Anda di halaman 1dari 16

AGAMA DALAM MASYARAKAT PRIMITIF

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Perbaningan Agama

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI S.I PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Di Susun Oleh :

1. Ratna Juwita Sari 192210210


2. Sri Mulyani 191210140

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU


METRO LAMPUNG
1444 H/ 2022 M

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Perbandingan Agama.
Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat
keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat
jauh dari sempurna.
Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya
Makalah ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada Dosen,
apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas kritik dan
saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.

Metro, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1

B. Rumusan........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

A. Pengertian Agama Primitif............................................................. 2

B. Asal-Usul Agama Primitif.............................................................. 2

C. Bentuk-bentuk Agama Primitif....................................................... 6

D. Pro-Kontra tentang Kepercayaan Primitif...................................... 9

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dan Primitif masing-masing memiliki keeratan satu sama lain,
sering kali banyak di salah artikan oleh orang-orang yang belum memahami
bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi keadaan yang sangat
sederhana pada suatu kehidupan.
Pada dasarnya agama primitif mempunyai dua asal-usul
yaitu: Pertama suatu ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan yang berupa
wahyu yang kemudian diturunkan kepada manusia, yang dimulai dengan
diturunkannya Adam kedunia, namun terjadi penyelewengan agama oleh para
pemeluknya. Sehingga agama yang pada dasarnya monotheisme menjadi
politeisme kemudian dapatmenjadi animisme dan dinamisme. Maka oleh
sebab itu Tuhan menurunkan kembali utusannya guna meluruskan
penyelewengan tersebut. Kedua agama bersumber pada kajian antropologis,
sosiologis, historis, dan psikologis, karena agama merupakan suatu fenomena
sosial ataupun spiritual yang mengalami evolusi dari bentuk yang sederhana ,
biasa disebut dengan agama primitif, kepada bentuk yang sempurna.
Maka dari itu, penulis selanjutnya akan mengupas dalam makalah ini,
pengertian agama primitif, asal-usul dan bentuk-bentuk agama primitif.

B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis
terlebih dahulu membuat rumusan masalah. Adapun yang menjadi rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian agama primitif?
2. Bagaimana Asal Usul Agama Primitif?
3. Bagaimana bentuk-bentuk agama primitif?
4. Bagaimana pro-kontra tentang kepercayaan primitif?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Primitif


Primitif adalah sebuah kata sifat yang menunjukkan keadaan yang
sederhana, bersahaja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, primitif bisa
berarti keadaan yang sangat sederhana, belum maju, terbelakang (tentang
peradaban, kebudayaan misalnya), dan bisa juga bermakna sederhana.1
Adapun yang mula pertama sekali menggunakan istilah primitif
dikemukakan oleh Irving Babbit dan para tokoh Humanisme di Amerika. Kata
primitif kadang-kadang dinisbatkan kepada masyarakat, dan ada juga
dinisbahkan kepada agama. Kalau primitif dinisbahkan dengan agama, maka
kata itu menjadi sebuah kalimat, yaitu : “Agama Primitif”.
Menurut pendapat Dr. A.G.Honing sebagaimana yang dikutip oleh
Jirhanuddin dalam bukunya Perbandingan Agama, agama primitif itu adalah :
Susunan tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam mengalami dan
mendekati dunia dan Tuhan, suatu pandangan tertentu terhadap segala
kehidupan sekeliling manusia dan suatu mentalitas atau sikap rohani yang
tertentu.2
Menurut penulis, agama primitif adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat primitif yang bersumber dari para
leluhur untuk mendekati Tuhan dan menemukan ketenangan batin.
Selanjutnya penulis menguraikan agama-agama yang ada pada masyarakat
primitif.

