Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AGAMA DALAM KONSEP STUDI ISLAM

Dosen Pembimbing:

Dr. Awang Darmawan Putra MM.

Oleh:

Ahmad Hudaiby 2201004

PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH

DAARUL MUSHLIHIN KENDAL

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puja dan puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat
yang sangat besar kepada kita semua, berupa iman dan islam. Sholawat serta salam tak lupa
kita sanjungkan kepada baginda Nabi besar kita Muhammad Saw. beserta para keluaga,
sahabat dan orang-orang yang senantiasa berpegang teguh pada sunah-sunahnya hingga hari
kiamat nanti.

Terimakasih kepada para teman-teman yang senantiasa memberi bantuan dan


dukungan atas penyusunan makalah ini, khususnya kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Metodelogi stud islam. Hingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
agama dalam konsep studi islam.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan maupun kesalahan dalam


penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami memohon kepada seluruh pembaca agar dapat
memberi masukan, kritik dan sarannya agar kedepannya bisa menjadi lebih baik.

Kendal, 29 Mei 2023

Ahmad Hudaiby

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2

BAB I ..................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ................................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 3

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3

C. Tujuan Makalah .......................................................................................................... 3

BAB II.................................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN .................................................................................................................... 4

A. Definisi Agama ........................................................................................................... 4

B. Fungsi Agama ............................................................................................................. 7

C. Unsur-unsur Agama .................................................................................................. 11

BAB III ................................................................................................................................ 15

PENUTUP............................................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 15

B. Saran ......................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 16

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui defenis-definisi belaka,
melainkan hanya dapat dipahami melalui deskripsi nyata yang bersumber dari sebuah
keyakinan yang utuh (sisi batin). Tak ada satupun defenisi tentang agama yang benar-
benar memuaskan tanpa dibarengi oleh keyakinan . Untuk itu agama dapat diartikan
sebagai gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan
usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan
keberadaan alam semesta, selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin
yang paling sempurna dan juga mengatasi perasaan takut.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat


adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup
kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang
per-orang atau dalam hubungannya dengan bermasyarakat. Selain itu, agama juga
memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, secara psikologis
agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) yang berguna, diantaranya
untuk terapi mental dan motif ekstrinsik (luar diri) dalam rangka menangkis bahaya
negatif arus era global. Dan motif yang didorong keyakinan agama dinilai memiliki
kekuatan yang mengangumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non agama, baik
doktrin maupun ideologi yang bersifat profan

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari agama?
2. Apa saja fungsi dari agama?
3. Apa saja unsur-unsur dari agama?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui definisi dari agama
2. Mengetahui fungsi dari agama
3. Mengetahui unsur-unsur dari agama

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Agama
Banyak definisi atau makna dari agama, dari berbagai tokoh dan pengamal
keagamaan. Dari sini maka akan diuraikan terlebih dahulu agama menurut bahasa dan
kemudian agama menurut istilah. Agama secara bahasa yakni :

a. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang diartikan dengan haluan, peraturan, jalan,
atau kebaktian kepada Tuhan.
b. Agama itu terdiri dari dua perkataan, yaitu “A” berarti tidak, “Gama” berarti kacau
balau, tidak teratur. (Nata, 2009)

Adapun menurut istilah, agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah-
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta
lingkungannya. Agama sebagai sistem-sistem simbol, keyakinan, nilai, perilaku yang
terlambangkan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan–persoalan paling maknawi.
(Suroso, 1994)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan Dewa atau nama lainnya dengan
ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Secara terminologi, agama juga didefinisikan sebagai Ad-Din dalam bahasa Semit berarti
undang-undang atau hukum.

Adapun pengertian agama menurut Elizabet K. Notthigham dalam bukunya Agama


dan Masyarakat, berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat
dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi
ilmiah. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa agama terkait dengan usaha-usaha manusia
untuk mengatur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan kederadaan alam
semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan
untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat
membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri.

Dalam pandangan Weber, agama merupakan suatu dorongan yang kuat dalam
semangat mencari ekonomi dalam berbagai bentuk terutama yang di kembangkan oleh

4
Protestan, Pandangan Weber mengenai hal ini adalah penolakan terhadap tradisi, atau
perubahan sangat cepat dalam metode dan evaluasi terhadap kegiatan ekonomi, tidak akan
mungkin terjadi tanpa dorongan moral dan agama. (Ishomudin, 2002)

Menurut sejarahnya, masalah agama adalah masalah sosial, karena menyangkut


kehidupan masyarakat yang tidak bisa terlepas dari kajian ilmu-ilmu sosial. Oleh sebab
itu, ilmu-ilmu agama hakikatnya merupakan rumpun bagian dari ilmu Sosiologi,
Psikologi dan Antropologi. Sosiologi menjadi akar dari semua ilmu yang berkaitan
dengan masyarakat; maka lahirlah semacam ilmu sosiologi agama, sejarah agama, filsafat
agama, publikasi agama, dan lain-lain. Francisco Jose Moreno menegaskan bahwa
“sejarah agama berumur setua sejarah manusia”.

Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Seluruh
agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah upacara yang diselenggarakan
oleh masyarakat.” Hal itu karena masalah agama adalah juga masalah pribadi, yang
menyangkut hak asasi setiap manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, seperti
ungkapan James Freud dkk, yang menegaskan “agama sebagai manifestasi perasaan dan
pengalaman manusia secara individual ketika berhubungan dengan zat yang dianggap
Tuhan”, maka kajian Psikologi turut andil mendukung lahirnya ilmu-ilmu agama, seperti
psikologi agama, pendidikan agama, akhlaq, tasawuf, dan sebagainya. Begitu pula
Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia dan latar belakang budayanya, baik
kepercayaan, pengetahuan, maupun norma dan nilai-nilai yang dianut manusia, jelas
menjadi sumber aspirasi bagi kelahiran ilmu-ilmu agama.

Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok
manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan yang dibahas
dalam agama adalah eksistensi Tuhan. Tuhan dan hubunga manusia dengan-Nya
merupakan aspek metafisika, sedangkan manusia sebagai makhluk dan bagian dari benda
alam termasuk dalam kategori fisika. Dengan demikian, filsafat membahas agama dari
segi metafisika dan fisika. Namun, titik tekan pembahasan filsafat agama lebih terfokus
pada aspek metafisiknya ketimbang aspek fisiknya. Aspek fisik akan lebih terang
diuraikan dalam ilmu alam, seperti biologi dan psikologi serta antropologi.

Agama berasal dari bahasa Sankskrit. Ada yang berpendapat bahwa kata itu terdiri
atas dua kata, A berarti tidak dan Gama berarti pergi, jadi agama artinya tidak pergi; tetap
di tempat; diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian.

5
Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya
dikatakan bahwa gama berarti tuntunan. Agama juga mempunyai tuntunan, yaitu kitab
suci.

Secara etimologi, istilah agama banyak dikemukakan dalam berbagai bahasa, antara
lain Religion (Inggris), Religie (Belanda), Religio (Yunani), Ad-Din, Syari’at, Hisab
(Arab Islam) atau Dharma (Hindu). Menurut Louis Ma’luf dalam Al-Munawar pengertian
agama dalam Islam secara spesifik berasal dari kata “ad-Din” (Jamak: “Al-Adyan” yang
mengandung arti “Al-Jaza wal Mukafah, Al-Qada, Al-Malik-al-Mulk, As-Sulton, At-
Tadbir, Al-Hisab”). Moenawar Cholil menafsirkan kata “Ad-Din sebagai mashdar dari
kata kerja “‫يدين‬-‫ “دان‬yang mempunyai banyak arti, antara lain: cara atau adat kebiasaan,
peraturan, undang-undang, taat dan patuh, meng-Esakan Tuhan, pembalasan,
perhitungan, hari kiamat, nasihat, agama”. Dari pengertian yang khas itu, maka Ad-Dien
dalam Islam sesungguhnya tidak cukup diartikan hanya sekedar agama yang mengatur
hubungan antara manusia dengan zat Maha Pencipta (Tuhan yang dianggap kuasa). Lebih
dari itu, Dienul Islam juga mengatur kehidupan antar umat manusia, bahkan dengan
lingkungan alam sekitarnya.

Menurut Majduddin al-Fairuzabady, kata Din berasal dari dain. Sebab, dalam tata
bahasa Arab suku kata yang setimbangan dengan fa’al, seperti dain lebih banyak terdapat
dalam praktik sastra Arab daripada kata yang setimbangan fi’il, seperti din. Disamping
itu, kata yang setimbangan dengan fa’al lebih mudah dan praktis dituturkan daripada
menyebut kata yang setimbangan fi’il. Kata dain, demikian al-Fairuzabady, menunjukkan
sesuatu yang tidak hadir, seperti dain dalam arti utang. Utang adalah suatu takaran harga
yang belum hadir pada waktu pembayaran dilakukan. Agama pada dasarnya memiliki
masalah yang tidak hadir pada waktu kita sedang berada dalam alam yang hadir (dunia).
Dan agama akan hadir nantinya setelah hancurnya alam dunia dalam bentuk pahala dan
siksaan. Dengan demikian, menurut al-Fairuzabady, din itu berpokok pada metafisika dan
berasal dari dain. Dari dasar metafisika inilah kemudian muncul berbagai ungkapan,
seperti taat, pembalasan dan hukuman.

Religi berasal dari kata latin. Menurut suatu pendapat, asalnya relegere, yang berarti
mengumpulkan, membaca. Agama memang kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan
dan harus dibaca. Pendapat lain mengatakan, kata itu berasal dari religare yang berarti

6
mengikat. Ajaran-ajaran agama memang memiliki sifat mengikat bagi manusia, yakni
mengikat manusia dengan Tuhan.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, melihat dari mana sumber datangnya


ajaran yang disampaikan, agama dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yakni
Agama Samawi (agama yang datang dari langit berlandaskan wahyu Tuhan: seperti
Islam, Yahudi dan Nasrani) dan Agama Wad’iy (agama yang tumbuh di bumi atas
prakarsa dan pemikiran Sidharta Gautama, atau Hindu sebagai akulturasi budaya bangsa
Aria dan Dravida). Ditinjau dari segi motivasi yang melatarbelakangi lahirnya agama,
terdapat Agama Alami (timbul karena pengaruh kekuatan alam yang dilandasi motivasi
untuk melindungi jiwa yang ketakutan; seperti agama Majusi, animism, dinamisme) dan
Agama Etik (tumbuh berdasarkan motivasi penilaian baik dan buruk; semacam filsafat
etika Kong-Hu-Cu atau Kong-Cu, Shinto, dan lain-lain).

B. Fungsi Agama
Secara sosiologis, agama menjadi penting dalam kehidupan manusia dimana
pengetahuan dan keahlian tidak berhasil memberikan sarana adaptasi atau makanisme
penyesuaian yang dibutuhkan, Dari sudut pandang teori fungsional, agama menjadi
penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari
ketidakpastian, ketidakberdayaan dan kelangkaan yang memang merupakan karakteristik
fundamental kondisi manusia. Maka kemudian, fungsi agama adalah menyelesaikan dua
hal, yang pertama, suatau cakrawala pandangan tentang dunia luar yang tidak terjangkau
oleh manusia, dalam arti dimana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai suatu yanng
mempunyai makna. Kedua, sarana ritual yang memungkinkan hubungan menusia dengan
hal diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia untuk
mempertahankan moralnya.

Pembahasan tentang fungsi agama pada masyarakat akan dibatasi pada dua hal, yaitu
agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

a. Fungsi Integratif Agama

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran
agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota
beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem

7
kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, sehingga
agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.

b. Fungsi Disintegratif Agama.

Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan,


mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama
juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah
belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan
konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya
sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi orang lain
yang dianggap menyalahi aturan-aturan yang ada dalam wahyu. Dalam hal ini, agama
lebih bersifat eksklulsif terhadap fenomena- fenomena yang terjadi dalam masyarakat
kita.

Agama di dalam masyarakat, adalah ketika dimana agama mampu memberikan


implementasinya terhadap setiap manusia, dimana hal ituakan mempengaruhi dan
memberikan peraturan dan norma–norma yang akan menjadi landasan hidup.

Agama memiliki fungsi penting terhadap kelompok atau komunitas dan penganutnya
serta secara individual dalam membangun kemanusiaan. fungsi agama yaitu:

1. Sarana pendidikan

Agama mendidik manusia melalui perintah dan larangan yang telah ditetapkan
oleh tuhan untuk ditaati. Agama mendidik manusia melalui perintah tuhan untuk
ditaati dan melalui larangan untuk dihindari karena pada perintah dan larangan
terdapat kebaikan kepada manusia itu sendiri sehingga tercipta pribadi yang soleh,
baik, berkarakter dan berintegritas dalam kehidupan manusia tanpa agama manusia
tidak akan bisa mendidik atau mengendalikan dirinya. Karena ego manusia dapat
membuat mereka bertindak diluar batas kewajaran mereka sebagai manusia yang
mengakibatkan munculnya berbagai konflik. Sehingga dengan agama manusia lebih
mudah dikendalikan tapi tanpa agama manusia sulit untuk diarahkan atau
dikendalikan.

2. Jalan menuju keselamatan

8
Agama merupakan jalan yang dapat menuntun manusia kepada keselamatan
serta menjauhkan manusia dari kesengsaraaan.

3. Jembatan perdamaian dunia

Tidak ada agama yang mengajarkan dan melegalkan tindakan kekerasan atau
terorisme tapi jika ada agama yang demikian maka agama tersebut telah mengalami
penyimpangan pemahaman dari nilai-nilai yang sesungguhnya karena agama yang
benar tentu mengajarkan kedamaian dan toleransi terhadap sesama pemeluk dan antar
pemeluk agama. Dengan saling menghormati dan saling menghargai sesama pemeluk
agama dan antar agama akan tercipta keharmonisan dalam kehidupan. Bagi seluruh
pemeluk agama yang mengamalkan agamanya tanpa menganggu agama lain maka
akan tercipta perdamaian

4. Agama sebagai benteng kekuatan

Agama dapat menjadi sumber energi bagi manusia untuk melakukan hal-hal
yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Orang yang beragama lebih tangguh dan
kuat dari pada orang yang tidak beragama dalam menghadapi tantangan hidup. Orang
beragama lebih tabah dan rela menerima musibah dalam kehidupan dari pada orang
yang tidak beragama. Orang yang tidak beragama cenderung menyesali apa yang
telah terjadi dan berputus asa dalam mengejar harapan hidup. Orang yang tidak
beragama atau melepaskan agama banyak yang frustasi dan mati secara tragis dengan
bunuh diri sehingga orang yang tidak beragama lebih lemah dari orang yang
beragama.

5. Agama sebagai identitas diri

Agama menjadi identitas bagi pemeluknya. Manusia yang akan menikah atau
mengalami kematian akan mendapat pelayanan bersifat keagamaan sesuai dengan
identitasnya atau agama yang diyakininya.

Jika kehidupan manusia berjalan tanpa agama maka kesewenang-wenangan akan


merajalela, keadilan tidak akan pernah bisa ditegakkan, manusia akan berbuat sekehendak
hatinya sehingga yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan binasa tertindas.
Maka kehadiran agama dalam kehidupan manusia sangat penting berikut urgensitas
agama yaitu:

9
1. Agama merupakan asas kehidupan

Agama menjadi petunjuk utama dalam menajalani kehidupan yang sementara


dimana agama menjelaskan asal usul manusia, apa yang mesti mereka lakukan dalam
kehidupan dan kemana mereka akan kembali. Sehingga tanpa agama, kehidupan
seseorang akan mengalami ketidak pastian yang membuat manusia cenderung
berbuat kemaksiatan atau perbuatan yang merugi diri sendiri serta orang lain tapi
dengan adanya agama mampu membuat manusia melakukan berdoa,bersyukur,
menyesali perbuatan yang salah dan mohon ampun pada tuhan yang diyakini dapat
menolongnya dalam berpikir Agama berperan agar manusia mampu menggunakan
akalnya untuk berfikir dengan baik dan jernih. Sehingga manusia mampu mengawali
berbagai perubahan dalam kehidupan dikarenakan perubahan berawal dari ide dan
gagasan yang didasarkan pada kebaikan dan kebaikan dalam berfikir bersumber dari
norma-norma agama.

2. Agama merupakan landasan dalam berperilaku

Tanpa agama manusia tidak bisa berperilaku dengan baik terhadap diri sendiri,
ditengah keluarga atau ditengah masyarakat karena apa yang dinilai baik oleh orang
belum tentu baik dan apa yang dipandang buruk oleh orang belum tentu buruk,
sehingga agama menjadi standar nilai yang menentukan baik dan buruk sebagai
norma dalam bersikap Tanpa agama manusia tidak mampu berprilaku santun,
mengendalikan emosi, merasa senang sendiri dan tidak bisa menghargai hasil karya
orang lain tapi dengan adanya agama yang mengajarkan dan mendorong manusia
untuk berprilaku baik dalam kehidupan sehingga manusia dapat berprilaku baik
Agama merupakan landasan dalam bernegara Agama tidak bisa dipisahkan dari
Negara karena agama merupakan nilai yang mengisi ruang-ruang bernegara sistem
pemerintah yang adil tapi jika agama dipisahkan dari pemerintah, kekuasaan menjadi
kekuatan untuk menindas dan merampas hak orang lain, roda perpolitikan berjalan
tanpa moral dan etika. Yang mengakibatkan saling menjatuhkan, berkhianat, dan
mementingkan ego dari pada kemaslahatan dalam berbangsa dan bernegara.
(Maulana Muhammad Ali , 2013 , p. 24)

Fungsi penting agama adalah menciptakan rasa aman dan sejahtera bagi pemeluknya.
Agama memiliki peran dan fungsi penting terhadap kelompok atau komuniti dan
penganutnya serta secara individual dalam membangun kemanusiaan. Fungsi agama

10
secara sosial yaitu menjadi sanksi, menanamkan tentang kebaikan dan kejahatan dengan
memberikan pedoman tentang perilaku hidup dan berinteraksin. Fungsi agama secara
psikologis, mengurangi kegelisahan manusia dan memberikan ketenangan pada manusia
karena memberikan harapan bahwa ada kekuatan supranatural yang dapat menolong
manusia disaat menghadapi bahaya. Agama mengajarkan sikap manusia yang baik dalam
menghadapi suka dan duka. Orang yang beriman akan bersyukur kepada Allah saat
memperoleh sesuatu yang menggimbarakan dan sabar saat ditimpa sesuatu yang
menyedihkan manusia yang menjalankan agama dengan benar tidak terkena penyakit urat
saraf seperti gelisah risau yang terus menerus karena dengan doa dan iman kepada tuhan.
Lenyaplah dengan doa dan iman kepada tuhan. Lenyaplah segala macam kekhawatiran
dan kegelisahan.

Dari fungsi agama diatas yang dapat memenuhi fungsi tersebut merupakan agama
wahyu yaitu agama islam sehingg fungsi agama hanya dapat ditemukan dalam agama
islam sedangkan agama ciptaan manusia tidak mengungkap sesuatu yang tidak terjangkau
akal.

C. Unsur-unsur Agama
Sistem aturan kehidupan dikatakan sebuah agama jika memenuhi unsur-unsur agama
tetapi jika salah satu unsur agama tidak ada maka sistem tersebut tidak dianggap sebagai
agama. Unsur-unsur agama yaitu:

Pertama, unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat
mengambil bentuk yang bermacam-macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut
dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan misterius (sakti), ruh atau
jiwa yang terdapat pada bnda-benda yang memiliki kekuatan misterius; dewa-dewa dan
Tuhan atau Allah dalam istilah yang lebih khusus dalam agama Islam.

Kepercayaan pada adanya Tuhan dalah dasar yang utama sekali dalam paham
keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Buddhisme yang asli dan beberapa agama lain
berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib dan cara hidup tiap-tiap manusia
yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat hubungannya dengan kepercayaan
tersebut.

Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan dan kebahagiaan


yang dicari akan hilang pula. Hubungan baik ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk

11
peribadatan, selalu menginat-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjauhi
larangan-Nya.

Ketiga, unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. Repon tersebut dapat
mengambil bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau perasaan
cinta seperti yang terdapat pada agama-agama monoteisme. Selanjutnya respon tersebut
mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.

Keempat, unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan
gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan,
tempat-tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama
adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung
dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan
tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan
kekuatan gaib tersebut.

Fitrah Manusia Terhadap Agama

Perkembangan hidup cara berfikir manusia, sejak zaman yang sangat sederhana
(primitif) sampai kepada zaman yang modern diabad dua puluh satu ini nyata dan jelas
pada prinsipnya pemikiran mereka yang asli ialah mengakui tentang adanya yang ghaib
dan yang Maha Kuasa, yakni yang menguasai alam semesta ini dan dirinya sendiri, jadi
pada dasarnya, fitrah (naluri) manusia terhadap Agama sudah tersedia. Perkembanganya
dan pemikirannya untuk menyampaikan mereka kepada zat Yang Maha Kuasa itu
berbeda-beda, menurut tingkat kehidupan, pengaruh miiter dan pendidikan yang
menyebabkan mereka itu menyimpang dari fitrahnya.

Hal yang demikian merupakan juga salah satu ciri perbedaan diantara manusia
dengan hewan. Allah SWT menanam dalam jiwa manusia itu daya berfikir dan
merenungkan yaitu rasa kekaguman seperti keseburan tanahnya keindahan alamnya, dan
kecemasan terhadap alam makro (alam semesta) ini seperti gempa banjir, kebuasan, dan
keganasan.

12
Gejala-gejala alamiah ini yang menyebabkan manusia purba (primitif) berusaha
mencarinya untuk dipuja dan disembah untuk memberi sembahan, pemujaan, sebagai
tanda terima kasih ataupun minta dihindarkan dari mala petaka keganasan bencana alam.
Ide penyembahan pada bulan, matahari, bintang, api, pohon dan segala macam yang
mereka anggap efek positif dan negatif dari kehidupan mereka.

Harun Nasution menyatakan bahwa Agama adalah hal yang bersifat primitif dan ada
pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama -
Agama yang terdapat dalam masyarakat primitif adalah dinamisme , animisme, politesme.

a. Dinamisme

Kata dinamisme berasal dari kata Yunani dynamis atau dynaomos yang artinya
kekuatan atau tenaga. Dinamisme ialah kepercayaan (anggapan) tentang adanya
kekuatan yang terdapat pada berbagai barang, baik yang hidup (manusia, binatang
dan tumbuh-tumbuhan) atau yang mati. Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan,
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau
kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia
dalam mempertahankan hidup, selanjutnya Harun Nasution menyebutkan,
dinamisme adalah suatu paham bahwa ada benda-benda tertentu yang mempunyai
kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari.

b. Animisme

Animisme berasal dari bahasa latin asal katanya adalah anima yang berarti
nyawa, napas atau roh. Animisme berarti kepercayaan kepada roh yang mendiami
semua benda (pohon, batu, sungai, gunung dan sebagainya). Animisme adalah
Agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda baik yang bernyawa maupun yang
tidak bernyawa mempunyai roh.

Tujuan berAgama menurut paham animisme adalah berhubungan baik dengan


roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan
hati mereka. Kemarahan roh haruslah dijauhi, karena kemarahan roh akan
menimbulkan bahaya dan malapetaka. Orang yang dapat mengontrol roh-roh itu
adalah para dukun atau ahli sihir. Kepercayaan masyarakat primitive, khususnya
animisme seperti yang diuraikan di atas, kadang kala masih ada pada masyarakat kita
dewasa ini. Pemberian sesajen, masih ada kita jumpai pada masyarakat abad 21 ini.

13
Hal ini kalau ditelusuri adalah peninggalan dari kepercayaan animisme yang pernah
dianut oleh masyarakat kita pada masa dahulu.

c. Polytheisme

Polytheisme mengandung kepercayaan kepada banyak dewa atau tuhan.


Polytheisme lawan dari monotheisme (satu tuhan). Paham polytheisme hal-hal yang
menimbulkan perasaan ta’ajub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh, tapi
oleh dewa-dewa.

Paham polytheisme dewa-dewa telah mempunyai tugas tertentu. Ada dewa yang
bertugas memberi sinar/cahaya dan panas. Agama Mesir kuno disebut dengan dewa
Ra, Agama India disebut dewa Surya dan dalam Agama Persia kuno disebut dewa
Mithra. Ada juga dewa yang bertugas menurunkan hujan, yang diberi nama dewa
Indera dalam Agama India kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut dewa
Wata dalam Agama India kuno.

14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi, istilah agama banyak dikemukakan dalam berbagai bahasa, antara
lain Religion (Inggris), Religie (Belanda), Religio (Yunani), Ad-Din, Syari’at, Hisab
(Arab Islam) atau Dharma (Hindu). Menurut Louis Ma’luf dalam Al-Munawar
pengertian agama dalam Islam secara spesifik berasal dari kata “ad-Din” (Jamak: “Al-
Adyan” yang mengandung arti “Al-Jaza wal Mukafah, Al-Qada, Al-Malik-al-Mulk, As-
Sulton, At-Tadbir, Al-Hisab”). Moenawar Cholil menafsirkan kata “Ad-Din sebagai
mashdar dari kata kerja “‫يدين‬-‫ “دان‬yang mempunyai banyak arti, antara lain: cara atau adat
kebiasaan, peraturan, undang-undang, taat dan patuh, meng-Esa-kan Tuhan,
pembalasan, perhitungan, hari kiamat, nasihat, agama”. Dari pengertian yang khas itu,
maka Ad-Dien dalam Islam sesungguhnya tidak cukup diartikan hanya sekedar agama
yang mengatur hubungan antara manusia dengan zat Maha Pencipta (Tuhan yang
dianggap kuasa). Lebih dari itu, Dienul Islam juga mengatur kehidupan antar umat
manusia, bahkan dengan lingkungan alam sekitarnya.

B. Saran
Demikian makalah pengantar ilmu jurnalistik ini yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Pemakalah memohon maaf kepada seluruh pihak atas segala kekurangan
dan kesalahan baik dari segi penulisan maupun segi penyampaian. Pemakalah juga sangat
mengharapkan kritik dan sarannya guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini bisa menjadi salah satu referensi belajar dan bermanfaat buat kita semua. Aamiin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ishomudin. (2002). Pengantar Sosiologi Agama . Jakarta: Ghalia Indonesia.


Khairiah, N. (2021). Metode Studi Islam - Arti Penting Agama Bagi Manusia. Retrieved from
www.academia.edu:
https://www.academia.edu/45615323/Metode_Studi_Islam_Arti_Penting_Agama_
Bagi_Manusia
Nata, A. (2009). Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Suroso, j. A. (1994). Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://etheses.iainkediri.ac.id/884/3/933100410-bab2.pdf

https://core.ac.uk/download/pdf/288100489.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai