PERKEMBANGAN TEORI
MANAJEMEN
kelompok 8
Nama :
Aris Munandar
M.Al-Furqan
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
3.1. Kesimpulan................................................................................................13
3.2. Saran..........................................................................................................13
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum, ilmu sosial dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian
manusia dalam masyarakat dan agama, sehingga mampu menghadapi masalah dalam
bermasyarakat. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali
akal dan nafsu perlu membekali diri dengan agama supaya menjadi manusia yang lebih
baik bagi sesama manusia berkelompok atau bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial atau bermasyarakat butuh individu atau manusia
lain karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang lain .manusia perlu
bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu sama lain dalam
kelompok sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup nya dan untuk
berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki
potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa
eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa
nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi
takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka
prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi
oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main
judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan
agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self
contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama
1.2. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang
dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris
yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
2
3
d) Menurut Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu
ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi
e) Menurut Emile Durkheim, masyarakat merupakan suau kenyataan objektif
pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
f) Menurut Paul B. Horton & C. Hunt, masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup
lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta
melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia
tersebut
1). Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang
religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan
mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
2). Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini
menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan,
perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal,
tidak bersifat publik dan relatif spontan.
3). Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama
mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada
suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif
tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang
supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
4). Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang
bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok
keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan
mereka.
5). Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu
dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan
kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila
dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan
manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah
keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk
memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya,
tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa
aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi
sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial,
merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga,
kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-
keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban
ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
9
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama
tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad
Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci
Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan
Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai
“segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar
ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-
ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi.
Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat),
dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman
beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas,
produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional.
Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan
Dalam sebuah lingkungan masyarakat, setiap individu memiliki suatu kepercayaan atau
biasa disebut agama yang mereka anut. Ragamnya bermacam-macam dan di Indonesia
sendiri hanya 5 agama yang bisa kita katakan ‘di ijinkan’ oleh setiap warga negaranya
untuk di anut. Terlepas dari seberapa banyaknya orang menganut suatu kepercayaan, ada
baiknya kita telaah sedikit mengenai arti dari kata ‘agama’ itu sendiri.
Agama, yang asalnya dari bahasa sansekertera berarti tradisi sedangkan kata lain yang
bisa menggambarkan arti dari kata ‘agama’ adalah religi yang berasal dari bahasa latin
‘religio’ dan berakar pada kata kerja ‘re-ligare’ yang berarti mengikat diri dan dari semua
kata lain yang tadi disebutkan, semuanya bermaknakan akan pengikatan diri kita kepada
Tuhan YME.
4) Karena agama memberikan bimbingan rohani manusia baik dikala suka, maupun dikala
duka
Setiap individu yang beragama, meskipun berbeda keyakinan namun pada dasarnya
hakikat setiap agama itu sama, yaitu setiap agama merupakan jawaban dari segala masalah
yang entah itu ringan atau berat yang tidak bisa mereka tanggung atau mereka pecahkan
sehingga hanya dengan berdoa kepada Tuhan yang mereka anut yang bisa mereka lakukan
selama mereka tetap taat dalam menjalankan ibadahnya serta tidak melupakanNya.
Namun terlepas dari hubungan antara agama dan masyarakat yang memang tidak bisa
dilepaskan begitu saja, agama bisa menjadi faktor konflik yang sering terjadi dikalangan
masyarakat. Disatu sisi, agama yang dianutnya merupakan keyakinan yang bermoral
sedangkan disatu sisi yang tidak menganut keyakinannya menganggap keyakinannya
menjadi sumber konflik. John Effendi menyatakan bahwa agama pada satu waktu mampu
memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persaudaraan serta persatuan,
namun pada satu waktu yang lain agama bisa menjadi sesuatu yang menyebabkan konflik,
bahkan tak jarang, seperti yang dicatat dalam sejarah, dapat menimbulkan peperangan.
Fakta yang terjadi dalam masyarakat adalah ‘Masyarakat’ menjadi media yang paling
sering dijadikan tempat untuk menyebarkan berbagai macam konflik dan salah satunya
adalah agama.
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah
mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda
manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan
emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan
kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban
tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu
11
yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di
dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau
tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional,
malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran
yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan
ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang
bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang
bersifat integratif.
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin
adanya konsensus dalam masyarakat.
pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat.
Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok
pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi
pemeluk agama lain
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Agama merupakan suatu kebutuhan dasar setiap manusia, munculnya berbagai
perasaan dalam diri manusia yang bersifat khayali dan imajiner, menjadi modal dasar bagi
pertumbuhan dan perkembangan suatu agama atau kepercayaaan. Agama muncul dari
adanya kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap suci dan menempati
berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang akhirnya suatu agama atau kepercayaan
dapat melekat dan mengambil peranan penting pada seorang individu atau masyarakat.
3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa
memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
14
DAFTAR PUSTAKA