B. Asal-Usul Agama Primitif


Evans Pritchard, seorang antropolog yang banyak membicarakan
tentang kepercayaan masyarakat primitif, menyatakan bahwa mempelajari
kepercayaan masyarakat primitif memberikan dua keuntungan. Dua
keuntungan tersebut meliputi:

1 Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 49


2 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 49

2
1. Bahwa fakta-fakta kehidupan primitif mempunyai arti penting untuk
dapat memahami suatu kehidupan sosial pada umumnya.
2. Agama-agama primitif merupakan bagian dari agama pada umumnya
(species of the genus religion), dan bagi semua orang yang berminat
terhadap agama haruslah mengakui bahwa suatu studi tentang pandangan
dan praktik-praktik keagamaan pada masyarakat primitif akan menolong
kita untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan tertentu tentang hakekat
agama pada umumnya.3
Dalam hubungannya dengan kepercayaan agama, seringkali bentuk-
bentuk agama manusia paling awal selalu dicirikan kepada masyarakat
primitif. Dalam lapangan antropolog, istilah masyarakat primitif sulit
dibedakan dengan masyarakat ‘prasejarah’. Hanya sampai saat ini yang bisa
ditemukan tentang masyarakat prasejarah adalah bahwa istilah prasejarah
muncul sebagai catatan-catatan model kehidupan masyarakat primitif setelah
bisa dikarakteristikkan dan dideteksi. Geradus Van Der Leeuw berpendapat
bahwa istilah primitif menunjukkan kualitas berfikir manusia, atau sebagai
susunan tertentu dari budi manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan, bahwa
ada corak-corak modern pada masyarakat primitif dan corak-corak primitif
pada masyarakat modern. Oleh karena itu, primitif tidak bisa dilihat sebagai
sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi bahkan bisa saja terjadi
pada seseorang atau masyarakat sekarang (modern), berdasarkan indikasi
tertentu yang menunjukkan adanya karakteristik sebagai manusia primitif.4
Masyarakat primitif adalah masyarakat yang ditandai oleh relatif tidak
adanya diferensi sosial dan kebudayaan. Dimana masyarakat tersebut
cenderung tidak memiliki kelompok-kelompok spesialisasi yang jelas dan
kolektif-kolektif dengan tuga-tugas masalah dan kepentingan-kepentingan
yang berbeda-beda, dan juga cenderung tidak adanya perangkat keyakinan
yang jelas berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan sosial dan alamiah,
maupun gejala fisik. Beberapa pandangan tentang mental pra-logis masyarakat
primitif secara luas telah ditolak dan minat antropologi belakang ini cenderung

3 http://arispriyanto12.blogspot.com/2016/08/agama-primitif-bab-i-pendahuluan-1.html,
diakses pada 5 Oktober 2022
4  Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, Bandung:Alfabeta,2011, hlm.20-21.

3
berpusat pada cara-cara dimana individu-individu dalam masyarakat primitif
berhubungan dengan masalah makna, identitas, penderitaan, sakit, dan
sebagainya dalam konteks yang sesuai dengan pengkajian mengenai
masyarakat. Hal itu disebabkan karena masalah-masalah ini inilah yang selalu
dihadapi masyarakat. Apabila demikian, sifat primitif pada hakikatnya terletak
pada ciri masyarakat yang tak berdiferensiasi.5
Pembahasan agama primitif sama halnya dengan pembahasan mengenai
asal-usul kepercayaan masayrakat primitif yang dikemukakn oleh sejumlah
ahli dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu untuk lebih memahami
pendekatan yang dilakukan oleh para ahli tersebut maka perlu memahami
asal-usul agama. Secara umum pada dasarnya ada dua teori pokok yang
berkenaan dengan asal-usul agama :
1. Bersumber pada ajaran-ajaran agama wahyu yang diawali oleh para teolog
pada umumnya bahwa asal-usul agama adalah dari Tuhan sendiri yang
diperlukan kepada manusia bersama-sama dengan penciptaan manusia
pertama, yaitu Adam. Dalam perjalanannya agama mengalami pasang
surut dan pada tempat dan kurun waktu tertentu, agala diselewengkan oleh
para pemeluknya sehingga agama yang pada dasarnya ateis berubah
menjadi politeis dan bahkan animis. Karena itu Tuhan mengirimkan para
utusan-Nya untuk meluruskan kembali penyelewengan tersebut.
Kehadiran agama wahyu pada hakikatnya adalah untuk membimbing umat
manusia, agar memiliki akidah-akidah yang benar, yang bersih dari
khurafat-khurafat yang batil dan memiliki peraturan-peraturan hidup yang
luhur, demi kemaslahatan mereka.Agama wahyu telah berperan
mendorong umat manusia untuk berjuang keras demi mewujudkan
kemaslahatan mereka di dunia dan di akhirat.
2. Bersumber pada kajian antropologis, sosiologis, historis dan psikologis
yang pada intinya sama, yaitu bahwa agama merupakan suatu fenomena
sosial ataupun psiritual yang mengalami evolusi dari bentuknya yang
sederhana, yang biasa dinamakan agama primitif (natural religion) kepada

5 Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,Jakarta:Raja


Grafindo Persada,2005,hlm.81

4
bentuknya yang lebih sempurna dan akhirnya sampai pada apa yang kita
jumpai sekarang ini.6
Berdasarkan di atas, istilah primitif dicirikan pada manusia atau
sekelompok orang yang hidup pada kurun waktu lampau. Dengan ciri
demikian, dapat ikatakan bahwa sesuatu yang primitif adalah sesuatu yang
kuno dan tertinggal zaman. Dalam hubungannya dengan kepercayaan agama,
seringkali bentuk-bentuk agama manusia paling awal selalu dicirikan terhadap
masayrakat ini. Hanya saja sulit untuk dibedakan antara masayarakat yang
diistilahkan primitif dengan masayrakat prasejarah. Istilah prasejarah muncul
sebagai catatan-catatan model kehidupan masyarakat primitif setelah dapat
dikarakteristikan dan dideteksi.
Dengan demikian, menurut E.Pritchard agama primitif merupakan
bagian dari agama pada umumnya. Bahkan semua orang yang berminat pada
agama harus mengakui suatu study tentag pandangan dan praktek keagamaan
masyarakat primitif yang beraneka ragam coraknya, dan hal ini menolong kita
untuk sampai pada kesimpulan-kesimpilan tertntu tentang hakekat agama pada
umumnya,  termasuk agama-agama wahyu. Dari pendapat tersebut jelas sekali
bahwa pandangan Pritchard menunjukan bahwa agama primitif sebagai agama
praagama maju atau sebagai agama kecil sebelum menjadi agama besar. 
Tentu saja dilihat dari sudut pandangannya Islam, Kristen, Hindu, dan agama-
agama besar lainnya dikategorikan sebagai agama primitf, atau berawal dari
praktek-prakterk agama primitif. Begitu pula apabila dijumpai adanya isme-
isme atau sistem ritus, kepercayaan dan etika masyarakat primitif misalnya,
dinamisme, fetitisme dan lain-lain. Kesemuanya itu adalah nama-nama ilmiah
dari suatu jenis keagamaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
agama primitif adalah isme, praktek, dan tradisi tertentu yang dianut dan
diyakini oleh sekelompok masyarakat yang memiliki ciri dan karakteristik
yang sama. Kesamaan karakteristik tersebut (seperti praktek-prakterk agama
dan keperccayaan tertentu) merupakan hasil kajian dari para ahli.7

6 Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta:Ghalia Indonesia,2002,hlm.31


7 Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, Bandung:Pustaka Setia, 2000
hlm. 81-84

5
C. Bentuk-bentuk Agama Primitif
Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah
Animisme, Dinamisme, Monoteisme Politeisme dll, adapun pembahasannya
adalah sebagai berikut :
1. Animisme
Animisme berasal dari bahasa latin. Asal katanya adalah “anima”
yang berarti “nyawa, nafas, atau roh. Animisme berarti kepercayaan
kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung,
dan sebagainya). Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-
tiap benda baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai
roh.8
 Taylor menyebutkan istilah animisme untuk menyebut semua
bentuk kepercayaan dalam makhluk-makhluk berjiwa. Manifestasinya
adalah Roh yang Maha tinggi hingga pada roh halus yang tak terhitung
banyaknya, roh leluhur, roh dalam objek-objek alam.
Diantaranya berbagai macam roh yang dimaksud, yaitu :
a. Roh yang berhubungan dengan manusia, yakni jiwa-jiwa manusia
sebagai daya vital, roh leluhur, roh jahat dari orang-orang yang
meninggal dalam kondisi-kondisi tidak wajar.
b. Roh yang berhubungan dengan objek-objek alamiah bukan manusiawi,
seperti air terjun, batu yang menonjol ke permukaan bumi, pohon-
pohon berbentuk aneh, roh dari tempat-tempat yang berbahaya, roh
binatang, roh dari benda-benda angkasa.
c. Roh yang berhubungan dengan kekuatan alam, seperti angin, kilat,
banjir.
d. Roh yang berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, dewa-
dewa, setan-setan dan para malaikat.9

2. Dinamisme
Menurut Abu Ahmadi sebagaimana yang dikutip oleh Jirhanuddin
dalam bukunya Perbandingan Agama, dinamisme berasal dari bahasa

8 Jirhanuddin, Perbandingan Agama.,  hlm. 53
9 Mariasusai Dhuvamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm. 67

6
Yunani “dynamis atau dynaomos” yang artinya kekuatan atau tenaga. Jadi
dinamisme adalah ialah kepercayaan (anggapan) tentang adanya kekuatan
yang terdapat pada berbagai barang, baik yang hidup (manusia, binatang,
dan tumbuh-tumbuhan), atau yang mati.10 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebutkan, Dinamis memerupakan  kepercayaan bahwa segala
sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.
Pengertian dinamisme sebagaimana penulis kutip dari Internet, yaitu:
Agama dinamisme ialah : Agama yang mengandung kepercayaan pada
kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu
yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia
sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang
bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’
dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.11
Selanjutnya Harun Nasution menyebutkan, Dinamisme adalah suatu
paham bahwa ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib
dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari.12
Kekuatan gaib itu adalah yang bersifat baik dan ada pula yang
bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan
dipakai serta dimakan, agar orang yang memakainya dan memakannya
senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di
dalamnya. Sedangkan benda yang mempunyai kekuatan jahat, biasanya
ditakuti dan oleh karena itu selalu dijauhi.13
Adanya kekuatan gaib bersifat tidak tetap, ia dapat berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain. Di samping itu kekuatan gaib tidak dapat
dilihat, yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya.
Umpamanya dalam bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, rindang, dan
lebatnya buah bagi sebuah pohon, panjangnya umur seseorang, keberanian
yang luar biasa pada seorang pahlawan perang dan
10 Jirhanuddin, Perbandingan Agama,… hlm. 53
11 Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html  di
unduh tanggal 5 Oktober 2022
12 Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html  di
unduh tanggal 5 Oktober 2022
13 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 51

7
sebagainya. Apabila efek-efek atau pengaruh tersebut telah hilang dari
tanah, pohon, orang dan sebagainya, maka benda yang dianggap
membawa kesuburan, kekuatan, umur panjang, keberanian, dan
sebagainya itupun tidak lagi dihargai. Dalam bahasa Indonesia kekuatan
gaib itu disebut dengan “Tuah” atau “Sakti”.14

3. Politheisme
Politheisme mengandung kepercayaan kepada banyak dewa atau
tuhan. Politheisme lawan dari monotheisme (satu tuhan). Dalam paham
politheisme hal-hal yang menimbulkan perasaan ta’ajub dan dahsyat
buikan lagi dikuasai oleh roh-roh, tapi oleh dewa-dewa.15
Menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikiutip oleh
Jirhanuddin dalam bukunya Perbandingan Agama, dalam paham
politheisme dewa-dewa telah mempunyai tugas-tugas tetentu. Ada dewa
yang bertugas memeberi sinar atau cahaya dan panas. Dalam agaman
mesir kuno disebut dewa Ra. Dalam agama India disebut dewa Surya dan
dalam agama persia kuno disebut Mithra. Ada juga dewa yang bertugas
menurunkan hujan, yang diberi nama dewa Indera dalam agama India
kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut dewa Wata dalam
Agama India kuno.16
Tujuan beragama dalam paham politheisme bukanlah hanya sesajen
dan persembahan-persembahan kepada dewa-dewa, tetapi juga
menyembah dan berdoa kepada para dewa untuk menjatuhkan amarah
pada dewa.17
Jadi, kalau mereka berdoa, mereka tidak hanya memohon kepada
satu dewa saja, melainkan juga kepada dewa lain, seperti memohon
kepada dewa kebaikan untuk memberikan hasil panen yang melimpah,
sekaligus memohon kepada dewa kemurkaan agar jangan memberikan
suatu kemudharatan terhadap panen mereka, dan menghalang-halangi
pekerjaan dewa kebaikan.
14 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 51
15 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 60
16 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 60
17 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 60

8
D. Pro-Kontra tentang Kepercayaan Primitif
Dalam dunia ilmu perbandingan agama muncul sebuah
pertanyaan, apakah kepercayaan primitif itu termasuk agama atau bukan, hal
tersebut menimbulkan dua opsi, Ada pendapat yang memasukkan primitif
sebagai agama dan ada pula pendapat yang tidak memasukkan primitif sebagai
agama.
Meminjam definisi agama yang diungkapkan oleh Edward Burnet Tylor
dan Jhon Goerge Frezer, maka primitif dapat dimasukkan sebagai agama,
karena E.B Tylor mengatakan agama adalah kepercayaan kepada wujud yang
gaib atau spirit. Sedangkan J.G Frezer menjelaskan agama suatu pengikraran
atau pengakuan terhadap wujudnya kekuatan-kekuatan luar biasa (superior)
yang dipercaya mengatur dan mengawasi alam semesta serta kehidupan
manusia. Kekuatan yang super sebagaimana yang tersirat dalam batasan
agama seperti diuraiakan di atas, lalu serta-merta primitif dimasukkan sebagai
agama, tampaknya masih belum bisa memuaskan semua pihak yang
berpendapat kepercayaan primitif sebagai suatu agama.18
Maka dari itu, mereka melihat dari sisi lain, yaitu melihat elemen-
elemen pokok yang terdapat dalam suatu agama secara umum kemudian
meneliti elemen-elemen  yang terdapat dalam kepercayaan primitif, jika
terdapat kesamaan, maka kepercayaan primitif dapat dimasukkan ke dalam
agama.
Para ahli agama menjelaskan bahwa suatu agama harus mengandung 4
(empat) unsur pokok. Apabila tidak, maka “sesuatu” itu bukan agama. Empat
unsur pokok tersebut ialah :
1. Adanya Zat yang sakral.
2. Adanya kitab suci.
3. Adanya sistem ibadah
4. Adanya kelompok/jama’ah.

18 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 57

9
Mereka yang berpendapat primitif termasuk agama mencoba
menelusuri unsur-unsur pokok suatu agama seperti yang diungkapkan di atas
apakah juga terdapat dalam primitif.
Unsur yang pertama, “Adanya Zat yang Sakral”. Dalam kepercayaan
primitif juga ditemui adanya kekuatan yang supernatural, boleh jadi berupa
spirit, roh (animus) atau mana, yaitu kekuatan (dynamus). Malah dalam
kepercayaan primitif terdapat adanya unsure zat atau kekuatan yang luar biasa,
yang bersifat Ilahi, dipuja dan disembah dengan bentuk kebaktian, demi
terwujudnya kelanggengan hidup individu dan masyarakat.
Unsur yang kedua “kitab suci”. Secara fisik diakui unsur ini memang
tidak ada dalam dunia pemangku kepercayaan primitif, namun sesuatu yang
berfungsi sebagai Kitab Suci itu, yakni sebagai dasar atau landasan hidup
keagamaan dalam kalangan primitif juga ada, yaitu dengan tradisi lisan, yang
mendapat dukungan sepenuhnya dan secara kuat oleh apa yang disebut dengan
mythos.
Unsur yang ketiga, dalam kepercayaan primitif, Mythos-lah yang
dipandang sebagai pemberi arahan atau cara seseorang dalam menjalankan
ibadah, seperti :cara memberi sesajen.
Unsur yang keempat, adanya kelompok atau jamaah, dalam pemangku
kepercayaan primitif juga ditemui yang namanya kelompok atau jama’ah.19
Dari paparan di atas merupakan argumen yang pro bahwa primitif
adalah bagian dari agama, adapun yang kontra apabila primitif merupakan
bagian dari agama, mereka juga memiliki argumen yang kuat. Menurut
kelompok yang tidak setuju, mereka melihat dalam kepercayaan primitif ada
sesuatu yang tidak layak ada dalam sesuatu yang disebut agama. Hal itu ialah
penggunaan “Mantera” dan “Magi”.
Suatu mantera, merupakan kalimat magis yang dinyanyikan atau
diucapkan orang untuk memperoleh hasil-hasil yang dianggap berguna, seperti
yang ia inginkan, umpamanya untuk menimbulkan kasiat magis dari sebuah
benda, antara lain untuk menyembuhkan penyakit dan keinginan lainnya. Di
sinilah keberatan pihak yang menonak kepercayaan primitif sebagai agama.

19 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 60

10
Kalau mantera bersifat formula atau perkataan (tepatnya bacaan),
maka magi adalah bersifat perbuatan. Magi diartikan sebagai suatu perbuatan
yang menghasilkan proses gaib bagi pencapaian sesuatu keperluan.
Menurut pihak-pihak yang menolak kepercayaan primitif sebagai
agama adalah disebabkan penilaian mereka terhadap magi itu sebagai suatu
perbuatan yang tidak sewajarnya dalam sesuatu yang disebut agama dan
merusak agama.
Secara logika, Magi memang tidak sewajarnya ada dalam agama. Sebab
superioritas apa yang telah diakui sebagai Tuhan, tentu tidak memungkinkan
lagi adanya kekuatan lain yang mampu menundukannya.20
Pemeluk agama, berbeda dengan pelaku magi (tukang sihir) dan orang-
orang agama, pemeluk agama memiliki sikap kagum dan hormat kepada
tujuan-tujuan sakral yang dikejarnya. Baginya tujuan-tujuan itu harus tidak
berlawanan dengan caranya. Di lain pihak pelaku magi seperti “sedang
melakukan bisnis” untuk memperoleh hasil-hasil yang praktis dan yang dipilih
secara seenaknya. Baginya sikap hormat dan kagum itu tidak diperlukan
karena dia adalah manipulator (dalang) dari yang gaib demi tercapainya
tujuan-tujuan pribadinya sendiri sedangkan langganannya, tidak lain adalah
penyembah yang gaib tersebut.21

20 Jirhanuddin, Perbandingan Agama., hlm. 61
21 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi
Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2002, hlm. 75

11
BAB III
KESIMPULAN

Primitif adalah sebuah kata sifat yang menunjukkan keadaan yang


sederhana, bersahaja. Sedangkan pengertian agama primitif adalah susunan
tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam mengalami dan mendekati
dunia dan Tuhan, suatu pandangan tertentu terhadap segala kehidupan sekeliling
manusia dan suatu mentalitas atau sikap rohani yang tertentu.
Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Dinamisme,
Animisme, Monoteisme Politeisme. Dalam ilmu perbandingan agama terdapat
perdebatan, apakah primitif dapat dikategorikan sebagai agama atau bukan,
pendapat yang setuju memiliki argumen, yaitu melihat elemen-elemen pokok
yang terdapat dalam suatu agama secara umum kemudian meneliti elemen-
elemen  yang terdapat dalam kepercayaan primitif, dan terdapat kesamaan,
yaitu mengandung empat unsur pokok. 1) Adanya Zat yang sakral 2) Adanya
kitab suci 3) Adanya sistem ibadah 4) Adanya kelompok/jama’ah.
Pendapat yang menolak primitif dikategorikan sebagai agama, karena
mereka melihat dalam kepercayaan primitif ada sesuatu yang tidak layak ada
dalam sesuatu yang disebut agama. Hal itu ialah penggunaan “Mantera” dan
“Magi”.
Magi memang tidak sewajarnya ada dalam agama. Sebab superioritas apa
yang telah diakui sebagai Tuhan, tentu tidak memungkinkan lagi adanya kekuatan
lain yang mampu menundukannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, Bandung:Alfabeta,2011


Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, Bandung:Pustaka Setia,
2000

Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi


Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2002
http://arispriyanto12.blogspot.com/2016/08/agama-primitif-bab-i-pendahuluan-
1.html, diakses pada 5 Oktober 2022
Http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-agama-primitif.html  di
unduh tanggal 5 Oktober 2022
Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta:Ghalia Indonesia,2002
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010

Mariasusai Dhuvamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2006


Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2005

13

Anda mungkin juga menyukai