ABSTRAK
A. PENDAHULUAN
Agama merupakan hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Manusia membutuhkan agama karena lemah dan memiliki banyak keterbatasan.
Manusia memerlukan sosok yang kuat di atas segalanya sebagai tempat
bersandar yaitu Tuhan (Allah Swt). Karena keterbatasan manusia mencakup
semua aspek terutama yang berkaitan dengan spiritual dan metafisik, manusia
mencari sumber yang dianggap akurat, yaitu agama.
50} Vol. 9, No. 01, Januari 2023
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Agama
Secara sederhana pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologi) dan sudut istilah (terminologi). Pengertian agama dari sudut
kebahasaan akan sangat mudah diartikan dari pada pengertian dari sudut
istilah, karena pengertian dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan
subyektivitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak
mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik mendefenisikan
agama.
Rasionalitas Urgensi Beragama Bagi Manusia {51
Agama memilik arti penting bagi manusia agar tidak tersesat di dalam
menjalani kehidupan di dunia. Agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
kepada Tuhan yang Maha Kuasa (Allah Swt), tata peribadatan dan tata kaidah
yang bertalian erat dengan pergaulan antara manusia dengan sesama manusia
serta lingkungannya dengan kepercayaan itu.1
Definisi lain menyebutkan bahwa kata “agama” berasal dari bahasa
Sanskrit “a” yang berarti "tidak" dan “gama ” yang berarti "pergi", tetap
ditempat, diwarisi turun temurun dalam kehidupan manusia.2 Dalam hal ini,
ternyata agama memang mempunyai sifat seperti itu.
Siti Galzaba memberikan definisi bahwa agama ialah kepercayaan
kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk
ritus, kultus, dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan dokrin
tertentu. Karena dalam definisi yang dikemukakan di atas terlihat kepercayaan
yang diungkapkan dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba
mengemukakan definisi agama Islam, yaitu kepercayaan kepada Allah Swt
yang direalisasikan dalam bentuk peribadatan, sehingga membentuk Taqwa
berdasarkan al-Quran dan Sunnah.3
Selanjutnya, definisi sebagai suatu peraturan tuhan yang mendorong
jiwa seseorang yang mempunyai akal dengan kehendak dan pilihannya sendiri
mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 4
1979), hal. 9.
3Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, (Jakarta:
121.
52} Vol. 9, No. 01, Januari 2023
adanya hubungan yang baik dengan dengan kekuatan gaib, respon yang bersifat
emosional dan adanya yang dianggap suci. Keempat aspek pemasyarakatanya,
yaitu disampaikan secara tutun-temurun dan diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya, dan kelima aspek sumbernya, yaitu kitab suci.
2. Perlunya Agama Bagi Manusia
Manusia terdiri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani dan secara
otomatis kedua unsur tersebut memiliki kebutuhan sendiri. Kebutuhan jasmani
dipenihi oleh sains dan teknologi, sedangkan kebutuhan rohani dipenuhi oleh
kebutuhan agama dan moralitas. Apabila kedua kebutuhan tersebut telah
terpenuhi, menurut agama, ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Bahkan agama menekankan bahwa kebahagiaan rohani itu lebih
penting dari kebahagiaan materi. Kebahagiaan materi menurut agama, bersifat
sementara dan akan mudah hancur, sedangkan kebahagiaan rohani bersifat
abadi.7 Maka terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia
terhadap agama, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Latar belakang fitrah manusia
Fitrah manusia dalam bentuknya yang murni, selaras dengan
hukum alam. Ia mempersembahkan diri, parsah dan tunduk kepada
Tuhannya, sepasrah dan setunduk segala sesuatu dan setiap yang
bernyawa. Maka setiap orang yang menyimpang dari hukum illahi, bukan
saja ia bertabrakan dengan alam, melainkan juga dengan fitrah yang ada
dalam dirinya. Akibatnya ia akan sengsara, gelisah, galau dan bingung.
Manusia kini dihadapkan dengan kekosongan jiwa. Jiwanya
kosong akan hakikat iman serta aturan illahi. Dan fitrahnya yang murni
tidak dapat bertahan lama dengan sesuatu yang hampa. Aturan illahi inilah
7Amsal Bahtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal.
254.
Rasionalitas Urgensi Beragama Bagi Manusia {55
8Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islami, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003),
hal. 20.
56} Vol. 9, No. 01, Januari 2023
Artinya:
"Mereka menanyakan engkau tentang roh. Katakanlah: Roh itu termasuk
urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit sekali. (QS. Al-
Ira': 85)
"Fitrah Allah, yang di atas fitrah itulah Allah menciptakan manusia tidak
ada perubahan bagi ciptaan Allah tersebut (Ar-Rum: 30).
menimbang solusi yang tepat. Langkah kelima; mengambil satu dari sekian
banyak solusi yang ada untuk dijadikan solusi akhir.
Langkah-langkah tersebut akan berjalan di dalam jiwa manusia
seakan ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Allah berfirman dalam
al-Quran, yang artinya; dan sesungguhnya kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikan dalam hatinya, dan kami
lebih dekat kepadanya lebih dari urat lehernya.11
Banyak unsur yang masuk ketika terjadi dialog dalam diri manusia,
kemudian jiwa akan mementukan kehendaknya dalam nenentukan pilihan
tertentu sehingga dalam diri manusia terdapat keinginan yang sangat kuat
untuk mendapatkan kehendaknya tersebut. Semua ini akan berlalu dengan
sangat cepat malalui rangkayan fisiologi, yaitu melalui rangkayan otak dan
jasad manusia, lalu lahirlah sebuah perbuatan. Perbuatan yang tidak
didasari oleh pemahaman agama tentu akan membawa manusia melebihi
sikap hewani, karena didasari oleh hawa nafsu dan bisikan syaitan.
13M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Peterjemah, Ahmad Rofi’
Utsman, (Bandung: Pustaka, 1985), hal. 72.
14Harun Nasution, Filsafat dan Mitisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
6) Berfungsi tranformatif
Ajaran agama dapat merubah kehidupan seseorang atau kelompok
menjadi kehidupan baru sesuai ajaran agama yang dianutnya.
Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang
dipeluknya itu kadang kala mampu mengubah kesetiaannya kepada
adat dan norma yang dianutnya sebelum itu.
7) Fungsi kreatif
Ajaran agama mendukung segalah usaha manusia bukan saja bersifat
ukhrawi melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha
manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama,
bila dilakukan dengan ikhlas karena Allah, tentu merupakan ibadah.
Ibadah tersebut ada yang bercorak ritual seperti shalat, puasa dan
sebagainya dan ada juga yang bercorak non ritual seperti gotong-
royong, menyantuni fakir miskin, membangun rumah sakit dan lain
sebagainya.15
15Muhammad Ali Qadir, Biologi Islam, Alih bahasa, Rusydi Malik, (Padang:
Al Hidayah, 1981), hal. 27.
64} Vol. 9, No. 01, Januari 2023
C. PENUTUP
Agama merupakan suatu kebutuhan dasar setiap manusia, munculnya
berbagai perasaan dalam diri manusia yang bersifat khayali dan imajiner, menjadi
modal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu agama atau kepercayaaan.
Agama muncul dari adanya kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu yang
dianggap suci dan menempati berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang
akhirnya suatu agama atau kepercayaan dapat melekat dan mengambil peranan
penting pada seorang individu atau masyarakat.
Fungsi agama bagi manusia merangkap fungsi dalam kehidupan individu
yang meliputi agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan, sarana untuk
70} Vol. 9, No. 01, Januari 2023
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, Juz I,
Mesir: Maktabah al Husaini, t.t.
Abubakar Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al-Quran,
Surabaya: Al-ikhlas, 1988.
Abuddin Natta, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 2012.
Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islami, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Amsal Bahtiar, Filsafat Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Departemen Agama, Al-Qurannul Karim dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro,
1995.
Elisabeth K. Nottingham, .Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi
Agama, Jakarta: Rajawali, 1985.
Harun Nasution, Islam Dilihat dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979.
----------------------, Filsafat dan Mitisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1973.
Muhammad Ali Qadir, Biologi Islam, Alih bahasa, Rusydi Malik, Padang: Al
Hidayah, 1981.
M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Peterjemah, Ahmad Rofi’ Utsman,
Bandung: Pustaka, 1985.
Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, Jakarta: Bulan
Bintang, 1978.