Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TENTANG PENGERTIAN AGAMA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


di mata kuliah Pendidikan agama islam.

Dosen Pengampu : Dr. MUKHOYYAROH S.Ag, M.Ag

DISUSUN OLEH:
Nama : FAIZ NURRAHMAN
NIM : 221012200036

PROGRAM EKSYAR
FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)

TAHUN 2022/2023

UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN BANTEN
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur tehadap Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
dan karunia serta pentunjuk-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Makalah Tentang Pengertian Agama”.

Dalam pembuataan makalah ini kami menyadari banyak keterbatasaan dan


kekurangaan yang dirasakan mengingat pengetahuaan dan pengalamaan kami yang masih
terbatas. Berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga keterbatasaan dan kekurangaan tersebut dapat diatasi sehingga kelompok kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Oleh karena itu, kritik dan saraan dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
kesepurnaan makalah yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasam bagi kita semua, Aamiin.

Depok 9-sep-2022.

Faiz nurrahman
DAFTAR ISI

Kata pengantar...........................................................................................................................i

Daftar isi...................................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………….………………...……………

B. Rumusan Masalah………………………………………….……………………...……...

C. Tujuan…………………………………………………………..……………...………….

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Secara Etimologi ……………………………............................


B. Pengertian Agama Secara Terminologi ………………………………………………
- Pengertian Agama Menurut Beberapa Tokoh …......……...............………………
C. Pengertian Agama Secara Fungsional ………………………………….…………….
D. Pengertian Agama Menurut Berbagai Agama ……………………..…………………

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………….............……………………………

B. Saran…………………………………………………...........…………………………

DAFTAR PUSTAKA …………………………………….......…………………………….…


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sebagian masyarakat saat ini banyak tidak mengetahui arti agama yang
sesungguhnya, mereka hanya tahu menjalakan syariat-syariat agama menurut kepercayaan
masing masing. Yang mana di dalam agama tersebut mempunyai aturan-aturan dalam
menjalani hidup antara manusia dengan manusia, lingkungan, dan yang terakhir tuhan.

Maka dari itu, kelompok kami akan memberikan pembahasaan tentang pengertian agama
menurut etimologi, terminologi, fungsional, dan menurut beberapa tokoh yang ahli dalam
agama serta defenisi agama menurut berbagai agama. Dan beberapa unsur yang membangun
untuk menguatkan hasil kajian dan diskusi kami.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan agama menurut pengertian secara etimologi?


2. Apa yang dimaksud dengan agama menurut pengertian secara terminologi?
3. Apa yang dimaksud dengan agama menurut beberapa ahli dan tokoh?
4. Apa yang dimaksud dengan agama menurut pengertian secara fungsional?
5. Apa yang dimaksud dengan agama menurut berbagai agama?

C. Tujuan

Dapat mempelajari dan memahami arti dari kata agama, menurut pengertian secara
etimologi, termnologi, fungsional, dan menurut beberapa tokoh yang ahli dalam agama serta
defenisi agama menurut berbagai agama dan dapat menelaah kajian dan batasan pengertian
agama sehingga tidak terjadi kekacauan dari sudut pandang agama.
BAB II
PEMBAHASAAN

A. PENGERTIAN AGAMA SECARA ETIMOLOGI

Pengertian agama secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa Sankskrit. Ada
yang berpendapat bahwa kata itu terdiri dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi
agama artinya tidak pergi; tetap di tempat; diwarisi turun termurung. Agama memang
mempunyai sifat yang demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau
kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntutan. Agama juga mempunyai
tuntunan, yaitu Kitab Suci. Istilah agama dalam bahasa asing bermacam-macam, antara lain :
religion, religio, religie, godsdienst, dan ad-din.1

Kata religi - religion dan religio, secara etimologi – menurut winker paris dalam
algemene encyclopaedie mungkin sekali dari bahasa latin, yaitu dari kata religere atau
religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang bereligi adalah
orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan
berasal dari kata religere yang berarti berhati hati, maka dimaksudkanbahwa orang yang
bereligi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati hati dengan sesuatu yang dianggap
suci.

Dari etimologis ketiga kata di atas maka dapat diambil pengertian bahwa agama
(religi, din): (1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk
mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa jalan hidup tersebut
berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai
kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati. (3) aturan tersebut ada, tumbuh
dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia,
masyarakat dan budaya.

a) Etimologi Bahasa Inggris

Dalam bahasa Inggris, kata “agama” diterjemahkan menjadi “religion”. Untuk


mengkaji kata “religion”, kami menggunakan metode yang sama dengan di atas, yakni
melalui metode etimologis

Ada dua pendapat mengenai asal-usul kata “agama”. Pertama, berasal dari bahasa
Indo-German, yaitu “gam”, identik dengan “go” dalam bahasa Inggris yang berarti “jalan,
cara berjalan, cara-cara sampai pada keridhaan Tuhan”. Namun, menurut Sukardji, orang
yang mengatakan bahwa kata “agama” berasal dari bahasa Indo-German berarti belum
mengetahui bahasa Sansekerta. Kedua, berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam kitab Upadeca
tentang “Ajaran-ajaran Agama Hindu”, disebutkan bahwa “agama” tersusun dari kata “a”
yang berarti “tidak” dan “gam” yang berarti “jalan”. Dalam bentuk harfiah, “agama” berarti
1
Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:UI Press, 1979) jil. 1, hlm. 9.
“tetap di tempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus-menerus dari generasi ke
generasi”.2 Ada pula pendapat lain, yaitu “agama” berasal dari kata “a” yang berarti “tidak”,
dan “gama” yang berarti “kacau”. Maksudnya, orang-orang yang memeluk suatu agama dan
mengamalkan ajaran-ajarannya, hidupnya tidak akan kacau.

b) Etimologi Bahasa Arab

Kata “agama” dalam bahasa Arab diterjemahkan menjadi “ad-dien”. Munjied


mengatakan bahwa arti harfiah dari “ad-dien” cukup banyak, misalnya “pahala, ketentuan,
kekuasaan, peraturan, dan perhitungan”. Fairuzabadi dalam kamusnya, Al-Muhieth,
mengatakan bahwa arti harfiah “ad-dien” adalah “kekuasaan, kemenangan, kerajaan,
kerendahan, kemuliaan, perjalanan, peribadatan, dan paksaan”.3 Sedangkan menurut Harun
Nasution, “ad-dien” mengandung arti “menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan,
kebiasaan”.4

B. PENGERTIAN AGAMA SECARA TERMINOLOGI

Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan


atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-
Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari
ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal.
Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada
istilah agama dan religi.

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama
adalah fitrah “ketentuan mutlak” bagi Manusia tanpa manusia agama bukan berarti apa-apa,
karena Agama memang ditujukan bagi manusia. 5

Dari pendapat tersebut, definisi dan pengertian agama memiliki perbedaan-perbedaan


pokok dan luas antara maksud-maksud agama pada kata ‘agama’ dalam bahasa Sansekerta,
dengan kata ‘religio’ bahasa latin, dan kata ‘din’ dalam bahasa Arab. Namun secara
terminologis, ketiganya memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala bidang
menurut kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk perbaikan
pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip tinggi moralitas manusia, untuk
menegakkan hubungan baik antar anggota masyarakat serta melenyapkan setiap bentuk
diskriminasi buruk.

2
Sukardji, 1993: 26-27
3
Sukardji, 1993: 28
4
Jalaluddin, 1996: 12
5
Murtadha mutahhari, Perspektif Al-Qur`an tentang Manusia dan Agama, peny., Haidar
bagir, (Bandung: Mizan, 1997), h. 41-42
PENGERTIAN AGAMA MENURUT BEBERAPA AHLI DAN TOKOH

1. Fakhroeddin al-Kahiri, Agama dari segi etimologi berasal dari dua kata; A: tidak dan
Gama: kacau, kocar•-kacir, berantakan, yang sama artinya dengan perkataan Griek;
Chaos. Jadi pengertian agama adalah tidak kocar-kacir atau tidak berantakan, atau agama
itu teratur, dan beres.
2. Menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus seorang linguis,
mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-
ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo
Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada
keridhaan kepada Tuhan.
3. R.R. Marett, seorang ahli antropologi Inggris mengatakan bahwa definisi dan pengertian
agama itu menyangkut lebih dari pada hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga,
dan dapat memanifestasikan dirinya menurut segi-segi emosionilnya walaupun idenya
kabur.
4. J. G. Frazer, megatakan agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada
kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia yang dipercayai mengatur dan
mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia.
5. Eden Sheffield Brigtman, memberikan definisi dan pengertian agama, yaitu bahwa
agama merupakan suatu unsur pengalaman-pengalaman yang dipandang mempunyai
nilai yang tinggi; pengabdian kepada suatu kekuasaan-kekuasaan yang dipercayai
sebagai sesuatu yang menjadi asal mula, yang menambah dan melestarikan nilai-nilai ini;
dan sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan serta pengabdian tersebut baik
dengan cara melakukan upacara•upacara yang simbolis maupun melaui perbuatan-
perbuatan yang lain yang bersifat perseorangan serta yang bersifat kemasyarakatan.
6. Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang
terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita
sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan
keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.
7. Sukardji memberikan definisi “ad-dien” sebagai “undang-undang kebutuhan yang
mendorong dan menjiwai orang berakal dengan usahanya untuk sejahtera hidup di dunia
dan kebahagiaan hidup di akhirat”.6
8. Menurut Al-Syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang terkadang biasa
diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat).7
9. Menurut Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah hubungan yang tetap antara
diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan supernatur, dan yang
bersifat berada dengan sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan absolute yang disebut
Tuhan.8

