Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“AGAMA DAN AGAMA ISLAM”


DOSEN PENGAMPU : IMRAN S.Pd.I., M.Pd.

DI SUSUN:
KELOMPOK 2

Fera Periska (23690105004)


Ahmad Yani (23690105005)
Feni Febrianti (23690105006)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BONE

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari
makalah ini adalah Agama dengan Agama Islam.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Agama yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami
harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami khususnya dan pihak lain
yang berkepentingan pada umumnya.

Bone, 17 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Agama Islam...............................................................................3
B. Sumber Hukum Agama Islam.....................................................................14
C. Tujuan Agama Islam...................................................................................23
D. Ruang Lingkup Agama Islam.....................................................................23
E. Posisi Agama Islam.....................................................................................29
BAB III..................................................................................................................31
PENUTUP..............................................................................................................31
A. Kesimpulan.................................................................................................31
B. Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan yang pokok pada
perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan keghaiban yang tiada
terhingga luasnya, dan demikian memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam
semesta yang mengelilinginya. Pada tingkat masyarakat, agama merupakan faktor
harmoni dan disharmoni, pemersatu dan pemecah belah, perkembangan dan
pemandegaan. Agama lahir dan berkembang berdasarkan iman kepada tuhan.

Agama dalam bahasa indonesia mempunyai pengertian yang mencakup


semua agama. Dalam mendefinisikan pengertian agama, agama disebut sebagai
sebuah sistem yang menyatu mengenai kepercayaan dan peribadatan yang
berkaitan dengan benda-benda yang terpisah dan terlarang, kepercayaan-
kepercayaan dan peribadatan yang mempersatukan semua orang yang
menganutnya ke suatu komunitas moral.

Agama dapat didefinisikan dengan mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup
yang mengandung pengakuan pada sumber yang berada di luar diri manusia dan
yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. Agama pada dasarya
merupakan suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang memiliki
akal untuk memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendak sendiri, untuk
mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat.

Saat ini ada enam agama yang diakui di indonesia yakni agama Islam, agama
Kristen, agama Katolik, agama Hindu, agama Buddha dan agama Khonghucu.
Diantara keenam agama tersebut agama yang menjadi agama terbesar dan
terpopuler di Indonesia adalah agama Islam.

Berdasarkan latar belakang, penulis akan mengkaji lebih jauh mengenai


agama islam dalam makalah ini.

1
2

B. Rumusan Masalah
Untuk lebih jelas lagi tulisan ini, penulis perlu mengidentifikasi dan
merumuskan permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dari
pemaparan diatas maka permasalahannya sebagai berikut:

1. Pengertian agama Islam?


2. Sumber hukum agama Islam?
3. Tujuan agama Islam?
4. Ruang lingkup agama Islam?
5. Posisi agama Islam diantara agama-agama lain?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian:

1. Untuk mengetahui pengertian agama Islam


2. Untuk mengetahui sumber hukum agama Islam
3. Untuk mengetahui tujuan agama Islam
4. Untuk mengetahui ruang lingkup agama Islam
5. Untuk mengetahui posisi agama Islam diantara agama-agama lain
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama Islam
1. Konsep Agama

Tidak ada satupun definisi agama yang dapat diterima secara umum. Para
filosof, sosiolog, psikolog dan teolog telah merumuskan definisi tentang agama
menurut caranya masing-masing. Tidak adanya definisi agama yang dapat
diterima secara umum itu, antara lain dikarenakan memberikan definisi atau
pengertian agama itu merupakan hal yang cukup sulit, sebagaimana dijelaskan
Mukti Ali dalam ceramahnya berjudul "Agama, Universitas dan Pembangunan" di
IKIP Bandung pada tanggal 04 Desember 1971.

Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama karena pengalaman
agama itu adalah soal bathin dan subyektif, juga sangat individualistis ... Alasan
kedua ialah, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat
dan emosional lebih daripada membicarakan agama ... maka dalam membahas
tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga sulit memberikan arti
kalimat agama itu ... Alasan ketiga ialah, bahwa konsepsi tentang agama akan
dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian tentang agama itu.1

Para ahli telah banyak yang membuat definisi mengenai agama, di antaranya
ada yang mengemukakan bahwa agama identik dengan religion dalam bahasa
Inggris. Dalam arti teknis, kata religion (bahasa lnggris), sama dengan religie
(bahasa Belanda), din (bahasa Arab), dan agama (bahasa Indonesia). Kemudian,
baik religion (bahasa lnggris) maupun religie (bahasa Belanda), kedua-duanya
berasal dari bahasa induk kedua bahasa termaksud, yaitu bahasa Latin : "relegere,
to treat carefully, relegare, to bind together; atau religare, to recover". Religi
dapat juga diartikan mengumpulkan dan membaca. Agama memang merupakan
kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan, yang dibaca dari sebuah kumpulan

1
KONSEP AGAMA DAN ISLAM R. ABUY SODIKIN

3
4

berbentuk kitab suci. Ditinjau dari bahasa sanskrit, kata agama dapat diartikan
dari susunannya yaitu, a artinya tidak, dan gama artinya pergi, jadi tidak pergi.
Artinya tetap ditempat; diwarisi turun temurun. Dalam istilah Fachroed Din al-
Kahiri, agama diartikan dengan a berarti tidak, gama berarti kocar-kacir,
berantakan, chaos (Griek). Ini artinya tidak berantakan, tidak kocar-kacir. Ada
juga yang mengartikan agama itu teks atau kitab suci.

Secara terminologis, Harun Nasution2 memberikan definisi-definisi tentang


agama sebagai berikut:

1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus


dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di Iuar diri manusia dan yang mempengaruhi
perbuatan manusia.
4. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan
gaib.
5. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersum-
ber dari suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada alam
sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
Rasul.

2
ALQALAM 2 Vol. 20 No. 97 (April - Juni 2003)
5

Dari definisi-definisi di atas, tampaklah bahwa pengertian agama yang


disodorkan para ahli berbeda, sesuai pendekatan yang digunakan masing-masing.
Dalam hubungan ini, para filosof, sosiolog, psikolog dan teolog berbeda
pendapatnya mengenai agama, karena pendekatan mereka juga berbeda. Endang
S. Anshari 3 mengemukakan:

Sebagian filosof beranggapan bahwa religion itu adalah supertitious structure


of incoherent metafhisical nations; sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut
religion sebagai collective expression of human values; para pengikut Karl Max
mendefinisikan religion dengan the opiate of the people.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa tak ada batasan tegas mengenai religion,
yang mencakup berbagai fenomena religion itu. Walaupun agak mustahil
memberikan definisi yang sempurna tentang religion, namun ada bentuk-bentuk
yang mempunyai ciri-ciri khas dari aktivitas religion, yaitu: kebaktian; kebiasaan
antara sakral dengan yang profan; kepercayaan terhadap jiwa; kepercayaan
terhadap Dewa-dewa atau Tuhan; penerimaan atas wahyu yang supranatural; dan
pencarian keselamatan.

Harun Nasution4 mengemukakan unsur-unsur penting yang ada dalam agama,


yaitu sebagai berikut:

1. Kekuatan gaib. Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepada


kekuatan gaib tersebut sebagai tempat meminta tolong.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan hidupnya di
akhirat tergantung pada adanya hubungan dengan kekuatan gaib
dimaksud.
3. Respon yang bersifat emosional dari manusia.

3
KONSEP AGAMA DAN ISLAM 3 R. ABUY SODIKIN
4
ALQALAM 4 Vol. 20 No. 97 (April - Juni 2003)
6

4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib
dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan
dalam bentuk tempat-tempat tertentu.

Kemudian, mengenai pengertian religion dalam arti luas, menurut "Fveryman


's Fncyclopedia"' sebagaimana dikutip E.S. Anshari5 dapat didefinisikan sebagai
penerimaan atas tata aturan daripada kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi
daripada manusia itu sendiri. Selanjutnya, Anshari juga mengutip "Vergilius
Ferm" yang mengemukakan bahwa religion ialah seperangkat makna dan
kelakuan yang berasal dari individu-individu yang religius.

Poerwadarminta6 mengemukakan bahwa agama merupakan segenap


kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dsb) dan kebaktian serta kewajiban-kewajiban
yang bertalian dengan kepercayaan itu. Adanya kepercayaan ini sudah
berlangsung sejak lama, bahkan sejak zaman prasejarah. Sehingga, dalam
hubungan m1 para ilmuwan mengelompokkan agama itu menjadi empat
kelompok, sebagaimana dikemukakan oleh Farichin Chumaidy 7, yaitu: (1)
Agama-agama prasejarah, (2) agama-agama primitif, (3) agama-agama kuno, dan
(4) agama-agama yang masih dianut oleh penduduk dunia pada masa sekarang,
lebih populer dikenal dengan sebutan The World's Living Religions (RE. Hume)8.

Dalam Ensiklopedia Indonesia9 agama dapat diartikan sebagai berikut:

Agama (umum), manusia mengakui dalam agamanya adanya yang suci:


manusia itu insyaf, bahwa ada suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi
segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai asal atau khalik segala
yang ada. Tentang kekuasaan ini bermacam-macam bayangan yang terdapat pada
manusia, demikian pula cara membayangkannya. Demikianlah Tuhan dianggap
oleh manusia sebagai tenaga ghaib di seluruh dunia dan dalam unsur-unsurnya

5
KONSEP AGAMA DAN ISLAM 5 R. ABUY SODIKIN
6
ALQALAM 6 Vol. 20 No. 97 (April - Juni 2003)
7
KONSEP AGAMA DAN ISLAM 7 R. ABUY SODIKIN
8
KONSEP AGAMA DAN ISLAM 8 R. ABUY SODIKIN
9
KONSEP AGAMA DAN !SLAM 9 R. ABUY SODIKIN
7

atau khalik ruhani. Tenaga ghaib ini dapat menjelma antara lain dalam alam
(animisme), dalam buku suci( Torat) atau dalam manusia (Kristus).

Dari uraian tentang pengertian agama di atas, dapat ditarik kesimpulan


sementara bahwa agama pada dasarya merupakan suatu peraturan Tuhan yang
mendorong jiwa seseorang yang memiliki akal untuk memegang peraturan Tuhan
itu dengan kehendak sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagiaan
kelak di akhirat.

Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama, juga dikenal kata din dari
bahasa Arab. Din dalam bahasa Semit berarti Undang-undang atau hukum. Dalam
bahasa Arab, din berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan,
kebiasaan. Artinya agama memang mempunyai peraturan-peraturan yang harus
ditaati. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia
tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama.

Dalam pengertian di atas, terdapat kesejalanan dengan makna Islam sebagai


agama seperti yang diungkapkan al-Maududi10 bahwa, teryata dari segi hakikat,
Islam adalah agama semesta, karena Islam maknanya ialah berserah diri dan patuh
kepada perintah yang memberi perintah, dan larangan-Nya tanpa membantah,
sebagaimana tunduknya mahluk-mahluk lainnya, seperti bumi, bulan, matahari,
mereka itu adalah muslim.

Beberapa pengertian di atas, menunjukkan adanya persamaan antara agama


dan din. Walaupun ada yang membedakan antara dua jenis kata yaitu agama dan
Din, dalam risalah ini tetap memakai kedua-duanya dalam makna yang sama.
Penjelasan tersebut, diperkuat oleh pendapat E.S. Anshari 11 yang menyatakan
bahwa antara agama dan din memiliki makna yang sama. Menurutnya, baik
religion (religi), maupun Din, ataupun agama, masing-masing mempunyai riwayat
dan sejarahnya sendiri-sendiri. Namun dalam arti terminologis dan teknis, ketiga
istilah itu berisi makna yang sama.

10
ALQALAM 10 Vol. 20 No. 97 (April -Juni 2003)
11
KONSEP AGN-AA DAN ISLAM l1 R. ABUY SODIKIN
8

Dalam pandangan E.S. Anshari, apabila din itu khusus digunakan untuk Islam
saja, ataupun khas buat wahyun ilahiyun saja, hal tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara Diniyah (quraniyah) maupun secara ilmiah.
Untuk hal ini menurutnya, dapat diperhatikan QS. 109, al-Kafirun:6, dan QS. ash-
Shaf: 9.

Selain itu, ia juga menyarankan untuk memperhatikan pula bahwa,


perbandingan agama (comparative religion) dalam dunia ilmu pengetahuan
bahasa Arab disebut "muqoronatu 'l-Adyan". Dalam hubungan ini, adyan adalah
bentuk jama' daripada din. Dalam muqoronatul 'l-adyan tentunya yang dibahas
bukan hanya Dinul Islam, melainkan juga adyan (din-din) lainnya, seperti
Hinduisme, Buddhisme, Sintoisme, Yudaisme, Zoroastroianisme, Taoisme,
Confusianisme, dan lain sebagainya.

Pendapat tersebut bertentangan dengan pandangan Zainal Arifin Abbas yang


membedakan dua pengertian di atas, yaitu antara din dan agama. Adapun alasan
E.S. Anshari menolak pendirian Z. Arifin Abbas, yang mengutip Q.S. 3, Ali
Imran: 3, bahwa al-din (dipakai awalan al ) ditujukan kepada Islam saja. Menurut
Anshari, tidak dapat dibenarkan penambahan definite article al pada kata al-din
(ad-din), khusus tertentu kepada Islam. Menurutnya, dalam al-Qur'an kata din
(baik dengan maupun tanpa al) digunakan, baik untuk Islam maupun untuk din
pada umumnya.

E.S. Anshari dengan pendiriannya di atas, menunjukkan beberapa potongan


ayat dalam al-Qur'an. Umpamanya kata al-Haqq (pada Dinu ‘l-Haqqi)
sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an surat 61, as-Shaf:9; kata al-Qayyim (pada
Dinu 'l Qayyim) sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an surat 30, ar-Rum: ayat 30;
dan kata Allah (pada dinu 'l-Lah) sebagaimana terdapat dalam Q.S. 3, ali-Imran:
ayat 83.

Din (agama) adalah "keyakinan terhadap eksistensi (wu1ud) suatu dzat ghaib
yang Maha Tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki wewenang
untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia".
9

Keyakinan mengenai ikhwalnya akan memotivasi manusia untuk memuja dzat itu
dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukkan dan
pengagungan". Singkatnya, din adalah keyakinan (keimanan) tentang suatu Zat
Ketuhanan (Illahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah
(penyembahan).

Pengertian di atas adalah berdasarkan pengamatan dengan melihat" din dari


sisi kondisi kejiwaan (psikologis) yang berarti "keyakinan keagamaan". Adapun
jika kita melihat din dari sisi dimana ia merupakan suatu hakekat ekstemal, dapat
dikatakan bahwa din merupakan kumpulan hukum atau ketentuan-ketentuan
idealis yang mendeskripsikan sifat-sifat dari kekuatan mahiyah itu, dan kumpulan
kaidah-kaidah praktis yang menggariskan cara beribadah kepada-Nya.

Definisi di atas mencakup agama apa adanya, meskipun agama itu berdiri atas
dasar kemusyrikan dan keberhalaan. Hal itu karena al-Qur'an telah menamakan
din, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT yang artinya: "Untukmulah
agamamu, dan untukkulah agamaku" (AI-Kafirun: 6).

Selanjutnya, melengkapi uraian di atas, di sini dikemukakan pendapat Al-Jurjani


dalam At-Ta 'rifat sebagaimana dikutip Anshari1212. Al-Jurjani mengemukakan
mengenai persamaan dan perbedaan antara ad-Din pada satu pihak, dengan al-
Millah dan al-Madzhab pada Jain pihak. Menurutnya, baik ad-Din maupun al-
Millah dan al-Madzhab memiliki kesamaan dalam materinya. Perbedaaanya
terletak pada kesannya : "ad-din" dinisbahkan kepada Allah (umpamanya Dinu’l-
Lah (Din Allah), din yang diturunkan Allah); al-Millah Dinisbahkan kepada Nabi
tertentu, misalnya Millata Ibrahim; al-Madzhab dinisbahkan kepada mujtahid
tertentu, contohnya madzhab as-Syafi'i. Pendapat al-Jurjani m1 sepenuhnya juga
disetujui Maulana Muhammad Ali.

2. Makna Islam

12
ALQALAM 12 Vol. 20 No. 97 (April -Juni 2003)
10

Kata Dinul Islam berasal dari bahasa Arab Ad Din dan Al Islam. Ad Din
berarti agama, yakni peraturan hidup yang telah ditentukan Allah SWT

a. Al Milah, yakni peraturan tuhan yang dipakai sebagai pedoman


hidup manusia
b. Asy-Syari’ah, yakni hukum-hukum yang mengatur permasalahan
hidup manusia
c. Religion atau Religare yang berarti keterikatan atau kembali terikat

Prof. K.H.M Thaib Thahir Abd.Mun menjelaskan hubungan antara Ad Din,


Al-Millah, dan Asy-Syari’ah bahwa karena hukum-hukum itu wajib dipatuhi,
maka disebut Ad Din, karena hukum itu di catat dan dibukukan, maka dinamakan
Al Millah, dan karena hukum-hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan
Syara’(As Syari’ah).

Jadi Ad Din adalah suatu kebiasaan atau tingkah laku berupa ketaatan dan
kepatuhan kepada tuhan berdasarkan hukum-hukum Tuhan sebagai pedoman
hidup manusia.

Sedangkan kata Al-Islam (Islam) memiliki beberapa arti diantaranya:

A. Dari kata Aslama-Yuslimu-Islaman, berarti memelihara dalam keadaan


selamat, damai, sejahtera. (QS Al-Maidah:16). Maksudnya, Islam itu
mengajarkan perdamaian bagi umatnya dan dengan keadaan damai
tersebut, Islam akan menjadi petunjuk bagi manusia untuk memperoleh
keselamatan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
B. Dari kata “Salima-Yaslamu” yang berarti menyerah diri, taat, patuh,
tunduk. (QS Al-An’am:17). Maksudnya, orang yang telah menyatakan
dirinya untuk taat, patuh, dan berserah diri masuk islam (muslim) berarti
telah menyatakan dirinya untuk taat, patuh, dan berserah diri serta tunduk
kepada Allah SWT.

Dari dua kata asal tersebut, Islam berarti memelihara diri agar berada dalam
keadaaan selamat dan sejahtera dengan cara menyerahkan diri, taat dan patuh
serta tunduk kepada Allah untuk memperoleh kebahagiaan hidup dunia akhirat.
11

Orang yang mengaku dirinya beragama Islam hendaklah selalu taat, tunduk, patuh
serta menyerahkan diri sepenuh hati tanpa ragu dengan jalan melaksanakan apa
yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.

Ditinjau dari segi Terminologi, Dinul Islam Ad Din yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, yakni apa yang diturunkan Allah SWT dalam Al-Qur’an dan
yang tersebut dalam Sunah Shahih, berupa perintah-perintah, larangan-larangan,
dan petunjuk-petunjuk untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan akhirat. (Razak 1996). Jadi Dinul Islam tidaklah sama dengan agama
lain, yang diambil dari nama pendirinya seperti Budha, dan agama-agama lainnya,
tetapi Islam adalah agama yang langsung dari Allah lewat utusan-Nya Nabi
Muhammad SAW. Maka Islam bukan dari Muhammad SAW atau aliran
Muhammad seperti yang disebtu orang barat. Oleh karena itu Allah menerangkan
dalam firman-Nya beberapa Dinul Islam antara lain:

‫ِاَّن الِّدْيَن ِع ْنَد ِهّٰللا اِاْل ْس اَل ُم ۗ َو َم ا اْخ َتَل َف اَّل ِذ ْيَن ُاْو ُت وا اْلِكٰت َب ِااَّل ِم ْۢن َبْع ِد َم ا َج ۤا َء ُهُم‬
‫اْلِع ْلُم َبْغ ًيۢا َبْيَنُهْم ۗ َو َم ْن َّيْكُفْر ِبٰا ٰي ِت ِهّٰللا َفِاَّن َهّٰللا َس ِر ْيُع اْلِح َس اِب‬
Artinya: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih
orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu,
karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat
Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya”. (QS. Ali Imran:19)

‫َو َم ْن َّيْبَتِغ َغْيَر اِاْل ْس اَل ِم ِد ْيًنا َفَلْن ُّيْقَبَل ِم ْنُۚه َو ُهَو ِفى اٰاْل ِخَرِة ِم َن اْلٰخ ِس ِر ْيَن‬
Artinya: “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan
diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi”. (QS. Ali Imran:85)

3. Makna Agama Islam

Ada dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami pengertian agama Islam,
yaitu dari sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang
Islam itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menurut ilmu bahasa (etimologi), Islam berasal dari bahasa Arab yaitu kata
salima yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari asal kata itu dibentuk kata
aslama, yuslimu, Islaman, yang berarti memelihara dalam keadaan selamat
12

sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Seseorang
yang bersikap sebagaimana maksud pengertian Islam tersebut dinamakan muslim,
yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan
tunduk kepada Allah SWT. 13

Pengertian Islam yang demikian itu, sejalan dengan tujuan ajaran Islam, yaitu
untuk mendorong manusia agar patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga
terwujud keselamatan, kedamaian, aman, dan sentosa serta sejalan pula dengan
misi ajaran Islam yaitu menciptakan kedamaian di muka bumi dengan cara
mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan. Islam dengan misi
yang demikian itu ialah Islam yang dibawa oleh seluruh para Nabi, dari sejak
Adam AS hingga Muhammad SAW.14

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan
mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah dalam upaya
mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Hal
demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau
berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk
yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah
SWT.

Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-
ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul. Atau lebih
tegasnya lagi Islam adalah ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.15

Sedangkan pengertian Islam menurut Syekh Mahmud Syaltut yaitu agama


Allah yang diperintahkan untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturan-
peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskan untuk

13
Drs. Muhammad Alim, M. Ag, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran Dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. 2, hlm. 91.
14
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2017),
cet. 4, hlm. 27.
15
Drs. Muhammad Alim, M. Ag, op. cit., hlm. 92.
13

menyampaikan agama itu kepada seluruh manusia, lalu mengajak mereka untuk
memeluknya.16

Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah


agama perdamaian, dan dua ajaran pokoknya yaitu ke-Esaan Allah dan kesatuan
atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras
benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi
Allah, sebagaimana tersebut pada beberapa ayat kitab suci Al-Qur’an, melainkan
pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya kepada
undang-undang Allah, yang kita saksikan pada alam semesta.17

Dengan demikian, kata Islam secara istilah adalah mengacu kepada agama
yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah, bukan berasal dari manusia.
Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai utusan Allah untuk menyebarkan
ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama
Islam, Nabi terlihat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan contoh
praktiknya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan
kepada rasul-rasul-Nya untuk diajarkan kepada manusia. Dibawa secara berantai
dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dari satu angkatan ke angkatan
berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayah, dan petunjuk bagi manusia dan
merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah SWT.

Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya lebih lengkap dan sempurna


dibandingkan agama yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya. Jadi, agama Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah agama yang telah mencakup
semua ajaran yang dibawa oleh para Nabi terdahulu, dengan telah terlebih dahulu
disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Dengan demikian jika orang yang ingin

16
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan
Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), cet. 1, hlm. 40.
17
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Sudi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. 19,
hlm. 64.
14

mengetahui ajaran Islam yang yang dibawa oleh para Nabi terdahulu, maka ia
dapat mengetahui melalui ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

B. Sumber Hukum Agama Islam


1. Al-Qur’an
a. Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa (etimologi) Al-qur’an merupakan bentuk masdar (kata
benda) dari kata kerja Qoro’a yang bermakna membaca atau bacaan. Ada yang
berpendapat bahwa qur’an adalah masdar yang bermakna isim maf’ul,
karenanya ia berarti yang dibaca atau maqru’. Menurut para ahli bahasa, kata
yang berwazan fu’lan memiliki arti kesempurnaan. Karena itu Al-qur’an
adalah bacaan yang sempurna. Sedangkan pengertian menurut istilah
(terminologi) Al-qur’an adalah:” kitab Allah yang diturunkan kepada utusan
Allah, Muhammad SAW. Yang ter maktub dalam mushaf, dan disampaikan
kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan”.

Secara mutawatir, ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah


dan diakhiri dengan surah an-Nas. Membacanya berfungsi sebagai ibadah,
sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk
bagi umat manusia. Allah Swt. berfirman:

“Sungguh, al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus


dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan
kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S.
al-Isra/17:9)

Adapun pengertian Al-Qur’an dari segi istilah, para ahli memberikan definisi
sebagai berikut:

a. Menurut Manna’al-Qaththan, Al-Qur’an adalah kalamullah yang


diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah
ibadah.18

18
Prof. Dr. H..Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, op. cit., hlm. 68.
15

b. Menurut Al-Zarqani, Al-Qur’an adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW dari permulaan aurat Al-Fatihah sampai akhir surat an-
Nas.
c. Menurut Abduk Wahhab Khallaf, Al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui
malaikat Jibril dengan menggunakan lafal bahasa Arab dan maknanya
yang benar agar Al-Qur’an menjadi hujjah (dalil) bagi Rasul, bahwa ia
benar-benar menjadi Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia,
memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia
terhimpun dalam satu mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri
surat an-Nas, disampaikan secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik
secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian. 19

Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian Al-Qur’an diatas, maka


penulis menyimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara
mutawatir yang berisi petunjuk Ilahi dan yang membacanya termasuk ibadah.
Sebagai sumber ajaran Islam yang utama, Al-Qur’an diyakini dari Allah dan
mutlak benar. Keberadaan Al-Qur’an sangat dibutuhkan manusia. Pertama kali
turun di Mekkah, dan kemudian di Madinah. Proses ini berlangsung selama lebih
dari 22 tahun.20

b. Kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam

Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat


tinggi. Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua
persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Swt. dalam al-Qur’an:

19
s. Muhammad Alim, M. Ag, op. cit., hlm. 17
20
Muhammad Al-Buraey, Islam: Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan, (Jakarta:
Rajawali, 1986), terj, Achmad Nashir Budiman, cet. 1, hlm. 64.
16

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-


Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah Swt. (alQur’an) dan Rasul-Nya (sunnah), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa’/4:59)

Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan:

“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu


(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia
dan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau
menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang
yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105)

Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’an adalah
kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman. Al-Qur’an sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks
kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hukum-hukum
yang terdapat dalam Kitab

Suci al-Qur’an ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, dan ada
yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk
memahaminya.

c. Kandungan Hukum Dalam Al-Qur’an

Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an ke


dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut :

1) Akidah atau keimanan


Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di
dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib
yang terangkum dalam rukun iman (arkanul iman), yaitu iman kepada
Allah Swt. iman kepada malaikat, iman kepada kitab suci, iman kepada
17

para rasul, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qada dan qadar
Allah Swt.
2) Syari’at atau ibadah
Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang
berhubungan langsung dengan al-Khaliq (Pencipta), yaitu Allah Swt. yang
disebut ibadah maḥḍah, maupun yang berhubungan dengan sesama
makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu maḥḍah. Ilmu yang
mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.
a) Hukum ibadah
Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan
ibadah yang sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung
perintah untuk mengerjakan salat, haji, zakat, puasa, dan lain
sebagainya.
b) Hukum muamalah
Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dan
sesamanya, seperti hukum tentang tata cara jual beli dalam Islam,
hukum pidana, hukum perdata, hukum warisan, pernikahan,
politik, dan lain sebagainya.

Mengenai fungsi dan peran Al-Qur’an dalam kehidupan manusia yang utama
dan essensial, diantaranya yaitu:

a) Petunjuk kepada umat manusia ke jalan yang baik dan benar agar manusia
memperoleh kebahagiaan dalam menghadapi hidupnya.
b) Keterangan-keterangan, yaitu untuk memberikan keterangan, dalil-dalil,
penjelasan-penjelasan tentang segala sesuatu sehingga manusia memiliki
pedoman dan arahan yang jelas dalam melaksanakan tugas hidupnya
hidupnya sebagai makhluk Allah.
c) Sebagai kabar gembira dengan memberikan harapan-harapan masa depan
bagi orang-orang yang beriman kepada Allah.
d) Pengajaran dari Allah yaitu pengajaran yang dapat membimbing manusia
untuk mencari kebenaran.
18

e) Obat penyakit hati, yaitu penawar bagi hati yang gundah, dan jiwa yang
tidak tentram. Rahmat, yaitu karunia untuk umat manusia yang akan
memberikan kenikmatan hidup jasmaniah dan ruhaniah. 21

2. Hadist
a. Pengertian Hadits

Secara bahasa, hadis berarti perkataan atau ucapan. Sedangkan


menurut istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan
(takrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakan
sunnah. Namun demikian, ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah.
Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah
adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi
sumber hukum Islam.

Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas
beberapa bagian yang saling terkait satu sama lain. Bagian-bagian hadis
tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang


menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. sampai kepada kita
sekarang ini.
2) Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah
saw.
3) Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.
b. Kududukan Hadits
Sebagai Hukum Islam Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu
tingkat di bawah al-Qur’an. Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak
terdapat di dalam al-Qur’an, yang harus dijadikan sandaran berikutnya
adalah hadis tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt:

21
Ibid., hlm. 182.
19

“… dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia.


Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S.
al-Ḥasyr/59:7)
Demikian pula firman Allah Swt. dalam ayat yang lain:
“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia
telah menaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka
(ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi
pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisa’/4:80)
c. Fungsi Hadits Terhadap Ai-qur’an
Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. bertugas
menjelaskan ajaran yang diturunkan Allah Swt. melalui al-Qur’an kepada
umat manusia. Oleh karena itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan (bayan)
serta menguatkan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an.
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi empat
yaitu sebagai berikut.
1) Menjelaskan ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat umum
Contohnya adalah ayat al-Qur’an yang memerintahkan
salat. Perintah salat dalam al-Qur’an masih bersifat umum
sehingga diperjelas dengan hadis-hadis Rasulullah saw. tentang
salat, baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan rakaatnya.
Untuk menjelaskan perintah salat tersebut, misalnya keluarlah
sebuah hadis yang berbunyi, “Salatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku salat”. (H.R. Bukhari).
2) Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-qur’an
Seperti dalam al-qur’an erdapat ayat yang menyatakan,
“Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka
berpuasalah!” Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadis
yang berbunyi, “… berpuasalah karena melihat bulan dan
berbukalah karena melihatnya …” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3) Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-qur’an
20

Misal, dalam surat at-Taubah ayat 34 dikatakan, “Orang-


orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak
membelanjakannya di jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka
dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadis yang
berbunyi, “Allah Swt. tidak mewajibkan zakat kecuali supaya
menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)
4) Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-qur’an
Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat
hukumnya dalam al-Qur’an, diambil dari hadis yang sesuai.
Misalnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi
saudara perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah
hadis Rasulullah saw.:
Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dilarang
seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang
perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang
perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R.
Bukhari)
3. Ijtihad
a. Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad berasal bahasa Arab ijtahada – yajtahidu -ijtihadan
yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh
mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad
adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh
dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihad
dinamakan mujtahid.
b. Syarat-Syarat Berijtihad
Karena ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian
para mujtahid, dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan ulama
lainnya berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua
orang dapat melakukan ijtihad dan menghasilkan hukum yang tepat.
21

Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan


ijtihad.
a) Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
b) Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir,
usul fikih, dan tarikh (sejarah).
c) Memahami cara merumuskan hukum (istinbat).
d) Memiliki keluhuran akhlak mulia.
c. Kedudukan Ijtihad
Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al-
Qur’an dan hadis. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak
ditemukan hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis. Namun demikian,
hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-
Qur’an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:
“Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke
Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu
perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan
memutuskan menurut Kitabullah (alQur’an).” Lalu Nabi berkata, “Dan
jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal
itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut
Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika
engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz
menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran
sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi
bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada
utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R.
Darami)
Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seseorang yang berijtihad
sesuai dengan kemampuan dan ilmunya, kemudian ijtihadnya itu benar,
maka ia mendapatkan dua pahala, Jika kemudian ijtihadnya itu salah maka
ia mendapatkan satu pahala. Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis:
22

“Dari Amr bin As, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda,


“Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu persoalan,
ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila
dia berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu
pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
d. Bentuk-Bentuk Ijtihad

Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah


hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.

1) Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam
memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa
sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu Ilahi yang
berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-
Qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.
2) Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan atau menganalogikan
masalah baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’an atau hadis
dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis
karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah
mengharamkan hukum minuman keras selain khamar seperti
Brandy, Wisky, Topi Miring, Vodka, dan narkoba karena memiliki
kesamaan sifat dan karakter dengan khamar, yaitu memabukkan.
Khamar dalam al-Qur’an diharamkan, sebagaimana firman Allah
Swt: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman
keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib
dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatanperbuatan) itu agar
kamu beruntung.” (Q.S. al-Maidah/5:90)
e. Maslahah mursaliah
23

Maslahah mursallah artinya penetapan hukum yang


menitikberatkan pada kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki
dan universal terhadap syariat Islam. Misalkan, seseorang wajib
mengganti atau membayar kerugian atas kerugian kepada pemilik
barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan. 22

C. Tujuan Agama Islam


Allah mengutus Nabi dan Rasul untuk menyebarluaskan Agama Islam
dengan tujuan sebagai berikut:

a. Agar manusia senantiasa beriman


Iman menempati posisi tertinggi karena menuntun manusia untuk
merealisasikan segenap ajaran Allah. Iman mencakup 3(tiga) pokok,
yaitu keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan
dengan perbuatan (amal).
b. Agar manusia tetap Islam
Dinul Islam mengajarkan kepada manusia agar senantiasa dalam
kondisi Islam, yakni taat, patuh, dan tunduk serta berserah diri kepada-
Nya dengan landasan iman yang kokoh.
c. Agar mampu berbuat Ihsan
Iman sebagai landasan utama, Islam sebagai bentuk ketaatan atau sikap
untuk berbuat dan beramal, dan Ihsan merupakan pernyataan dalam
bentuk tindakan nyata. Ihsan mencakup 4(empat) hal, yakni ihsan
kepasa Allah, diri sendiri, sesama manusia, Ihsan terhadap makhluk
lain (lingkungan).

Ketiga tujuan Dinul Islam tersebut mengarah pada suatu tujuan pokok, yakni
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak.23

22
Urip, “Sumber Hukum Islam”, stai nida el edabi, 10 oktober 2021, ht t ps: / / mynida. stainidael
adabi . ac. i d/ asset / file_ tugas/ 1dbaf makalah sejarah pemikiran hukum islam dikonversi . pdf
23
“ Bab iii Agama dan Agama Islan”, Universitas Esa Unggul, ht t ps: / / l ms paralel . esaunggul .
ac. id/ plug in file. php? f i l e=%2F38695%2Fmod_ resource%2Fcont ent %2F5%2F3.
%20AGAMA%20DAN%20AGAMA%20I SLAM. docx
24

D. Ruang Lingkup Agama Islam


Agama Islam merupakan agama yang didalamnya mengandung berbagai
aspek ajarannya. Untuk mencapai tujuan agama Islam, maka dibentuklah
pengajaran yang berupa segi-segi yang bersangkut paut dengan duniawi dan segi-
segi berhubungan ukhrawi. Maka ruang lingkup agama Islam meliputi:

a. Hablum minallah, ( hubungan manusia dengan Tuhannya)


Hubungan ini bersifat vertical, mengatur hubungan manusia dengan
tuhannya, meliputi kepercayaan dan penyembahan. Oleh karena itu, islam
mengajarkan sistem iman dan sistem ibadah yang pertama disebut rukun
Iman, sedangkan yang kedua rukun Islam.
b. Hablum minannaas, (hubungan manusia dengan manusia dan alam
sekitar)
Hubungan ini bersifat horizontal, yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama manusia serta hubungannnya dengan alam
sekitar/lingkungan. Sebab itu, Islam mempunyai ajaran-ajaran tentang
sosial, ekonomi, politik, seni, budaya, pernikahan, warisan, peperangan,
kesehatan, dan lain sebagainya.

Dari dua sifat hubungan manusia tersebut, maka pembidangan Agama Islam
menurut Prof. Dr. Mahmud Syaltut dalam bukunya Al Islam Aqidah wa Syari’ah,
adalah bahwa Muhammad SAW menerima dari tuhannya dasar pokok ajaran
Islam menyangkut akidah dan syari’ahnya yaitu Al-Qur’an Karim, Al-Qur’an di
kalangan umat muslim merupakan sumber hukum utama untuk mengenal ajaran
pokok tentang islam. Dari Al-Qur’an itulah, diketahui bahwa Islam mempunyai
dua bidang utama dari ajarannya yang tidak ditemukan hakikatnya dan maknanya,
kecuali dalam jiwa dan kehidupannya, yaitu akidah dan ibadah.

Seluruh dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran Islam adalah penting dan tidak
bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, yaitu akidah, syariah, dan
akhlak.

a. Akidah
25

Kata akidah berasal dari kata 'aqada, yaqidu, aqdan atau aqidatan, yang berarti
mengikatkan. Sedangkan secara istilah, pengertian aqidah sering disamakan
dengan pengertian keimanan.

Sayid Sabiq dalam mendefinisikan aqidah atau keimanan, mengajukan enam


pengertian dari aqidah atau keimanan, yaitu:

a. Makrifat kepada Allah, makrifat dengan nama-nama-Nya yang tinggi.


b. Makrifat terhadap alam yang ada dibalik alam semesta ini.
c. Makrifat terhadap kitab-kitab Allah SWT.
d. Makrifat terhadap Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang dipilih Allah.
e. Makrifat terhadap hari akhir dan peristiwa yang berkaitan dengan itu
seperti kebangkitan dari kubur (hidup sesudah mati).
f. Makrifat terhadap takdir (qadha dan qadar).

Memperhatikan uraian diatas, tampaklah bahwa akidah identik dengan rukun


iman yang enam dan sesuai dengan kandungan ayat berikut ini

"Hai orang-orang yang beriman, yakinlah kepada Allah dan Rasul-Nya dun
kepada kita yang diturunkan-Nya terdahulu. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat jalan sejauh-jauhnya".(Q.S. An-Nisa:
136)

Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai
Tuhan yang wajib di sembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimah
syahadat, dan perbuatan dengan amal shaleh.

Akidah dalam Islam harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang


dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam
hubungan ini Yusuf al-Qardawi mengatakan bahwa iman menurut pengertian
yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap di dalam hati, dengan penuh
keyakinan, tidak bercampur dengan keraguan, serta memberi pengaruh bagi
pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Dengan demikian
akidah Islam bukan lagi sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap
26

selanjutnya harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku dan berbuat yang
pada akhirnya akan membuahkan amal shaleh.

b. Syari'ah

Dalam konteks kajian hukum Islam, yang dimaksud syari'ah adalah kumpulan
norma hukum yang merupakan hasil dari tasyri'. Kata tasyri' juga merupakan
bentuk masdar dan syari'ah, yang berarti menciptakan dan menetapkan syari'ah.

Sedang dalam istilah para ulama fiqh, syari'ah bermakna

"menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia, baik


dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun dengan umat manusia lainnya". Oleh
sebab itu, dengan melihat pada subyek penetapan hukumnya, para ulama
membagi tasyri' menjadi dua, yaitu : tasyri samawi (Ilahi) dan tasyri wadh'i.
Tasyri llahi adalah penetapan hukum yang dilakukan langsung oleh Allah dan
Rasul-Nya. Dalam AI-Qur'an dan As-Sunnah, ketentuan-ketentuan tersebut
bersifat abadi dan tidak berubah, karena tidak ada yang kompeten untuk
mengubahnya selain Allah.

Sedang tasyri wadh 'i adalah ketentuan hukum yang dilakukan langsung oleh
para mujtahid. Ketentuan-ketentuan hukum hasil kajian mereka ini tidak memiliki
sifat keabadian dan bisa berubah-rubah karena merupakan hasil kajian nalar para
ulama yang tidak ma 'sum sebagamana Rasulullah.

Secara redaksional pengertian syariah ialah “the path of the water place” yang
berarti tempat jalannya air, atau secara maknawi adalah sebuah jalan hidup yang
telah ditentukan Allah SWT sebagai panduan dalam menjalankan kehidupan di
dunia untuk menuju kehidupan di akhirat. Panduan yang diberikan Allah SWT
dalam membimbing manusia harus berdasarkan sumber utama hukum Islam yaitu
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sumber kedua yaitu akal manusia dalam ijtihad
para ulama. Syariat Islam adalah satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan
antara manusia dan Tuhan, hubungan sesama manusia, serta hubungan antara
manusia dan alam lainnya.
27

Syariah dalam arti sempit sama pengertiannya dengan Fiqh Nabawi, yaitu
hukum yang ditunjukkan dengan tegas oleh Al-Qur’an atau As-Sunnah. Fiqh
dalam arti sempit sama pengertiannya dengan Fiqh Ijtihadi, yaitu hukum yang
dihasilkan dari ijtihad para mujtahid.

Kaidah syariah Islam secara garis besar terbagi atas dua bagian besar:

1. Kaidah ibadah dalam arti khusus (kaidah ubudiyah), yaitu tata aturan
Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dan
Tuhannya yang acara, tatanan, serta upacaranya telah ditentukan secara
terinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Pembahasan mengenai
ibadah dalam arti khusus ini meliputi:
a. At-Thaharah (bersuci)
b. As-Shalat
c. Az-Zakat
d. As-Shaum
e. Al-Hajj
2. Kaidah muamalah dalam arti luas, yaitu tata aturan Ilahi yang
mengatur hubungan sesama manusia dan hubungan antara manusia dan
benda. Muamalah dalam arti luas ini secara garis besar terdiri atas dua
bagian besar:
a) Al-Qanunul Khas (hukum perdata) yang meliputi:
1) Muamalah dalam arti sempit (hukum niaga)
2) Munakahah (hukum nikah)
3) Waratsah (hukum waris)
b) Al-Qanunul ‘Am (hukum publik) yang meliputi:
1) Jinayah (hukum pidana)
2) Khilafah (hukum kenegaraan)
3) Jihad (hukum perang dan damai)

Dengan demikian, syariah Islam diturunkan Allah kepada manusia sebagai


pedoman yang memberikan bimbingan dan pengarahan kepada manusia agar
mereka dapat melaksanakan tugas hidupnya dengan benar sesuai kehendak Allah.
28

c. Akhlak

Akhlak secara bahasa diambil dari bahasa arab khuluqun yang berarti
perangai, tabiat, dan adat. Dan juga dari kata khalqun yang berarti buatan, dan
ciptaan.23 Sedangkan pengertian akhlak secara istilah dapat dilihat dari pendapat
para ulama‟, yaitu:

Ibnu maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai keadaan jiwa yang


mendorong kepada tindakan-tindakan tanpa melalui pertimbangan pemikiran.
Sedangkan Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan
akhlak apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam


jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
tanpa pemikiran.
3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura atau karena
bersandiwara.

Ruang lingkup ajaran akhlak adalah akhlak terhadap Allah, hingga kepada
sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh tumbuhan, dan benda-benda tak
bernyawa).

a) Akhlak terhadap Allah


Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan
sebagai khalik.
b) Akhlak terhadap sesama manusia
29

Akhlak terhadap sesama umat manusia, Rasulullah


mengumpamakan bahwa hubungan tersebut sebagai satu kesatuan anggota
tubuh yang saling terikat dan merasakan penderitaan jika salah satu organ
tubuh mengalami sakit. Akhlak terhadap sesama manusia juga harus
ditunjukkan kepada orang yang tidak beragama Islam, dimana mereka ini
tetap dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu di hormati.
c) Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu
yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-
benda tak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan
menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.24

E. Posisi Agama Islam


Posisi Islam diantara agama-agama lain tampak bersifat adil, objektif dan
proporsional. Dengan sifatnya yang adil ajaran Islam mengakui eksistensi dan
peran yang dimainkan agama-agama yang pernah ada di dunia. Sebagai yang
bersifat objektif, ajaran Islam memberikan penilaian apa adanya terhadap agama-
agama lain. Terhadap agama lain yang benar dibenarkan oleh Islam, dan terhadap
agama yang tersesat disalahkan dan diperbaiki oleh ajaran Islam. Dan terhadap
ajaran agama yang tidak seimbang dalam memberikan perhatian, diberikan
perhatian yang proporsional. Dengan pandangan yang demikian itu Islam
bukanlah agama yang eksklusif, yakni tidak mau kompromi dan berdialog dengan
agama lain,melainkan agama yang terbuka, rasional,objektif dan demokratis.
Islam adalah untuk orang-orang yang dapat menggunakan pemikirannya. dengan

24
Bab iii Agama dan Agama Islan”, Universitas Esa Unggul, ht t ps: / / l ms paralel . esaunggul .
ac. id/ plug in file. php? fil e=2F386952Fmod_ resource content 2F5 2F3. AGAMA DAN
AGAMA SLAM. docx
30

sifatnya yang demikian itu,maka Islam telah tampil sebagai penyempurna,


korektor, pembenar, dan sekaligus sebagai pembaharu.

Posisi Islam yang demikian itu membawa pengaruh Islam sebagai umat yang
ideal, menjadi pemersatu dan perekat di antara agama-agama yang ada di dunia.

Namun demikian, diketahui bahwa diantara agama-agama tersebut terdapat


segi-segi perbedaan yang secara spesifik dimiliki oleh masing-masing. Segi-segi
perbedaan yang spesifik tersebut terdapat pada ajaran yang bersifat teologis
normatif. Yaitu ajaran yang diyakini sebagai yang benar, tanpa memerlukan dalil-
dalil yang harus memperkuatnya. Ajaran tersebut dianggap sebagai yang ideal dan
harus dilaksanakan. Ajaran-ajaran yang demikian ini berkaitan dengan keyakinan
(teologis) dan ritualistik, yakni peribadatan. Terhadap ajaran-ajaran yang
demikian itu masing-masing agama dianjurkan harus menghargai dan
menghormatinya.

Dengan melihat posisi Islam yang demikian itu, maka tidak ada alasan bagi
siapapun untuk mencurigai atau takut pada Islam. Islam agama perdamaian, jauh
dari sikap bermusuhan, peperangan dan sebagainya. Oleh karena itu upaya-upaya
kaum barat yang menghubungkan Islam sebagai agama kaum teroris adalah sama
sekali jauh dari sifat ajaran Islam yang demikian. Demikian pula terjadinya
pertentangan antara satu agama dengan agama lain sebagaimana terlihat dalam
sejarah, sama sekali bukan disebabkan karena faktor agama, melainkan karena
faktor-faktor lain yang mengatas namakan agama. Agama yang demikian itu
terkadang dijauhkan dari watak aslinya sebagai pembawa rahmat, diganti dengan
sifat dan wataknya yang menakutkan. Hal yang demikian juga boleh jadi dari
sikap dan pandangan para penganut agama masing-masing yang mencoba
memaksa agama untuk membenarkan tindakan menyimpangnya. Upaya ini harus
segera dicegah dan dikembalikan ke dalam situasi yang memperlihatkan
keharmonisan hubungan antara agama-agama yang ada di dunia.25

25
Bab iii Agama dan Agama Islam”, Universitas Esa Unggul, ht t ps: / / l ms paralel . esaunggul .
ac. id/ plug in file. php? f i l resource 2Fcont ent 2F52F3. AGAMA DAN AGAMA ISLAM. docx
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam berarti memelihara diri agar berada dalam keadaaan selamat dan
sejahtera dengan cara menyerahkan diri, taat dan patuh serta tunduk kepada Allah
untuk memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Agama Islam adalah
agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya untuk diajarkan kepada
manusia. Dibawa secara berantai dari satu generasi ke generasi selanjutnya, dari
satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayah, dan petunjuk
bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah SWT.
Pedoman dan sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, dan
Ijtihad. Sumber hukum agama Islam adalah Al-Qur’an, Hadist, dan Ijtihad.
Adapun bidang-bidang agama dalam ajaran Islam, secara garis besar meliputi tiga
hal, yaitu : Aqidah, Syari'ah dan Akhlak. Allah mengutus Nabi dan Rasul untuk
menyebarluaskan Agama Islam dengan tujuan: agar manusia senantiasa beriman,
agar manusia tetap Islam, dan agar mampu berbuat Ihsan.

B. Saran
Dari pembahasan mengenai agama dan agama Islam, penulis ingin memberi
saran:

1. Kepada umat Islam umumnya penulis berharap melalui tulisan ini dapat
menambah keimanan kita terhadap kebenaran Al-Qur’an, untuk itu penulis
menyarankan supaya kita dapat meluangkan sedikit waktu untuk
membaca, memahami, dan mencoba untuk mengerti ajaran agama, karena
Al-Qur’an sedikit mengajarkan supaya kita membaca.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bab III Agama dan Agama Islam. (2023, Oktober 15 Minggu). Diambil kembali dari Ims-
paralel.esaunggul: https://l msparalel. esaunggul. ac.id/pluginfile. php? file=
%2F38695%2Fmod_ resource%2Fcont ent %2F5%2F3. %20AGAMA%20DAN
%20AGAMA%20I SLAM. docx
Landasan Teori Agama Islam. (2023, Oktober 17 Rabu). Diambil kembali dari
eprints.unisnu: https://eprints. unisnu. ac. id/id/eprint/ 2944/ 3/141310003245_
BAB%20II. pdf
Sodikin, R. A. (2023, Oktober 15). Konsep Agama dan Agama Islam. Diambil kembali
dari jurnal.uinbanten: https: / /jurnal . uinbanten. ac. id/ index. php/ al qalam/
articel/ view/ 643
Urip. (2023, Oktober 14). Sumber-sumber Hukum Islam. Diambil kembali dari
mynida.stainidaeladabi: ht t ps: / / mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/ file_
tugas/1dbaf-makalah -sejarah- pemikiran -hukum -islam -dikonversi. pdf

33

Anda mungkin juga menyukai