Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A.    KEPERCAYAAN KEPADA TUHAN


Kepercayaan kepada Tuhan berbeda bagi manusia yang satu
dibandingkan dengan manusia yang lain. Manusia yang masih sederhana
pikirannya tentu sederhana pula tanggapannya. Tanggapan manusia primitif,
misalnya, masih bersifat dan berhubungan dengan tahayul, kelenik, dan sihir.
Tuhan bagi mereka ialah sesuatu yang langsung mempengaruhi kehidupan
mereka. Cara mereka menyatakan kepercayaan itupun sangat sederhana. Mereka
manifestasikan kepercayaan ini dengan menyembah sesuatu yang dirasakan besar,
hebat dan tangguh seperti gunung berapi, batu besar, pohon besar dan rindang
seperti pohon beringin dan sebagainya. Gunung berapi, umpamanya, disangka
mereka “mampu ” memberikan kesuburan bagi tanah pertanian, namun sekali-
sekali bisa juga “murka ” dengan mendatangkan bencana, jika mereka telah
banyak berbuat dosa. Contohnya ialah bangsa Yunani purba yang percaya, bahwa
Tuhan Zeos tinggal di puncak gunung Olympus. Demi mempersenang hati Zeos
ini mereka mengadakan permainan/pesta secara periodik yang dinamakan
“Olympiade”, yang sekarang telah.menjadi tradisi dunia dengan pesta olah raga
Olympic.
Kalau sudah agak meningkat kebudayaan mereka, maka Tuhan mereka
gambarkan menyerupai manusia atau binatang dan sebagainya. Ketika manusia
sudah mulai hidup berkelompok, maka Tuhan mungkin merupakan pemimpin
yang berpengaruh karena jasanya atau keberaniannya mengusir binatang buas atau
gangguan kelompok manusia lain. Mungkin pemimpin ini punya karisma, karena
pidatonya hebat, serta mudah difahami, walaupun oleh rakyat yang sederhana
pendidikannya, sehingga ia sangat dicintai dan dihormati, bahkan dipuja-puja dan
disembah dan dinobatkan menjadi raja diraja yang tak mungkin berbuat salah (The
King Can Do No Wrong), atau pemimpin seumur hidup. Gelar-gelar yang muluk
pun dipersembahkan kepada pemimpin yang dianggap berjasa ini, seperti Juru
Selamat, Pemimpin Besar Revolusi, Bapak Kemerdekaan, Bapak Pembangunan
dan sebagainya. Bahkah di antara para Nabi pun ada yang diangkat menjadi
Tuhan atau anak Tuhan, seperti Nabi Isa AS.
Ketika akhirnya pemimpin ini pun mati juga, maka dibuatkan
patungnya, kemudian disembah dan dipuja, atau kuburannya dimuliakan
(dikeramatkan), dibuatkan tugu dan sebagainya. Maka mulailah manusia
menyembah patung atau berhala. Pada mulanya mungkin sekedar untuk dapat
lebih mudah menkonsentrasikan pikiran di dalam mengingat jasa-jasa sang
pemimpin pujaan itu, namun akhirnya patung-patung itu menjadi substitusi Tuhan
sama sekali.
Jauh sebelum datang agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
Saw di dunia ini sudah banyak agama-agama yang dianut oleh manusia. Agama
Kristen telah berkembang di dunia Barat. Agama Hindu, Budha telah dianut oleh
bangsa-bangsa di Timur jauh. Demikian juga dengan agama-agama lainnya
seperti Kong Hu Cu, Shinto, Animisme, Dinamisme, dan lain sebagainya. Namun
demikian, agama-agama tersebut tidak mempunyai daya kekuatan untuk
membimbing kehancuran mental umat manusia terutama masyarakat jahiliyah di
tanah Arab.1[1]
Adapun berbagai macam kepercayaan kepada Tuhan tersebut
diantaranya sebagai berikut :
1.      Dinamisme
Dinamisme, berasal dari bahasa Yunani dynamis sedangkan dalam
bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti
tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini
memiliki kekuatan ghaib yang bangsa primitif sebut dengan berbagai nama yang
berbeda-beda disetiap tempatnya. Orang Jepang menamakannya dengan ‘’kami’’,
orang India dengan hari atau shakti, dan dalam istilah ilmu agama yang

1[1]M. Nor Maddawam, Aqidah dan Ilmu Pengetahuan dalam Lintas Sejarah Dinamika
Budaya Manusia (Yogyakarta: Yayasan Bina Karier, 1995), hlm.40.
mengadopsi istilah orang malaysia, kekuatan tersebut dinamakan dengan
’’mana’’. Sedang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan ’’tuah’’. Sifat dari
tuah menurut mereka adalah mempunyai kekuatan, tidak dapat dilihat, bersifat
netral tidak baik dan dan tidak buruk, kadang dapat dikendalikan kadang tidak,
tidak mempunyai tempat yang tetap. Orang-orang primitif dengan bantuan dukun
dan ahli sihir memncoba memanfaatkan tuah yang ada dalam benda-benda
tertentu dalam dinamisme adalah kunci pokoknya.
Dalam paham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan
gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada
yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan
gaib baik tentu akan disenangi, dipakai dan dimakan agar orang yang memakai
atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang
terdapat di dalamnya. Sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat
tentunya akan ditakuti dan dijauhi.
Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai
kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan
agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme,
yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan
kekuatan.
Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam
zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya.
Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau
bahkan manusia sendiri.
Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan
kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Pada zaman Mesir kuno, sungai Nil
yang banjir dianggap roh sungai marah. Untuk membujuk roh tersebut, maka
dikorbankan seorang gadis cantik. Di sini muncul kepercayaan bahwa setiap
benda yang yang ada di sekeliling manusia mempunyai kekuatan misterius.
Tujuan manusia dalam kepercayaan dinamisme adalah memperoleh
mana sebanyak mungkin. Semakin banyak mana seseorang, semakin terjamin
keselamatannya, dan sebaliknya. Manusia mulai menganalisa setiap peristiwa
yang terjadi di sekitarnya. Sebelumnya, manusia primitif mulai mengeluarkan
teori-teori tentang hakikat benda atau materi. Ia mulai menggabungkan antara
keberadaan ruh manusia dengan keberadaan benda lain seperti air, udara, api, dan
tanah. Animisme berkembang lebih awal daripada dinamisme. Animisme
menitikberatkan pada perkembangan ruh manusia. Mulai dari sini, manusia
primitif menyimpulkan bahwa setiap materi yang memiliki sifat yang sama, maka
memiliki substansi yang sama pula. Jika manusia mati dan hidup, tidur dan
terjaga, kuat dan lemah, diam dan bergerak, kemudian manusia diyakini memiliki
ruh, maka pepohonan, binatang, laut, api, matahari, bulan, dan materi-materi
lainnya pun memiliki ruh seperti manusia.

2.      Animisme
Animisme berasal dari bahasa latin “anima” yang artinya jiwa atau roh.
Yang beranggapan bahwa setiap benda baik yang bernyawa ataupun tidak, adalah
mempunyai roh. Yang dimaksud roh oleh masyarakat animisme tidak sama
dengan pengertian roh bagi kita. Tujuan mempercayai roh ini adalah untuk
mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu
dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka dan menjauhi perbuatan
yang dapat membuat mereka marah. Bagi mereka roh adalah sesuatu yang sangat
halus, yang menyerupai uap atau udara. Roh mempunyai bentuk, umur, perlu
makan, punya kehendak, punya kekuatan dan sejenisnya. Paham animisme
mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua,
atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa
tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam
kehidupan ini.
Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat. Seperti,
kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar
masuk rumah adalah jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan
melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk
kedalam jasad binatang lain, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya, roh
tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika
hidup.
Kepercayaan semacam ini hampir sama dengan keyakinan reinkarnasi.
Reinkarnasi sendiri tidak lain adalah pemahaman masyarakat Hindu dan Budha
yang percaya bahwa manusia yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam dunia
dalam wujud yang lain. Jika orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya ia
akan ber-reinkarnasi dalam wujud merpati. Namun, jika dikenal dengan
perangainya yang buruk, maka ia akan kembali hidup dalam wujud seekor babi.
Animisme sebenarnya berasal dari wawasan bangsa-bangsa primitif yang
luar biasa tentang alam semesta dan dunia. Bangsa-bangsa primitif menempati
dunia bersama-sama dengan begitu banyak roh. Bangsa primitif ini mampu
menjelaskan keterkaitan proses gerakan alam dengan gerakan roh-roh ini. Mereka
juga memercayai bahwa manusia juga mengalami”animasi”. Manusia memiliki
jiwa yang bisa meninggalkan tempatnya dan memasuki makhluk lain. Karena
itulah, manusia bisa menjelaskan mengenai mimpi, meditasi, atau alam bawah
sadar. Animisme adalah suatu sistem pemikiran yang tidak hanya memberikan
penjelasan atas suatu fenomena saja, tetapi memungkinkan manusia memahami
keseluruhan dunia.
Menurut filosof lain seperti Tylor dan Comte, mereka menyebutkan
bahwa animisme adalah tahap pertama pembentukan agama. Dalam istilah
mereka, peradaban itu dimulai dengan adanya pemikiran animisme, kemudian
berkembang menjadi agama. Dalam pandangan Tylor, manusia memiliki
substansi yang sama yaitu keinginan untuk mengetahui keberadaan di sekitarnya.
Manusia primitif berusaha memahami dan menjelaskan berbagai fenomena-
fenomena yang aneh dan suara-suara yang dahsyat melalui pemikirannya.
Tentunya, pengetahuan yang mereka maksudkan bukan sekedar menyaksikan
suatu fenomena yang aneh atau mendengarkan suara yang dahsyat, tapi
pengetahuan itu dihasilkan ketika hal tersebut menjadi pandangan.
3.      Politeisme
Politeisme berasal dari kata Yunani polus berarti banyak dan theos berarti
dewa. Politeisme adalah teori yang menganggap bahwa kenyataan illahi adalah
banyak, atau ada banyak dewa. Dalam politeisme dewa-dewa itu mempunyai
kepribadian sendiri. Pada mulanya dewa-dewa dalam politeisme`mempunyai
kedudukan yang hampir sama. Akan tetapi karena beberapa hal lambat laun
beberapa diantara mereka mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada dewa-
dewa lain.
Di samping itu perlu juga di ketahui bahwa dalam paham politeisme
Tuhan bisa bertambah bertambah dan barkurang. Ketika mereka melihat Tuhan
satu yang aneh mereka akan berkata bahwa Tuhan baru sudah muncul. Begitu
juga sebaliknya sesuatu sifat misterius yang di dewakan tidak lagi mempunyai
pengaruh maka Tuhan sudah peergi dan digantikan lagi oleh yang lain.
Dalam kepercayaan ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan
dahsyat bukan lagi dikuasai oleh ruh-ruh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau ruh dalam
animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam
politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas
memberikan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama mesir
kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia
Kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang
diberi nama Indera dalam agama Mesir Kuno, dan Donnar dalam agama Jerman
Kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India
Kuno, dan Wotan dalam agama Jerman Kuno.
Dalam paham politeisme, tiga dari dewa-dewa yang banyak meningkat ke
atas dan mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Dewa
yang tiga itu mengambil bentuk Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Dewa yang tiga ini
dalam agama Veda disebut Indra, Vitra dan Varuna; dalam agama Mesir Kuno
dikenal dengan Osiris dengan istrinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama
Arab Jahiliyah dikenal dengan al-Lata, al-Uzza, dan Manata. Selain itu, dalam
paham politeisme, ada satu dari dewa-dewa itu yang meningkat di atas segala
dewa yang lain, seperti Zeus dalam agama Yunani Kuno, Yupiter dalam agama
Rumawi, dan Amor dalam agama Mesir Kuno. Paham ini belum menunjukkan
adanya pengakuan terhadap satu Tuhan, tetapi baru pada pengakuan dewa terbesar
di antara dewa yang banyak. Paham ini belum meningkat menjadi paham
monoteisme, tetapi masih berada pada paham politeisme.

