Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AGAMA DALAM MASYARAKAT PRIMITIF

Dalam mata kuliah “kajian agama-agama”

Disususn Oleh :

Padli Rahman
NIM:2210303014

Auliani Eka Putri


NIM:2210303001

Dosen pengampu :
Dr.faizin, M.Ag

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)KERINCI

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang agama dalam masyarakat primitif, makalah
ini telah penulis susun dengan maksimal. Terlepas dari semua itu, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan segala kekurangan
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. akhir kata penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.

Sungai penuh, 24 september 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 4

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 6

A. Pengertian agama primitif .................................................................... 6


B. Bentuk-Bentuk agama primitif ............................................................ 6
C. Prokontra tentang Kepercayaan Primitif ............................................. 10

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 13

A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Kritik dan saran .................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dan Primitif masing-masing memiliki keeratan satu sama
lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang-orang yang belum
memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi keadaan yg
sangat sederhana pada suatu kehidupan.
Pada dasarnya agama primitif mempunyai dua asal-usul yaitu:
Pertama suatu ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan yang berupa
wahyu yang kemudian diturunkan kepada manusia, yang dimulai dengan
diturunkannya Adam kedunia, namun terjadi penyelewengan agama oleh
para pemeluknya. Sehingga agama yang pada dasarnya monotheisme
menjadi politeisme kemudian dapatmenjadi animisme dan dinamisme .
Maka oleh sebab itu Tuhan menurunkan kembali utusannya guna
meluruskan penyelewengan tersebut. Kedua agama bersumber pada kajian
antropologis, sosiologis, historis, dan psikologis, karena agama merupakan
suatu fenomena sosial ataupun spiritual yang mengalami evolusi dari
bentuk yang sederhana , biasa disebut dengan agama primitif, kepada
bentuk yang sempurna.
Maka dari itu, penulis selanjutnya akan mengupas dalam makalah ini,
pengertian agama primitif, dan bentuk-bentuk agama primitif.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis
terlebih dahulu membuat rumusan masalah. Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.   Apa pengertian agama primitif?
2.   Bagaimana bentuk-bentuk agama primitif?

4
3.   Bagaimana pro-kontra tentang kepercayaan primitif?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penulisan makalah
ini, antara lain.
1.   Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian agama primitif.
2.   Agar pembaca mengetahui dan memahami bentuk-bentuk agama
primitif.
3.   Agar pembaca mengetahui dan memahami pro-kontra tentang
kepercayaan primitif?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Primitif


Primitif adalah sebuah kata sifat yang menunjukkan keadaan yang
sederhana, bersahaja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, primitif bisa
berarti keadaan yang sangat sederhana, belum maju, terbelakang (tentang
peradaban, kebudayaan misalnya), dan bisa juga bermakna sederhana.1
Adapun yang mula pertama sekali menggunakan istilah primitif
dikemukakan oleh Irving Babbit dan para tokoh Humanisme di Amerika.
Kata primitif kadang-kadang dinisbatkan kepada masyarakat, dan ada juga
dinisbahkan kepada agama. Kalau primitif dinisbahkan dengan agama,
maka kata itu menjadi sebuah kalimat, yaitu : “Agama Primitif”.
Menurut pendapat Dr. A.G.Honing sebagaimana yang dikutip oleh
Jirhanuddin dalam bukunya Perbandingan Agama, agama primitif itu
adalah : Susunan tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam
mengalami dan mendekati dunia dan Tuhan, suatu pandangan tertentu
terhadap segala kehidupan sekeliling manusia dan suatu mentalitas atau
sikap rohani yang tertentu.2
Menurut penulis, agama primitif adalah suatu rangkaian kegiatan
yang dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat primitif yang bersumber
dari para leluhur untuk mendekati Tuhan dan menemukan ketenangan
batin. Selanjutnya penulis menguraikan agama-agama yang ada pada
masyarakat primitif.

B. Bentuk-bentuk Agama Primitif


Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah
Animisme, Dinamisme, Monoteisme Politeisme dll, adapun
pembahasannya adalah sebagai berikut :

1 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 49.


2 Ibid.

6
1. Animisme
Animisme berasal dari bahasa latin. Asal katanya adalah “anima” yang
berarti “nyawa, nafas, atau roh. Animisme berarti kepercayaan kepada roh
yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan
sebagainya). Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap
benda baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh.3
Taylor menyebutkan istilah animisme untuk menyebut semua bentuk
kepercayaan dalam makhluk-makhluk berjiwa. Manifestasinya adalah Roh
yang Maha tinggi hingga pada roh halus yang tak terhitung banyaknya, roh
leluhur, roh dalam objek-objek alam.
Diantaranya berbagai macam roh yang dimaksud, yaitu :
1.   Roh yang berhubungan dengan manusia, yakni jiwa-jiwa manusia
sebagai daya vital, roh leluhur, roh jahat dari orang-orang yang meninggal
dalam kondisi-kondisi tidak wajar.
2.   Roh yang berhubungan dengan objek-objek alamiah bukan manusiawi,
seperti air terjun, batu yang menonjol ke permukaan bumi, pohon-pohon
berbentuk aneh, roh dari tempat-tempat yang berbahaya, roh binatang, roh
dari benda-benda angkasa.
3.   Roh yang berhubungan dengan kekuatan alam, seperti angin, kilat,
banjir.
4.   Roh yang berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, dewa-dewa,
setan-setan dan para malaikat.4
2. Dinamisme
Menurut Abu Ahmadi sebagaimana yang dikutip oleh Jirhanuddin
dalam bukunya Perbandingan Agama, dinamisme berasal dari bahasa
Yunani “dynamis atau dynaomos” yang artinya kekuatan atau tenaga. Jadi
dinamisme adalah ialah kepercayaan (anggapan) tentang adanya kekuatan
yang terdapat pada berbagai barang, baik yang hidup (manusia, binatang,

3 Ibid, hlm. 53.


4 Mariasusai Dhuvamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 67.

7
dan tumbuh-tumbuhan), atau yang mati.5[5] Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebutkan, Dinamis memerupakan kepercayaan bahwa segala
sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.
Pengertian dinamisme sebagaimana penulis kutip dari Internet, yaitu :
Agama dinamisme ialah : Agama yang mengandung kepercayaan pada
kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu
yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia
sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang
bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’
dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.6
Selanjutnya Harun Nasution menyebutkan, Dinamisme adalah suatu
paham bahwa ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib
dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari.7
Kekuatan gaib itu adalah yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat
jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai
serta dimakan, agar orang yang memakainya dan memakannya senantiasa
dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya.
Sedangkan benda yang mempunyai kekuatan jahat, biasanya ditakuti dan
oleh karena itu selalu dijauhi.8
Adanya kekuatan gaib bersifat tidak tetap, ia dapat berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain. Di samping itu kekuatan gaib tidak dapat
dilihat, yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya.
Umpamanya dalam bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, rindang, dan
lebatnya buah bagi sebuah pohon, panjangnya umur seseorang, keberanian
yang luar biasa pada seorang pahlawan perang dan sebagainya. Apabila
efek-efek atau pengaruh tersebut telah hilang dari tanah, pohon, orang dan

5 Jirhanuddin, Perbandingan Agama hlm. 53.


6 ]Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html ( di unduh
tanggal 24 sebtember 2022)
7 Ibid.
8 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 51.

8
sebagainya, maka benda yang dianggap membawa kesuburan, kekuatan,
umur panjang, keberanian, dan sebagainya itupun tidak lagi dihargai.
Dalam bahasa Indonesia kekuatan gaib itu disebut dengan “Tuah” atau
“Sakti”.9
3.   Politheisme
Politheisme mengandung kepercayaan kepada banyak dewa atau
tuhan. Politheisme lawan dari monotheisme (satu tuhan). Dalam paham
politheisme hal-hal yang menimbulkan perasaan ta’ajub dan dahsyat
buikan lagi dikuasai oleh roh-roh, tapi oleh dewa-dewa.10
Menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikiutip oleh
Jirhanuddin dalam bukunya Perbandingan Agama, dalam paham
politheisme dewa-dewa telah mempunyai tugas-tugas tetentu. Ada dewa
yang bertugas memeberi sinar atau cahaya dan panas. Dalam agaman mesir
kuno disebut dewa Ra. Dalam agama India disebut dewa Surya dan dalam
agama persia kuno disebut Mithra. Ada juga dewa yang bertugas
menurunkan hujan, yang diberi nama dewa Indera dalam agama India kuno.
Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut dewa Wata dalam Agama
India kuno.11
Tujuan beragama dalam paham politheisme bukanlah hanya sesajen
dan persembahan-persembahan kepada dewa-dewa, tetapi juga menyembah
dan berdoa kepada para dewa untuk menjatuhkan amarah pada dewa.12[12]
Jadi, kalau mereka berdoa, mereka tidak hanya memohon kepada
satu dewa saja, melainkan juga kepada dewa lain, seperti memohon kepada
dewa kebaikan untuk memberikan hasil panen yang melimpah, sekaligus
memohon kepada dewa kemurkaan agar jangan memberikan suatu
kemudharatan terhadap panen mereka, dan menghalang-halangi pekerjaan
dewa kebaikan.

9 Ibid.
10 Ibid., hlm. 60.
11 Ibid.
12 Ibid.

9
C. Prokontra tentang Kepercayaan Primitif
Dalam dunia ilmu perbandingan agama muncul sebuah pertanyaan,
apakah kepercayaan primitif itu termasuk agama atau bukan, hal tersebut
menimbulkan dua opsi, Ada pendapat yang memasukkan primitif sebagai
agama dan ada pula pendapat yang tidak memasukkan primitif sebagai
agama.
Meminjam definisi agama yang diungkapkan oleh Edward Burnet
Tylor dan Jhon Goerge Frezer, maka primitif dapat dimasukkan sebagai
agama, karena E.B Tylor mengatakan agama adalah kepercayaan kepada
wujud yang gaib atau spirit. Sedangkan J.G Frezer menjelaskan agama
suatu pengikraran atau pengakuan terhadap wujudnya kekuatan-kekuatan
luar biasa (superior) yang dipercaya mengatur dan mengawasi alam
semesta serta kehidupan manusia. Kekuatan yang super sebagaimana yang
tersirat dalam batasan agama seperti diuraiakan di atas, lalu serta-merta
primitif dimasukkan sebagai agama, tampaknya masih belum bisa
memuaskan semua pihak yang berpendapat kepercayaan primitif sebagai
suatu agama.13
Maka dari itu, mereka melihat dari sisi lain, yaitu melihat elemen-
elemen pokok yang terdapat dalam suatu agama secara umum kemudian
meneliti elemen-elemen yang terdapat dalam kepercayaan primitif, jika
terdapat kesamaan, maka kepercayaan primitif dapat dimasukkan ke dalam
agama.
Para ahli agama menjelaskan bahwa suatu agama harus
mengandung 4 (empat) unsur pokok. Apabila tidak, maka “sesuatu” itu
bukan agama. Empat unsur pokok tersebut ialah :
1.   Adanya Zat yang sakral.
2.   Adanya kitab suci.
3.   Adanya sistem ibadah
4.   Adanya kelompok/jama’ah.

13 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 57.

10
Mereka yang berpendapat primitif termasuk agama mencoba
menelusuri unsur-unsur pokok suatu agama seperti yang diungkapkan di
atas apakah juga terdapat dalam primitif.
Unsur yang pertama, “Adanya Zat yang Sakral”. Dalam
kepercayaan primitif juga ditemui adanya kekuatan yang supernatural,
boleh jadi berupa spirit, roh (animus) atau mana, yaitu kekuatan (dynamus).
Malah dalam kepercayaan primitif terdapat adanya unsure zat atau
kekuatan yang luar biasa, yang bersifat Ilahi, dipuja dan disembah dengan
bentuk kebaktian, demi terwujudnya kelanggengan hidup individu dan
masyarakat.
Unsur yang kedua “kitab suci”. Secara fisik diakui unsur ini
memang tidak ada dalam dunia pemangku kepercayaan primitif, namun
sesuatu yang berfungsi sebagai Kitab Suci itu, yakni sebagai dasar atau
landasan hidup keagamaan dalam kalangan primitif juga ada, yaitu dengan
tradisi lisan, yang mendapat dukungan sepenuhnya dan secara kuat oleh apa
yang disebut dengan mythos.
Unsur yang ketiga, dalam kepercayaan primitif, Mythos-lah yang
dipandang sebagai pemberi arahan atau cara seseorang dalam menjalankan
ibadah, seperti :cara memberi sesajen.14
Unsur yang keempat, adanya kelompok atau jamaah, dalam
pemangku kepercayaan primitif juga ditemui yang namanya kelompok atau
jama’ah.
Dari paparan di atas merupakan argumen yang pro bahwa primitif
adalah bagian dari agama, adapun yang kontra apabila primitif merupakan
bagian dari agama, mereka juga memiliki argumen yang kuat. Menurut
kelompok yang tidak setuju, mereka melihat dalam kepercayaan primitif
ada sesuatu yang tidak layak ada dalam sesuatu yang disebut agama. Hal itu
ialah penggunaan “Mantera” dan “Magi”.
Suatu mantera, merupakan kalimat magis yang dinyanyikan atau
diucapkan orang untuk memperoleh hasil-hasil yang dianggap berguna,

14 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 60.

11
seperti yang ia inginkan, umpamanya untuk menimbulkan kasiat magis dari
sebuah benda, antara lain untuk menyembuhkan penyakit dan keinginan
lainnya. Di sinilah keberatan pihak yang menonak kepercayaan primitif
sebagai agama.
Kalau mantera bersifat formula atau perkataan (tepatnya bacaan),
maka magi adalah bersifat perbuatan. Magi diartikan sebagai suatu
perbuatan yang menghasilkan proses gaib bagi pencapaian sesuatu
keperluan.
Menurut pihak-pihak yang menolak kepercayaan primitif sebagai
agama adalah disebabkan penilaian mereka terhadap magi itu sebagai suatu
perbuatan yang tidak sewajarnya dalam sesuatu yang disebut agama dan
merusak agama.
Secara logika, Magi memang tidak sewajarnya ada dalam agama. Sebab
superioritas apa yang telah diakui sebagai Tuhan, tentu tidak
memungkinkan lagi adanya kekuatan lain yang mampu menundukannya.15
Pemeluk agama, berbeda dengan pelaku magi (tukang sihir) dan
orang-orang agama, pemeluk agama memiliki sikap kagum dan hormat
kepada tujuan-tujuan sakral yang dikejarnya. Baginya tujuan-tujuan itu
harus tidak berlawanan dengan caranya. Di lain pihak pelaku magi seperti
“sedang melakukan bisnis” untuk memperoleh hasil-hasil yang praktis dan
yang dipilih secara seenaknya. Baginya sikap hormat dan kagum itu tidak
diperlukan karena dia adalah manipulator (dalang) dari yang gaib demi
tercapainya tujuan-tujuan pribadinya sendiri sedangkan langganannya,
tidak lain adalah penyembah yang gaib tersebut.16

15 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 61.


16 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta
: PT. RajaGrafindo, 2002, h. 75.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Primitif adalah sebuah kata sifat yang menunjukkan keadaan yang
sederhana, bersahaja. Sedangkan pengertian agama primitif adalah susunan
tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam mengalami dan
mendekati dunia dan Tuhan, suatu pandangan tertentu terhadap segala
kehidupan sekeliling manusia dan suatu mentalitas atau sikap rohani yang
tertentu.
Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah
Dinamisme, Animisme, Monoteisme Politeisme. Dalam ilmu perbandingan
agama terdapat perdebatan, apakah primitif dapat dikategorikan sebagai
agama atau bukan, pendapat yang setuju memiliki argumen, yaitu melihat
elemen-elemen pokok yang terdapat dalam suatu agama secara umum
kemudian meneliti elemen-elemen yang terdapat dalam kepercayaan
primitif, dan terdapat kesamaan, yaitu mengandung empat unsur pokok. 1)
Adanya Zat yang sakral 2) Adanya kitab suci 3) Adanya sistem ibadah 4)
Adanya kelompok/jama’ah.
Pendapat yang menolak primitif dikategorikan sebagai agama,
karena mereka melihat dalam kepercayaan primitif ada sesuatu yang tidak
layak ada dalam sesuatu yang disebut agama. Hal itu ialah penggunaan
“Mantera” dan “Magi”.
Magi memang tidak sewajarnya ada dalam agama. Sebab
superioritas apa yang telah diakui sebagai Tuhan, tentu tidak
memungkinkan lagi adanya kekuatan lain yang mampu menundukannya.

B.  Kritik dan Saran


Sebagai seorang manusia tentulah mempunyai kelebihan dan
kekurangan.oleh sebab itu, dalam memandang segala sesuatu penulis
sarankan agar dengan hati yang jernih sehingga mudah bagi kita menerima

13
kebenaran, karena segala sesuatu mempunyai manfaat. Dan juga, makalah
ini masih jauh dari kata sempurna seperti kata pepatah tak ada gading yang
tak retak, oleh sebab itu penulis masih memerlukan banyak masukan yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 49.


2 Ibid.
3 Ibid, hlm. 53.
4 Mariasusai Dhuvamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 67.
5 Jirhanuddin, Perbandingan Agama hlm. 53.
6 ]Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html ( di unduh
tanggal 24 sebtember 2022)
7 Ibid.
8 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 51.
9 Ibid.
0 Ibid., hlm. 60.
1 Ibid.
2 Ibid.
3 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 57.
4 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 60.
5 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 61.
6Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta :
PT. RajaGrafindo, 2002, h. 75.

15

Anda mungkin juga menyukai