Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISLAM DAN BUDAYA MANDAILING


TENTANG
ISLAM DAN BUDAYA TAPANULI

Disusun oleh Kelompok 1 PAI VII A:


Abdul Majid Rangkuti NIM: 20010002
Nur Hidayah Hasibuan NIM: 20010041

Dosen :
Dr. M. DAUD BATUBARA, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

MANDAILING NATAL

2023-2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji syukur kekhadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat


kesehatan dan kesempatan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti perkuliahan. Shalawat beriringkan
salam penulis hadiahkan kekharibaan Baginda Rasulullah SAW yang telah
mengangkat kita dari kebodohan menuju alam yang dipenuhi dengan ilmu
pengetahuan. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik yang bersifat moril, spiritual,
maupun materil, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Orang tua serta keluarga, terimakasih atas segala kepercayaan dan do’a
yang dipanjatkan, senantiasa mencurahkan kasih sayang dan dorongannya, baik
moril maupun materil kepada penulis.

Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,


dengan rendah hati pemakalah berharap, adanya kritik dan saran yang bersifat
kontruktif dari para pihak pembaca demi kesempurnaan dan pengembangan
penulisan makalah berikutnya. Sekian.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Panyabungan, 12 September 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR--------------------------------------------------------------i

DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------------ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang---------------------------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah-----------------------------------------------------------1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian dan sumber agama---------------------------------------------2


B. Agama masa purba kala----------------------------------------------------3
C. Teori animisme Edward Tylor 1832-1917 Inggris----------------------4
D. Teori animisme RR marret 1866-1943 Inggris--------------------------6
E. Teori Atheisme--------------------------------------------------------------7
F. Arti kebudayaan-------------------------------------------------------------8
G. Pemahaman Islam-----------------------------------------------------------9
H. Barus sebagai titik 0 masuknya Islam di Nusantara-------------------11

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan-----------------------------------------------------------------13
B. Saran-------------------------------------------------------------------------14

DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------------------------

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah munculnya agama hampir bersamaan dengan awal kehidupan
manusia. Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa ada suatu bentuk
agama. Seluruh agama tidak lain perpaduan kepercayaan keagamaan dan sejumlah
upacara. Tentu saja ini tidak mudah untuk dijelaskan sebab setiap agama
mempunyai pandangan masing-masing terhadap kepercayaan dan keagamaan
tersebut.
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh
terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.
Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja dan
lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis,
pasrah dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya.
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekreta “a” yang berarti tidak dan
“gam” yang berarti kacau, jadi tidak kacau. Istilah agama banyak digunakan
dalam berbagai bahasa termasuk religion (Bahasa Inggris), Religie (Belanda),
religio (Yunani), Ad-Din,Syariah, Hisab (Islam Arab) atau Dharma (Hindu).
Bermacam istilah ini memiliki arti dasar yang berdekatan dan serupa, yaitu sistem
yang mengatur tata kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan hukum yang berhubungan dengan manusia berjejalin antara sesama manusia
dan terhadap lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan sumber agama?
2. Bagaimana Agama masa purba kala?
3. Bagaimana Teori animisme Edward Tylor 1832-1917 Inggris?
4. Bagaimana Teori animatisme RR marret 1866-1943 Inggris?
5. Bagaimana Teori Atheisme?
6. Apa Arti kebudayaan?
7. Bagaimana Pemahaman Islam?
8. Barus sebagai titik 0 masuknya Islam di Nusantara

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sumber Agama
Para pakar keagamaan merumuskan aneka ragam definisi tentang agama
sehingga puluhan definisi mengenai agama dapat ditemukan dalam berbagai buku
yang berbicara tentang masalah ini. Definisi agama yang begitu banyak itu justru
malah mengaburkan apa yang sebenarnya hendak kita pahami dengan agama.

Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekreta “a” yang berarti tidak dan
“gam” yang berarti kacau, jadi tidak kacau. Istilah agama banyak digunakan
dalam berbagai bahasa termasuk religion (Bahasa Inggris), Religie (Belanda),
religio (Yunani), Ad-Din,Syariah, Hisab (Islam Arab) atau Dharma (Hindu).
Bermacam istilah ini memiliki arti dasar yang berdekatan dan serupa, yaitu sistem
yang mengatur tata kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan hukum yang berhubungan dengan manusia berjejalin antara sesama manusia
dan terhadap lingkungannya. 1

Dari istilah agama ini muncul apa yang disebut dengan religiusitas. Dalam
konteks Islam, terdapat beberapa istilah yang merupakan padanan kata agama
yaitu: alDin, al-Millah dan al-Syari’at. Ahmad Daudy menghubungkan makna al-
Din dengan kata alHuda (petunjuk).

Hal ini menunjukkan bahwa agama merupakan seperangkat pedoman atau


petunjuk bagi setiap penganutnya. Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan
agama (din) sebagai: “keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat –atau
beberapa dzat- ghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia
memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan
dengan nasib manusia.2

1
Ali,Abdullah. (2007). Agama Dalam Ilmu Perbandingan. Nuansa Aulia
2
Daudy,Ahmad. (1997). Kuliah Aqidah Islam. Bulan Bintang,

2
B. Agama masa purba kala
Sistem kepercayaan adalah sebuah sistem yang membuat seseorang
meyakini sesuatu hingga memengaruhi pola pikir serta tingkah laku manusia
sehari-hari. Sistem kepercayaan sendiri sudah ada sejak zaman prasejarah, sejak
masa bercocok tanam. Kepercayaan pada masa itu, berbeda dengan agama yang
kita anut sekarang. Di masa itu, manusia purba menganut kepercayaan animisme,
dinamisme, dan totemisme.3

1. Animisme
Sistem kepercayaan pertama yang ada pada masa bercocok tanam adalah
Animisme. Animisme berasal dari bahasa Latin anima, yang berarti nyawa,
jiwa, atau roh. Secara garis besar, animisme adalah kepercayaan bahwa semua
yang bergerak dianggap hidup serta memiliki roh yang berwatak baik ataupun
buruk. Selain itu, orang-orang yang memiliki kepercayaan animisme juga
percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal dunia itu bisa masuk ke dalam
tubuh hewan.
Animisme juga bisa disebut sebagai kepercayaan manusia terhadap roh
leluhur. Masyarakat yang menganut paham animisme ini meyakini bahwa
orang yang sudah meninggal dianggap sebagai mahatinggi yang mampu
menentukan nasib serta mengontrol segala perbuatan manusia. Oleh sebab itu,
supaya masyarakat terhindar dari kemarahan roh leluhur biasanya diadakan
sebuah ritual tertentu.
2. Dinamisme
Selanjutnya ada kepercayaan dinamisme, yaitu kepercayaan yang
menganggap bahwa pohon dan batu besar itu memiliki kekuatan gaib.
Dinamisme sendiri berasal dari bahasa Yunani, dunamos, yang berarti
kekuatan atau daya. Jika disimpulkan, Dinamisme adalah kepercayaan terhadap
benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda
tersebut akan sangat dihormati dan dikeramatkan. Biasanya, benda-benda yang
dikeramatkan oleh masyarakat prasejarah penganut dinamisme adalah api,
batu, air, pohon, dan binatang.
3
Rosfenti, Veni. (2020). Kehidupan Masyarakat Praaksara Indonesia, Sejarah Indonesia
Kelas X. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

3
3. Totenisme
Sistem kepercayaan terakhir pada masa bercocok tanam disebut
Totenisme. Totenisme adalah bentuk kepercayaan masyarakat prasejarah
terhadap adanya daya atau sifat ilahi yang terkandung di dalam sebuah benda
atau makhluk hidup selain manusia. Benda atau makhluk hidup yang disembah
inilah yang disebut sebagai totem, bisa berupa burung, ikan, hewan, atau
tumbuhan. Totenisme berasal dari kata dotem, yaitu istilah yang digunakan
orang Algonquin di Amerika Utara, untuk menunjuk suatu anggota klan.
Adapun beberapa cara ibadah yang dilakukan oleh masyarakat penganut
Totenisme ini adalah merawat hewan atau tumbuhan suci yang mereka
sembah. Selama mereka hidup, tidak ada satupun hewan ataupun tumbuhan
yang akan dilukai atau dibunuh, karena sudah dijadikan toten
C. Teori Animisme Edward Tylor 1832-1917 Inggris
Edward Burnett Tylor adalah seorang antropolog otodidak berasal dari
Inggris yang tidak pernah mendapatkan pendidikan universitas. Namun, dalam
petualangan dan studi independennya kemudian ia mencetuskan teori animisme.
Sebuah teori yang dipercayainya sebagai kunci untuk memahami asal-usul agama.
Tylor dilahirkan pada 1832 dalam keluarga Quakers yang makmur.
Quakers adalah kelompok Protestan yang ekstrim di Inggris. Mereka dahulu
dikenal hanya memakai pakaian sederhana dan jauh dari tren mode. Mereka hidup
dengan mengikuti tuntunan hati nurani dari dalam diri. Namun, pada 1800-an
kelompok ini kemudian meninggalkan kebiasaannya itu dan mulai mendapat
respek sosial, dan kemudian pandangan mereka pun cenderung bergeser pada hal-
hal yang liberal.4
Kenangan karyanya yang paling fenomenal adalah buku berjudul Primitive
Culture (1817), yang terdiri dari dua jilid besar. Buku inilah yang juga menjadi
karya puncaknya dan merupakan salah satu acuan utama dalam setiap studi
tentang peradaban manusia.
Buku Primitive Culture pertama kali dipublikasikan kepada masyarakat
Inggris Victorian pada saat kaum agamawan sedang menghadapi tantangan-
tantangan yang dapat merusak keyakinan mereka.
4
Bustanuddin Agus. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi
Agama. Jakarta: Rajawali Perss.

4
Orang-orang sebelum Tylor dan beberapa yang seangkatan dengannya
masih memegang keyakinan tradisional bahwa asal-usul agama, paling tidak
untuk Kristen, harus dipahami sebagai sesuatu yang selalu berkarakter
menakjubkan, sebab agama Kristen berasal dari wahyu Tuhan dan terwujud dalam
tradisi gereja.
Perihal animisme ini diulas oleh Tylor dalam jilid kedua magnum
opusnya Primitive Culture (1871). Bagi Tylor, animisme merupakan esensi
agama. Pandangan ini muncul lantaran animisme dianggap sebagai karakteristik
dasar dari semua agama: baik agama yang besar maupun kecil, agama yang purba
maupun modern.
Dalam konteks ini animisme diartikan sebagai kepercayaan terhadap
sesuatu yang hidup dan punya punya kekuatan di balik segala sesuatu. Sementara
secara etimologis, animisme—berakar dari kata dalam bahasa Latin anima—
berarti roh. Dengan ini, Tylor meyakini bahwa animisme merupakan bentuk
pemikiran paling tua yang dapat ditemukan dalam setiap sejarah umat manusia.
Dengan berpegang pada hasil studi yang demikian, Tylor kemudian
mendefinisikan agama sebagai kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat
spiritual.
Tahap awal dari kebudayaan manusia bagi Tylor adalah savage. Yaitu
masyarakat liar yang percaya pada animisme. Tahap ini ditandai dengan corak
masyarakat yang berburu, mengumpulkan makanan dan tinggal dalam komunitas
yang sederhana. Situasi tersebut membuat masyarakat tidak pernah bisa
melampaui ide tentang roh individual yang spesifik yang menyatu dengan pohon,
sungai, maupun binatang tertentu yang ditemui.
Tahap kedua merupakan periode masyarakat barbar. Secara sosial,
masyarakat mulai bercocok tanam, hidup di kota-kota, mulai muncul sistem
pembagian kerja yang lebih kompleks. Tylor mencontohkan periode ini dengan
peradaban Babilonia, Aztec, sampai Yunani. Perihal dunia roh, pandangan
manusia juga berkembang. Jika awalnya manusia mengenal roh pohon, maka pada
periode ini roh-roh pepohonan yang banyak jumlahnya menyatu menjadi roh atau
dewa hutan. Ketika hal yang sama juga terjadi dalam pandangan manusia tentang
roh atau di alam yang lain, maka hasilnya adalah ada banyak dewa dalam

5
kehidupan ini, misalnya dewa matahari, dewa bumi, dewa angin, dst. Karena itu,
periode barbar disebut juga periode politeisme.
Pada akhirnya pandangan politeisme terus berkembang sampai ide tentang
dewa tertinggi, yaitu monoteisme. Titik pangkalnya adalah pandangan masyarakat
tentang adanya satu Tuhan yang mengatasi dewa-dewa atau tuhan-tuhan yang
lain. Bagi Tylor, masyarakat yang percaya pada Tuhan tunggal inilah yang benar-
benar dianggap beradab. Meskipun dengan cara yang beragam, secara universal,
Tylor meyakini bahwa kebudayaan manusia akan terus berkembang sampai pada
titik ini: masyarakat beradab yaitu yang percaya pada Tuhan yang tunggal.
D. Teori animatisme RR marret 1866-1943 Inggris
Dikemukakan oleh seorang antropolog Inggris bernama R.R Marett (1866-
1943). Ia mengemukakan teori yang merupakan kebalikan dari teori Animisme,
yaitu teori Animatisme. Marett melakukan penyelidikan terhadap kepercayaan
orang Melanesia di kepulauan Pasifik dan penduduk asli Afrika dan Amerika.
Ia menyimpulkan bahwa orang-orang primitif percaya adanya tenaga yang
non-pribadi atau tenaga gaib yang menghidupkan segala sesuatu; kepercayaan
demikian menimbulkan rasa hormat dan takut dalam diri manusia, yang kemudian
menjadi dasar agama primitif. Menurut Marett, agama sebagian besar merupakan
tanggapan emosional manusia terhadap hal yang tidak diketahuinya.5
Jadi katanya pokok pangkal dari perilaku keagamaan bukanlah
kepercayaan terhadap roh-roh halus, melainkan timbul karena perasaan rendah
diri manusia terhadap berbagai gejala dan peristiwa yang dialami manusia dalam
hidupnya. Karena manusia itu lemah, tidak mampu mengimbangi atau merasa
kagum terhadap gejala atau peristiwa yang luar biasa yang melebihi dari kekuatan
dirinya dan atau kekuatan yang pernah dialaminya sehingga kekuatan itu bersifat
supernatural. Menurut Marett kepercayaan terhadap adanya yang supernatural itu
sudah ada sejak sebelum manusia menyadari adanya roh-roh halus, (animisme).
Oleh karenanya teori Marett sering dikatakan pula praanimisme.
E. Teori Atheisme
Secara etimologis, kata Atheisme berasal dari Bahasa Inggris yaitu
Atheism. Istilah ini sendiri diambil dari Bahasa Yunani Atheos yang berarti tanpa
5
STUDI AGAMA Agama (karangan Drs. H. Abu Ahmadi), Penerbit Rineka Cipta,
cetakan ke tujuh belas, Januari 1991

6
Tuhan. Kata tersebut berasal dari dasar a, yang berarti tidak dan kata dasar theos,
yang berarti Tuhan.6
Menurut Karl Karnadi, Atheisme adalah bentuk ketidakpercayaan terhadap
Tuhan dan dewa-dewi. Dalam kata lain, seorang Atheis tidak mempercayai
adanya bentuk kesadaran yang biasa disebut Tuhan dalam penciptaan alam
semesta.
Istilah Atheis sebenarnya sudah dikenal sekitar abad 5 SM. Atheis
merupakan derivasi16 yang berasal dari bahasa Yunani Kuno Atheos yang
bermakna tidak bertuhan, atau memutuskan hubungan dengan dewa-dewi sebagai
Tuhan masyarakat Yunani.
Istilah ini menjadi populer pada awal perkembangan Kristen yakni di awal
tahun Masehi di mana pada saat itu terjadi benturan antara kepercayaan orang-
orang Yunani yang mempercayai dewa-dewi sebagai Tuhan dan Romawi Kuno
yang beragama Pagan dengan penyebar agama Kristen. Istilah Atheis mereka
pakai untuk saling menyudutkan bahwa orang-orang Pagan yang tak mau
mengakui Tuhan agama Kristen maka mereka disebut Atheis, dan sebaliknya
orang Kristen yang tak mau mengakui dewa-dewi agama Pagan juga dituding
sebagai Atheis.
Sebagai lawan dari Atheisme biasanya digunakan kata Theisme (theism)
yang diartikan sebagai keimanan pada Tuhan personal yang aktif penciptaan
makhluk dan menurunkan wahyu. Dengan demikian, Atheisme adalah kebalikan
dari Theisme, yang menganggap Tuhan tidak lagi berperan dalam penciptaan, dan
panteisme yang percaya bahwa Tuhan sama dengan alam semesta.
Atheisme negatif, secara luas, adalah ketidakpedulian terhadap persoalan
eksistensi Tuhan, yang mencakup tidak hanya Tuhan Theistik saja. Atheisme
positif, di sisi lain, adalah ketidakpercayaan aktif terhadap semua Tuhan, atau
Tuhan teistik saja. Untuk mempertahankan konsep Atheisme positif, dalam makna
diatas, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama alasan-alasan untuk percaya
pada Tuhan teistik harus ditolak, dan kedua, alasan-alasan untuk tidak percaya
pada Tuhan teistik harus dijabarkan.7

6
Ricky Sulistiadi, “Gambaran Makna Hidup Para Penganut Atheis”, (Skripsi, Universitas
Gunadarma, Jakarta, 2007), h. 9.
7
Agus Mustafa, Beragama Dengan Akal Sehat, Surabaya: Padma Press, 2008. h. 122

7
F. Arti Kebudayaan
Definisi yang sangat luas tentang kebudayaan berbunyi “Kebudayaan
adalah kompleks totalitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat dan apa saja kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh oleh
sebagian anggota masyarakat”. Ahli lain mendefinisikan: “Himpunan reaksi
motoris, kebiasaan-kebiasaan, teknik-teknik, gagasan-gagasan, nilai-nilai dan
perilaku yang ditimbulkannya”.8
Kroeber dan Kluckhohn selanjutnya mengemukakan bahwa: Kebudayaan
mencakup model dari dan model bagi perilaku yang ekplisit atau inplisit yang
diperoleh dan disampaikan dengan menggunakan simbol-simbol yang membentuk
prestasi khusus masyarakat-masyarakat manusia, dalam mana termasuk benda-
benda yang dihasilkan mereka”.
Untuk menyederhanakan pengertian apa yang dimaksud dengan
kebudayaan oleh definisi-definisi di atas barangkali pengertian yang dikemukakan
Bierstedt dapat menolong. Menurut pendapatnya: “Kebudayaan merupakan suatu
kompleks totalitas yang terdiri dari semua cara orang berfikir dan berbuat dan
segala sesuatu yang dimiliki”. Berfikir, berbuat menurut pola tertentu, dan
memiliki merupakan tiga kategori dasar yang ada dalam tata bahasa setiap bahasa.
Dengan demikian kebudayaan tersebut terdiri dari tiga komponen, yaitu gagasan-
gagasan (ideas), norma-norma (norma), dan benda hasil kebudayaan (things).
Dalam konsep gagasan-gagasan dimasukkan kebenaran-kebenaran ilmiah,
kepercayaan-kepercayaan agama, mitos, legenda, kesusastraan, takhyul,
pernyataan tentang prinsip-prinsip dasar atau rumusan-rumusan kebenaran
(aphaeisan), pepatah- petitih, dan cerita rakyat. Sedangkan di dalam konsep
norma-norma tercakup: hukum, anggaran dasar, undang-undang, peraturan-
peraturan, adat istiadat (custom), kebiasaan (folk-ways), tata kelakuan (mores),
larangan-larangan (taboos), mode, upacara peralihan status, upacara yang
berhubungan dengan kepercayaan (ritual) upacara kehormatan (ceremonies),
konvensi, dan basa basi (etiquetts). Selanjutnya yang termasuk ke dalam
kebudayaan materil adalah mesin-mesin, peralatan, perabot, gedung-gedung,

8
A. L. Kroeboer , Anthropology: Culture Patterns & Processes (Harcourt: Brace & World
Inc., 1948), h. 73

8
jalan-jalan, jembatan, peninggalanpeninggalan, benda-benda seni, pakaian,
kendaraan, bahan makanan dan obat-obatan.
Setiap kebudayaan mempunyai komponen seperti yang disebutkan di atas.
Ketiga komponen di atas akan berhubungan dengan unsur-unsur universal dari
setiap kebudayaan. Unsur tersebut adalah bahasa, sistim teknologi, sistim mata
pencarian hidup dan ekonomi, organisasi sosial, sistim pengetahuan, religi, dan
kesenian.
Pembatasan atas tiga wujud atau 7 bidang aktivitas, seperti di atas
menyatukan dan merupakan persamaan kebudayaan. Perbedaan lingkungan,
sejarah, dan orientasi nilai budaya akan menimbulkan perbedaan dalam
kompleksitas kebudayaan. Dengan demikian semua kebudayaan yang ada dalam
masyarakat bangsa-bangsa yang ada di muka bumi ini memiliki unsurunsur yang
sama dan keragaman-keragaman yang menyangkut kompleksitasnya.
G. Pemahaman Islam

Ada dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami pengertian Agama
Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kebahasaan Islam dari bahasa
Arab salima selamat, sentosa dan damai. Kemudian Aslama berserah diri masuk
dalam kedamaian.9

1. NUR CHOLIS MAJID : Sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan


hakikat dari pengertian islam.
2. MAULANA MUHAMMAD ALI : Islam adalah agama perdamaian; dan
dua ajaran pokok yaitu keesaan Allah dan kesatuan
atau persaudaraan ummat manusia menjadi bukti nyata.

Dari sisi peristilahan dalam memberi pengertian para ilmuwan beragama


dalam memberi pengertian antara lain adalah :

1. Ahmad Abdullah Al-Masdoosi (1962) :


Islam adalah Kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak
manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya terakhir
dan sempurna dalam al-Qur’an yang suci yang diwahyukan Tuhan Kepada

9
Abuddin NT, Metodologi Studi Islam, 2009, Jakarta: Rajawali Pers. h. .95

9
Nabi-Nya yang terakhir yakni Nabi Muhammad Ibnu Abdullah, satu
kaidah yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek
hidup manusia baik spritual maupun material.10

Pengertian Islam menurut Maulana Ali dapat dipahami dari Firman Allah
surat Al-Baqorah ayat 208 :

‫َياَأُّيَهااَّلِذ ْيَن أَم ُنْو ااْد ُخ ُلْو ا ِفى الِّس ْلِم َك اَّفَة َو َالَتَّتِبُعْو ا ُخ ُطَو اِت الَّش ْيَطاِن ِاَّنُه َلُك ْم َع ُد ٌّو ُّم ِبْيٌن‬

“Hai Orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam


Kedamaian/Islam secara menyeluruh dan jangan kamu ikuti langkah-
langkah Setan. Sesungguhnya setan musuh yang nyata bagimu”
Kata ‫ السـلم‬yang dalam ayat diatas diterjemahkan kedamaian atas Islam,
makna dasarnya adalah damai atau tidak mengganggu.
HARUN NASUTION: Islam sebagai agama adalah agama yang ajaran-
ajaranya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi
Muhammad sebagai rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang
bukan hanya satu segi, tetapi mengenai beberapa segi dari kehidupan manusia.

ORIENTALIS : islam sering di identikkan dengan Mohammadanism dan


Mohammedan. Peristilahan ini disamakan pada umumnya agama diluar Islam
yang namanya disandarkan kepada nama pendirinya.

Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang
diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasul-rasul-Nya berisi hukum-hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia,
manusia dengan alam semesta.

H. Barus sebagai titik 0 masuknya Islam di Nusantara


1. Jejak Dakwah Islam Nusantara di Barus11
Barus merupakan sebuah kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten
Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara. Memiliki penduduk yang
heterogen, mulai dari suku batak, minang, jawa, dan lainnya. Masyarakat

10
Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, 2006, Jakarta: Amanah, h. 147
11
JURNAL ILMIAH SYIAR Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN Bengkulu
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/syiar Vol. 19, No. 02, Desember 2019; h. 168-181

10
membangun pekonomi melalui berbagai mata pencarian.Yakni sebagai
petani, nelayan, wiraswasta,pegawai pemerintahan, dan lainnya. Agama
mayoritas yang dianut oleh masyarakat Barus adalah Islam dan Kristen.
Walaupun begitu masyarakatnya tetap saling bergantungan satu sama lain,
saling memahami, saling menghargai dan terlihat harmonis.
Mengenai masuknya Islam ke Indonesia ada suatu kajian yakni seminar
ilmiah yang diselenggarakan pada tahun 1963 di Kota Medan, yang
menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/ 7 M langsung dari
Arab.
b. Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah Pesisir Sumatera Utara.
Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu
Aceh.
c. Para dai pertama mayoritas adalah para pedagang. Pada saat itu disebarkan
secara damai.
Dalam berbagai sumber menyebutkan bahwa Islam sebelum didakwahkan
ke Aceh mulamula datang menepak di Barus yang juga wilayah yang juga
pernah menjadi kekuasaan Aceh. Hanya saja perlu dinyatakan bahwa Barus
tidak pernah menjadi kerajaan Islam apalagi sebuah kekuatan politik Islam.
Hanya ada dua kerajaan Islam pada awalnya, yakni Peureulak dan Pasai,
selanjutnya Aceh Darussalam. Proses pencarian samudra untuk mewujudkan
perintah seperti yang dimaksud Nabi SAW dalam mengembangkan dakwah
menjadi tujuan utama dan mereka singgah di beberapa tempat. Informasi
adanya kunjungan Barus secara langsung oleh pedagang Cina masa lampau
dan India mencari dammar atau kapur barus yang paling tinggi mutunya.
Sekitar abad 10 ada bukti menimbulkan kesan bahwa pedangang dari Timur
Tengah mendatangi langsung Barus dan mencari dammar (kapur Barus)
tersebut.

2. Penetapan Barus sebagai Lokasi Penyebaran Islam Pertama di Indonesia


Penetapan berangkat dari peresmian Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko
Widodo. Atas dasar kajian yang intensif dan permintaan masyarakat, Presiden
menetapkan dan meresmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara. Menurut

11
Hendri Susanto Tobing, Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah,
pemerintah daerah menyiapkan kehadiran Presiden Jokowi untuk meresmikan
titik nol peradaban penyebaran agama (bukan hanya Islam) di seluruh
Indonesia yang dimulai dari Barus.
Dijelaskan bahwa sejarah penyebaran agama-agama di Indonesia, terutama
Islam, Nasrani, Hindu dan Budha dimulai dari Barus. Khusus untuk Muslim,
sebagai buktinya adalah situs Mahligai dan Situs Papan Tinggi yang
menyebarkan Islam kira-kira abad ke-5 masehi. Diikuti perkembangan
selanjutnya yang masuk melalui Timur Tengah melalui Tapanuli Tengah ke
seluruh Nusantara. Keterangan dan sekaligus argumentasi penetapan titik nol
Islam di Barus.
Menurut satu keterangan, proses masuknya Islam ke Barus khususnya,
Sumatera dan Nusantara pada umumnya terkait erat dan diawali dari
perjalanan para pedagang Arab yang singgah di Barus. Peristiwa itu sudah
dimulai sejak zaman Nabi Muahammad SAW, yaitu orang-pedagang Arab
yang pergi berdagang ke CinaTiongkok dan mereka kebanyakan singgah di
Bandar Barus terlebih dahulu. Misalnya kisah seorang pedagang Arab yang
bernama Wahab bin Abu Kasbah dan rombongannya. Ingin berdagang ke
Cina dan singgah di pulau Morsala, yang letaknya antara pantai Barus dan
Sibolga.
Dengan demikian jelaslah bahwa memang ada kemungkinan pengislaman
pertama berlangusung di Fansuri Barus dan wilayah ini pernah menjadi
wilayah territorial kesultanan Aceh Darusslaam.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekreta “a” yang berarti tidak dan
“gam” yang berarti kacau, jadi tidak kacau. Istilah agama banyak digunakan
dalam berbagai bahasa termasuk religion (Bahasa Inggris), Religie (Belanda),

12
religio (Yunani), Ad-Din,Syariah, Hisab (Islam Arab) atau Dharma (Hindu).
Bermacam istilah ini memiliki arti dasar yang berdekatan dan serupa, yaitu sistem
yang mengatur tata kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan hukum yang berhubungan dengan manusia berjejalin antara sesama manusia
dan terhadap lingkungannya.
Sistem kepercayaan adalah sebuah sistem yang membuat seseorang
meyakini sesuatu hingga memengaruhi pola pikir serta tingkah laku manusia
sehari-hari. Sistem kepercayaan sendiri sudah ada sejak zaman prasejarah, sejak
masa bercocok tanam. Kepercayaan pada masa itu, berbeda dengan agama yang
kita anut sekarang. Di masa itu, manusia purba menganut kepercayaan animisme,
dinamisme, dan totemisme.
Definisi yang sangat luas tentang kebudayaan berbunyi “Kebudayaan
adalah kompleks totalitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat dan apa saja kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh oleh
sebagian anggota masyarakat”. Ahli lain mendefinisikan: “Himpunan reaksi
motoris, kebiasaan-kebiasaan, teknik-teknik, gagasan-gagasan, nilai-nilai dan
perilaku yang ditimbulkannya
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami sajikan sebagai bahan perkuiahan Islam
dan Budaya Mandailing. Kami menyadari masih ada kesalahan dalam makalah
kami ini baik berupa penulisan maupun isi, kritik dan saran dari para pembaca
sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin NT, Metodologi Studi Islam, 2009, Jakarta: Rajawali Pers

Agus Mustafa, Beragama Dengan Akal Sehat, Surabaya: Padma Press, 2008. h.
122
Ali,Abdullah. (2007). Agama Dalam Ilmu Perbandingan. Nuansa Aulia

13
Bustanuddin Agus. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta: Rajawali Perss.
Daudy,Ahmad. (1997). Kuliah Aqidah Islam. Bulan Bintang,
JURNAL ILMIAH SYIAR Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN Bengkulu
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/syiar Vol. 19, No. 02,
Desember 2019; h. 168-181
L. Kroeboer , Anthropology: Culture Patterns & Processes (Harcourt: Brace &
World Inc., 1948),

Ricky Sulistiadi, “Gambaran Makna Hidup Para Penganut Atheis”, (Skripsi,


Universitas Gunadarma, Jakarta, 2007),
Rosfenti, Veni. (2020). Kehidupan Masyarakat Praaksara Indonesia,
Sejarah Indonesia Kelas X. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

STUDI AGAMA Agama (karangan Drs. H. Abu Ahmadi), Penerbit Rineka Cipta,
cetakan ke tujuh belas, Januari 1991
Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, 2006, Jakarta: Amanah,

14

Anda mungkin juga menyukai