4.      Monoteisme
Monoteisme berasal dari kata Yunani Monos atau Mono berarti satu
dan theos berarti dewa. Monoteisme adalah suatu kepercayaan yang menganggap
Tuhan itu hanya satu, dialah yang mencipta, memelihara, dan kemudian
menghancurkan alam semesta ini. Dia adalah penguasa Tunggal yang berbeda dan
berasal dari luar alam semesta ini. Dalam masyarakat yang sudah maju,
kepercayaan yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme, atau
henoteisme, tetapi kepercayaan monoteisme, baik monoteisme praktis,
monoteisme spekulatif, monoteisme teoritis, maupun monoteisme murni.
Untuk meningkatkan ke monoteisme, politeisme, tidak selalu harus
melalui henoteisme. Di abad ke-14 SM. Raja Fir’aun Amenhotep IV menjadikan
Aton ( tuhan matahari ) sebagai satu-satunya Tuhan bagi seluruh Mesir. Tuhan-
tuhan lain seperti Amon dan Osiris tidak boleh disembah lagi. Pada akhirnya
Amenhotep menganggap Aton bukan saja Tuhan bagi rakyat Mesir, tetapi Tuhan
bagi seluruh Alam dan seluruh manusia. Dari sini bisa dianggap bahwa politeisme
bisa meningkat menjadi monoteisme tanpa melewati honoteisme.
Secara konsep agama Islam di anggap sebagai agama yang paling
mewakili monoteisme. Monoteisme Islam menitik beratkan pada zat Tuhan yang
murni keesaannya. Keesaan Tuhan dalam Islam, bukan genus ( kumpulan ) karena
genus mengandung arti banyak, genus adalah kumpulan dari benda-benda. Tuhan
juga bukan species ( bagian ) karena dia tidak termasuk bagian dari benda-benda.
Dia tidak tersusun dari materi dan bentuk adalah benda yang ada di alam tetapi dia
mampu menggerakkan alam (al-Muharrik al- lazi la yataharrak ). Ia adalah yang
benar pertama dan yang benar tunggal. Hanya dialah yang satu, selain dia
mengandung arti banyak. 2[2]

2[2]Ahmad Syukri. Filsafat Agama. ( Jakarta: HAYFA Press. 2007 ). Hal. 54.
B.     PERKEMBANGAN ALIRAN DAN PAHAM KETUHANAN DALAM
ISLAM
Dalam perkembangannya, Aliran Ketuhanan (Tauhid) seiring
perkembangan zaman terus mengalami perkembangan. Begitu pula agama Islam
yang merupakan agama monoteisme sejati. Dalam sejarah perkembangannya,
Aliran-aliran dan paham ketuhanan dalam Islam, diantaranya sebagai berikut :
1.        Aliran Khawarij
Sebutan Khawarij disesuaikan dengan peristiwa yang
melatarbelakanginya yaitu terjadinya perang Siffin, antara pengikut Sayyidina Ali
dengan pengikut Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh karena dari pihak Muawiyah
sudah merasa akan kalah,lalu dia mengusulkan kepada Sayyidina Ali supaya
mengadakan gencatan senjata (damai), melalui perundingan abitrasi (Tahkim).
Pada mulanya Sayyidina Ali menolak, karena sudah tahu politik kotor dari
Muawiyah (tipu muslihat saja). Tapi ada sebagian dari pengikut beliau
menganjurkan supaya usulan tersebut diterima saja, demi kebaikan kalangan
Umat Islam itu sendiri, hal itu dapat diterima oleh Sayyidina Ali. Tapi ada pula
segolongan yang lain, yang tidak menyukai kebijaksanaan Sayyidina Ali tersebut.
Maka mulai saat itu, golongan ini keluar keluar (Kharaja) dari golongan
Sayyidina Ali dari sinilah asal asal mula sebutan “Khawarij” dengan
pemimpinnya pada itu adalah Abdullah bin Wahab Ar-Rasyibi.3[3]

2.        Aliran Syiah


Kata Syiah berarti pengikut dan penolong. Perkataan Syiah telah dikenal
sejak masa Nabi SAW, bahkan terdapat dan disebutkan beberapa kali dalam Al-
Qur’an yang berarti golongan yang mengikuti suatu paham yang tertentu.
Lahirnya golongan Syiah ada tiga pendapat, pertama mengatakan sudah ada sejak
zaman Raslulullah Saw, yang kedua mengatakan pada masa khalifah Usman bin
Affan atau periode Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan yang ketiga
mengatakan berdirinya semasa khalifah Bani Umayyah. Aliran ini dipelopori oleh

3[3]M. Nor Maddawam, Aqidah dan Ilmu Pengetahuan dalam Lintas Sejarah Dinamika
Budaya Manusia (Yogyakarta: Yayasan Bina Karier, 1995), hlm. 47.
Abdullah bin Saba (Orang Yahudi yang masuki Islam). Tujuannya untuk
memecah belah dan merusak ajaran Islan dari dalam.

3.        Aliran Salaf


Gerakan aliran salaf ini bertujuan untuk mengembalikan ajaran-ajaran
aqidah yang diajarkan para Sahabat dan Thabi’in yang dipelopori oleh Imam
Ahmad Ibnu Hambali, yang wafat pada tahun 241 H. Aliran ini mengutamakan
ijtihad dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Kemudian setelah beliau wafat, gerakan Salafiyah dipelopori oleh Ibnu
Taimiyah, hidup pada tahun 661 H- 720 H (1263 M – 1328 M) kira-kira lima
adbad sebelum Imam Hambali.
Gerakan Salafiyah ini berkembang dengan pesatnya sehingga sampai
periode yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab, antara tahun 1703-
1787 M, kemudian nama Salafiyah ini berubah menjadi gerakan atau aliran
Wahabiyah yang diambil dari nama Muhammad bin Abdul Wahab yang
mendirikan aliran ini.

4.        Aliran Muktazilah


Perkataan Mu’tazilah ini diambil dari asal kata itizal (bahasa Arab), yang
berarti mengasingkan diri. Menurut riwayat terjadinya golongan Mu’tazilah ini,
karena ada dua kasus.
Pertama, peristiwa terjadinya adalah sewaktu Hasan Al-Bisri mengajar di
Basrah (Irak) pada zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dan
pemerintahan Hisyam ibnu Abdul Malik (Kholifah bani Umaiyah). Di dalam
majelis pengajian yang dipimpin oleh Hasan Al- Bisri itu ada seseorang siswa
bernama Abu Wasil bin Atha’, yang membantah faham gurunya (Hasan Al-Bisri)
dalam masalah agama (status orang yang berbuat dosa besar).
Kedua, peristiwa yang timbul pada masa Kholifah Bani Umaiyah, yang
pada waktu itu terjadi perselisihan politik antara golongan Khawarij dengan
Murji’ah, tentang persoalan dosa besar juga.
5.        Aliran Qadariyah
Aliran Qodariyah ini merupakan salah satu di antara sekian banyak sekte-
sekte dalam Islam. Lahirnya pada abad pertama Hijriah, yaitu semasa kholifah
Abdul Malik bin Marwam (kholifah bani Umaiyah), di Irak. Pimpinan dari
golongan ini bernama Ma’bad Al-Yunaini Al-Bisri, dengan pembantu-
pembantunya yang utama Ghilan Dimisyqi dan Ya’du ibdu Dirham.
Aliran Qodariyah ini terlalu berlebih-lebihan ayat-ayat ikhtiar, sehingga
mereka tidak mau mengakui kekuasaan Allah Swt terhadap diri manusia.

6.        Aliran Jabariyah


Aliran Jabariah ini lahirdari pembahasan perbuatan manusia (af’al al-
ibad) dasarnya adalah, apakah manusia itu memiliki kebebasan melakukan
perbuatannya sendiri menurut kehendaknya, dan perbuatan itu ciptaannya sendiri,
ataukah sebaliknya, manusia sama sekali tidak memiliki dan tidak memiliki
ikhtiyar apa-apa, karena semuanya telah ditentukan oleh qodha’ dan qhodar
Tuhan.4[4]

7.        Aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah


Pendiri aliran ini adalah Abdul (Abu) Hasan Ali bin Ismail Al-
Asy’ariyah, lahir tahumn 260 H dan wafat tahun 324 h, di Basrah (Irak). Aliran
yang dipimpin oleh beliau ini terkenal juga dengan sebutan aliran As-Asy’ariyah
Adapun ajaran mengambil jalan tengah (netral) antara golongan-
golongan yang saling bertentangan pada waktu itu. Dan disamping itu suatu
keistimewaan metode yang digunakan oleh aliran ini ialah mempergunakan
alasan-alsan yang bersifatkan ilmiyah (rasio) dengan berdasarkan firman-firman
Allah Swt, dan sunah Rasulullah Saw. Maksudnya, akal menjadi alat untuk
memahami Al- Qur’an.

8.        Aliran Murji’ah

4[4]Mulyono dan Basori, Studi Ilmu Tauhid (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm. 139.
Nama Murji’ah berasal dari kata: arja-a artinya menunda
(menangguhkan). Kemudian diberikan kepada nama suatu aliran (golongan),
kaerana sewaktu terjadi kasus pembunuhan atas diri kholifah Utsman bin Affan ra
terjadi dua pendapat.
Pertama: dari golongan yang mengatakan, bahwa kematian Utsman bin
Affan adalah secara sadis, adalah perbuatan yang terkutuk. Mereka membela
kematian Utsman bin Affani, karena beliaulah yang benar.
Kedua: golongan yang mengatakan, bahwa Ali bin Abi Tholib sebagak
pengganti Utsman sebagai kholifah keempat, benar dan paling tepat.

9.        Aliran Ahmadiyah


Ahmadiyah Qadiyan adalah suatu aliran keagamaan yang mengakui
sebagai aliran Islam, seperti ajaran-ajaran Islam lainnya. Aliran ini muncul di
India tahun 1889 M. didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad, yang mengajarkan
bahwa kenabian itu ada terus menerus sampai hari kiamat, dalam artian bahwa
Nabi Muhammad Saw bukan nabi penutup (terakhir).

10.    Aliran Inkarus Sunnah


Nama ini diambil dari suatu faham dari segolongan kecil (di Indonesia),
yang beridentitaskan sebagai seorang Muslim. Mereka hanya mengakui, bahwa
satu-satunya sumber hukum dalam Islam adalah Al-Qur’an, sedangkan Al- Hadits
(sunah) mereka tolak dan ingkar.
Di dunia luar aliran ini sudah lama munculnya, tapi tidak pernah
terdensgar, karena mereka termasuk golongan yang minoritas. Namun akhir-akhir
ini golongan tersebut secara dramatis muncul disebuah desa kecil di Indonesia ini,
tepatnya di desa Wangen Pola Harjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

11.    Aliran Islam Jamaah


Aliran ini didirikan oleh Nur Hasan Ubaidah di Kediri, jawa Timur, pada
tahun 1942. Nama aslinya adalah “Jama’ah Darul Hadits” (tidak sama dengan
Darul Hadits di Malang).
Kemudian untuk menghindari pengawasan pemerintah mereka menamakan
dirinya dengan bermacam-macam nama, antara lain:
a.              Jama’ah Qur’an dan Hadits
b.              Jama’ah Islam Murni
c.              Jama’ah Qur’an Hadits
d.             Pengajian Al-Hidayah
e.              Yayasan pendidikan Islam Jama’ah
f.               Yayasan pendidikan Nasional
g.              Islam Jama’ah
h.              Islam Manqul
i.                Islam Haqii.
Dan masih banyak lagi nama-nama yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai