Modal/Biaya Tetap
58.400
a. Alat-alat
2 Modal/Biaya Variabel
370.500
a. Bahan
Total Biaya 428.900
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa biaya total keseluruhan yang
dikeluarkan untuk pengelolaan dodol mangrove pedada yaitu sebesar Rp. 428.900.
Adapun biaya terbesar dalam pengelolaan dodol mangrove pedada pada biaya
variabel yaitu sebesar Rp. 370.000, sedangkan biaya terkecil dalam pengelolaan
dodol mangrove pedada pada biaya tetap yaitu sebesar Rp. 58.400.
4. Penerimaan
Tabel 5. Penerimaan Mangrove Pedada Dodol
No Uraian Nilai (Rp)
1 Jumlah Produksi 100 Bungkus

12
2 Harga Produksi Rp. 8.000
3 Jumlah Produksi x Harga Produksi dodol 100 Bungkus x Rp.8.000
Penerimaan Rp. 800.000
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa total penerimaan yang diterima
oleh pengelolaan dodol mangrove pedada yaitu sebesar Rp. 800.000, dengan jumlah
produksi 100 bungkus dodol mangrove pedada dikali dengan harga produksi sebesar
Rp. 8.000/bungkus
5. Pendapatan
Tabel 6 Pendapatan Mangrove Pedada Dodol
No Uraian Nilai (Rp)
1 Penerimaan 800.000
2 Total Biaya 428.900
Total Pendapatan 371.100
Sumber: Data Primer yang Diolah
Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa total pendapatan yang diterima
oleh pengelolaan dodol mangrove pedada yaitu sebesar Rp. 371.100, dengan jumlah
penerimaan sebesar Rp. 800.000 dikurang dengan total biaya sebesar Rp. 428.900.
6. BEP Harga
𝑇𝐶
BEP Harga (Rp) =
𝑌
𝑅𝑝.428.900
=
100 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑘𝑢𝑠

= Rp. 4.289/bungkus
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa usaha produk dodol mangrove
pedada mengalami break event point atau tidak untung dan tidak rugi jika harga jual
sebesar Rp. 4.289/bungkus. Kesimpulannya adalah layak untuk diusahakan, dimana
BEP Harga<Harga.
7. BEP Produksi
𝐹𝐶
BEP Produksi (Unit) =
𝑃−𝐴𝑉𝐶
𝑅𝑝.58.400
=
8.000−3.705
= 14 bungkus

13
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai BEP produksi yang
diperoleh adalah sebesar 14 bungkus tidak melampaui produksi di daerah penelitian
sebesar 14 bungkus artinya usaha produk dodol mangrove pedada layak untuk
diusahakan, dimana BEP Produksi < Produksi.
Menurut hasil penelitian Sabana (2014), dari hasil analisis kelayakan usaha
jenang dodol berbahan baku buah mangrove jenis pedada adalah sangat prospektif
untuk dilakukan. Dengan bermodalkan Rp. 134.650 mampu menghasilkan jenang
dodol sebanyak 12 pak yang masing-masing berisikan 20 buah. Bila industri rumah
tangga menjual dengan harga Rp. 15 000/pak, maka produsen akan memperoleh
pendapatan Rp. 180 000. Dengan demikian produsen akan memperoleh laba
sebesar Rp. 45.350. Dilihat dari Break Even Point (BEP) produsen akan memperoleh
BEP pada volume produksi sebanyak 7,9 pak atau harga Rp. 13.645.,/pak.
Sejalan dengan penelitian Tarihoran, dkk (2012) di Dusun Paluh Merbau,
Desa tanjung Rejo, bahwa BEP pengolahan dodol sebesar 72 unit (bungkus) dan
BEP harga produksi sebesar Rp. 9.320.54. Hal ini menunjukkan bahwa produksi
pengolahan dodol lebih besar dibandingkan dengan pada saat titik impas. Harga jual
dodol melebihi pada saat titik impas. Kondisi ini menyimpulkan bahwa pengolahan
buah mangrove menjadi dodol layak untuk diusahakan karena mendatangkan
keuntungan.
8. R/C Ratio
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
R/C Ratio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
800.000
=
428.900
= 1,865
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai R/C Ratio yang diperoleh
adalah sebesar 1,865 (>1), artinya usaha produk dodol mangrove pedada, layak untuk
diusahakan. Menurut hasil penelitian Sabana (2014). analisis Benefit Cost Ratio
(B/C) diperoleh angka yang positif, yaitu sebesar 1,34, artinya bahwa setiap
penambahan biaya sebesar Rp 1,- akan menghasilkan manfaat sebesar Rp. 1,34,-.

14
Sejalan dengan penelitian Tarihoran, dkk (2012) dapat dilihat pengolahan
buah berembang dibuat menjadi dodol di Dusun Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo,
layak secara finansial karena nilai R/C lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan
bahwa pengolahan buah barembang menjadi dodol dan layak untuk dijalankan.
karena menurut Kuswadi (2006) mengatakan bahwa jika Nilai R/C ratio nya melebihi
satu maka usaha dikatakan layak untuk dijalankan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Secara financial produk dodol mangrove pedada layak untuk diusahakan,
karena nilai R/C dodol lebih dari 1 dan BEP Harga < Harga.dan BEP Produksi <
Produksi jadi BEP harga maupun BEP produksi layak untuk diusahakan

Saran
Perlunya promosi secara terus menerus agar produk lebih dikenal masyarakat
luas, dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan produk sehingga bisa bersaing
dengan produk luar.
Adanya penelitian lebih lanjut mengenai dodol mangrove pedada lebih tahan
lama ataupun dibuat dalam kemasan yang menarik.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2003 Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta Penerbit
Kanisius.
Aswoko, G dan Taqyuddin.2009. Perhitungan Kelayakan usaha Gaharu.http://wahana
gaharu.blogspot.com/2009/08/perhitungan-kelayakan usaha gaharu.html
diunduh pada tanggal 28 november 2018.
Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia.
Dara, Widia dan Advenrinus Majus Sikaraja. 2017. Pemanfaatan Mangrove
(Sonneratia Caseolaris) dan Nipah (Nypa Fruticans) Untuk Minuman
Kesehatan.Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan 2017.ISBN
978-602-51349-0-6.
Deviarni, Ika Meidy. 2017. Karakteristik Fisiko-Kimia Sirup Mangrove Pidada
Dengan Penambahan CMC Dan Lama Pemanasan. Jurnal Galung Tropika,
6(3) Desember 2017. Hal. 213-223. ISSN Online 2407-6279, ISSN Cetak
2302-4178.
Haryadi, 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usaha Tani. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

15
Indarto C. 2009. Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. Universitas Trunojoyo
Madura.
Indra R.Y. Novita dan A. Wahyu. 2007. Identifikasi Ekosistem Mangrove di
Surabaya. Penelitian Universitas Airl;angga.
IPB Bogor, Tanpa Judul, diunduh tanggal 2 Februari 2015.
Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana: Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2013. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana: Jakarta.
Kementerian Kehutanan. 2010. Vegetasi Mangrove Sebagai Penetralisir Polutan.
Hutan Mangrove Wilayah II.
Kusmana, C. 2007. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Kuswadi (2006).Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akutansi Keuangan dan
Akutansi Biaya.PT. Elex Medai Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Latumahina, A. 2007. Inovasi Dari Buah Mangrove (Tesis). Manado. bProgram
Pascasarjana Program Studi Ilmu Perairan. Universitas Sam Ratulangi.
Marsaddad, D dan N, Hartuti. 2003., Produk Olahan . Penebar Swadaya . Jakarta.
Noor, Yus R, M. Khazali, I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia: Bogor.
Priyono, A. ,Ilminingtyas, D., Mohson, Yuliani, L.S. dan Hakim, T.L. 2010. Beragam
Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. Kesemat. Semarang.
Sabana Choliq. 2014. Kajian Pengembangan Produk Makanan Olahan
Mangrove.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 14 Nomor 01.
Satuhu, S. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Satuhu, S dan Sunarmani. 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Penebar Swadaya.
Siagian, Yusma Sari. 2018. Konten Nutrisi Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L) dan
Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) Serta produk Olahannya di Desa Lubuk
Kertang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.USU.
Soekartawi. 2000. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.
Soekartawi. 2003. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press
Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syaparuddin, D. 2013. Kajian Pembuatan Sirup Buah Pidada Merah (Sonneratia
caseolaris). Tugas Akhir. Universitas Syiah Kuala : Banda Aceh.
Tarihoran, I., Purwoko, A., dan Hartini. 2012. Kajian Pengeloaan dan Analisis
Finansial Buah Barembang (Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Makanan
dan Minuman di Kabupaten Deli Serdang. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Taufik RS.2008. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit ITB.
Bandung.
Waryono, T dan Didit 2002.Restorasi Ekologi Hutan Mangrove. Seminar Nasional
Mangrove. Hotel Brobudur 21 Oktober 2002. Jakarta.
Wiediartini, Indri Santiasih, dan Rona Riantini.2016. Strategi Pemasaran Sirup
Mangrove. Seminar Nasional Maritim Sains dan Teknologi Terapan 21
Nopember 2016 vol 01. Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. ISSN:
2548-1509.
Winarno FG. 1996. Kimia Pangan dan Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai