Anda di halaman 1dari 11

“PENGERTIAN AGAMA PRIMITIF DAN BERBAGAI ELEMEN DALAM

AGAMA PRIMITIF : ANIMISME DAN DINAMISME, TOTEMISME,


MITOS, RITUS, TABU, DAN POLITEISME”

MATA KULIAH :

ILMU PERBANDINGAN AGAMA

DOSEN PENGAMPU :

HUSNUL KHOTIMAH, S.Th.I., M.Ag.

Disusun Oleh :

DENNA RISCANIA IRAWAN : 190103010084

MUHAMMAD HERLAMBANG ARIFANDI : 190103010302

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda
tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi syafa’at di akhirat kelak.

Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dan pemenuhan tugas


mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama. Pada makalah ini akan dibahas mengenai
“Pengertian Agama Primitif Dan Berbagai Elemen Dalam Agama Primitif”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak
yang mendukung penulis hingga merampungkan makalah ini.

Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, penulis meminta kesediaan


pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun mengenai
penulisan makalah ini, agar kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan
makalah ini di waktu berikutnya.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Tanah Grogot, 29 April 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dilihat dari segi Agama dan Primitif (keadaan yang sangat sederhana; belum
maju) yang masing-masing memiliki keeratan satu sama lain, sering kali
banyak di salah artikan oleh orang-orang yang belum memahami bagaimana
menempatkan posisi Agama dan posisi keadaan yg sangat sederhana pada
suatu kehidupan. Pada dasarnya agama primitif mempunyai dua asal-usul
yaitu; pertama, suatu ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan yang berupa
wahyu yang kemudian diturunkan kepada manusia, yeng terbukti dengan
diturunkannya Adam kedunia, namun terjadi penyelewengan agama oleh para
pemeluknya. Sehingga agama yang pada dasarnya monotheisme menjadi
politeisme dan bahkan animisme. Maka oleh sebab itu Tuhan menurunkan
kembali utusannya guna meluruskan penyelewengan tersebut.

Kedua, agama bersumber pada kajian antropologis, sosiologis, historis dan


psikologis, karena agama merupakan suatu fenomena sosial ataupun spiritual
yang mengalami evolusi dari bentuk yang sederhana, biasa disebut dengan
agama primitif, kepada bentuk yang sempurna.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Agama Primitif ?
2. Bagaimana Elemen (Karakteristik) Dalam Agama Primitif ?
3. Apa Saja Jenis (Bentuk) Aliran Dalam Agama Primitif ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Agama Primitif.
2. Mengetahui Berbagai Elemen (Karakteristi) Dalam Agama Primitif.
3. Mengetahui Jenis (Bentuk) Aliran Dalam Agama Primitif
BAB II

ISI

A. Pengertian Agama Primitif

Agama adalah ajaran yang berasal dari tuhan atau hasil renungan manusia
yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan dari
generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman
hidup bagi manusia. Istilah primitif dinisbatkan kepada manusia atau
sekelompok orang yang hidup pada masa lampau. Dengan demikin primitif
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang kuno. Dalam hubungan dengan
kepercayaan agama, istilah primitif digunakan untuk menandai masa
perkembangan manusia yang paling awal dan bentuk agama paling awal
manusia di nisbatkan kepada masyarakat ini. Jadi Agama primitif adalah
agama manusia pada tingkat yang pertama yang selanjutnya mengalami
kemajuan dari politeisme menjadi monoteisme.

B. Elemen (Karakteristik) Dalam Agama Primitif

Menurut Romadhon dan kawan-kawan (1988), sifat atau ciri-ciri masyarakat


primitif, yang dapat pula disebut dengan struktur rohani yang primitif, adalah
sebgai berikut, yaitu:

a) Hubungan antara subjek dan objek


Sikap dan pengalaman keagamaan manusia primitif dapat diketahui dalam
pandanganya tentang dunia atau kosmos. Manusia primitif melihat dunia
dan alam sekelilingnya bukan sebagai objek, atau sebagai bahan
pemikiran dan perbuatannya, tetapi dipandang sebagai subjek seperti
dirinya sendiri. Jadi ia memandang dirinya sebgai salah satu subjek-subjek
yang banyak sekali jumlahnya, yang membentuk struktur dunia itu sendiri.
b) Kesadaran totaliter tentang dunia
Sebagai akibat dari pandangan yang tidak membedakan antara subjek dan
objek, maka manusia primitif hidup di dunia ini ibarat hidup diantara
makhluk-makhluk. Ia tidak begitu memikirkan suatu yang terjadi di dunia
ini, apalagi sampai ke tahap memanfaatkannya, dengan mencoba
mengadakan pemikiran ataupun penelitian. Sebagai contoh dalam hal
makan. Baginya hidup adalah suatu keutuhan antara dirinya dengan dunia,
sehingga segala hal yang mereka lakukan dalam hidup ini dimasukan
dalam bidang keagamaan. Pandangan seperti ini disebut dengan kesadaran
yang totaliter dengan dunia.
c) Partisipasi
Manusia primitif memiliki kesadaran untuk ikut serta atau ambil bagian
dalam sesuatu. Dengan kata lain, memiliki kesadaran akan adanya
persamaan keadaan yang dialami oleh seseorang yang lainnya, bukan
hanya dalam hubungan dengan sesama manusia tetapi juga terhadap
binatang.
d) Memandang dunia secara magis
Dalam agama primitif pengertian magis lebih luas dari pada sihir. Bagi
agama primitif, magis adalah suatu cara berfikir dan suatu cara hidup yang
mempunyai arti lebih tinggi dari pada apa yang dibuat oleh ahli sihir
secara perorangan. Dasar yang dipedomani oleh orang yang percaya pada
magis ini adalah bahwa dunia penuh dengan daya-daya ghaib, manusia
modern menganggapnya sebagai daya alam yang dapat digunakan oleh
manusia.
Sikap hidup magis berarti suatu usaha perlakuan manusia terhadap
kekuasaan-kekuasaan yang dijumpai. Disini manusia tidak tunduk kepada
kekuasaan-kekuasaan yang dijumpainya itu, tetapi berusaha
menakhlukanya.
e) Sikap hidup serba mistis
Dalam kehidupan manusia magis, sebagai telah dituturkan di atas, manusia
seolah-olah memasukan alam dunia kedalam dirinya, dan dirinya
sendirilah yang berkuasa atas dunia “ciptaanya” itu. Manusia “mistis”
justru sebaliknya, yaitu seakan-akan membawa kehidupan perasaan dan
pikiranya keluar. Jika manusia modern terbiasa menggunakan pengertian-
pengertian dalam menghadapi dunia ini, maka manusia mistis lebih
menekankan berfikir dalam bentuk perwujudan-perwujudan. Inilah dua
sisi manusia yang berlainan.
f) Sikap hidup dalam upacara keagamaan
Pengulang peristiwa-peristiwa yang azali tidak terjadi dengan sendirinya
tetapi harus dinyatakan oleh manusia, yang harus memelihara
kelangsungan kejadian-kejadian di alam dunia ini. Hubungan antara
ketertiban dunia dan ketertiban upacara dalam pandangan manusia
primitif, adalah sangat erat. Dengan kata lain, terdapat hubungan saling
ketergantungan antar keduanya. Apabila manusia kurang memperhatikan
ketertiban upacara, maka ketertiban dunia juga menjadi ketergantungan.
Seluruh hidup manusia primitif diliputi oleh hidup keagamaan dan segala
perbuatanya adalah perbuatan keagamaan. Pekerjaan sawah ladang,
makan, perkawinan dan berbuatan-perbuatan lainya, yang oleh manusia
modern dianggap hanya sebagai aktifitas manusia yang tidak ada sangkut
pautnya dengan kekuasaan alam, semuanya mengandung arti sebagai suatu
upacara keagamaan, karena melalui perbuatan-perbuatan tersebut akan
terulang peristiwa-peritiwa kosmos yang besar.

C. Jenis (Bentuk) Aliran Dalam Agama Primitif

Pada dasarnya bentuk Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang
dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-
agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Animisme, Dinamisme,
Politeisme, dll. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:

a) Animisme
Animisme merupakan aliran yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda,
baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi
masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus dan dekat
seperti yang menyerupai uap atau udara. Roh dari benda-benda tertentu
ada kalanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan
manusia. Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan berdaun lebat, gua
yang gelap, dsb.
b) Dinamisme
Dinamisme merupakan aliran yang mengandung kepercayaan pada
kekuatan gaib yang misterius. Dalam paham ini ada benda-benda tertentu
yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia
sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang
bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’
dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.
c) Totemisme
Totemisme adalah istilah menunjuk pada suatu kepercayaan atau agama
yang hidup pada sebuah komunitas atau organisasi yang mempercayai
adanya daya atau sifat ilahi yang dikandung sebuah benda atau makhluk
hidup selain manusia. Totemisme identik dengan agama yang hidup pada
peradaban kuno, misalnya peradaban bangsa Indian (daratan Amerika),
Cippewa, atau Ojibwa di Amerika Utara.
d) Mitos
Mitos (bahasa Yunani: μῦθος translit. mythos) atau mite (bahasa Belanda:
mythe) adalah bagian dari suatu folklor yang berupa kisah berlatar masa
lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta (seperti penciptaan
dunia dan keberadaan makhluk di dalamnya), serta dianggap benar-benar
terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian
yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Pada
umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta dan bentuk
topografi, keadaan dunia dan para makhluk penghuninya, deskripsi tentang
para makhluk mitologis, dan sebagainya. Mitos dapat timbul sebagai
catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau
personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang
ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau
ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan
ajaran dalam suatu komunitas.
e) Ritus
Ritus adalah suatu tindakan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang
bersifat seremonial dan tertata. Ritus terbagi menjadi tiga golongan besar:
-Ritus peralihan, umumnya mengubah status sosial seseorang, misalnya
pernikahan, pembaptisan, atau wisuda.
-Ritus peribadatan, di mana suatu komunitas berhimpun bersama-sama
untuk beribadah, misalnya umat Muslim salat berjemaah, umat Yahudi
beribadat di sinagoge atau umat Kristen menghadiri Misa
-Ritus devosi pribadi, di mana seseorang melakukan ibadah pribadi,
termasuk berdoa dan melakukan ziarah, misalnya seorang Muslim atau
Muslimah menunaikan ibadah Haji.
Dalam Kekristenan ritus memiliki makna yang lebih khusus -- dalam hal
ini ritus berarti suatu liturgi tertentu. Misalnya, dalam keyakinan Katolik,
sakramen yang dinamakan pengurapan orang sakit secara tradisional
dikenal sebagai ritus terakhir, karena kerap diselenggarakan bagi
seseorang menjelang ajalnya.
Dalam tata guna Kristiani, ritus dapat pula berarti keseluruhan dari suatu
tradisi liturgis yang biasanya berpusat pada suatu lokasi tertentu. Misalnya
Ritus Latin atau Romawi, Ritus Byzantium, dan Ritus Suryani. Ritus-ritus
seperti ini mencakup berbagai sub-ritus. Misalnya, Ritus Byzantium
memiliki variasi Yunani, Rusia, dan variasi-variasi berbasis etnis lainnya.
Di Amerika Utara, para pengikut Freemasonry dapat memilih untuk
bergabung dengan Ritus Skotlandia atau Ritus York, dua kesatuan khusus
yang menawarkan peningkatan derajat bagi mereka yang telah menjalani
tiga tahapan dasar
f) Tabu
Tabu, pantangan, atau pantang larang adalah suatu pelarangan sosial yang
kuat terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak
diinginkan oleh suatu kelompok, budaya, atau masyarakat. Tindakan Tabu
atau pantangan ini dimasyarakat Sunda dikenal dengan nama/sebutan
pamali. Pelanggaran tabu biasanya tidak dapat diterima dan dapat
dianggap menyerang. Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat tabu
bahkan dapat dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat
menyebabkan pemberian sanksi keras. Tabu dapat juga membuat malu,
aib, dan perlakuan kasar dari lingkungan sekitar.
Secara umum, tabu dianggap telah ada sebelum munculnya teisme dan dari
periode sebelum adanya semua jenis agama. Istilah ini diserap dari bahasa
Tonga, juga dihilangkan pada banyak budaya Polinesia.
g) Politeisme
Politeisme dapat dipahami sebagai aliran yang mengandung kepercayaan
kepada dewa-dewa. Dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-
tugas tertentu. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi
sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah
dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat
yang bersangkutan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara epitemologis, kata primitif adalah suatu kata sifat yang berarti “sesuatu
yang sederhana, bersahaja.” Kata itu memberi kesan terhadap segala sesuatu
yang seakan-akan sudah kuno karena berasal dari zaman purba. Dalam arti
yang seperti itu maka bisa dikatakan bahwa sesuatu yang kuno atau sudah
ketinggalan zaman bila diterapkan dalam suatu proses sejarah.

Pada dasarnya bentuk Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang
dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-
agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah Animisme, Dinamisme,
Totemisme, Politeisme dll.

Mengenai pro dan kontra tentang kepercayaan agama primitif, bahwa agama
primitif dapat dipercayai kebenarannya sebagai agama melalui 4 unsur agama
yang telah dikemukakan di atas, namun menurut mereka yang kontra, melihat
bahwa dalam kepercayaan primitif ada sesuatu yang tidak layak ada dalam
agama. Hal itu ialah penggunaan “Mantera” dan “Magis”.
DAFTAR PUSTAKA

Choiron. 2009. Perbandingan Agama. (Kudus : STAIN Kudus)

Dhavamoni, Mariasusi. "Fenomenologi Agama". Yogyakarta: Kanisius, 2006, hal.


74

Hasjmy A. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam Cet. Ke-5. ( Jakarta : PT Karya Uni
Press)

Anda mungkin juga menyukai