6
Sukardji, 1993: 34-35
7
M. Ali Yatim Abdullah,2004:5
8
Abu Ahmadi,1984:14
10. Webster New 20th Century Dictionary mengungkapkan bahwa definisi “religion” adalah
“the system of rules of conduct and law of action based upon the recognition of belief in,
and reverence for human power of supreme authority”. Batasan itu menggambarkan
bahwa “religion” adalah suatu sistem peraturan-peraturan dari kegiatan yang semuanya
itu didasarkan pada adanya kepercayaan dan pegangan pada kekuatan yang Mahakuasa
dan norma perilaku manusia yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
Tuhan.9
11. Para ahli sejarah, cenderung mendefinisikan agama sebagai suatu institusi historis. Para
ahli di bidang sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari sudut
fungsi sosialnya. Pakar teologi, fenomenologi, dan sejarah agama melihat agama dari
aspek substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral. Pada hakikatnya ketiga
pendekatan itu tidak saling bertentangan, melainkan saling melenyempurnakan dan
melengkapi, khususnya jika menginginkan agar pluralism agama didefinisikan sesuai
kenyatan objektif di lapangan. 10
12. Wahyuddin Halim, mengatakan bahwa agama adalah hubungan Tuhan dengan hambanya
sebagaimana adanya.
13. Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang
terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada
Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama
merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.

Dengan bertolak dari beberapa pengertian agama, Harun Nasution merumuskan


delapan pengertian agama sebagai berikut:
1) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus
dipatuhi.
2) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3) Mengingatkan diri pada suatu bentuk yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatannya.
4) Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5) Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari
kekuatan gaib.
7) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan yang misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8) Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Kesadaran akan adanya wujud tertinggi itu sudah ada dalam masyarakat sederhana,
masyarakat yang masih rendah tarap kebudayaannya serta belum dipengaruhi oleh
kebudayaan-kebudayaan lainnya, dan kesadaran masyarakat tentang adanya wujud tertinggi
itu sudah ada sejak adanya manusia di muka bumi, sehingga memunculkan bebagai macam
bentuk kepercayaan terhadap kekuatan yang maha Tinggi, seperti kepercayaan terhadap
9
Sukardji, 1993: 33
10
Dr. Anis Malik Thoha, h. 13-14
kekuasan atau kekuatan yang keramat dan tidak berpribadi, yang dianggap halus mampu
berjasad yang dapat dimiliki atau tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang dan manusia
(Dinamisme). Ataupun kepercayaan terhadap adanya roh-roh (Animisme).
Kepercayaan terhadap kekuatan yang tinggi di atas segala-galanya itulah yang kemudian
memunculkan berbagai macam agama.

C. PENGERTIAN AGAMA SECARA FUNGSIONAL

Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

1. Fungsi integratif Agama

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya konsep sakral yang
melingkupi nilai-nilai keagamaan sehingga hal tersebut tidak mudah untuk dirubah dan
memiliki otoritas yang kuat di masyarakat.

Dengan mendasarkan pada perspektif fungsionalis, Thomas F. O’Dea


mengungkapkan bahwa agama memiliki fungsi dalam menyediakan dua hal. Pertama, suatu
cakrawala pandangan tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond).
Kedua, sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal diluar
jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia. Lebih jauh, dengan
mendasarkan pada dua hal diatas, ia mengungkapkan enam fungsi agama sebagai berikut:

a. Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang berada di luar jangkauan


manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, agama menyediakan sarana
emosional penting yang membantu manusia dalam menghadapi ketidakpastian.

b. Agama menawarkan suatu hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara


peribadatan, karenanya agama memberikan dasar emosional bagi rasa aman baru dan
identitas yang lebih kuat ditengah kondisi ketidakpastian dan ketidakmungkinan yang
dihadapi manusia

c. Agama mensucikan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang telah terbentuk,


mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas kepentingan individu dan disiplin
kelompok diatas dorongan hati individu. Denagn demikian agama berfungsi untuk
membantu pengendalian sosial, melegitimasi alokasi pola-pola masyarakat sehingga
membantu ketertiban dan stabilitas.
d. Agama juga melakukan fungsi yang bertentangan dengan fungsi sebaliknya, yaitu
memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang sudah terlembaga
bisa dikaji kembali secara kritis sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama agama
yang menitikberatkan pada transendensi Tuhan dan pada masyarakat yang mapan.

e. Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Melalui peranserta manusia


dalam ritual agama dan do’a, mereka juga melakukan unsur-unsur signifikan yang ada
dalam identitasnya. Dalam periode perubahan dan mobilitas sosial yang berlangsung
cepat, sumbangan agama terhadap identitas menjadi semakin tinggi. Salah satu contoh
tentang hal ini dikemukakan oleh Will Herberg melalui studinya tentang sosiologi
agama Amerika di tahun 1950-an, dimana salah satu cara penting dimana orang
Amerika membentuk identitasnya adalah dengan menjadi salah satu anggota dari “tiga
agama demokrasi”, yaitu: Protestan, katholik, dan Yahudi.

f. Agama juga berperan dalam memacu pertumbuhan dan kedewasaan individu, serta
perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat.

Dari keenam fungsi yang dijalankan oleh agama diatas, nampak bahwa agama
memiliki peran yang urgen tidak hanya bagi individu tetapi sekaligus bagi masyarakat. Bagi
individu, agamaberperan dalam mengidentifikasikan individu dengan kelompok, menghibur
ketika dilanda kecewa, memperkuat moral, dan menyediakan unsur-unsur identitas.
Sedangkan bagi kehidupan bermasyarakat, agama berfungsi menguatkan kesatuan dan
stabilitas masyarakat dengan mendukung pengendalian sosial, menopang nilai-nilai dan
tujuan yang mapan, dan menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan.

2. Fungsi Disintegratif Agama

Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,


dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat
memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu
kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali
mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain. Pada bagian ini,
pembicaraan tentang fungsi disintegratif agama akan lebih memfokuskan perhatian pada
beberapa bentuk konflik sosial yang bersumber dari agama.

Hendropuspito setidaknya mencatat empat bentuk konflik sosial yang bersumber pada
agama, yaitu:

a. Perbedaan doktrin dan sikap mental

Dalam konteks ini, konflik sebagai fakta sosial melibatkan minimal dua kelompok
agama yang berbeda, bukan hanya sebatas konstruksi khayal semata melainkan sebagai
sebuah fakta sejarah yang seringkali masih terjadi hingga saat ini. Konflik yang muncul lebih
banyak disebabkan oleh adanya perbedaan doktrin yang kemudian diikuti oleh sikap mental
yang memandang bahwa hanya agama yang dianutnyalah yang memiliki kebenaran (claim of
truth) sedangkan yang lain sesat, atau setidaknya kurang sempurna.

Klaim kebenaran inilah yang menjadi sumber munculnya konflik sosial yang
berlatarbelakang agama, terlebih pada umumnya klaim kebenaran diikuti oleh munculnya
sikap kesombongan religius, prasangka, fanatisme, dan intoleransi. Sikap-sikap tersebut
sedikit banyak telah menutup sisi rasional yang sebenarnya bisa dikembangkan untuk
membangun saling pengertian antar pemeluk agama. Seringkali sisi non-rasional dan supra-
rasional, yang memegang peranan penting dalam agama, dijadikan sebagai senjata untuk
menolak argumentasi rasional yang ada. Kenyataan inilah yang turut memberikan kontribusi
akan eksistensi sikap-sikap tersebut.

b. Perbedaan suku dan ras pemeluk agama

Meskipun tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa agama memiliki peran dalam
mempersatukan orang-orang yang memiliki perbedaan suku dan ras, namun kita juga tidak
bisa membantah bahwa seringkali perbedaan suku dan ras menimbulkan konflik sosial.
Apabila perbedaan suku dan ras saja telah cukup untuk memunculkan konflik sosial, maka
masuknya unsur perbedaan agama tentunya akan semakin mempertegas konflik tersebut. Hal
ini bisa kita lihat dari fakta sejarah bahwa bangsa kulit putih yang notabene beragama Kristen
merasa menjadi bangsa pilihan yang ditugaskan untuk mempersatukan kerajaan Allah di
dunia dengan menaklukkan bangsa lain yang non-Kristen.

c. Perbedaan tingkat kebudayaan

Sebagai bagian dari kebudayaan, agama merupakan faktor penting bagi pembudayaan
manusia khususnya, dan alam semesta pada umumnya. Peter Berger menjelaskan fenomena
ini dengan menegaskan bahwa agama merupakan usaha manusiawi dengan mana suatu jagad
raya ditegakkan. Dengan kata lain, agama adalah upaya menciptakan alam semesta dengan
cara yang suci. Dengan kerangka pemikiran bahwa agama memainkan peran dominan dalam
menciptakan masyarakat budaya dan melestarikan alam semesta maka munculnya
ketegangan yang disebabkan karena perbedaan tingkat kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari
peran agama dalam menyediakan nilai-nilai yang disatu sisi mendorong pertumbuhan
pemikiran bagi perkembangan budaya dan disisi lain justru menghambat dan mengekang
pemikiran tersebut.

Dengan demikian, bagaimana pemeluk suatu agama dalam memahami serta


menafsirkan ajaran-ajaran agamanya akan sangat menentukan kemajuan atau kemunduran
masyarakat pemeluknya dalam menghadapi fenomena kehidupan sosial yang berubah dengan
sangat cepat. Salah satu kajian fenomenal terhadap fenomena ini adalah apa yang
diungkapkan secara panjang lebar oleh Max Weber tentang pengaruh protestantisme dalam
mendorong munculnya kapitalisme.
d. Masalah mayoritas dan minoritas kelompok agama

Dalam suatu masyarakat yang plural, masalah mayoritas dan minoritas seringkali
menjadi faktor penyebab munculnya konflik sosial. Setidaknya ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam melihat fenomena konflik mayoritas-minoritas, yaitu: (1) agama diubah
menjadi suatu ideologi; (2) prasangka mayoritas terhadap minoritas atau sebaliknya; (3)
mitos dari mayoritas.

Sebagaimana yang biasa terjadi bahwa suatu kelompok agama yang mayoritas
seringkali mengembangkan suatu bentuk ideologi yang bercampur dengan mitos yang penuh
emosi sehingga sulit untuk dibedakan mana kepentingan politik dan mana kepentingan
agama, telah menimbulkan suatu keyakinan bahwa kelompok mayoritas inilah yang memiliki
wewenang untuk menjalankan segala aspek kehidupan di masyarakat. Kondisi seperti inilah
yang pada akhirnya seringkali memunculkan prasangka dan tindakan sewenang-wenang
terhadap kelompok minoritas yang akan bermuara pada timbulnya konflik sosial.

Dari keempat bentuk konflik sosial yang bermuara pada permasalahan keagamaan
diatas, kita bisa melihat bahwa betapa besar potensi konflik yang terkandung pada masalah-
masalah keagamaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya perhatian terhadap potensi konflik
dari agama memperoleh perhatian serius, termasuk dari kalangan peneliti sosial keagamaan
dalam memberikan gambaran yang lebih detail dan komprehensif tentang fenomena
keagamaan dengan memilih perspektif sosiologis yang paling sesuai dengan permasalahan
keagamaan yang dihadapi. Ketepatan memilih perspektif tentu saja akan mampu
menghadirkan gambaran riil dari permasalahan yang ada sehingga harapan untuk
memunculkan berbagai soslusi alternative bagi pemecahan masalah tersebut bisa lebih
optimal.

Fungsi ganda agama sebagaimana yang tergambar diatas setidaknya telah


menunjukkan kepada kita bahwa fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat merupakan
sebuah fenomena yang begitu dinamis, tidak hanya mencakup wilayah teologis, akan tetapi
selalu melibatkan faktor-faktor lain seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena
itu, disiplin ilmu sosiologi memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi perspektif
utama dalam melihat fenomena keberagamaan secara ilmiah. Mengingat begitu pentingnya
posisi disiplin ilmu sosiologi untuk mengungkapkan berbagai fenomena keagamaan secara
akademik, maka pemahaman yang komprehensif tentang berbagai perspektif sosiologis yang
ada menjadi suatu kebutuhan agar kita tidak terjebak hanya pada perspektif-perspektif umum
yang ada.
D. PENGERTIAN AGAMA MENURUT BERBAGAI AGAMA

 Agama menurut agama Hindu ialah satya, arta, diksa, tapa, brahma dan yajna. Satya
berarti kebenaran yang absolute. Arta adalah dharma atau perundang-undangan yang
mengatur hidup manusia. Diksa adalah penyucian. Tapa adalah semua perbuatan suci.
Brahma adalah doa atau mantra-mantra. Yajna adalah kurban.
Pengertian lain ialah dharma atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh
jalan Kehidupan manusia. Jadi agama menurut agama Hindu ialah
kepercayaan hidup pada ajara-ajaran suci dan diwahyukan oleh Sang Hyang
Vidi yang kekal abadi.

 Menurut pengertian umat hindu penganut madzhab siwa, kata agama yang
dipergunakan dalam bahasa Indonesia sebagai istilah kerohanian, berasal dari kata
Gam yang berarti pergi, Gam diberi awalan “A” yang berarti Agam berarti kebalikan
dari pergi yang artinya datang, dan diberi akhiran “A” menjadi agama dengan arti
kedatangan.11

 Agama menurut agama Budha ialah suatu kepercayaan atau persujudan atau
kepercayaan manusia akan adanya daya pengendalian yang istimewa dan terutama
dari suatu manusia yang harus ditaati dan pengaruh pemujaan tadi atas perilaku
manusia. Pengertian lain dari agama adalah suatu badan dari ajaran kesusilaan dan
filsafat dan pengakuan berdasarkan keyakinan terhadap pelajaran yang diakui baik
yang ajaran yang budha yang sangat mulia. Dalam pengertian yang lain bahwa agama
adalah cara tertentu untuk pemujaan kepada para dewa, dewa agung yaitu adanya
kekuatan gaya tak terlihat yang menguasai alam semesta.

 Agama menurut agama Kristen ialah segala bentuk hubungan manusia dengan yang
suci. Terhadap yang suci ini manusia tergantung, takut karena sifatnya yang dahsyat
dan manusia tertari karena sifat-sifatnya yang mempesonakan.

 Agama menurut agama Islam ialah, kata Islam berasal dari kata: salam yang artinya
selamat, aman sentosa, sejahtera: yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan
manusia di dunia dan di akhirat.

Sementara itu definisi mutlak dari agama dalam wacananya agak mengalami kesulitan
tersendiri, bahkan hampir mustahil untuk dapat mendefinisikan agama yang bias diterima
atau disepakati semua kalangan. Untuk itu setidaknya ada tiga cara pendekatan yaitu segi
fungsi, institusi, dan subtansi.12

11
T.H. Thalhas, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Galura pass, 2006), h. 19-20
12
Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan kritis (Depok: Perspektif, 2005),
h. 13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata “agama” ternyata sangat sulit didefinisikan. Sebabnya adalah mungkin karena
agama berbentuk keyakinan.1 Namun, dengan melakukan metode etimologis dan
terminologis, kita paling tidak dapat membayangkan makna dari kata “agama”. Selain itu,
ternyata “agama” mempunyai hasil translate ke beberapa bahasa lain yang kesemuanya itu
dapat “membongkar” makna dan pengertian dari kata “agama”.

Selain pengertian etimologis, terminologis, dan fungsional, agama juga dapat dipahami
melalui defenisi tokoh yang ahli dibidang studi agama dan defenisi agama berdasarkan
berbagai agama.

B. Saran

Dari pembahasan di atas kelompok pemakalah menyarankan kita untuk tahu tentang
pengertian agama. seperti apa yang di jabarkan tentang pengertian agama secara etimologi,
terminologi, fungsional, dan menurut beberapa tokoh, serta defenisinya menurut berbagai
agama, ini dapat di terapkan dalam kehidupan kita sehari hari sehingga tidak ada kesalahan
pahaman tentang mengartikan kata agama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Smith, Huston. Agama-Agama Manusia, terj., Saafroedin bahar (Jakarta: Yayasan Obor
indonesia, 2001).
2. Keene,Michael. Agama-agama Dunia, terj., F.A. Soepapto (Yogyakarta: Kanisius, 2006).
3. Thalhas, T.H. Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Galura pass, 2006).
4. Mutahhari, Murtadha. Perspektif Al-Qur`an tentang Manusia dan Agama. peny., Haidar bagir
(Bandung: Mizan, 1997).
5. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu filsafat dan Agama, (Surabaya PT, Bina Ilmu 1987).
6. Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, (Jakarta, Penerbit YAPI, 1989).
7. HM. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta, CV. Serajaya 1981).
8. Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yoya, 1992).
9. Dede Rosyada, Abuddin Nata, Materi Pokok Agama Islam, (Jakarta, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1994).
10. A.B. Haniq, Ilmu Agama, terjemahan MD. Koesumo Sastro, (Jakarta, Bpk Gunung Mulia,
1966).
11. Martin Sardy, Agama Multidimensional, (Bandung, Penerbit Alumni, 1983).
12. Ahmadi, Abu. 1984. Sejarah Agama. Solo : CV. Ramadhani.
13. Ali, Abdullah. 2007. Agama dan Ilmu Perbandingan. Bandung : Nuansa Aulia.
14. Abdullah, Yatimin. 2004. Studi Islam Kontemporer. Jakarta : Amzah.
15. Manaf, Abdul, Mudjahid. 1994. Sejarah Agama-agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
BAB I
RUANG LINGKUP AJARAN AGAMA ISLAM

A. Agama Ditinjau Dari Sumbernya


Ditinjau dari sumbernya agama-agama yang dikenal manusia terdiri atas dua jenis agama yaitu:

- Agama wahyu: yaitu agama yang diterima oleh akal manusia dari Allah melalui malaikat
Jibril dan disebarkan oleh Rasul-Nya kepada manusia. Agama wahyu disebut pula sebagai
agama samawi atau agama langit. Agama Islam termasuk agama wahyu, agama samawi atau
agama langit.

- Agama budaya: yaitu agama yang bersumber dari ajaran seorang manusia yang dipandang
mempunyai pengetahuan mendalam tentang kehidupan. Agama budaya disebut pula sebagai
agama ardhi atau agama bumi. Contoh agama budaya dalam agama Budha yang merupakan
ajaran Budha Gautama. (Aminuddin, dkk, 2005)

B. Pengertian Agama Islam:


Kata Islam berasal dari kata ‘as la ma - yus li mu – Is la man’ artinya, tunduk, patuh,
menyerahkan diri. Kata Islam terambil dari kata dasar sa la ma atau sa li ma yang berarti
selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Kata agama menurut bahasa Al – Quran banyak
digunakan kata din istilah lain yang digunakan oleh Al – Quran misalnya Millah dan Shalat.
Agama Islam disebut langsung oleh Allah sebagaimana dalam firman Allah:

• “sesungguhnya agama (yang hak) disisi Allah adalah Islam” (Al-Quran Surat Ali Imran ayat
19) • “barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima ajaran tersebut dan di
akhirat dia termasuk orang yang merugi” (Al-Quran Surat Ali Imran Ayat 85)

• “Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu
nikmat Ku dan telah Ku ridhoi Islam menjadi agamamu” (Al-Quran Surat AlMaidah Ayat 3)

C. Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam


Secara garis besar ruang lingkup ajaran agama Islam mencakup ajaran menyeluruh
(total/kaffah) yang terdiri atas aqidah (iman) syariah (Islam) dan akhlak (ikhsan)
Aqidah adalah kepercayaan kepada Allah dan inti dari Aqidah adalah tauhid.
Syariah adalah
segala bentuk peribadatan baik berupa ibadah khusus seperti thaharah, sholat,
puasa, zakat,
haji maupun ibadah umum muamalah seperti hukum-hukum public, hukum perdata.
Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dan menimbulkan perbuatan yang mudah
tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran, akhlak berupa akhlak kepada Khalik maupun
akhlak
kepada Makhluk.
- Adapun cirri-ciri agama budaya adalah:
1. Tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya.
2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan (Rasul).
3. Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada akan mengalami perubahan dalam
perjalanan sejarahnya.
4. Konsep ketuhanannya bersifat dinamisme, animism, polytheisme dan paling tinggi
monotheisme nisbi.
5. Kebenaran ajarannya tidak bersifat universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia,
masa dan keadaan
-Adapun ciri-ciri agama wahyu adalah:
1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, bukan tumbuh dari masyarakat, melainkan
diturunkan untuk masyarakat.
2. Disampaikan oleh seorang Rasul.
3. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4. Ajarannya bersifat tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah .
5. Konsep ketuhanannya bersifat monotheistic mutlak.
6. Kebenarannya bersifat universal. Agama besar yang dianut umat manusia di dunia ini
adalah agama Islam, Yahudi, Nasrani, Hindu dan Budha. Agama Islam, Yahudi dan Nasrani
dikelompokkan kedalam agama samawi oleh sebagian para ahli, Namun demikian sebagian
ahli lagi tidak mengelompokkannya kedalam agama samawi karena kedua kitab suci tersebut
telah mengalami perubahan.

