Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERBANDINGAN AGAMA

AGAMA DALAM MASYARAKAT PRIMITIF


Dosen Pengampu:
Hamdiani, M. Pd

Oleh:
Kelompok 11
Izzati Iyali : 19.12.4766

Muhammad Amin Ridho : 19.12.4806


Muhammad Fikri Rosadi : 19.12.4815

Nurhayati : 19.1.24880

Siti Fatimah : 19.12.4917

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam
semoga terlimpah kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas berstruktur mata kuliah


Perbandingan Agama sebagai salah satu komponen penilaian yang dibebankan
kepada para mahasiswa oleh dosen pembimbing Hamdiani, M. Pd. Makalah ini
berisi materi mengenai Agama Dalam Masyarakat Primitif. Data yang
penyusun sajikan dalam makalah ini berasal dari beberapa referensi yang relevan
dengan topik pembahasan, baik dari buku pelajaran atau internet.

Dalam kesempatan ini pula, penyusun mengucapkan terima kasih pada


semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, baik berupa
materil maupun nonmaterial.

Penyusun menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sehingga ada perbaikan pada kesempatan selanjutnya. Di sisi lain,
penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada
umumnya dan bagi penyusun khususnya. Terima kasih atas perhatiannya.

Martapura, Desember 2021


Penyusun

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama Primitif .................................................................. 6
B. Bentuk- bentuk Agama Primitif .......................................................... 7
C. Pro- Kontra Agama primitif ................................................................ 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Agama dan Primitif masing-masing memiliki keeratan satu sama
lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang-orang yang belum
memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi keadaan
yang sangat sederhana pada suatu kehidupan.
Pada dasarnya agama primitif mempunyai dua asal-usul yaitu:
Pertama suatu ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan yang berupa
wahyu yang kemudian diturunkan kepada manusia, yang dimulai dengan
diturunkannya Adam kedunia, namun terjadi penyelewengan agama oleh
para pemeluknya. Sehingga agama yang pada dasarnya monotheisme
menjadi politeisme kemudian dapat menjadi animisme dan dinamisme.
Maka oleh sebab itu Tuhan menurunkan kembali utusannya guna
meluruskan penyelewengan tersebut. Kedua agama bersumber pada kajian
antropologis, sosiologis, historis, dan psikologis, karena agama
merupakan suatu fenomena sosial ataupun spiritual yang mengalami
evolusi dari bentuk yang sederhana , biasa disebut dengan agama primitif,
kepada bentuk yang sempurna.
Maka dari itu, penulis selanjutnya akan mengupas dalam makalah
ini, pengertian agama primitif, dan bentuk-bentuk agama primitif.

B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis
terlebih dahulu membuat rumusan masalah. Adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian agama primitif?
2. Bagaimana bentuk-bentuk agama primitif?
3. Bagaimana pro-kontra tentang kepercayaan primitif?

4
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penulisan makalah
ini, antara lain.
1. Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian agama primitif.
2. Agar pembaca mengetahui dan memahami bentuk-bentuk agama
primitif.
3. Agar pembaca mengetahui dan memahami pro-kontra tentang
kepercayaan primitif?

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama Primitive
Primitive adalah sebuah kata sifat yang menunjukkan keadaan yang
sederhana, bersahaja.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, primitif bisa
berarti keadaan yang sangat sederhana, belum maju, terkebelakang (tentang
peradaban, kebudayaan misalnya) dan bisa juga bermakna sederhana.
Dalam Encyclopedia of Sosial Science disebutkan: The word primitive
from the post-Augustan Latin primitivus, which merely intensified the
meaning of primus…2 (kata primitive itu berasal dari bahasa latin zaman
Augustan, yaitu primitivus, yang memberikan pengertian terdahulu atau
awal…).
Adapun yang mula pertama sekali menggunakan istilah primitive
adalah dikemukakan oleh Irving Babbit dan para tokoh Humanisme di
Amerika. Kata tersebut mulai muncul pada penutup abad ke 19.3 Kata
primitive kadang-kadang dinisbahkan kepada masyarakat, dan ada juga yang
dinisbahkan kepada agama. Kalau primitive dinisbahkan dengan agama,
maka kata itu menjadi sebuah kalimat, yaitu Agama Primitive. Sekarang
muncul pertanyaan apa arti agama primitive itu ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis meminjam pengertian
yang dikemukakan oleh Dr.A.G. Honing. Menurut Honing agama primitive
itu adalah Susunan tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam
mengalami dan mendekati dunia dan Tuhan, suatu pandangan tertentu
terhadap segala kehidupan sekeliling manusia dan suatu mentalitas atau sikap
rohani yang tertentu.4

1
John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, hlm. 447 dan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, hlm. 896.
2
Seligman, Encyclopedia of Social Sciences, Vol. XII (New York: Tha Millian Company, tth),
hlm. 398.
3
Noordiansyah, Pimitivisme , hlm.1-2.
4
A.G.Honig. JR, Ilmu Agama (Jakarta ,Badan Penerbit Kristen ,1999), hlm. l14.

6
Menurut penulis agama primitif adalah suatu rangkaian kegiatan yang
diperaktekan dalam kehidupan masyarakat primitif yang bersumber dari para
leluhur untuk mendekati Tuhan dan menemukan ketenangan batin.
Demikian sekilas pengertian dan asal mula penyebutan primitive serta
makna dari agama primitive. Selanjutnya penulis uraikan agama yang ada
pada masyarakat primitive.
B. Bentuk- Bentuk Agama Primitif
Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah
Animisme, Dinamisme, Politeisme dll, adapun pembahasannya adalah sebagai
berikut :
1. Animisme
Animisme berasal dari bahasa latin. Asal katanya adalah “anima”
yang berarti “nyawa, nafas, atau roh. Animisme berarti kepercayaan kepada
roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan
sebagainya). Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap
benda baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh.5
Taylor menyebutkan istilah animisme untuk menyebut semua bentuk
kepercayaan dalam makhluk-makhluk berjiwa. Manifestasinya adalah Roh
yang Maha Tinggi hingga pada roh halus yang tak terhitung banyaknya, roh
leluhur, roh dalam objek-objek alam.
Diantaranya berbagai macam roh yang dimaksud, yaitu :
1. Roh yang berhubungan dengan manusia, yakni jiwa-jiwa
manusia sebagai daya vital, roh leluhur, roh jahat dari orang-
orang yang meninggal dalam kondisi-kondisi tidak wajar.
2. Roh yang berhubungan dengan objek-objek alamiah bukan
manusiawi, seperti air terjun, batu yang menonjol ke
permukaan bumi, pohon-pohon berbentuk aneh, roh dari
tempat-tempat yang berbahaya, roh binatang, roh dari benda-
benda angkasa.

5
Haru Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid 1, Jakarta: Bulan Bintang,
1998,hlm. 113.

7
3. Roh yang berhubungan dengan kekuatan alam, seperti angin,
kilat, banjir.
4. Roh yang berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial,
dewa-dewa, setan-setan dan para malaikat.6
2. Dinamisme
Menurut Abu Ahmadi sebagaimana yang dikutip oleh Jirhanuddin
dalam bukunya Perbandingan Agama, dinamisme berasal dari bahasa Yunani
“dynamis atau dynaomos” yang artinya kekuatan atau tenaga. Jadi dinamisme
adalah ialah kepercayaan atau anggapan tentang adanya kekuatan yang
terdapat pada berbagai barang, baik yang hidup (manusia, binatang, dan
tumbuh-tumbuhan), atau yang mati.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan, Dinamis memerupakan kepercayaan bahwa segala sesuatu
mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.
Pengertian dinamisme sebagaimana penulis kutip dari Internet, yaitu :
Agama dinamisme ialah Agama yang mengandung kepercayaan pada
kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang
mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-
hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat.
Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut „mana‟ dan dalam bahasa
Indonesia tuah atau sakti.8
Selanjutnya Harun Nasution menyebutkan, Dinamisme adalah suatu
paham bahwa ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan
berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari.
Kekuatan gaib itu adalah yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat
jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai serta
dimakan, agar orang yang memakainya dan memakannya senantiasa

6
Mariasusai Dhuvamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 67.
7
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, hlm. 53.
8
Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html. (di unduh
pada tanggal 22 Desember 2021).

8
dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya.
Sedangkan benda yang mempunyai kekuatan jahat, biasanya ditakuti dan oleh
karena itu selalu dijauhi.9
Adanya kekuatan gaib bersifat tidak tetap, ia dapat berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain. Di samping itu kekuatan gaib tidak dapat
dilihat, yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya.
Umpamanya dalam bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, rindang, dan
lebatnya buah bagi sebuah pohon, panjangnya umur seseorang, keberanian
yang luar biasa pada seorang pahlawan perang dan sebagainya. Apabila efek-
efek atau pengaruh tersebut telah hilang dari tanah, pohon, orang dan
sebagainya, maka benda yang dianggap membawa kesuburan, kekuatan, umur
panjang, keberanian, dan sebagainya itupun tidak lagi dihargai. Dalam bahasa
Indonesia kekuatan gaib itu disebut dengan Tuah atau Sakti.10
3. Politheisme
Politheisme mengandung kepercayaan kepada banyak dewa atau
tuhan. Politheisme lawan dari monotheisme (satu tuhan). Dalam paham
politheisme hal-hal yang menimbulkan perasaan ta‟ajub dan dahsyat buikan
lagi dikuasai oleh roh-roh, tapi oleh dewa-dewa.11
Menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikiutip oleh
Jirhanuddin dalam bukunya Perbandingan Agama, dalam paham politheisme
dewa-dewa telah mempunyai tugas-tugas tetentu. Ada dewa yang bertugas
memeberi sinar atau cahaya dan panas. Dalam agaman mesir kuno disebut
dewa Ra. Dalam agama India disebut dewa Surya dan dalam agama persia
kuno disebut Mithra. Ada juga dewa yang bertugas menurunkan hujan, yang
diberi nama dewa Indera dalam agama India kuno. Selanjutnya ada pula dewa
angin yang disebut dewa Wata dalam Agama India kuno.
Tujuan beragama dalam paham politheisme bukanlah hanya sesajen
dan persembahan-persembahan kepada dewa-dewa, tetapi juga menyembah
dan berdoa kepada para dewa untuk menjatuhkan amarah pada dewa.
9
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 51.
10
Ibid.
11
Ibid, hal. 60.

9
Jadi, kalau mereka berdoa, mereka tidak hanya memohon kepada satu
dewa saja, melainkan juga kepada dewa lain, seperti memohon kepada dewa
kebaikan untuk memberikan hasil panen yang melimpah, sekaligus memohon
kepada dewa kemurkaan agar jangan memberikan suatu kemudharatan
terhadap panen mereka, dan menghalang-halangi pekerjaan dewa kebaikan.

C. Pro-Kontra tentang Kepercayaan Primitif


Dalam dunia ilmu perbandingan agama muncul sebuah pertanyaan,
apakah kepercayaan primitif itu termasuk agama atau bukan, hal tersebut
menimbulkan dua opsi, Ada pendapat yang memasukkan primitif sebagai
agama dan ada pula pendapat yang tidak memasukkan primitif sebagai agama.
Meminjam definisi agama yang diungkapkan oleh Edward Burnet Tylor dan
Jhon Goerge Frezer, maka primitif dapat dimasukkan sebagai agama, karena
E.B Tylor mengatakan agama adalah kepercayaan kepada wujud yang gaib
atau spirit. Sedangkan J.G Frezer menjelaskan agama suatu pengikraran atau
pengakuan terhadap wujudnya kekuatan-kekuatan luar biasa (superior) yang
dipercaya mengatur dan mengawasi alam semesta serta kehidupan manusia.
Kekuatan yang super sebagaimana yang tersirat dalam batasan agama seperti
diuraiakan di atas, lalu serta-merta primitif dimasukkan sebagai agama,
tampaknya masih belum bisa memuaskan semua pihak yang berpendapat
kepercayaan primitif sebagai suatu agama.12
Maka dari itu, mereka melihat dari sisi lain, yaitu melihat elemen-
elemen pokok yang terdapat dalam suatu agama secara umum kemudian
meneliti elemen-elemen yang terdapat dalam kepercayaan primitif, jika
terdapat kesamaan, maka kepercayaan primitif dapat dimasukkan ke dalam
agama.
Para ahli agama menjelaskan bahwa suatu agama harus mengandung
4 unsur pokok. Apabila tidak, maka “sesuatu” itu bukan agama. Empat unsur
pokok tersebut ialah :
1. Adanya Zat yang sakral.

12
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 57.

10
2. Adanya kitab suci.
3. Adanya sistem ibadah
4. Adanya kelompok/ jama‟ah.
Mereka yang berpendapat primitif termasuk agama mencoba
menelusuri unsur-unsur pokok suatu agama seperti yang diungkapkan di atas
apakah juga terdapat dalam primitif.
Unsur yang pertama, yaitu “Adanya Zat yang Sakral”. Dalam
kepercayaan primitif juga ditemui adanya kekuatan yang supernatural, boleh
jadi berupa spirit, roh (animus) atau mana, yaitu kekuatan (dynamus). Malah
dalam kepercayaan primitif terdapat adanya unsure zat atau kekuatan yang
luar biasa, yang bersifat Ilahi, dipuja dan disembah dengan bentuk kebaktian,
demi terwujudnya kelanggengan hidup individu dan masyarakat.
Unsur yang kedua yaitu “ Kitab Suci”. Secara fisik diakui unsur ini
memang tidak ada dalam dunia pemangku kepercayaan primitif, namun
sesuatu yang berfungsi sebagai Kitab Suci itu, yakni sebagai dasar atau
landasan hidup keagamaan dalam kalangan primitif juga ada, yaitu dengan
tradisi lisan, yang mendapat dukungan sepenuhnya dan secara kuat oleh apa
yang disebut dengan mythos.
Unsur yang ketiga, dalam kepercayaan primitif, Mythos-lah yang
dipandang sebagai pemberi arahan atau cara seseorang dalam menjalankan
ibadah, seperti cara memberi sesajen.13
Unsur yang keempat, adanya kelompok atau jamaah, dalam
pemangku kepercayaan primitif juga ditemui yang namanya kelompok atau
jama‟ah.
Dari paparan di atas merupakan argumen yang pro bahwa primitif
adalah bagian dari agama, adapun yang kontra apabila primitif merupakan

13
Adapun yang dimaksud “Cara” (sistem ibadah) itu ialah cara seseorang melakukan
sesuatu kegiatan keagamaan atau kebaktian. Istilah Islam untuk maksud ini adalah “Ibadah”,
atau upacara-upacara pemujaan serta kebaktian sebagaimana lazim diistilahkan dalam agama
Hindu/Budha dan Kristen. Lihat : Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2010, hlm. 60.

11
bagian dari agama, mereka juga memiliki argumen yang kuat. Menurut
kelompok yang tidak setuju, mereka melihat dalam kepercayaan primitif ada
sesuatu yang tidak layak ada dalam sesuatu yang disebut agama. Hal itu ialah
penggunaan Mantera dan Magi.
Suatu mantera, merupakan kalimat magis yang dinyanyikan atau
diucapkan orang untuk memperoleh hasil-hasil yang dianggap berguna, seperti
yang ia inginkan, umpamanya untuk menimbulkan kasiat magis dari sebuah
benda, antara lain untuk menyembuhkan penyakit dan keinginan lainnya. Di
sinilah keberatan pihak yang menonak kepercayaan primitif sebagai agama.
Kalau mantera bersifat formula atau perkataan tepatnya bacaan, maka
magi adalah bersifat perbuatan. Magi diartikan sebagai suatu perbuatan yang
menghasilkan proses gaib bagi pencapaian sesuatu keperluan.
Menurut pihak-pihak yang menolak kepercayaan primitif sebagai
agama adalah disebabkan penilaian mereka terhadap magi itu sebagai suatu
perbuatan yang tidak sewajarnya dalam sesuatu yang disebut agama dan
merusak agama.
Secara logika, Magi memang tidak sewajarnya ada dalam agama.
Sebab superioritas apa yang telah diakui sebagai Tuhan, tentu tidak
memungkinkan lagi adanya kekuatan lain yang mampu menundukannya.14
Pemeluk agama, berbeda dengan pelaku magi atau tukang sihir dan
orang-orang agama, pemeluk agama memiliki sikap kagum dan hormat
kepada tujuan-tujuan sakral yang dikejarnya. Baginya tujuan-tujuan itu harus
tidak berlawanan dengan caranya. Di lain pihak pelaku magi seperti “sedang
melakukan bisnis” untuk memperoleh hasil-hasil yang praktis dan yang dipilih
secara seenaknya. Baginya sikap hormat dan kagum itu tidak diperlukan
karena dia adalah manipulator atau dalang dari yang gaib demi tercapainya
tujuan-tujuan pribadinya sendiri sedangkan langganannya, tidak lain adalah
penyembah yang gaib tersebut.15

14
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 61.
15
Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat :Suatu Pengantar Sosiologi Agama,
Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2002, h. 75.

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Primitif adalah sebuah kata sifat yang menunjukan keadaan yang
sederhana, bersahaja. Sedangkan pengertian agama primitif adalah
susunan tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam
mengalami dan mendekati dunia dan Tuhan, suatu pandangan
tertentu terhadap segala kehidupan sekliling manusia dan suatu
mentalitas atau seikap rohani yang tertentu.
2. Agama- agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah
Dinamisme, Animisme, Politeisme.
3. Dalam Ilmu Perbandingan Agama terdapat perdebatan, apakah
primitif dapat dikategorikan agama atau bukan, pendapat yang
setuju melihat elemen- elemen pokok yang terdapat dalam
kepercayaan primitf dan terdapat kesemaan yang mengandung 4
unsur pokok sebagaimana disebutkan diatas. Pendapat yang
menolak primitif dikategorikn sebagai agama,karena mereka
melihat dalam kepercayaan primitif ada sesuatu yang tidak layak
ada dalam suatu yang disebut agama. Hal itu ialah penggunaan
Mantera dan Magi.

Saran
Sebagai seorang manusia tentulah kita mempunyai kelebihan dan
kekurangan, oleh sebab itu, dalam memandang segala sesuatu penulis
sarankan agar dengan hati yang jernih sehingga mudah bagi kita menerima
kebenaran, karena segala sesuatu mempunyai manfaat. Dan juga, makalah
ini masih jauh dari kata sempurna seperti kata pepatah tak ada gading yang
tak retak, oleh sebab itu penulis masih memerlukan banyak masukan yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar


Sosiologi Agama, Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2002,.

Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.

A.G.Honig. JR, Ilmu Agama, Jakarta ,Badan Penerbit Kristen ,1999.

Haru Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid 1, Jakarta: Bulan
Bintang, 1998.

John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, dan Kamus
Besar Bahasa Indonesia.

Seligman,Encyclopedia of Social Sciences, Vol. XII, New York: Tha Millian


Company, tth.

Mariasusai Dhuvamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius.

Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html.
( Di unduh pada tanggal 22 Desember 2021).

14

Anda mungkin juga menyukai