Anda di halaman 1dari 17

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Antropologi Agama Mariatul Asiah, S.Ag, MA.

TEORI ASAL USUL AGAMA

Retno Azzahra Salwa Dina : 200103030052


Novitasari : 210103030006

Ahmad Hadi Irpana : 210103030011

Rahmadalia : 210103030175

Armiah : 210103030209
Chairico Ilhami : 210103030210

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
BANJARMASIN
2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang kompleks dan memiliki

kemampuan untuk berpikir, merasa, dan merenungkan makna eksistensi

mereka. Agama sering kali muncul sebagai upaya manusia untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul, makna, tujuan, dan takdir dalam

kehidupan. Agama telah menjadi bagian integral dalam sejarah dan budaya

manusia selama ribuan tahun. Agama-agama berperan dalam pembentukan

norma sosial, nilai, hukum, dan praktik-praktik ritual dalam masyarakat.

Beberapa teori tentang asal usul agama dapat dianalisis dari sudut

pandang ilmiah. Ilmu pengetahuan seperti antropologi, sosiologi, psikologi,

dan sejarah agama memainkan peran dalam menyelidiki agama dari

perspektif yang lebih objektif. Agama juga sering menjadi penyebab

konflik dan ketegangan di dunia, tetapi juga dapat menjadi sumber

perdamaian dan toleransi. Mempahami asal usul agama membantu dalam

menghadapi konflik dan mempromosikan dialog antaragama. Pemikiran

filosofis dan intelektual berkaitan dengan agama telah memainkan peran

dalam membentuk keyakinan dan pandangan dunia individu dan

masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja teori asal usul agama secara umum?

2. Bagaimana teori asal-usul agama menurut pandangan para ahli

1
antropologi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui teori asal usul agama secara umum.

2. Mengetahui bagaimana pandangan para ahli antropologi mengenai

teori asal usul agama.

2
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Teori Asal Usul Agama

1. Pengertian Agama

Istilah agama apabila ditinjau dari sudut padang bahasa Indonesia,

maka kata agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa Sanskerta

yang terdiri dari dua suku kata yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau,

agama berarti tidak kacau. 1 Jadi, secara linguistik kebahasaan agama dapat

diartikan bahwa suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak

kacau. Sedangkan kata religi yang terambil dari bahasa Inggris yaitu religion

yang berarti mengumpulkan atau mengikat. 2 Hal ini dapat dimaksudkan

sekumpulan manusia yang diikat oleh suatu ikatan itulah yang disebut religi

atau agama.

Agama didefinisikan dengan perasaan, tindakan, dan pengalaman

individu-individu dalam kesepiannya, sepanjang mereka melihat dirinya

berhadapan dalam hubungan dengan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan.3

Agama adalah sistem kepercayaan pada kuasa Illahi atau di atas manusia,4 dan

1
ahmad Asir, “Agama Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Umat Manusia,” Jurnal
Penelitian Dan Pemikiran Keislaman 1, no. 1 (2014).
2
A. B. Takko Bandung, “Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-
Sosiologi,” Jurnal “Al-Qalam” 15, no. 24 (2009).
3
Bandung.
4
Silvia Estefina Subitmele, “Agama adalah Sistem Kepercayaan, Ketahui Fungsi
dan Tujuannya dalam Masyarakat,” Liputan6, diakses 6 November 2023,
https://www.liputan6.com/hot/read/5233362/agama-adalah-sistem-kepercayaan-
ketahui-fungsi-dan-tujuannya-dalam-masyarakat.

3
praktik atau pemujaan atau ritual lainnya yang diarahkan kepada kuasa tersebut.

Agama adalah lembaga yang terdiri dari interaksi yang terpola secara kultural

dengan wujud di atas manusia yang diasumsikan secara kultural pula.5

Koentjaraningrat yang merupakan antropolog terkenal di Indonesia,

dalam melihat agama menegaskan bahwa ada lima komponen agama, antara

lain:6

2. Emosi Keagamaan

Emosi keagamaan adalah suatu keinginan dalam jiwa manusia yang

dapat memotivasi ia untuk melakukan aktivitas keberagamaan. 7 Emosi

keagamaan ini tidak selalu ada dalam diri setiap manusia, terkadang hanya

sekejap saja. Untuk dapat bertahan, maka harus dipelihara dengan cara

melakukan kontraksi masyarakat, berupa upacara.

3. Sistem Keyakinan

Sistem kepercayaan agama dapat mendorong orang berperilaku serba-

agama. 8 Pikiran dan gagasan manusia, yang menyangkut keyakinan dan

konsepsi manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam gaib

(kosmologi), tentang terjadinya alam dan dunia (kosmogoni), tentang zaman

akhirat, tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam,

5
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Mizan
Pustaka:Bandung, 2005), hal. 23
6
Takko Bandung, “Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-Sosiologi”,
Jurnal Al-Qalam, Vol. 15, No. 24, Juli – Desemeber 2009, 453.
7
bandung, “Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-Sosiologi.”
8
Subitmele, “Agama adalah Sistem Kepercayaan, Ketahui Fungsi dan Tujuannya
dalam Masyarakat.”

4
dewa-dewa, roh jahat, hantu, dan mahluk-mahluk halus lainnya. Dalam artian

bahwa tidak satu pun disebut agama jika tidak memiliki kepercayaan terhadap

kekuatan yang bersifat supernatural dan mewujudkan upacara amal sebagi

manifestasi dari suatu kepercayaan.

4. Sistem Ritus dan Upacara

Sistem ritus atau upacara amal dalam suatu agama berwujud aktivitas

dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan,

Dewa- dewa, roh-roh nenek moyang, atau mahluk halus lainnya, dan dalam

usahanya berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni gaib lainnya. Semua

kelakuan agama tergambar dengan nampak jelas dalam ritual-ritual. Begitu

juga halnya dengan nilai keyakinan terhadap suatu agama dinampakkan dalam

upacara amal atau ritual agama itu sendiri.

5. Peralatan Ritus dan Upacara

Dalam setiap pelaksanan upacara amal biasanya sejumlah peralatan

upacara keagamaan digunakan dan perkara ini menjadi komponen imperatif

dalam suatu agama. Peralatan itu terdiri dari tiga bahagian, pertama, bahagian

peralatan yang menjadi tempat upacara itu dilaksanakan, seperti masjid, balai,

gereja, dan lain sebagainya. Kedua, bahagian peralatan yang digunakan pada

masa upacara dilakukan, seperti alat bunyi-bunyian, makanan yang berupa

sesaji dan peralatan lainnya yang dianggap sakral dalam upacara itu. Ketiga

adalah bahagian peralatan yang berupa pakaian yang dikenakan oleh seluruh

peserta upacara baik lelaki maupun perempuan.

6. Umat Agama

5
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa secara antropologi atau

sosiologi, kesatuan sosial yang bersifat ummat agama dapat berwujud sebagai:

1) keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan yang lain, 2) kelompok

kekerabatan yang lebih besar, seperti keluarga luas klen, gabungan klen, suku,

marga dan lain-lain, 3) kesatuan komuniti, seperti desa, gabungan desa, dan

lain-lain, serta 4) organisasi atau gerakan agama, seperti organisasi penyiaran

agama, organisasi sangha, organisasi gereja, parti politik yang berideologi

agama, gerakan agama, dan lain-lain.9

a. Teori Asal Usul Agama

Latar belakang lahirnya agama karena adanya keresahan dalam diri

manusia mengenai suatu permasalahan yaitu ketika manusia menganggap

bahwa adanya kekuatan yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan

kekuatan yang sudah dimiliki manusia yaitu kekuatan yang dimiliki oleh alam,

baik berupa laut, gunung, langit dan sebagainya. Hal ini membuat manusia

mencari lebih dalam lagi dari mana kekuatan alam ini berasal. Dan ketika

manusia belum mampu mengkajinya maka mereka mulai menyembah objek-

objek alam tersebut, mereka berpendapat bahwa alam memiliki kekuatan yang

luar biasa kuatnya, sehingga agama muncul menjadi sarana bagi manusia untuk

mendekatkan diri pada kekuatan supranatural.10

9
Bandung, “Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-Sosiologi.”
10
Gunawan Adnan, Sosiologi Agama: Memahami Teori dan Pendekatan (Banda
Aceh: Penerbit Ar-raniry Press, 2020). hal.

6
Di dalam setiap agama selalu ada pengalaman keagamaan yang disebut

religius eksperience, dan merupakan gambaran yang umum sekaligus khas bagi

setiap agama. Dengan siapa manusia berhubungan dalam mencurahkan rasa

batin ini kepada obyek tertentu yang disebut dengan Adi Kodrati. Sesuatu yang

dianggap luar biasa, ini merupakan inti dan tujuan yang ingin dicapai oleh

setiap orang yang beragama, yang sering dinamakan dengan TUHAN. Di

dalam setiap pemeluk agama, manifestasi Tuhan tersebut berbeda-beda.

Manifestasi Tuhan tersebut termasuk Monotheisme, Politeisme, dan

Henotheisme. Dalam Monotheisme, Tuhan adalah Zat Maha Tinggi yang

disembah eksplisit, sedangkan Politeisme mengakui banyak dewa dengan

kekuasaan terbagi. 11 Henotheisme melibatkan penghormatan kepada dewa

individual sebagai Dewa Tertinggi.

Meskipun variasi dalam keyakinan, dalam ritual berdoa dan ibadah,

fokus tetap pada Tuhan Yang Maha Tinggi, mengesampingkan apakah itu

Monotheisme atau Politeisme. Manusia percaya ada kekuatan di atas mereka

yang mempersembahkan kurban dan berdoa, dan itu adalah satu-satunya Tuhan.

Dhavamony berpendapat bahwa keyakinan pada kekuatan Tertinggi adalah

universal dalam mental manusia, termanifestasi dalam tindakan spiritual

mereka, meskipun keyakinan mereka beragam. Semua keyakinan ini mengarah

pada penyembahan kekuatan tak terbatas.12

11
Serafica Gischa, “Apa itu Monoteisme, Politeisme, dan Ateisme?,” Kompas.com,
diakses 6 November 2023, https://www.kompas.com/skola/read/2022/04/22/174007369/apa-
itu-monoteisme-politeisme-dan-ateisme?page=all.
12
Sardjuningsih, Teori Agama: Dari Hulu Hingga Hilir (Kendiri: Stain Kediri
Press, 2013), hal. 51-53.

7
Adapun teori-teori terpenting tentang asal mula dan inti religi, maupun

masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama

itu, tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan

yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia

melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari

hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para

ahli pikir sejak lama. Adapun mengenai soal itu ada berbagai pendirian dan

teori yang berbeda-beda. Teori-teori yang terpenting adalah :

1). Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi

karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.

2). Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi

karena manusia mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat

diterangkan dengan akalnya.

3). Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi

dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka

waktu hidup manusia.

4). Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena

kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam

sekelilingnya.

5). Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena

suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia

sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga

masyarakatnya.

8
6). Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena

manusia mendapat suatu firman dari Tuhan.

Selain itu, terdapat dua kelompok besar yang mencoba merumuskan

teori ini. Satu kelompok melihat asal usul agama dari perspektif antropologi,

yang sangat terkait dengan kajian antropologi agama. Kelompok lain

melihatnya dari perspektif kajian perbandingan agama. Keduanya memiliki

teori-teori yang menggambarkan asal usul agama. 13 Untuk itu, disini akan

diuraikan tentang teori yang diungkapkan oleh masing-masing kedua

kelompok besar tersebut:

1. Animisme

Animisme mengacu pada ajaran tentang realitas jiwa. Ini adalah

pandangan bahwa nyawa atau jiwa adalah kekuatan hidup yang dapat ada di

berbagai entitas, termasuk manusia, binatang, dan tumbuhan. Dalam

pandangan primitif, nyawa adalah suatu daya kekuatan hidup yang dapat

tinggal di dalam berbagai entitas dan tidak selalu terkait dengan tubuh manusia.

Dalam pemikiran primitif, nyawa juga dianggap sebagai "zat nyawa" yang

memiliki daya kekuatan.

2. Teori Kekuatan Luar Biasa

Teori ini mengatakan bahwa agama muncul karena manusia

menghadapi peristiwa dan gejala alam yang dianggap luar biasa. Manusia

13 Agus Miswanto, “AGAMA: TEORI TENTANG ASAL-USUL DAN


KELAHIRAN AGAMA,” diakses 6 November 2023,
https://agusnotes.blogspot.com/2015/04/agama-teori-tentang-asal-usul-dan.html.

9
mengembangkan kepercayaan kepada kekuatan supernatural atau makhluk

halus untuk menjelaskan fenomena ini.

3. Teori Batas Akal

Menurut teori ini, manusia menggunakan kekuatan sihir atau ilmu gaib

untuk mengatasi masalah yang melampaui pemahaman akal mereka. Ketika

usaha dengan sihir tidak berhasil, manusia mulai percaya bahwa ada makhluk

halus yang lebih berkuasa.

4. Teori Masa Krisis

Teori ini mengatakan bahwa manusia mengalami krisis yang

menakutkan dalam kehidupannya, seperti sakit atau kematian. Untuk

mengatasi krisis ini, manusia mengembangkan upacara-upacara keagamaan.

5. Teori Sentimen Kemasyarakatan

Teori ini berfokus pada perasaan cinta, bakti, dan keterikatan dalam

masyarakat yang memicu emosi keagamaan. Upacara-upacara keagamaan

muncul sebagai cara untuk merawat dan menguatkan emosi keagamaan ini.

6. Teori Firman Tuhan

Teori ini mengatakan bahwa agama berasal dari wahyu Tuhan kepada

manusia. Andrew Lang dan Wilhelm Schmidt mengemukakan bahwa

kepercayaan kepada satu Tuhan telah ada sejak zaman purba.14

b. Pandangan Teori Asal Usul Agama Menurut Tokoh Antropologi

14
Ahmad Zarkasi, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Idea Press, 2020). hal. 7-16.

10
Dalam literature antropologi, kita bisa menemukan beragam teori dan

pembahasan yang menjelaskan mengenai keberadaan serta perkembangan dari

agama, teori dan pembahasan tersebut dikemukakan oleh beberapa tokoh dan

sampai sekarang ini masih sering dipakai sebagai rujukan dalam kajian agama

dan sosiologi. Para tokoh-tokoh tersebut diantaranya;

1. Edward B. Tylor (1832-1917).

Menurut Tylor dalam teori asal usul agama, disebutkan agama adalah

sebuah kesadaran manusia terhadap jiw. 15


Kesadaran tersebut

ditranformasikan menjadi sebuah keyakinan manusia kepada makhluk atau

hal-hal yang gaib yang dipercayai mampu berbuat sesuatu yang tidak mampu

dilakukan oleh manusia, sehingga sesuatu yang gaib itu dijadikan objek

penghormatan dan penyembahan dengan disertai ritual doa, sajian atau korban.

Taylor juga berpendapat bahwa agama yang ada pada manusia mengalami

perkembangan dari animesme, tetonisme sampai ke fetishisme, bentuk-bentuk

ekpresi kepercayaan ini teraktualkan dalam bentuk pemujaan manusia terhadap

alam seperti pepohonan, sungai, batu dan lain-lain, ataupun juga dalam bentuk

pengorbanan-pengorbanan yang ditujukan kepada kekuatan supranatural

lainnya.

2. Sir Jhon Lubbock (1834 – 1913).

Jhon menyatakan pertama kali agama berasal dari Atheisme,

alasannya karena sistem keyakinan yang telah ada saat itu belum terdapat

15
chromeextension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://digilib.uinsa.ac.id/1
5952/5/Bab%202.pdf, Diakses pada 6 November 2023.

11
mitos-mitos ataupun bentuk kepercayaan tertentu.16 Namun tesis dari Lubbock

ini dianggap kurang komprehensif dalam menerangkan tingkatan-

tingkatannya.17

3. Andrew Lang (1844 – 1912).

Lang tokoh yang banyak dijadikan referensi di kalangan sosiolog.

Lang menyatakan bahwa dalam masyarakat primitive agama bukan berasal

atau dimulai dari keyakinan animisme ataupun atheisme, melainkan dari

keyakinan meraka akan adanya keberadaan dewa-dewa tertinggi, dia

mengatakan bahwa masyarakat primitif meyakini adanya suatu wujud tertinggi

dan abadi dalam kehidupannya, mereka mewujudkan keyakinan tersebut

dengan melakukan penyembahan terhadap para dewa.

Dari ketiga pemikir antropolog tadi, bisa disimpulkan bahwa

munculnya keyakinan manusia pada agama di karenakan beberapa faktor.

Pertama, adanya kepercayaan manusia terhadap siklus kehidupan yang terus

berputar mulai dari awal kehidupan hingga menuju kepada kematian. Kedua,

kerisauan manusia terhadap adanya zat yang maha tinggi yang mengatur semua

kehidupan di alam ini. Ketiga, kerisauan manusia terhadap kekuatan luar biasa

yang berada di luar jangkauan manusia itu sendiri.

16
https://www.theosthinktank.co.uk/comment/2018/05/04/john-gray-atheisms-
and-the-truth-about-christianity, Diakses pada 6 November 2023.
17
https://www.studocu.com/id/document/universitas-andalas/agama-konflik-dan-
gerakan-keagamaan/sosiologi-agama/45821647, Diakses pada 6 November 2013.

12
KESIMPULAN

Makalah ini membahas perkembangan teori asal usul agama dan

pandangan tokoh antropologi terkait dengan asal usul agama. Terdapat lima

komponen utama dalam agama, termasuk emosi keagamaan, sistem keyakinan,

sistem ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara, serta umat agama.

Koentjaraningrat menekankan bahwa agama adalah sistem kepercayaan pada

kuasa Illahi atau yang di atas manusia, dengan praktik pemujaan atau ritual

yang ditujukan kepada kuasa tersebut.

Dalam teori asal usul agama, terdapat beberapa pandangan yang

berbeda, antara lain:

1. Animisme: Mempercayai bahwa jiwa atau nyawa adalah kekuatan

hidup yang ada dalam berbagai entitas, termasuk manusia, binatang,

dan tumbuhan. Ini adalah pandangan bahwa nyawa adalah kekuatan

hidup yang dapat ada di berbagai entitas, termasuk manusia, binatang,

dan tumbuhan.

2. Teori Kekuatan Luar Biasa: Manusia mengembangkan kepercayaan

kepada kekuatan supernatural atau makhluk halus untuk menjelaskan

fenomena alam yang dianggap luar biasa.

3. Teori Batas Akal: Manusia menggunakan sihir atau ilmu gaib untuk

mengatasi masalah yang melampaui pemahaman akal mereka,

sehingga mulai percaya pada makhluk halus.

13
4. Teori Masa Krisis: Manusia mengembangkan upacara keagamaan

sebagai cara menghadapi krisis dan peristiwa penting dalam hidup

mereka, seperti sakit atau kematian.

5. Teori Sentimen Kemasyarakatan: Fokus pada perasaan cinta, bakti,

dan keterikatan dalam masyarakat yang memicu emosi keagamaan

dan menciptakan upacara-upacara keagamaan.

Dalam pandangan tokoh antropologi, seperti Edward B. Tylor, agama

muncul karena kesadaran manusia akan jiwa dan transformasinya menjadi

keyakinan terhadap makhluk atau hal-hal gaib. Jhon Lubbock menyatakan

bahwa agama berasal dari Atheisme, sementara Andrew Lang berpendapat

bahwa agama muncul dari keyakinan akan adanya dewa-dewa tertinggi.

Kesimpulannya, agama memiliki banyak asal usul yang berbeda-beda

tergantung pada pandangan dan teori yang digunakan. Namun, dalam banyak

teori, ada kesamaan dalam pemahaman bahwa agama muncul sebagai cara

manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang melibatkan kekuatan

luar biasa, keberadaan dewa, dan penyembahan terhadap entitas supernatural.

Meskipun berbagai pandangan dan teori ini ada, agama tetap menjadi aspek

penting dalam kehidupan manusia dan memiliki dampak yang besar dalam

berbagai aspek budaya dan sosial.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Gunawan. (2020). Sosiologi Agama: Memahami Teori dan Pendekatan,

Banda Aceh: Penerbit Ar-raniry Press.

Asir, Ahmad. “Agama Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Umat Manusia.”

Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Keislaman 1, no. 1 (2014).

Bandung, A. B. Takko. “Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-

Sosiologi.” Jurnal “Al-Qalam” 15, no. 24 (2009).

chromeextension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://digilib.uinsa.ac.i

d/15952/5/Bab%202.pdf, Diakses pada 6 November 2023.

Estefina Subitmele, Silvia “Agama adalah Sistem Kepercayaan, Ketahui

Fungsi dan Tujuannya dalam Masyarakat,” Liputan6, diakses 6

November 2023,

Gischa, Serafica. “Apa itu Monoteisme, Politeisme, dan Ateisme?”

Kompas.com. Diakses 6 November 2023.

https://www.kompas.com/skola/read/2022/04/22/174007369/apa-itu-

monoteisme-politeisme-dan-ateisme?page=all.

Miswanto, Agus. “Agama: Teori Tentang Asal-Usul Dan Kelahiran Agama.”

Diakses 6 November 2023.

https://agusnotes.blogspot.com/2015/04/agama-teori-tentang-asal-usul-

dan.html.

Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Mizan

Pustaka:Bandung, 2005), hal. 23

Subitmele, Silvia Estefina. “Agama adalah Sistem Kepercayaan, Ketahui

15
Fungsi dan Tujuannya dalam Masyarakat.” Liputan6. Diakses 6

November 2023.

Sardjuningsih, Teori Agama: Dari Hulu Hingga Hilir (Kendiri: Stain Kediri

Press, 2013), hal. 51-53.

https://www.liputan6.com/hot/read/5233362/agama-adalah-sistem-

kepercayaan-ketahui-fungsi-dan-tujuannya-dalam-masyarakat.

16

Anda mungkin juga menyukai