Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

PAHAM KETUHANAN
Tujuan Pembelajaran:
1.Memahami dan menjelaskan konsep-konsep dasar tentang paham ketuhanan di dalam pelbagai agama.
2.Memhami dan menjelaskan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan dan ditawarkan oleh agama-agama
dalam memanusiakan manusia/memujudkan manusia yang beriman (humanisme transcendental).
3.Menghargai akan adanya keanekaragaman cara manusia memahami dan menghayati
ketuhanan.
4.Menularkan spirit pluralisme berhadapan dengan bahaya radikalisme dan fanatisme.
Metode:
1. Presentasi
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
Waktu: 100 menit
Media/Alat Bantu:
 White Board
 Infocus
 Spidol
 Gambar/film/video

Bahan Bacaan:
Daftar Pustaka

 Benawa, Arcadius et.al. Pendidikan Nilai dan Religiositas. Jakarta: UMN Press, 2015.
 Huston Smith. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1999.
 Magnis Suseno F. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
 Tim Dosen Religiositas UMN. Religiositas, Agama dan Pendidikan Nilai. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2010.
 Mangunwijaya, Y.B. Menumbuhkan Sikap Religius Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.1986
 Tarigan, Yakobus PR.Religiositas, Agama dan Gereja Katolik . Jakarta: Grasindo,2007.
 Diane Tilman. Living Values Activities for Young Adults / Pendidikan Nilai untuk Kaum Dewasa-

2. 1. Pengantar
Indonesia sebagai Negara berpenduduk paling besar nomor 4 di dunia memiliki kekayaan
budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya budaya dari pelbagai suku di
seluruh penjuru Tanah Air, melainkan juga keberagaman agama.1 Kekayaan budaya dan agama
1
Subagya Petrus Damianus dan Tim Dosen Religiositas UMN, Religiositas, Agama dan Budaya Nilai. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010, hal 64-65
di satu pihak membanggakan, namun di lain pihak kalau tidak disikapi dengan arif dan
bijaksana, keberagaman budaya dan agama tersebut dapat menjadi pemicu konflik yang
membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Itulah sebabnya generasi muda, khususnya mahasiswa perlu memiliki wawasan yang luas
mengenai agamanya, dan juga agama-agama lain. Maka, pada bab ini disajikan materi tentang
bagaimana dari sikap religius kemudian berkembang menjadi agama-agama yang ada di dunia.
Tujuannya tak lain agar mahasiswa dapat mengetahui konsep-konsep dasar paham ketuhanan
dalam pelbagai agama, menyadari keanekaragaman cara manusia menghayati ketuhanan di dunia
ini dan perkembangan penggambaran manusia tentang Tuhan dan menghormati serta menghargai
adanya keanekaragaman gambaran dan pemahaman tentang Tuhan dalam pelbagai agama, agar
tidak jatuh dalam radikalisme ataupun fanatisme.

Si Buta dan Gajah


Suatu hari ada seorang yang berbaik hati dengan mengajak 5 orang buta yang biasa
mangkal di pasar untuk jalan-jalan ke Kebun Binatang. Sampai di kandang gajah sang pawang
berbaik hati dengan mengizinkan rombongan orang buta itu untuk masuk dan “melihat” gajah
secara langsung. Dengan amat suka cita mereka masing-masing mendekati gajah dan meraba-
raba si gajah.
Usai “melihat” gajah dengan penuh semangat dan keyakinan mereka masing-masing
berbagi cerita tentang gajah. Yang memegang kuping gajah mengatakan bahwa gajah itu pipih,
lebar, dan licin. Sementara yang memegang perut gajah mengatakan bahwa gajah itu bulat dan
empuk. Yang memegang kaki gajah mengatakan bahwa gajah itu seperti batang bambu. Yang
memegang ekor gajah mengatakan bahwa gajah itu gilig dan kecil, sedangkan yang memegang
belalai gajah mengatakan bahwa gajah itu panjang dan gilig.
Karena masing-masing yakin dengan pengalamannya dan menganggap pendapatnyalah
yang paling benar tentang gajah akhirnya sukacita menikmati kebun binatang pun berubah
menjadi kericuhan di antara mereka. Beruntung bahwa orang yang baik hati tadi menengahi
dan mengatakan bahwa di antara mereka tidak ada yang salah, tetapi juga tidak berarti gajah
itu seperti yang diungkapkan masing-masing.
Sumber: NN.
Kerap kali kita bertengkar bahkan kadang sampai saling membunuh bukan karena kejahatan
orang lain, tetapi karena kita terlalu mempertahankan kebenaran pandangan dan keyakinan yang
kita anut tanpa sadar bahwa keyakinan yang dialami dan dianut orang lain juga bukan berarti
salah, apalagi memahami Tuhan yang serba tak terjangkau oleh manusia yang serba terbatas
daya tangkap maupun pengartikulasian atas pengalaman dan pemahamannya tersebut.

2. 2. Perkembangan Paham Ketuhanan


Manusia yang terbatas dalam era yang sangat awal menyadari akan adanya yang tak
terbatas itu melalui fenomena alam yang diamati dan dialaminya. Misalnya, bahwa desanya yang
damai, tenang, dan sejahtera tiba-tiba harus mengalami musibah dan bencana. Seperti adanya
gunung meletus, banjir bandang, hempasan ombak laut yang dahsyat atau tsunami, angin ribut
yang sanggup mengobrak-abrik tempat tinggal manusia, gempa bumi yang meluluh-lantakkan
bangunan, hewan, ternak, dan manusia. Selagi manusia belum mampu menjelaskan gejala atau
fenomena alam yang dahsyat yang melampaui daya-daya manusia itu, mendorongnya
membayangkan adanya daya yang melampaui daya kemampuan manusiawi. Dari situlah muncul
kepercayaan bahwa alam itu memiliki daya yang luar biasa yang melampaui daya-daya
manusiawi.2 Oleh karena itu, daya-daya alam harus dipelihara, dihormati. Maka muncullah
kepercayaan yang kini kita kenal sebagai aliran dinamisme.
Daya alam yang melampaui keterbatasan daya kekuatan manusiawi itu selanjutnya
dipercaya memiliki roh, karena ia mampu ”berbuat” sesuatu (mengamuk, menelan,
membinasakan, meletus, menyembur, mengobrak-abrik, dsb.). Itu sebabnya kemudian manusia
membayangkan bahwa kekuatan alam itu sebagai sesuatu yang hidup dan karenanya juga
memiliki roh. Maka manusia mencoba membangun relasi yang baik dengan daya alam yang ber-
roh itu dengan ”mengambil hati” roh alam itu dengan pelbagai pemberian yang selanjutnya kita
kenal sebagai sesajian. Manusia kala itu percaya kalau penguasa laut, gunung, bumi, langit,
angin, dan sebagainya itu akan reda amarahnya bila diberi sesajian. Praktik inilah yang kemudian
melahirkan animisme.
Selanjutnya dalam kepercayaan animis itu bagian-bagian alam yang ber-roh itu diberi nama
sebagai pribadi (person). Maka muncullah kemudian nama-nama Dewa Bulan, Dewa Matahari,

2
Frans Magnis-Suseno. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006, hal.26-36.
Dewa Bumi, Dewa Langit, Angin, Dewa Laut, dan sebagainya dengan nama-nama yang spesifik
sesuai dengan wilayah kekuasaannya. Inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah politeisme.
Dari politeisme untuk sampai pada monoteisme tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada
tahap yang mengantarai keduanya, yakni henoteisme. Henoteisme ini ada 3 macam, yakni
henoteisme waktu, tempat, dan koordinasi. Henoteisme waktu adalah kepercayaan akan banyak
dewa-dewi, namun pada kurun waktu tertentu yang menjadi pemimpinnya itu berbeda-beda
menurut periodisasi kekuasaannya. Henoteisme tempat adalah kepercayaan akan banyak dewa-
dewi, namun untuk tempat-tempat tertentu penguasanya adalah dewa-dewi tertentu. Inilah yang
sampai kini melahirkan konsep tentang adanya “penunggu” untuk tempat-tempat tertentu.
Henoteisme koordinasi adalah kepercayaan akan banyak dewa-dewi, namun di antara dewa-dewi
itu ada yang menjadi koordinatornya.
Dari henoteisme koordinasi inilah kemudian muncul monoteisme, yang berarti
kepercayaan akan adanya satu Allah/Tuhan saja sebagaimana dipercayai di dalam agama-agama
Abrahamik, seperti Yudaisme, Kristianisme, dan Islam.

2. 3. Agama-Agama di Indonesia3

2. 3. 1. Aliran Kepercayaan
Aliran Kepercayaan (kebatinan) pada dasarnya mempercayai bahwa Zat Tuhan adalah
juga zat manusia; sifat Tuhan adalah sifat manusia; nama Tuhan adalah nama manusia;
kekekalan Tuhan adalah kekekalan manusia, begitu juga kasih Tuhan adalah kasih manusia. Jadi,
tidak ada perbedaan antara Tuhan dengan manusia. “Manusia di dalam Allah dan Allah di
dalam manusia”.4
Atma yang adalah bagian terdalam dari diri manusia, bersatu dengan Allah sebagai zat
mutlak. Pada saat meninggal dunia, manusia kembali kepada asalnya dan melebur menjadi satu
dengan zat yang mutlak. Pokok Aliran Kepercayaan (Kebatinan) adalah upaya untuk
meningkatkan integrasi diri manusia. Dengan banyak melakukan latihan, manusia berusaha
untuk beralih dari keadaan semula ke tingkat yang lebih sempurna. Melalui perguruan dan

3
Tarigan Yacobus. Religiositas, Agama dan Gerja Katolik. Jakarta: Grasido, 2007, hal.31-36.
4
Subagya Petrus Damianus dan Tim Dosen Religiositas UMN. Religiositas, Agama dan Budaya Nilai. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010, hal. 67-69.
pedukunan, penganut Aliran Kepercayaan belajar cara-cara untuk memperoleh kesempurnaan
hidup. Pada umumnya, mereka percaya pada tenaga gaib,pengaruh nujum, magi, okultisme, ilmu
alamat, sakti, zimat,tuah dan kualat, mantera dan rapal, penyembuhan ajaib,mimpi aneh,
penampakan. Aliran Kepercayaan dan ilmu gaib merupakan dwi tunggal yang tidak terpisahkan.
Aliran Kepercayaan tidak mementingkan organisasi. Para anggotanya lebih merupakan
suatu paguyuban dengan mengadakan pertemuan berkala. Mereka bersatu di sekitar pemimpin
kharismatis. Dalam paguyuban mereka mengembangkan kepribadian asli, bahasa daerah, tradisi
suku, gaya hidup dan kesopanan timur. Tidak puas dengan peraturan-peraturan agama resmi,
mereka mengadakan latihan-latihan untuk menerima wahyu sendiri, mendengar suara di dalam
hati, melukiskan hal yang membuat tentram dan puas.yang penting adalah unsur rasa atau
pengalaman rohani subyektif. Pengalaman itu dirasakan dalam batin, yang berada di dalam diri
manusia sendiri. Tidak penting lagi perbuatan lahir, peraturan dan hukum dari luar. Gelar,
pangkat, harta benda dan kekuasaan tidak ada gunanya, karena yang paling utama adalah bahwa
manusia harus menembus dinding pancaindera untuk bersemayam pada asas terakhir dari
kepribadiannya, yaitu Roh. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila mereka suka
memprotes terhadap materialisme, kemerosotan moral, egosisme, dan sekularisme. Penganut
aliran kepercayaan mengajak manusia untuk kembali kepada kesusilaan asli, kesederhanaan
nenek moyang dengan semboyan budi luhur dan sepi ing pamrih.
Untuk mencapai kesadaran diri yang damai dan tenang, penganut Aliran Kepercayaan
melaksanakan samadhi, olah rasa, mawas diri, yoga, pantang dan tapabrata. Mereka harus
mampu mengekang diri, menguasai nafsu-nafsu agresif dan nafsu seksual. Hal-hal yang lahiriah
dan jasmaniah harus dikuasai. Setelah itu barulah tercapai manusia baru, budi luhur, manusia
waskita dan susila. Karena merasa jijik dengan hal-hal lahiriah dan ajaran dogmatis, bagi mereka
satu-satunya sumber pengakuan Tuhan adalah pengalaman batin manusia sendiri, ilham dari
dalam dan dari suara batin manusia sendiri.

2. 3. 2. Agama Hindu Bali


Saat ini di seluruh dunia terdapat lebih dari 800 juta pemeluk agama Hindu. Di India,
yang merupakan rumah spiritual Hinduisme, pemeluk agama Hindu berjumlah sekitar 650 juta
orang. Umat Hindu percaya bahwa ada hubungan erat antara agama, tradisi kebudayaan dan
bahasa; bahkan hubungan itu tidak bisa dipisahkan. Kuil merupakan pusat kehidupan religius.
Namun demikian, kebanyakan ibadat agama Hindu dilaksanakan di rumah. Oleh karena itu, di
setiap rumah terdapat tempat pemujaan. Di rumah-rumah penganut Hindu, lebih sering terdapat
gambara dewa pujaan yaitu Khrisna, yang melambangkan cinta dan kebaikan, ketika datang
menjelma ke dunia sebagai Vishnu. Tiap hari dibuatkan seajian berupa dupa, bunga, makanan,
dan minuman.5
Diwarnai unsur lokal, pemeluk Hindu Bali percaya akan satu Tuhan dalam bentuk konsep
Trimurti. Tuhan Yang Esa (Trimurti) berwujud Brahmana (yang menciptakan), Wisnu (yang
melindungi, memelihara), dan Siwa (yang melebur segala yang ada). Selain itu, mereka juga
menghormati banyak dewa dengan pelbagai sesaji. Melalui patung dewa-dewa, mereka dengan
mudah boleh mengenal ”apa yang tidak diketahui”. Cukup banyak orang Hindu percaya bahwa
Wisnu turun ke dunia (inkarnasi) ketika kejahatan sudah merajalela.6
Orang Hindu percaya bahwa ada kekuatan suci yang disebut Brahman, yang menyangga
segala sesuatu yang ada, dan yang merupakan makna batiniah dari alam semesta. Segala sesuatu
di bumi adalah manifestasi dari Brahman. Dan dalam diri setiap manusia, Brahman menjadi
Atman. Dengan demikian, Brahman tidak terpisah dari manusia (bukanlah sesuatu yang berada
di luar manusia).
Namun yang utama bagi seorang Hindu Dharma adalah mokhsha, yakni pembebasan
dari reinkarnasi yang tidak berkesudahan (samsara). Spriritualitas seorang Hindu adalah
menemukan pembebasan dari kelahiran kembali. Jiwa manusia kembali ke Brahman, yang
daripadanya jiwa berasal. Oleh karena itu, upacara ngaben mempunyai peranan yang sangat
penting. Pembakaran mayat merupakan pesta yang membebaskan jiwa manusia manusia untuk
mencapai tingkat yang lebih sempurna.
Hari besar keagamaan adalah hari raya Nyepi. Pada hari raya ini, umat Hindu
menyucikan dan memperkuat diri terhadap pengaruh roh-roh jahat. Umat Hindu tidak
menyalakan api, tidak melakukan pekerjaan, tidak bepergian, dan tidak melakukan hubungan
seks. Hari berikutnya disebut ngebak geni, mereka boleh menyalakan api tetapi masih tetap
pantang bekerja. Selain hari raya Nyepi, umat Hindu juga merayakan Galungan, untuk
memohon keselamatan dan kesejahteraan dari Ida Sanghyang Widhi dari para leluhur.

5
Huston Smith. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999, hal. 19.
6
Tarigan Yacobus Pr. Religiositas, Agama dan Gereja Katolik. Jakarta: PT Grasindo, 2007, hal. 36-40.
Dalam agama Hindu, pemimpin agama mempunyai peranan yang tidak tergantikan.
Upacara keagamaan besar dipimpin oleh sulinggih, orang yang telah dilantik untuk
melaksanakan upacara. Sulinggih yang berasal dari kasta Brahmana disebut pedanda; dari kasta
Satria, disebut resi. Sistem kasta masih berpengaruh, walapun di zaman modern ini mulai ada
perubahan. Terdapat kasta Brahmana, Satria, Weisa, dan sudra. Kurang dari 15 % orang Bali
termasuk Triwangsa (Brahmana, Satria, Weisa) sedangkan 85 % masyarakat Bali justru termasuk
warga Jaba (Sudra). Gelar bagi Brahmana adalah Ida bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk
wanita. Gelar bagi warga Satria adalah Cokorda dan bagi Weisa adalah Gusti.

2. 3. 2. 1. Empat jalan keselamatan


a. Jalan Bhakti : ibadat penuh kasih untuk salah satu dewa.
b. Jalan Karma : perbuatan baik membuahkan kebaikan, sedangkan perbuatan jahat
membuahkan kejahatan
c. Jalan Jnana : membebaskan diri dari keterikana duniawi melalui penguasaan Kitab
Suci secara mantap.
d. Jalan Yoga: disiplin spiritual terhadap latihan-latihan fisik dan mental; misalnya
dengan posisi duduk bersila, latihan pernafasan untuk meningkatkan konsentrasi,
pemusatan pikiran pada patung dewa dan menyampaikan mantra

2. 3. Agama Budha
Agama Buddha dirintis oleh Pangeran Sidharta Gautama (554-478 SM), dengan
orangtuanya Raja Sudhodana dan Ratu Maya, yang memerintah suku Sakya. Pangeran Sidharta
Gautama diberi gelar Buddha, yang berarti orang yang mencapai penerangan sempurna. Umat
Budha melihat kehidupan secara wajar dan jujur sesuai dengan pengalaman bahwa hidup adalah
dukkha. Bagaimana pun manusia tidak bisa menghindar dari kenyataan adanya sakit, usia
lanjut, kekecewaan, dan kematian. Sikap ini bukanlah pesimistis, akan tetapi justru realistis.7
Umat Budha Indonesia yang menghayati konsep ketuhanan Sanghyang Adi Budha,
diharapkan memiliki perilaku sebagai berikut.
Metta : kasih sayang terhadap semua makhluk.

7
Huston Smith. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999, hal. 106.
Karuna : siap sedia meringankan makhluk lain.
Mudita : turut berbahagia dengan kebahagiaan mahkluk lain tanpa benci dan irihati
Upekka : bersikap adil, diam, tenang dan penuh dengan kebijaksanaan yang
seimbang.

Umat Budha meyakini Empat Kebenaran Mulia, yaitu kebenaran tentang dukkha
(derita); kebenaran tentang asal mula penderitaan; kebenaran tentang lenyapnya penderitaan dan
kebenaran tentang jalan menuju hilangnya penderitaan.
Untuk melenyapkan penderitaan, ditawarkan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Hasta Arya
Marga), yaitu pengertian yang benar, pemikiran yang benar, ucapan yang benar, perbuatan yang
benar, pencarian nafkah yang benar, dan semadi/konsentrasi yang benar.
Agar dapat berhasil memahami Empat Kebenaran dan Delapan Jalan, diperlukan
permenungan dan penyelidikan secara mendalam dan teliti, terlebih melihat kehidupan secara
wajar dan jujur. Perlu diperhatikan dan diwaspadai bahwa penderitaan adalah akibat dari nafsu
keinginan yang rendah (tanha) untuk menikmati hidup dalam pelbagai bentuk.
Umat Budha berusaha melenyapkan nafsu/keinginan akan kenikmatan agar penderitaan
bisa berakhir atau lenyap.Dengan begitu, tercapailah nirwana (Nibbana), suatu ketenangan yang
mutlak disertai keyakinan akan adanya kebebasan yang absolut. Keadaan nirwana dapat
diibaratkan seperti padamnya cahaya lilin yang tertiup angin atau padamnya api yang kehabisan
bahan bakar. Nirwana dapat dicapai ketika kitra masih hidup dan situasi ini tidak bisa
dibayangkan oleh manusia yang masih erat dengan hal-hal duniawi. Nirwana adalah
kasunyataan mutlak, kekal, abadi, tidak dikenal hal-hal yang bertentangan atau kontradiksi,
lenyapnya semua nafsu, berakhirnya semua penderitaan.
Bagi umat Budha, kebahagiaan dan kesengsaraan hidup dimaknai sebagai akibat dari
segala perbuatan (karma), ucapan dan pikiran di masa lalu. Dalam kitab Dhammapada ada
tertulis: ”Perbuatan tidaklah membeku seperti air susu yang mengental, akan tetapi membara
seperti api yang menjalar mengikuti si pembuat. Siapa yang berbuat jahat, berpikir jahat dan
berkata jahat, maka penderitaan akan menimpanya, mengikutinya ibarat roda pedati yang
mengikuti jejak lembu yang menariknya; sebaliknya, siapa yang berbuat baik, berpikir baik,
maupun berkata baik, kebahagiaan akan menyusulnya ibarat bayangan tak terlepas dari
benda yang bersangkutan.”
2. 3. 1. Bikhu adalah tokoh spiritual
Demikian, Etika Budhisme sangatlah praktis dan konkret. Manusia harus membebaskan
diri dari rasa dendam dan benci. Yang harus diutamakan adalah rasa kasih dan sayang terhadap
semua mahkluk. Kebodohan dan egoisme adalah penghalang untuk berbuat baik. Dengan
membasmi egoisme, kita dapat mengurangi penderitaan mahkluk lain dan berusaha
membahagiakan mereka. Kebencian tidak akan berakhir jika dibalas dengan kebencian; justru
sebaliknya, kebencian dapat berakhir hanya dengan kasih sayang dan cinta kasih. ” Balaslah si
pemarah dengan kesabaran, si penjahat dengan kebaikan, yang kikir dengan kedermawanan
atau murah hati dan pendusta dengan kejujuran.”
Pandangan hidup dan Etika Agama Budha dapat dipelajari dalam Kitab Suci Tripitaka,
yang terdiri atas tiga bagian:
Vinaya Pitaka : tentang Sangha (komunitas rahib).
Sutta Pitaka : berbagai ceramah yang diberikan oleh budha.
Abhimdhamma Pitaka : berisi analisis ajaran Budha.

2. 3. 2. Tripitaka sebagai Kitab Suci Umat Buddha

Kitab Suci Tripitaka dipakai oleh Buddhisme Theravada maupun oleh Buddhisme
Mahayana. Aliran Theravada dalam Kitab Sucinya Pali canon, menekankan bahwa Budha
hanyalah seorang manusia, seorang yang telah mencapai pencerahan; dan bahwa pencerahan
dapat dicapai dengan mengikuti teladan dan pengajarannya. Sementara itu, Buddhisme
Mahayana menekankan bahwa manusia tidak boleh bergantung pada usaha mereka sendiri untuk
mencapai nirwana. Untuk menuju pencerahan, manusia perlu dibantu oleh Bodhistva, yaitu
mereka yang sudah mencapai pencerahan tetapi masih tinggal di bumi supaya dapat menolong
orang lain untuk mencapai Nirwana. Buddhisme Mahayana memakai juga Kitab Suci yang lain,
seperti Lankavatara, Avatamsaka Sutra, Saddharma Pundarika Sutra, dan Vajracchedika Sutra.
Sanghyang Kamahayanikan adalah Kitab suci Buddhis Khas Indonesia.
Hari Raya Nasional Agama Buddha adalah Waisak: perayaan kelahiran, pencerahan,
kematian Buddha, yang diyakini terjadi pada hari yang sama dalam bulan Wesak (Mei sampai
Juni). Rumah dihias dan memberi persembahan di kuil. Lilin dan lampu dimaknai sebagai
pencerahan Buddha. Umat Buddhis Indonesia merayakan Waisak dengan meriah di kompleks
Candi Mendut dan mencapai puncaknya di candi Borobudur.

2. 4. Agama Kristen
Agama Kristen terdiri dari banyak Gereja atau kelompok seperti Gereja Katolik, Gereja
Ortodoks Timur, Gereja anglikan dan Lutheran, Gereja Metodis, Bala Keselamatan, Gereja
Baptis, dan Gereja Quaker. Semuanya mempunyai ciri khas yang sama, yaitu percaya pada
Pribadi Yesus Kristus. Umat Kristiani mempunyai hubungan khusus dengan Yesus yang diberi
gelar Kristus, bahkan disebut Tuhan.
Murid-murid Yesus disebut Kristen di Antokhia, sekitar tahun 40 Masehi. ”Di
Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen” (Kis. 11:26). Awalnya,
mereka menyebut diri sebagai ”murid” atau ”saudara. Ungkapan kristen mengandung arti yang
amat mendalam, yakni bahwa Yesus Kristus adalah pokok dan sumber iman mereka. Kristus
(bahasa Yunani: ”Khristos”) atau Mesias (bahasa Ibrani: ”MASYIAKH”) atau ”MESHIHA’
dalam bahasa Aram, berarti ”orang yang diurapi”. Sedangkan Tuhan atau Kirios (bahasa Yunani)
berarti orang terkemuka atau terhormat.
Umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Sang Kristus dari Allah; Yesus adalah Putra
Allah dan Tuhan, Mesias, dan Juruselamat umat manusia. Nama “Yesus” berasal dari bahasa
Ibrani ‫הֹושֻׁ ַע‬ (Yĕhōšuă‘, Yosua) yang berarti “Yahweh menyelamatkan” atau “Tuhan
menyelamatkan”. “Kristus” adalah gelar yang berasal dari bahasa Ibrani ‫( ָמשִׁי ַח‬Mesias) yang
berarti “yang diurapi” atau “yang terpilih”.8
Gereja Katolik memiliki jumlah umat paling besar, yakni 1,2 miliar umat; Kristen
Protestan 360 juta umat, dan Gereja Ortodoks 170 juta umat. Gereja Kristen Protestan terbesar
adalah Gereja Anglikan, memiliki umat sebanyak 80 juta jiwa. Aliran-aliran dalam Agama
Kristen: Lutheran, Calvinis, Baptis, Metodis, Pantekosta, Kharismatik, Injili, Adventis.

2. 4. 1. Hirarki
Di dalam Gereja Katolik ada pejabat Gereja yang disebut hirarki. Istilah hirarki berasal
dari dua kata Yunani, yakni hieros yang berarti jabatan, atau kekuasaan; dan archos yang berarti
8
Tarigan Yacobus Pr. Religiositas, Agama dan Gereja Katolik. Jakarta: Grasindo, 2007, hal.42-48
agung, suci, mulia. Jadi, hirarki adalah orang-orang yang mendapat jabatan atau kekuasaan
karena disucikan, yakni melalui pentahbisan. Mereka itu adalah Diakon, Imam, dan Uskup.
Sedangkan Paus adalah pemimpin tertinggi umat Katolik yang berkedudukan di Roma. Ia dipilih
melalui Konklaf. Dia tidak ditahbiskan melainkan dilantik, karena sesungguhnya Paus adalah
Uskup Roma. Jadi, dia sudah mendapatkan tahbisan Uskup. Hirarki mempunyai kuasa mengajar
di dalam Gereja. Khusus Paus dalam kuasa mengajarnya dipercaya memiliki infalibilitas (tidak
bisa salah) bila ia mengeluarkan ajaran iman dan moral kepada umat Katolik.

2. 4. 3. Puasa
Puasa lengkap = tidak makan dan minum
”Setelah aku mendaki gunung untuk menerima loh-loh batu, loh-loh perjanjian yang diikat
TUHAN dengan kamu, maka aku tinggal empat puluh hari empat puluh malam lamanya di
gunung itu; roti tidak kumakan dan air tidak kuminum”
(Ulangan 9:9)
Puasa Normal =Tidak makan dan minum kecuali air putih
“  Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap
firman yang keluar dari mulut Allah."
(Matius 4:4).

2. 4. 4. Kitab Suci
Terbagi dalam 2 bagian besar, yakni Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru,
yang lebih dikenal dengan sebutan Injil. Walau dalam arti sempit Injil adalah Kabar Gembira,
dan sebagai tulisan ada 4 tulisan di dalam Perjanjian yang disebut Injil, yakni Injil menurut
Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

2. 4. 5. Hari Raya
Ada dua hari raya besar, yakni Natal dan Paskah. Namun di antara Natal dan Paskah ada
serangkaian hari raya lain, seperti Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, Kenaikan Tuhan,
Pentakosta, dan hari raya Kristus Raja Semesta Alam.

5. Agama Islam
Makna kata Islam adalah masuk dalam perdamaian. Itu berarti, seorang Muslim adalah
orang yang damai dengan Allah dan damai dengan manusia. Tugas utama Agama Islam adalah:
a. Mendatangkan perdamaian di dunia dengan membentuk persaudaraan di antara sekalian
agama di dunia,
b. Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama-agama terdahulu,
c. Membetulkan kesalahan-kesalahan dalam agama-agama, menyaring mana yang benar
dan mana yang palsu,
d. Mengajarkan kebenaran abadi, dan
e. Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani umat manusia.9

Dalam Agama Islam terdapat dua rukun (dasar utama), yaitu Rukun Islam dan Rukun Iman.

2. 5. 1. Rukun Islam
a. Rukun Iman: ”Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya”.
b. Shalat (sembahyang) 5 (lima) kali sehari: Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya.
Setiap kali sembahyang, Umat Islam membacakan:

c. ”Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Pemurah lagi Penyayang,
yang merajai hari perhitungan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya
Engkaulah kami memohon pertolongan, pimpinlah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau anugerahi Ni’mat, bukan jalan yang mereka dimurkai
dan bukan juga jalan mereka yang sesat.” (Al Faatihah, Surat ke 1:7 ayat).

Sholat lima waktu hukumnya wajib bagi umat Islam

d. Zakat: pemberian wajib setahun sekali sebesar 1/40 dari kekayaan dalam setahun, yang
diberikan kepada orang miskin, untuk pembinaan iman, untuk menebus budak belian,
untuk pengembangan Agama Islam.

9
Huston Smith. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 19999, hal 254.
a. Zakat fitrah adalah zakat yang harus dibayar pada hari puasa terakhir. Sedekah
berbeda dengan zakat, karena sedekah adalah pemberian sukarela; bantuan,
pertolongan atau dana sosial di luar zakat dan zakat fitrah.
e. Puasa dalam bulan Ramadhan: tidak makan dan tidak minum mulai pada saat akan
terbit matahari sampai saat terbenamnya.
f. Haji: Ibadah ke Mekkah pada bulan Zulhijjah, diteruskan ke Madinah untuk berziarah ke
makam nabi Muhhamad.

2. 5. 2. Rukun Iman
a. Percaya kepada Allah
b. Percaya kepada Malaikat-malaikat: Jibrail, Mikael, Israfil, Israil, Munkar dan Nakir,
Raqib dan Atib, Ridwan, Zabaniah.
c. Percaya pada Kitab-kitab Allah: Taurat, Zabur, Injil, Alquran. Dipercayai bahwa Al-
Quran diturunkan kepada nabi Muhammad, yang merupakan kutipan dari Kitab Induk
Surgawi (Lauh al-mahfudz).
d. Percaya kepada rasul-rasul Allah: Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yahya, Isa,
dan Muhammad. Muhammad adalah rasul (utusan) Allah dan penutup dari semua nabi.
e. Percaya pada hari kiamat.
f. Percaya pada takdir: semua yang terjadi dan akan terjadi, sudah diketahui Allah SWT.

Ada lima Hari Raya khas Islam di Indonesia, yaitu:


a. Maulud nabi Muhammad; perayaan kelahiran nabi Muhammad yang lahir pada hari
Senin, 12 Rabiul Awal atau 20 April 570M, dari ayah Abdullah bin Abdul Mutalib dan
ibunya Aminah binti Wahab,
b. Isra dan Miraj; perjalanan nabi Muhammad dari Masjid Al Haram menuju Masjid Al
Aqsa di bait al Maqdis dengan mengendarai Buraq (kuda bersayap) (Israj) dan
dilanjutkan perjalanan dari Yerusalem menuju Sidratul Muntaha untuk menghadap Tuhan
(Miraj),
c. Tahun Baru Hijriah; pada awal tahun 662 M, Muhhammad melakukan hijrah (pindah)
dari Makkah ke Yathrib (Medinah),
d. Idul Adha; bertalian dengan menunaikan ibadah haji, yang dimaknai sebagai pengabdian
diri kepada kehendak Allah, dan
e. Idul Fitri; perayaan berakhirnya kewajiban menjalankan ibadah puasa 1 Syawal.
Umat Islam merayakan kembali ke fitri (sifat asal, suci, bersih dari dosa).
Karena Ilmu Fiqih cenderung menimbulkan semangat legalisme yang hanya mementingkan
perbuatan lahiriah, munculah gerakan Tasawuf atau sufisme yang lebih langsung mau
berhubungan dengan tuhan, para sufi merasakan dorongan dan kerindyan yang besar terhadap
Tuhan. Melalui oleh rohani, para sufi menghayati kedekatan hubungan dengan tuhan dan
mendapatkan kesadaran langsung terhadap kebenaran sejati. Sementara itu, dalam masyarakat
Islam muncul filsuf-filsuf Islam antara lain: Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu
Rusyd, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal. Para filsuf mengingatkan agar umat Islam tidak
melupakan peranan akal dalam kehidupan dunia. Muhammad Abduh (1849 – 1905) misalnya,
berbendapat bahwa orang harus menggunakan akal dalam urusan dunia dan urusan agama.
Adalah kafir kalau orang menolak kebenaran rasional. Masyarakat yang ideal adalah yang
tunduk pada firman Tuhan dan memberikan penafsiran secara rasional.

6. Agama Konghucu
Agama Konghucu merupakan pelembagaan atas ajaran Konfusius (551 SM – 479 SM)di
Tiongkok. Konfusius terkenal dengan ajaran-ajaran moral dan filsafatnya. Tidak mengherankan
jika ajarannya menyebar pesat di Jepang, Korea, Vietnam, dan juga Indonesia.
Pada masa akhir Orde Lama dan awal Orde Baru penganut agama Konghucu tidak
mendapatkan tempat oleh pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Diskriminasi umat Konghuchu
saat diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan
Adat Istiadat Cina yang dikeluarkan oleh presiden Soekarno. Meski demikian, agama Konghucu
tetap diakui. Hal demikian tercantum dalam Penetapan Presiden Nomor 1/Pn. Ps/ Tahun 1965
dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 yang mengakui adanya enam agama di Indonesia
yaitu: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Pada masa Orde Baru, presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor
1470/1978 yang berisi bahwa pemerintah hanya mengakui lima agama yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu dan Buddha. Dengan demikian keberadaan Konghucu tidak diakui di Indonesia.
Namun demikian, sejak era Reformasi presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui UU
No 1/Pn.Ps/1965 mengakui Konghucu sebagai salah satu agama di Indonesia.
Ada 5 ajaran pokok di dalam Konghucu, yaitu:
a. Jen, yaitu hubungan ideal yang harus ada di antara manusia, seperti kebaikan, kemurahan
hati, manusiawi. Suatu intisari dari kesempurnaan adikodrati
b. Chun-Tzu, yaitu kemanusiaan yang benar (gentleman). Bersama orang-orang ini dunia
menuju perdamaian. Sebaliknya, bersama manusia berjiwa kerdil (kasar dan picik) dunia
tak akan pernah damai.
c. Li, yaitu cara yang seharusnya dilakukan, semacam “tata krama.” Orang harus satu antara
kata-kata, pikiran, dan perbuatan/kenyataan objektif.
d. Te, yaitu kekuatan yang muncul akibat kebajikan. Suatu dasar dari pemerintahan yang
arif dan bijaksana.
e. Wen, yaitu “seni perdamaian” versus “seni perang.” Wen berkaitan dengan musik, seni
lukis, puisi, merangkai bunga, segala produk budaya yang bersifat estetis. Seni yang baik
diabdikan sebagai sarana pendidikan moral, karena pikiran dan hati digugah untuk mawas
diri.

Dalam konfusianisme diakui adanya dimensi yang melampaui dimensi manusiawi:


a. Langit dan Bumi dipandang sebagai kesinambungan. Istilah ini menunjuk tempat bagi
“yang mendiaminya.” Ti (nenek moyang) berdiam di langit. Mereka diperintah oleh para
nenek moyang tertinggi (Shang-Ti). Langit mengendalikan kesejahteraan Bumi melalui
cuaca, angin, hujan, dan seterusnya.
b. Cara paling konkret bagi Bumi untuk berbicara dengan Langit adalah melalui
pengorbanan. Di sana dipanjatkan harapan-harapan baik.
c. Ramalan adalah cara Langit mendengar Bumi. Jadi, dalam peristiwa-peristiwa penting
bijaksanalah untuk bertanya kepada langit.
Konfusius dengan tetap menghormati peranan “langit” mengalihkan titik berat dari langit ke
bumi, untuk membentuk karakter orang-orang sebangsanya. Maka, Konfusius memberi
nasihat agar manusia lebih memahami satu dunia saja pada satu waktu, dan bergerak dari
soal-soal pemujaan kepada nenek moyang kepada kesalehan anak cucu. Dengan kata lain,
Konfusius lebih menekankan kualitas hidup keluarga daripada praktik pemujaan
Inti ajarannya:
a. Jika ada kebenaran dalam hati, akan ada keindahan watak;
b. Jika ada keindahan dalam watak, akan ada keselarasan dalam rumah tangga;
c. Jika ada keselarasan dalam rumah tangga, akan ada ketertiban dalam bangsa;
d. Jika ada ketertiban dalam bangsa, akan ada perdamaian dunia.

Ada 4 ciri khas Konfusianisme:


a. Menjunjung tinggi keselarasan kosmis
b. Menaruh hormat terhadap nenek moyang
c. Mengakui “Dao” sebagai sesuatu yang melatarbelakangi kejadian di alam.
d. Mengakui dua prinsip ”Yin” dan ”Yang” (Yin – prinsip keperempuanan: pasif, bumi,
kerelaan; Yang – prinsip kelelakian: aktif, langit, kekuatan).

Penutup
Dengan menyimak materi tentang paham ketuhanan ini bisa dipahami kalau terjadi gesekan
di sana-sini atau bahkan yang tidak bisa menghargai paham ketuhanan sesamanya yang berbeda
agama dan keyakinannya malah ada yang saling mengejek atau menjelek-jelekkan. Hal itu tidak
perlu terjadi kalau kita bisa memahami bahwa paham ketuhanan dalam setiap agama itu
diajarkan sesuai dengan kaidah iman agama masing-masing.
Semua agama, pada dasarnya mengajarkan, mengusung, mewartakan nilai-nilai kehidupan
universal sebagaimana dihabituasikan oleh Living Values: An Educational Program10, dalam
rangka mengembangkan kehidupan manusia yang transcendental dan kehidupan bersama damai
dan sejahtera.
Demikin sikap dan perlaku yang terbaik dan yang harua kita wujudkan dalam kehidupan
kita sehari-hari menghormati dan menghargai paham ketuhanan yang dianut oleh umat lain; dan
mencoba memahami sesuai dengan ajaran agama kita masing-masing, agar kita dapat hidup
bersama, saling membantu, bekerjasama dalam mewujudkan kehidupan bersama yang damai,
sejahtera dan bahagia yang kita cita-citakan bersama.

Penutup

10
Diane Tilman. Living Values Activities for Young Adult; Pendidikan Nilai untuk Kaum Dewasa Muda. Jakarta:
PT Grasindo, 20004
Mengakhiri pembahasan tentang paham ketuhanan ini kita dapat melihat dinamika
perkembangan paham ketuhanan dari periode yang paling awal dalam paham dinamisme hingga
ke paham ketuhanan sebagaimana diajarkan oleh agama-agama besar yang dianut di Indonesia,
seperti Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebetulnya masih terserak luas
paham ketuhanan di dalam agama-agama kecil atau agama suku, namun tidak memungkinkan
semuanya diulas di sini.
Cukuplah disajikan paham ketuhanan seperti yang telah dipaparkan di atas dengan harapan
kita pun sebagai mahasiswa perlu terus mendinamisir pemahaman kita akan ketuhanan kita
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup kita agar paham
ketuhanan kita tidak mandul atau mandeg tanpa berimplikasi pada kehidupan real kita sehari-hari
dalam masyarakat, apalagi menyadari akan makin merebaknya ancaman gerakan radikalisme dan
fanatisme di mana-mana. Tantangan seperti itu hendaknya menjadi tantangan bagi kita sebagai
kaum terdidik untuk mengkaji lebih dalam paham ketuhanan kita sesuai kaidah dan ajaran agama
masing-masing sehingga kita juga bisa saling menghargai paham ketuhanan orang lain yang
berbeda agama dan keyakinannya. Dengan demikian terciptalah kehidupan umat beragama yang
rukun dan bersatu pada dalam keanekaragaman paham ketuhanan yang ada di Indonesia.

Pertanyaan Reflekif

1.Jelaskan pokok-pokok paham ketuhanan dan nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan oleh ke
agama besar tersebut?!
2.Dari pelbagai penggambaran tentang Tuhan, manakah yang masih sulit Anda pahami dan
bagaimana Anda menyikapinya?
3.Seperti apapun gambaran Anda tentang Tuhan, namun bagaimana agar gambaran Anda
tentang Tuhan itu semakin berperan di dalam kehidupan Anda?
4.Tuliskan pengalaman tentang Tuhan yang pernah Anda rasakan dan ungkapkan juga
dampak dari pengalaman tersebut bagi pembentukan Anda sebagai orang beriman dan
beragama.

Kegiatan Belajar

1.Bertanyalah kepada teman-teman Anda yang Bergama lain, agar pengetahuan dan
pemahaman Anda tentang hakekat ketuhanan dan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh
agama tersebut semakin komprehensif. Bertanyalah tentang: a) Sejarahnya, b) Ajaran tentang
kehidupan personal, c) Ajaran tentang kehidupan social, dan d) Ajaran tentang perbedaan.
2.Hal yang sama dapat Anda peroleh pada kunjungan ke tokoh pelbagai agama, baik secara
pribadi maupun secara kelompok. Buat laporan tertulis tentang hakekat paham ketuhanan dan
nilai-nilai kehidupan yang diajarkan pada/oleh pelbagai agama tersebut.
3.Pilihlah satu nilai kehidupan dari nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh agama Anda;

Anda mungkin juga menyukai