C. Urgensi Pendidikan Islam\

1. Hakekat Pendidikan Islam Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena
manusia disaat dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun, sebagaimana Firman Allah didalam
Al-Qur‟an. Allah SWT Berfirman,yang arti nya:
Artinya:“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”
(Q.S An-Nahl:78)
Namun disisi lain, manusia memiliki potensi dasar (Fitrah) yang harus dikembangkan sampai
batas maksimal. Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan
kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhana komunitas manusia memerlukan pendidikan. Bagi
manusia yang hidup di lingkunan masyarakat yang masih sederhana pendidikan dillakukan
langsung oleh para orang tua. Pendidikan akan dinilai rampung bila anak mereka sudah
menginjak usia dewasa, siap untuk berumah tangga dan mampu mandiri setelah menguasai
sejumlah keterampilan praktis sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan hidup di masyarakat
lingkungannya. Makin sederhana masyarakatnya, makin sedikit tuntutan kebutuhan akan
keterampilan yang perlu dikuasainya
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005. _ _ _ _ _ _ _,
Pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an,Jakarta: Kencana, 2016. _ _ _ _ _ _ _ _,
Ilmu Pendidikan Islam.,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. _ _ _ _ _ _ _ _,
Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia., Jakarta:Rajawali Pers. 2014. Abu Ahmadi dan Nur
Uhbiyati, Ilmu Pendidikan.Jakarta, Rineka Cipta.2015. Anang Hidayatul Maulidin, “Materi
Pendidikan Keimanan menurut Hamka”. ( Skripsi Program Sarjana Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung, 2017) Ali Al-Jumbulati, Perbandingan
Pendidikan Islam., Jakarta. Rineka Cipta. 2002. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Armen Halim Naro. Untukmu
yang Berjiwa Hanif., Bogor: Pustaka Darul Ilmi. 2009. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam,Jakarta: Bumi Aksara, 2014. A. Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam,Jakarta, Amzah.
2015. Az-Zandani, Syeikh Abdul Majid, Ensiklopedia Iman., Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2016. Bukhari Umar. Ilmu Pendidikan Islami, Jakarta, Amzah. 2011. Chairul Anwar,
Hakikat Manusia dalam Pendidikan,Yogyakarta: SUKA-Pers,2014.

- Smith, Huston. Agama-Agama Manusia, terj., Saafroedin bahar (Jakarta: Yayasan Obor
indonesia, 2001).
- Keene,Michael. Agama-agama Dunia, terj., F.A. Soepapto (Yogyakarta: Kanisius, 2006).
- Thalhas, T.H. Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Galura pass, 2006).
- Mutahhari, Murtadha. Perspektif Al-Qur`an tentang Manusia dan Agama. peny., Haidar bagir
(Bandung: Mizan, 1997).
- Endang Saifuddin Anshari, Ilmu filsafat dan Agama, (Surabaya PT, Bina Ilmu 1987).
- Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, (Jakarta, Penerbit YAPI, 1989).
- HM. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta, CV. Serajaya 1981).
- Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yoya, 1992).
- Dede Rosyada, Abuddin Nata, Materi Pokok Agama Islam, (Jakarta, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1994).
- A.B. Haniq, Ilmu Agama, terjemahan MD. Koesumo Sastro, (Jakarta, Bpk Gunung Mulia,
1966).
- Martin Sardy, Agama Multidimensional, (Bandung, Penerbit Alumni, 1983).
- Ahmadi, Abu. 1984. Sejarah Agama. Solo : CV. Ramadhani.
- Ali, Abdullah. 2007. Agama dan Ilmu Perbandingan. Bandung : Nuansa Aulia.
- Abdullah, Yatimin. 2004. Studi Islam Kontemporer. Jakarta : Amzah.
- Manaf, Abdul, Mudjahid. 1994. Sejarah Agama-agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai