Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN TEORI
MANAJEMEN

kelompok 8
Nama :
Aris Munandar
M.Al-Furqan
DAFTAR ISI

Daftar isi ...............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1. Latar Belakang...............................................................................1


1.2. Tujuan...................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2

2.1. Definisi Agama..........................................................................................2


2.2. Definisi Masyarakat...................................................................................3
2.3. Fungsi Agama............................................................................................4
2.4. Pelembagaan Agama.................................................................................7
2.5. Hubungan Agama dan Masyarakat ...........................................................9
2.6. Pengaruh Agama Dalam Kehidupan Manusia...........................................10
2.7. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial..........................................12

BAB III PENUTUP...............................................................................................13

3.1. Kesimpulan................................................................................................13
3.2. Saran..........................................................................................................13

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum, ilmu sosial dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian
manusia dalam masyarakat dan agama, sehingga mampu menghadapi masalah dalam
bermasyarakat. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali
akal dan nafsu perlu membekali diri dengan agama supaya menjadi manusia yang lebih
baik bagi sesama manusia berkelompok atau bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial  atau bermasyarakat butuh individu atau manusia
lain karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang lain .manusia perlu
bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu sama lain dalam
kelompok sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup nya dan untuk
berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki
potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa
eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa
nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi
takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka
prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi
oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main
judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan
agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self
contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah Agar Mahasiswa dapat Mendeskripsikan


bagaimana hubungan agama dengan masyarakat & Untuk mengetahui apa kaitan
agama dalam masyarakat

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Agama


Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek
yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-
kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang
tunggal.” Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat
disebut agama, yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama.
Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi
agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama
lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut
agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri
tersebut.

Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang
dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris
yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:

1). Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual


2). Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan
tersendiri
3). Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural
Ruang Lingkup Agama Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a. Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk
mendekatkan diri manusia kepada tuhannya

b. Hubungan manusia dengan manusia


Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan
kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang
ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau

2
3

disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap


ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia
.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga
keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya
manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

2.2. Definisi Masyarakat


Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan
yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah,
keluarga, perkumpulan, negara semua adalah masyarakat definisi lain dari Masyarakat
juga merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia.
Istilah inggrisnya adalah society , sedangkan masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa
Arab Syakara yang berarti ikut serta atau partisipasi, kata arab masyarakat berarti
saling bergaul yang istilah ilmiahnya berinteraksi.
Dalam ilmu sosiologi kita mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat
paguyuban dan masyarakat petambayan.Masyarakat paguyuban terdapat hubungan
pribadi antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka.
Kalau pada masyarakat. patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-
angotanya

Definisi Masyarakat Menurut Para Ahli


a) Menurut Selo Sumarjan (1974) masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama yang menghasilkan kebudayaan.
b) Menurut Koentjaraningrat (1994) masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
c) Menurut Ralph Linton (1968) masyarakat adalah setiap kelompok manusia
yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu
membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap
sebagai satu kesatuan sosial.
4

d) Menurut Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu
ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi
e) Menurut Emile Durkheim, masyarakat merupakan suau kenyataan objektif
pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
f) Menurut Paul B. Horton & C. Hunt, masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup
lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta
melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia
tersebut

2.3. Fungsi Agama


Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi
agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang
pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan
sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama
terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat
mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan
tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan
mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi
yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam
lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta
penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu
itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama
terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama
dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat
dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di
luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang
dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang
5

mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi


manusia. Hal itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian
juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan
manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan
timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh
ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada
alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia
untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan
agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap
unsur-unsur tersebut.
1). Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat 
ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem
kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu
sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia,
bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka
untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya
persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa,
memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
2). Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai 
bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun
dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan
memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi,
supramanusiawi, dan ukhrowi.
3). Fungsi agama di sosial 
adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama
baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-
kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
4). Fungsi agama sebagai sosialisasi individu 
adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu
sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam
masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan
6

kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-


anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk
memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai
tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.

Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen


agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensikomitmen agama
diklasifikasikan menjadi

1). Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang
religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan
mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
2). Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini
menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan,
perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal,
tidak bersifat publik dan relatif spontan.
3). Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama
mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada
suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif
tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang
supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
4). Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang
bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok
keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan
mereka.
5). Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling


penting bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan
metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah
kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering
kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak
7

masyarakat sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama.


Misalnya, sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-
kebiasaan agama.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-
kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang
lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu
mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional
apabila pengaruh agama sudah berkurang.

2.4. Pelembagaan Agama

Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga


bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus
diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.

Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek,


pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-
dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat
dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.

Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), Kaitan agama dengan masyarakat


dapat dikategorikan kedalam 3 tipe meskipun tidak secara keseluruhan:

a. masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral: Tipe ini menggambarkan


sekelompok orang yang menganut kepercayaan serta kelompok agama yang sama
sehingga tipe ini disebut sebagai tipe yang kecil, terisolasi dan terbelakang
b. Masyarakat pra-industri yang sedang berkembang: Tipe yang lebih baik dari tipe
sebelumnya. Terlihat dari berbagai macam acara atau upacara dalam merayakan
suatu acara keagamaan serta adanya perkembangan teknologi yang mendominasi
ketimbang tipe pertama serta jauh dari kesan terisolasi
c. Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Maju.: Tipe ini mencirikan masyarakat
industri yang semakin tinggi dalam bidang teknologi sehingga watak masyarakat
sekular menurut Roland Robertson (1984) tidak terlalu mementingkan agama,
8

misalnya pemikiran agama, praktek agama, serta kebiasaan-kebiasaan agama yang


seharusnya selalu dilakukan kini peranannya mulai berkurang

Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu
dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan
kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila
dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan
manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah
keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk
memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya,
tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa
aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi
sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial,
merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga,
kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.

Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi


fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.

Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan


suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan
terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis
kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan
pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada
orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu”
atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman
ajaran wahyunya.

Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-
keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban
ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
9

Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama
tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.

Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad
Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci
Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan
Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai
“segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar
ma’ruf, nahi ’anil munkar)

Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-
ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi.
Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat),
dan tingkat organisasi.

Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman
beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas,
produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional.
Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan

2.5. Hubungan Agama dan Masyarakat

Dalam sebuah lingkungan masyarakat, setiap individu memiliki suatu kepercayaan atau
biasa disebut agama yang mereka anut. Ragamnya bermacam-macam dan di Indonesia
sendiri hanya 5 agama yang bisa kita katakan ‘di ijinkan’ oleh setiap warga negaranya
untuk di anut. Terlepas dari seberapa banyaknya orang menganut suatu kepercayaan, ada
baiknya kita telaah sedikit mengenai arti dari kata ‘agama’ itu sendiri.

Agama, yang asalnya dari bahasa sansekertera berarti tradisi sedangkan kata lain yang
bisa menggambarkan arti dari kata ‘agama’ adalah religi yang berasal dari bahasa latin
‘religio’ dan berakar pada kata kerja ‘re-ligare’ yang berarti mengikat diri dan dari semua
kata lain yang tadi disebutkan, semuanya bermaknakan akan pengikatan diri kita kepada
Tuhan YME.

Ada beberapa alasan mengapa agama sangat dibutuhkan oleh manusia:


10

1) Karena agama merupakan sumber moral

2) Karena agama merupakan petunjuk kebenaran

3) Karena agama merupakan informasi tentang masalah metafisika

4) Karena agama memberikan bimbingan rohani manusia baik dikala suka, maupun dikala
duka

Setiap individu yang beragama, meskipun berbeda keyakinan namun pada dasarnya
hakikat setiap agama itu sama, yaitu setiap agama merupakan jawaban dari segala masalah
yang entah itu ringan atau berat yang tidak bisa mereka tanggung atau mereka pecahkan
sehingga hanya dengan berdoa kepada Tuhan yang mereka anut yang bisa mereka lakukan
selama mereka tetap taat dalam menjalankan ibadahnya serta tidak melupakanNya.

Namun terlepas dari hubungan antara agama dan masyarakat yang memang tidak bisa
dilepaskan begitu saja, agama bisa menjadi faktor konflik yang sering terjadi dikalangan
masyarakat. Disatu sisi, agama yang dianutnya merupakan keyakinan yang bermoral
sedangkan disatu sisi yang tidak menganut keyakinannya menganggap keyakinannya
menjadi sumber konflik. John Effendi menyatakan bahwa agama pada satu waktu mampu
memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persaudaraan serta persatuan,
namun pada satu waktu yang lain agama bisa menjadi sesuatu yang menyebabkan konflik,
bahkan tak jarang, seperti yang dicatat dalam sejarah, dapat menimbulkan peperangan.

Fakta yang terjadi dalam masyarakat adalah ‘Masyarakat’ menjadi media yang paling
sering dijadikan tempat untuk menyebarkan berbagai macam konflik dan salah satunya
adalah agama.

2.6. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia

Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah
mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda
manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan
emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan
kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban
tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu
11

yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di
dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau
tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional,
malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran
yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan
ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.

Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka


kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-
menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir
(jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan
teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh
kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata
bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari
semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai
alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang
bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang
bersifat integratif.

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin
adanya konsensus dalam masyarakat.

Faktor Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai


kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat,
12

pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat.
Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok
pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi
pemeluk agama lain

2.7. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial

Didalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial


yang.mempunyai pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi
rendahnya dalam masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai
suatu tanda yang berdiri yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas.
Stratifikasi sosial itu tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap
masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu
dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu ruang.
Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang
berkedudukan lapisan sosial setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada
golongan petani, sikap mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana
mereka hidup, yang antara lain adalah faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim
dingin dan musim panas, yang sejalan dengan musim kering dan musim penghujan.
Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok
tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada kedermawanan
alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani lebih cenderung untuk
mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris) guna membantu mereka dalam
menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari pengadaan
sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di Indonesia
mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai sekarang ini
banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
13

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Agama merupakan suatu kebutuhan dasar setiap manusia, munculnya berbagai
perasaan dalam diri manusia yang bersifat khayali dan imajiner, menjadi modal dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan suatu agama atau kepercayaaan. Agama muncul dari
adanya kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap suci dan menempati
berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang akhirnya suatu agama atau kepercayaan
dapat melekat dan mengambil peranan penting pada seorang individu atau masyarakat.

Sebuah masyarakat yang mempunyai konsep-konsep kepercayaan, akan membentuk


sebuah sistem baru, dimana ada norma-norma dan aturan-aturan agama yang melekat dan
menjadi ciri khas dalam masyarakat tersebut. Begitu pentingnya peranan agama dalam
masyarakat sehingga ada yang disebut dengan masyarakat agamis dan ada juga yang
dikatakan sebagai masyarakat sekuler. Masyarakat sekuler memisahkan urusan-urusan
dunia dengan nilai-nilai keagamaan, sedangkan masyarakat agamis adalah masyarakat
yang meletakkan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut berdasarkan tuntunan
dan aturan agama yang dianut dalam masyarakat itu.

3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa
memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu. 1991. “Ilmu Sosial Dasar”. Jakarta. Rineka Cipta

Anonim. 2014. Agama dan Masyarakat (online)


http://kingofsardi.blogspot.co.id/2012/11/tugas-isd-rangkuman-bab-1-10.html
Di akses : 05 Maret 2016

Anonim. 2013. Fungsi Agama dan Masyarakat Ilmu Sosial Dasar (Online)


https://ciptadestiara.wordpress.com/category/agama-dan-masyarakat/.
Di akses : 05 Maret 2016

Anonim. 2011. Agama Dan Masyarakat (Online)


http://bennydaniarsa.blog.fisip.uns.ac.id/2011/03/13/agama-dan-masyarakat/
Di akses : 05 Maret 2016

Anda mungkin juga menyukai