Anda di halaman 1dari 34

ANTROPOLOGI AGAMA

Disusun Oleh :
Firda Rizkia
NIM: 11170380000002

PRODI ILMU TASAWUF


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Bab 1: PENDAHULUAN
Apakah Antropologi Agama Itu?

 Pengertian
Antropologi merupakan ilmu yang mengkaji manusia dan budaya.
Oleh karena itu, ada dua bagian penting dalam kajian antropologi :
1. Antropologi Fisikal
2. Antropologi Kultural
Sementara itu, agama merupakan seperangkat kepercayaan, dokrin,
dan norma-norma yang dianut dan diyakini kebenarannya oleh manusia.
 Wilayah Kajian
Objek kajian antropologi agama adalah “kebudayaan manusia dalam
kaitannya dengan agama.”
Dua hal yang menjadi perhatian antropologi dalam mengkaji
kebudayaan :
1) Memahami manusia secara keseluruhan, yang tentu saja memiliki
diferensiasi-diferensiasi yang akan dipersatukan oleh prinsip-prinsip
metode antropologis;
2) Memahami kebudayaandalam konteks antropologi, dimana istilah
kebudayaan digunakan dalam dua pengertian: pengertian yang umum
dan sempit.
Dan pada umumnya terdapat dua macam dalam kajian antropologi.
Antara lain:
 Antropologi Tradisional
 Antropologi Modern
 Metode dan Pendekatan
Perbedaan pandangan di antara para antropolog bergantung kepada
perbedaan penggunaan pendekatan, seperti pendekatan fenomenologis dan
interpretasi-interpretasi hermeneutik kehidupan agamadan simbol-simbol
suci atau analisis semiotik tentang aturan-aturan komunikasi; mereka
menerapkan model-model interaksi sosial yang kompleks, ritus-ritus,
susunan mitos, korban, kosmologis, dan revolusi.
Penggunaan prinsip-prinsip ilmiah untuk menghampiri agama dalam
konteks antropologi, diperlukan beberapa pendekatan ilmiah yang
mencakup :

• ‘Universalitas’ • ‘Komparasi’

• ‘Empirisme’ • ‘Obyektifitas’
Bab 2: Sistem Kepercayaan Masyarakat
Primitif
 Tentang Primitif
Di kalangan para ahli, istilah “primitif” berbeda-beda penyebutannya. Ada yang
mengistilahkan pra-literate, non-literate, archaic,dan sebagainya. Dan bisa dicirikan
kepada manusia atau sekelompok orang yang hidup dalam kurun waktu tertentu pada
masa lampau.
Evans Pritchard menyatakan bahwa mempelajari kepercayaan masyarakat
primitif memberikan dua keuntungan. Antara lain :

Pertama, bahwa fakta-fakta Kedua,agama-agama


kehidupan primitif mempunyai primitif merupakan bagian
arti penting untuk dapat dari agama pada umumnya
memahami suatu kehidupan (species of the genus
sosial pada umumnya. religion.
 Ciri-ciri Keagamaan Masyarakat Primitif

1. Pandangan Tentang Alam Semesta 2. Mudah Mensakralkan Obyek Tertentu

Sebagai akibat dari pandangan yang tidak


Masyarakat primitif berpandangan membedakan antara subyek dan obyek.
bahwa dunia dan alam sekitarnya Berkaitan dengan sakral, maka ada yang
bukanlah obyek, tetapi sebagai subyek dianggap tidak suci, mencakup apa saja
seperti dirinya sendiri. yang dianggap dapat mencemarkan yang
sakral itu.

4. Hidup Penuh dengan Upacara


3. Sikap Hidup yang Serba Magis
Keagamaan

Dalam masyarakat primitif, Upacara-upacara keagamaan mewarnai


kedudukan magis sangat penting. aktivitas kehidupan masyarakat primitif.
Sikap hidupnya adalah magis, karena Seperti pengerjaan sawah, lading,
perbuatan mereka selalu dihubungkan perkawinan, dan perbuatan-perbuatan
dengan kekuatan-kekuatan yang ada lainnya. Dan setiap upacara memiliki
di alam gaib. mite-nya sendiri.
Bab 3: Agama Sebagai Sistem Kebudayaan
 Agama dan Sistem Budaya
Kebudayaan itu merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem
pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia.

Hubungan kebudayaan dan agama, dalam konteks ini agama dipandang sebagai
realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber nilai dalam tindakan-tindakan
maupun budaya.
 Pengaruh Agama terhadap Sistem Budaya
Dalam hubungan agama dengan budaya, dokrin agama yang merupakan
konseeepsi tentang realitas, harus berhadapan dengan realitas, bahkan berurusan
dengan perubahan sosial.
Agama dipandang sebagai sistem yang mengatur makna atau nilai-nilai
dalam kehidupan manusia yang digunakan sebagai titik referensi bagi seluruh
realitas.
Dalam kehidupan masyarakat, agama mempunyai peranan penting karena ia
mengandung beberapa faktor, yaitu:

Faktor Faktor Faktor Faktor


kreatif inovatif sublimatif integratif
Ada lima lapisan budaya Indonesia, yaitu lapisan yang diwakili oleh buda pribumi, Hindu, Buddha,
Islam dan Kristen.

Lapisan pertama adalah agama Lapisan kedua adalah Hinduisme, yang


pribumi yang memiliki ritus-ritus telah meninggalkan beradaban yang
yang berkaitan dengan penyembahan menekankan pembebasan rohani agar
roh nenek moyang yang telah tiada atman bersatu dengan Brahman maka
atau lebih setingkat Dewa-dewa suku dengan itu ada solidaritas mencari
seperti sombaon di Tanah Batak, kebebasan bersama dari penindasan
agama Merapu di Sumba, Kaharingan sosial untuk menuju kesejahteraan yang
di Kalimantan. utuh.

Lapisan ketiga adalah agama Lapisan keempat adalah agama Islam yang
Buddha, yang telah telah menyumbangkan kepekaan terhadap
Lapisan kelima adalah
mewariskan nilai-nilai yang tata tertib kehidupan melalui syari’at,
agama Kristen, baik Katolik
menjauhi ketamakan dan ketaatan melakukan shalat dalam lima
maupun Protestan. Agama ini
keserakahan. Bersama waktu, kepekaan terhadap mana yang baik
menekankan nilai kasih
dengan itu timbul nilai dan mana yang jahat dan melakukan yang
sayang dalam hubungan
pengendalian diri dan mawas baik dan menjauhi yang jahat (amar
antar manusia.
diri dengan menjalani 8 tata makruf nahi munkar) berdampak pada
jalan keutamaan. pertumbuhan akhlak yang mulia.
Bab 4: Manusia Religius

 Yang Sakral dan Yang Profan (The Sacred dan The Profane)
1. Pengertian
Menurut Eliade, sakral merupakan kehidupan religius yang dipertentangkan dengan
yang profan yang merupakan kehidupan sekular.
Propan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikuduskan, dan bersifat sementara.
Kudus merupakan pusat kehidupan dan pengalaman religius.
Ciri yang mencolok dari fenomena religius adalah selalu mengandalkan dua
pembagian dari seluruh dunia, yang diketahui dan yang tidak diketahui, ke dalam dua
kelas yang merangkum segala yang ada, tetapi secara radikal saling meniadakan.
Yang tetap ada dalam fenomena religius itu adalah pertalian dari makna khusus yang
kita sebut ‘religius’, atau suatu hubungan dengan dewa-dewa, roh-roh, leluhur yang
dipuja sebagai dewa, atau benda-benda suci, dengan yang kudus secara umum
2. Hierofani
Hierofani dapat diartikan sebagai suatu perwujudan atau penampakkan diri dari
yang sakral.
Setiap ritus, mitos, bentuk-bentuk suci, simbol-simbol, bintang, tumbuh-
tumbuhan, tempat-tempat suci, orang-orang suci, dan lain-lain, semuanya itu
dipandang sebagai hierofani. Suatu hierofani dianggap berharga karena dia hal:
a. Karena ia hierofani, maka menimbulkan perasaan suci; dan
b. Ia hierofani karena merupakan sesuatu yang disucikan, karena kejadian sejarah,
maka menimbulkan suatu sikap dari orang yang pernah mengalaminya yang suci.
 Upacara Keagamaan (Ritus)
1. Pengertian
Ritus adalah alat manusia religius untuk melakukan perubahan.
Susanne Langer menunjukkan bahwa ritual merupakan ungkapan yang bersifat logis
daripada hanya bersifat psikologis. Menurutnya, ritual dapat dibedakan dalam empat
macam:
a. Tindakan magi,yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena
daya-daya mistis;
b. Tindakan religius, kultus para leluhur, juga bekerja dengan cara yang pertama;
c. Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan
merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan
menjadi khas; dan
d. Ritual faktitif yang meningkatkan produktifitas atau kekuatan, atau pemurnian dan
perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu
kelompok.
2. Masa Transisi Ritual
Masa ritus ini khususnya dilakukan pada waktu-waktu krisis, baik ketika ingin
memenuhi kebutuhan hidup, fisik maupun ritual.
Terdapat sederetan ritus yang menandai perpindahan tahun yang lama menuju
tahun yang baru, yaitu:
a. Ritus-ritus pembersihan, penyucian, pengakuan dosa-dosa, pengusiran setan,
pengusiran si jahat keluar dari desa, dan sebagainya;
b. Ritus memadamkan dan menyalahkan semua api;
c. Ritus pawai bertopeng melambangkan arwah orang yang telah meninggal,
upacara penerimaan orang yang sudah mati, yang dijamu dan dihibur dengan
pesta-peseta dan lain sebagainya, kemudian pada akhir pesta mereka diantarkan
ke perbatasan wilayah desa itu, atau ke laut, ke sungai dan lain sebagainya;
d. Ritus perkelahian antara dua regu yang saling bertentangan.
e. Ritus carnival, saturnalia; pembalikan tatanan normal, kekacauan kelakuan
seksual, dan sebagainya.
3. Bentuk-bentuk Ritus
Van Gennep menyatakan bahwa semua ritus dan upacara itu dapat
dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
a. “ritual perpisahan” (separation); manusia melepaskan kedudukannya
semula.
b. “ritus peralihan” (marge); manusia di anggap mati atau “tidak ada”
lagi, dan dalam keadaan seperti tak tergolong dalam lingkungan sosial
manapun.
c. “ritus integrasi kembali” (aggregation); upacara peresmian menuju
tahap kehidupan dan lingkungan sosial yang baru.
Di bawah ini bebrapa bentuk upacara-upacara atau ritus keagamaan:

a. Upacara-upacara Inisiasi b. Upacara Kelahiran

c. Upacara Perkawinan

d.Upacara Kematian e. Ritual Musiman


4. Tujuan Ritual
Sebagaimana halnya alam yang menuntut perhatian ritual untuk
menjamin agar kesuburan dan kemarahannya tidak gagal atau merosot;
bagi kebanyakkan suku-suku primitif, upacara atau ritus keagamaan
dilakukan untuk mempertahankan kontak dengan roh-roh yang berkuasa
dan membuat mereka mempunyai perhatian yang menguntungkan dengan
mengaruniakan makanan dan kesehatan. Hubungan ini perlu dipertahankan
dalam arti tertentu sebagaimana hubungan dengan manusia yang berkuasa,
yaitu dengan mempersembahkan hadiah-hadiah dan bersikap merendah.
 Simbolisme Agama
Semua kegiatan manusia pada umumnya melibatkan simbolisme.
Fungsi simbol-simbol yang dipakai dalam upacara adalah sebagai alat komunikasi dan
menyuarakan pesan-pesan ajaran agama dan kebudayaan yang dimilikinya, khususnya yang
berkaitan dengan etos dan pandangan hidup, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh
adanya upacara tersebut. Simbol merupakan “gambaran yang sakral”. Bahasa Yang Sakral
kepada manusia adalah melalui simbol.
Belakangan ini mulai berkembang minat terhadap kajian simbolisme. Menurut Elinde,
ada beberapa faktor yang menyababkan ketertarikan ini. Antara lain:
 Pertama,adanya penemuan dalam ‘psikologi dalam’ (depth psychology), khususnya fakta
bahwa aktivitas bawah sadar diketahui melalui interpretasi terhadap image,figur dan
skenario-skenario.
 Kedua, pergantian abad ini menyaksikan munculnya seni abstrak dan, semenjak pasca
Perang Dunia I, munculnya eksperimen para surealis. Yang keduanya berfungsi
mengakrabkan orang-orang terdidik denan dunia non-figuratif dan dunia mimpi-mimpi.
 Ketiga,yang berperan membangkitkan minat dalam kajian simbolisme adalah
riset dari para etnolog tentang masyarakat primitif dan, di atas semua itu,
hipotesis Lucian Leavy-Bruhl mengenai struktur dan fungsi “mentalitas
primitif”.
 Keempat, sebuah peran yang menonjol bagi populernya kajian simbolisme harus
dinisbatkan kepada riset para filsuf, epistemology, dan para linguis tertentu yang
hendak menunjukkan sifat-sifat simbolis, bukan hanya darei bahasa, tetapi juga
keseluruhan aktifitas ruhani manusia, mulai ritus dan mitos hingga seni dan ilmu
pengetahuan.
Bab 5: Beberapa Teori tentang Asal-Usul
dan Betuk Kepercayaan (Religi)

 Teori yang Digunakan


Pendekatan dalam studi agama-agama pada umumnya menggunakan,
paling tidak, dua pendekatan yaitu:
Pertama, yang bersumber pada ajaran-ajaran agama wahyu yang diawali
oleh para teolog pada umumnya; asal usul agama adalah dari Tuhan sendiri
yang diturunkan kepada manusia bersama-sama dengan penciptaan
manusia pertama, yaitu Adam.
Kedua, yang bersumber pada kajian antropologis, sosiologis, historis dan
psikologis yang pada intinya sama, yaitu bahwa agama merupakan suatu
fenomena sosial ataupun spiritual yang mengalami evolusi dari bentuknya
yang sederhana.
 Teori-teori tentang Asal-Usul Kepercayaan
Koentjaraningrat telah mengklasifikasikan teori-teori tentang asas-asa dan asal
mula religi yang ditulis oleh para ahli ke dalam tiga golongan yakni:
 Pertama,teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada keyakinan
religi atau isi ajaran religi. Misalnya, teori E. B. Tylor, Andreuw Lang, W. Schmidt,
R. R. Marret, dan A.C.Kruyt;
 Kedua, teori-teori yang didalamnya berorientasi kepada sikap para penganut religi
yang bersangkutan terhadap alam gaib, atau hal-hal yang gaib. Teori ini lebih
banyak dikembangkan oleh R. Otto;
 Ketiga,teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada ritus dan upacara
relig. Teori ini banyak ditulis oleh W. Robertson Smith, J. Frazer, A. van Gennep,
dan R. Hertz.
Adapun teori-teori antropologi yang mengkaji asal-usul dan bentuk kepercayaan
itu, antara lain:
1. Teori Animisme dan Kritikannya
2. Teori Tentang Dewa Tertinggi
3. Teori Tentang Animisme (Pra-Animisme)
4. Teori Totemisme
5. Teori Urmonoteisme (Firman Tuhan)
6. Teori Animisme dan Dinamisme
7. Teori tentang “Yang Gaib” atau “Keramat”
8. Teori yang Didasarkan pada Upacara Religi
9. Teori Magic (Kekuatan Gaib)
10. Teori Tentang Upacara Inisiasi (Kematian)
 Kritik terhadap Teori Evolusionisme
Metode Evolusionisme adalah “Asal-usul Agama” dan pokok metode ini adalah “teori
Evolusi”.
Ada tiga fase umum yang dilalui oleh manusia-manusia terdahulu (primitif) tentang
kepercayaan terhadap Tuhan atau dewa atau kekuatan gaib, yakni fase politiesme (tuhan
banyak), henoteisme (seleksi) dan monoteisme (pengesaan).
 Pemujaan terhadap Leluhur
Ada dua hal yang mesti dibedakan, yang pada umumnya seringkali dicampuradukkan,
yaitu:
Pertama, pemujaan terhadap leluhur merupakan kumpulan sikap, kepercayaan, dan praktif
yang berhubungan dengan pendewaan orang-orang yang sudah meninggal dalam suatu
komunitas, khususnya dalam hubungan kekeluargaan.
Kedua, bentuk pemujaan tersebut mengandaikan bahwa leluhur yang telah meninggal
sebenarnya masih hidup wujud yang efektif dan bisa campur tangan dalam kehidupan
manusia.
Bab 6:Tinjauan tentang Tema-tema Pokok
Agama
 Tinjauan Para Ahli Studi Agama
 Menurut Pritchard ‘Antropologi Sosial Agama’ berkaitan dengan upacara, kepercayaan,
tindakan dan kebiasaan.
 Hakikat atau esensi agama dalam kebudayaan menurut pandangan Tylor, Durkheim, maupun
Malinowski, yang menyatakan bahwa semua kebudayaan pada dasarnya sama. Tetapi
menurut Levi-Strauss bahwa masyarakat memiliki striktur dan corak khas tersendiri.
 Berdasarkan teori yang dikemukakan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa paling tidak ada lima komponen atau unsur dalam agama atau religi,
yaitu:
a. emosi keagamaan; b. sistem keyakinan; c. sistem ritus dan upacara; d. peralatan ritus dan
upacara; e. pengikut (umat agama).
 Tinjauan Berdasarkan Analisis Banding
Ada beberapa karakteristik yang dapat diambil dari kesimpulan umum para ahli Ilmu
Perbandingan Agama tentang unsur-unsur, yakni:
Pertama, agama mensyaratkan “pengalaman keagamaan”.
Kedua, agama bukan hanya sekedar sistem kepercayaan, dokrin atau etika saja.
Ketiga, meminjam skema yang dibuat Wach, secara umum agama memiliki tiga dimensi,
yaitu:
a. Ajaran
b. Praktik Agama
c. kemasyarakatan
 Tinjauan Berdasarkan Pluralitas Kepercayaan
Semua kepercayaan, religi atau agama, pasti akan merefleksikan keyakinan dalam
bentuk sikap dan tindakan.
Agama-agama yang hidup dan berkembang sekarang ini, memiliki kebenaran
tersendiri. Oleh karena itu, Raimundo Panikkar menyebutkan adanya tiga macam
menyikapi kebenaran agama:

eksklusivisme inklusivisme paralelisme

Berdasarkan tersebut di atas, jelaslah bahwa kebenaran agama tiada lain memiliki dua pengertian:

Pertama, kebenaran tekstual atau wahyu


Kedua, kebenaran empirik
Bab 7: Kepercayaan tentang Mitos (Mitologi)

 Pengertian
Dalam bahasa Yunani, kata “mitos” berasal dari “mathos”, yang secara
harfiah diartikan sebagai “cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang”.
Mitos dipandang sebagai usaha manusia arkais untuk melukiskan
lintasan yang supranatural ke dalam dunia.
Bagi bangsa primitif, mitos merupakan suatu gambaran tentang
keyakinan mereka mengenai rahasia-rahasia alam yang mengatasi segala
kehidupan manusia yang sukar digambarkan atau dipikirkan.
 Bentuk-bentuk Mitos

Mitos Mitos Asal-


Kosmogoni Usul

Mitos Tentang Mitos-mitos


Dewa Androgini

Mitos Akhir Dunia


 Fungsi dan Tujuan Mitos
Mitos menceritakan bagaimana suatu realitas mulai bereksistensi
melalui tindakan makhluk supranatural, dan karenanya selalu menyangkut
suatu penciptaan. Oleh karena demikian, mitos berfungsi sebagai:

Jaminan Contoh
Pewahyuan
eksistensi model

Magis-
Pembaharuan Penyembuhan
religius
Bab 8: Kepercayaan tentang Magi

 Pengertian
Magi adalah Kepercayaan dan praktik.
Orang yang percaya magi dan menjalankan magi, mendasarkan
pikirannya kepada dua pokok, yaitu:
1. Bahwa dunia ini penuh dengan daya-daya gaib serupa dengan apa
yang dimaksud oleh orang modern dengan daya-daya alam;
2. Bahwa daya-daya gaib itu dapat dipergunakan, tetapi penggunaannya
tidak dengan akal pikiran melainkan dengan alat-alat di luar akal.
 Bentuk-bentuk Magi
Magi dapat dibagi ke dalam dua bentuk, magi baik atau putih (white
magic) dan magi buruk atau hitam (black magic). White magic adalah jenis
magi yang dilakukan bersama, sedangkan black magic adalah perbuatan
yang dilakukan secara perorangan.
Magi positif harus melakukan sesuatu supaya mendatangkan akibat
yang diharapkan. Sebaliknya, magi negatif merupakan larangan
melakukan sesuatu agar tidak terjadi sesuatu agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.
 Fungsi dan Tujuan Magi
Raymond Firth mengklasifikasikan tujuan dan fungsi magi berdasarkan
klasifikasi magi produktif, magi proktektif dan magi destruktif, seperti di bawah
ini:
1. Magi produktif, antara lain magi untuk berburu, untuk menyuburkan tanah,
menanam dan menuai panenan; magi untuk pembuatan hujan, untuk
menangkap ikan, untuk pelayanan, untuk perdagangan, dan magi untuk
percintaan.
2. Magi protektif, antara lain untuk menjaga milik, magi untuk membantu
mengumpulkan utang, untuk menanggulangi kemalangan, untuk memelihara
orang sakit, untuk keselamatan perjalanan, dan untuk dijadikan lawan
terhadap magi destruktif.
3. Magi destruktif, antara lain magi untuk mendatangkan badai, untuk merusak
milik, untuk mendatangkan penyakit, dan untuk mendatangkan kematian.
 Magi dan Agama
Bagi Frazer, magi sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang
didefiniskannya sebagai suatuorientasi ke arah roh, dewa-dewa atau hal-
hal lain yang melampaui susunan alam atau kosmos fisik ini.
Dalam hubungannya dengan agama, Frazer melihat bahwa pada
dasarnya magi itu lebih tua daripada agama.
Carl Gustav Diehl telah meringkaskan faktor-faktor yang
membedakan magi dengan agama berdasarkan pendapat-pendapat para
ilmuwan, yakni:
1. Perbedaan berdasarkan sikap manusia
2. Perbedaan berdasarkan hubungan dengan masyarakat
3. Perbedaan berdasarkan sarana
4. Perbedaan berdasarkan tujuan
5. Faktor tambahan
Bab 9: Kepercayaan tentang Supreme Being

Supreme Being, (Dewa Tertinggi) pada dasarnya merupakan


personifikasi mitos tentang langit.
paham Supreme Being (Dewa Tertinggi) timbul dari manusia karena
didorong oleh kebutuhan intelektualitasnya yang menjadikannya sadar dan
tahu akan asal-usul kenapa sesuatu terjadi.
Fenomenologi Dewa Tertinggi tidak diselesaikan atau dilemahkan
melalui beberapa alternative terhadap satu dewa tertinggi sebagai pencipta
dunia dan satu dewa tertinggi yang maha tahu dan berada di mana-mana
yang eksplisit melakukan pekerjaan intervensionisme.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai