Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH TENTANG

AGAMA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar studi islam

Dosen Pengampu:

H. Zainul Fanani, M.Ag

Penyusun:

Illiyyin Silmi Kaaffah (224103020004)

Dewi Masyithoh (22410302000)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD
SHIDDIQ JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan karunia serta pentunjuk-Nya, sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Tentang Agama”.

Dalam pembuataan makalah ini kami menyadari banyak keterbatasaan dan


kekurangaan yang dirasakan mengingat pengetahuaan dan pengalamaan kami yang
masih terbatas. Berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung, sehingga keterbatasaan dan kekurangaan tersebut dapat diatasi
sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Oleh karena itu, kritik dan saraan dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
kesepurnaan makalah yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan bagi kita semua, Aamiin.

Jember, 02 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar .............................. .....................................................................2

Daftar isi ....................................... .....................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................4

B. Rumusan Masalah............................................................................................4

C. Tujuan ...................................... ......................................................................4

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Secara Etimologi Dan Terminologi..................................6

B. Klasifikasi Agama...........................................................................................9

C. Kebutuhan Manusia akan Agama...................................................................11

D. Fungsi Agama bagi Manusia..........................................................................12

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................18

B. Saran...............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sebagian masyarakat saat ini banyak tidak mengetahui arti agama yang
sesungguhnya, mereka hanya tahu menjalakan syariat-syariat agama menurut
kepercayaan masing masing. Yang mana di dalam agama tersebut mempunyai aturan-
aturan dalam menjalani hidup antara manusia dengan manusia, lingkungan, dan
tuhan. Maka dari itu, kelompok kami akan memberikan pembahasaan tentang
pengertian agama menurut etimologi, terminologi, fungsional, dan Kebutuhan
manusia akan agama, dan beberapa unsur yang membangun untuk menguatkan hasil
kajian dan diskusi kami.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan agama menurut etimologi dan terminologi?

2. Apa yang dimaksud dengan klasifikasi agama?

3. Apa saja kebutuhan manusia akan agama?

4. Apa saja fungsi agama bagi manusia?

C. Tujuan

Untuk menjelaskan pengertian agama, baik secara etimologi maupun terminologi,


klasifikasi agama, kebutuhan manusia akan agama serta fungsi agama bagi manusia,
dan dapat menelaah kajian dan batasan pengertian agama sehingga tidak terjadi
kekacauan dari sudut pandang agama.

4
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian Agama Secara Etimologi Dan Terminologi

Pengertian agama secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa Sansekerta.
Ada yang berpendapat bahwa kata itu terdiri dua kata, a berarti tidak dan gam berarti
pergi, jadi agama artinya tidak pergi; tetap di tempat; diwarisi turun temurun. Agama
memang mempunyai sifat yang demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa agama
berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntutan. Agama
juga mempunyai tuntunan, yaitu Kitab Suci. Istilah agama dalam bahasa asing
bermacam-macam, antara lain :

religion, religio, religie, godsdienst, dan ad-din. Kata religi - religion dan religio,
secara etimologi – menurut winker paris dalam algemene encyclopaedie mungkin
sekali dari bahasa latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti terikat, maka
dimaksudkan bahwa setiap orang yang bereligi adalah orang yang senantiasa merasa
terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere
yang berarti berhati hati, maka dimaksudkanbahwa orang yang bereligi itu adalah
orang yang senantiasa bersikap hati hati dengan sesuatu yang dianggap suci.

Dari etimologis ketiga kata di atas maka dapat diambil pengertian bahwa
agaman(religi, din): (1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia
untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera; (2) bahwa jalan
hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia
yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati.
(3) aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan
berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.

5
a). Etimologi Bahasa Inggris

Dalam bahasa Inggris, kata “agama” diterjemahkan menjadi “religion”. Untuk


mengkaji kata “religion”, kami menggunakan metode yang sama dengan di atas,
yakni melalui metode etimologis ada dua pendapat mengenai asal-usul kata “agama”.

Pertama, berasal dari bahasa Indo-German, yaitu “gam”, identik dengan “go”
dalam bahasa Inggris yang berarti “jalan, cara berjalan, cara-cara sampai pada
keridhaan Tuhan”. Namun, menurut Sukardji, orang yang mengatakan bahwa kata
“agama” berasal dari bahasa Indo-German berarti belum mengetahui bahasa
Sansekerta.

Kedua, berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam kitab Upadeca tentang “Ajaran
ajaran Agama Hindu”, disebutkan bahwa “agama” tersusun dari kata “a” yang berarti
“tidak” dan “gam” yang berarti “jalan”. Dalam bentuk harfiah, “agama” berarti “tetap
di tempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus-menerus dari generasi ke
generasi”. Ada pula pendapat lain, yaitu “agama” berasal dari kata “a” yang berarti
“tidak”, dan “gama” yang berarti “kacau”. Maksudnya, orang-orang yang memeluk
suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya, hidupnya tidak akan kacau.

Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan


aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan
sesamanya. Dalam al Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini
merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna
yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah dan
seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi. Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

6
Agama adalah fitrah “ketentuan mutlak” bagi Manusia tanpa manusia agama
bukan berarti apa-apa, karena Agama memang ditujukan bagi manusia. Dari pendapat
tersebut, definisi dan pengertian agama memiliki perbedaan-perbedaan pokok dan
luas antara maksud-maksud agama pada kata ‘agama’ dalam bahasa Sansekerta,
dengan kata ‘religio’ bahasa latin, dan kata ‘din’ dalam bahasa Arab. Namun secara
terminologis, ketiganya memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala bidang
menurut kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk
perbaikan pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip tinggi
moralitas manusia, untuk menegakkan hubungan baik antar anggota masyarakat serta
melenyapkan setiap bentuk diskriminasi buruk.1

B. Klasifikasi Agama

Ada 3 Jenis Klarifikasi Agama, Yakni :

1). Wahyu dan Non-wahyu

Agama wahyu adalah agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada
rasul-rasul-Nya dan kepada kitab-kitab-Nya serta pesannya disebarkan kepada
segenap umat manusia. Agama wahyu timbul di daerah-daerah yang secara historis
dibawah pengaruh ras semitik, sumber utama ketentuan baik dan buruk dalam agama
adalah kitab suci dan terlahir di Timur Tengah bersifat misionaris, jelas dan tegas.
Agama wahyu memberikan arah dan jalan yang lengkap bagi pemeluknya. Yang
termasuk agama wahyu adalah Yahudi, Kristen, dan Islam.

1
2 Sukardji, 1993: 26-27
3 Sukardji, 1993: 28
4 Jalaluddin, 1996: 12
5 Murtadha mutahhari, Perspektif Al-Qur`an tentang Manusia dan Agama, peny.,
Haidar
bagir, (Bandung: Mizan, 1997), h. 41-42

7
Agama non-wahyu adalah agama yang tidak memandang esensial penyerahan
manusia kepada tata aturan ilahi, ketentuan baik dan buruknya bukan sumber utama
dari kitab suci, terlahir di luar area Timur Tengah dan luar wilayah pengaruh ras
semitik. Ajaran agama non-wahyu bersifat tidak misionaris, kabur dan sangat elastis.
Agama non-wahyu memberikan arah dan jalan yang hanya pada aspek tertentu saja.
Yang termasuk agama non-wahyu adalah Hindu, Budha, Confusionisme.

2). Misionaris dan Non-misionaris

Agama misionaris adalah agama yang ajarannya mengharuskan penganutnya


menyebarkan kepada seluruh manusia. Agama yang tergolong misionaris hanya
Islam. Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, Kristen dan Budha menjadi
agama misionaris. Agama non-misionaris adalah agama yang ajarannya tidak
mengharuskan penganutnya menyebarkan kepada seluruh manusia.

3). Rasial dan Universal

Ditinjau dari segi rasial dan geografis agama di dunia terbagi menjadi tiga
golongan : semitik, arya, dan mongolia. Yang termasuk agama simitik adalah Yahudi,
Kristen, Dan Islam. Sedangkan yang tergolong arya adalah Hindu, Jainisme,
Sikhiisme, Zoaterianisme. Sedangkan yang tergolong mongolian adalah
Confusionisme, Taoisme, dan Shintoisme. 2

2
6 Darori Amin (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, (Gama Media, Yogyakarta, 2000)

8
C. Kebutuhan Manusia Akan Agama

Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat sempurna. kesempurnaan


tersebut terletak, antara lain, pada kemampuan akalnya yang luar biasa, serta indra
yang sangat lengkap, yang telah dianugerahkan allah kepadanya. Disamping itu,
manusia adalah satu satu nya makhluk yang memiliki kemampuan berbahasa, baik
lisan maupun tulisan, sehingga dia dapat mengekspresikan semua yang ada dalam
pikiran dan hati nya, sekaligus dapat digunakan untuk menyimpan hasil kebudayaan
dan peradaban yang telah dikembangkannya melalui kemampuan akalnya, misal nya,
peradaban mesir kuno.

Disamping itu, manusia adalah satu satu nya makhluk allah yang dianugerahi
jari jari tangan yang sangat fleksibel, yang dapat digerakkan ke segala arah. Dengan
kemampuan tangannya itu, manusia dapat merealisasikan segala gagasannya dalam
bentuk pikiran kedalam bentuk yang nyata dan konkret.

Berdasarkan fakta dan kenyataan hidup manusi seperti digambarkan diatas,


apakah manusia masih membutuhkan agama? Manusia sebagai makhluk berdimensi
jasmaniah dan ruhaniyah memiliki berbagai potensi,baik berupa potensi akal, maupun
berupa potensi fisik indrawi yang begitu lengkap. Kedua potensi tersebut merupakan
sarana utama bagi manusia untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidupnya yang
terkait dengan hal hal yang bersifat duniawi. Potensi seperti itu sangat berguna dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia yang bersifat fisik duniawi.

Sementara untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan aspek


ruhaniyahnya, kemampuan fisik dan kecerdasan akal manusia bagaimanapun juga
tidak mungkin dapat menyelesaikannya. Disinilah agama memainkan peran penting
dan utama dalam memenuhi kebutuhan rohaniyah manusia, serta memberikan solusi
yang baik bagi persoalan persoalan yang sedang dihadapinya.

9
Dalam rangka menjawab persoalan persoalan hidup yang mereka hadapi sehari
hari, manusia tampaknya memerlukan 3 hal pokok dan vital, yaitu sains dan teknologi
(saintek), agama, dan seni. Ketiga hal ini merupakan prasyarat bagi manusia untuk
mencapai kesempurnaan dalam hidup mereka. Kebutuhan manusia terhadap ketiga
hal tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut : dengan ilmu, hidup menjadi mudah
; dengan agama, hidup menjadi terarah dan damai ; dan dengan seni, hidup menjadi
indah dan nyaman. 3

D. Fungsi Agama Bagi Manusia

Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi manusia.

1. Fungsi integratif Agama

Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi manusia berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara beberapa anggota masyarakat
maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.

Hal ini semakin diperkuat dengan adanya konsep sakral yang melingkupi nilai
nilai keagamaan sehingga hal tersebut tidak mudah untuk dirubah dan memiliki
otoritas yang kuat di masyarakat.

Dengan mendasarkan pada perspektif fungsionalis, Thomas F. O’Dea


mengungkapkan bahwa agama memiliki fungsi dalam menyediakan dua hal.

3
Hassan Hanafi,islam in the modern world: Religion, Ideology, and Development,
vol. I (Cairo : Dar Kebaa Bookshop,2000), h. 473-474

10
Pertama, suatu cakrawala pandangan tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh
manusia (beyond). Kedua, sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia
dengan hal diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi
manusia. Lebih jauh, dengan mendasarkan pada dua hal diatas, ia mengungkapkan
enam fungsi agama sebagai berikut:

a). Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang berada di luar jangkauan
manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, agama menyediakan sarana
emosional penting yang membantu manusia dalam menghadapi ketidakpastian.

b). Agama menawarkan suatu hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
peribadatan, karenanya agama memberikan dasar emosional bagi rasa aman baru dan
identitas yang lebih kuat ditengah kondisi ketidakpastian dan ketidakmungkinan yang
dihadapi manusia

c). Agama mensucikan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang telah terbentuk,
mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas kepentingan individu dan disiplin
kelompok diatas dorongan hati individu. Dengan demikian agama berfungsi untuk
membantu pengendalian sosial, melegitimasi alokasi pola-pola masyarakat sehingga
membantu ketertiban dan stabilitas.

d). Agama juga melakukan fungsi yang bertentangan dengan fungsi sebaliknya, yaitu
memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang sudah terlembaga
bisa dikaji kembali secara kritis sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama
agama yang menitikberatkan pada transendensi Tuhan dan pada masyarakat yang
mapan.

11
e). Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Melalui peranserta
manusia dalam ritual agama dan do’a, mereka juga melakukan unsur-unsur signifikan
yang ada dalam identitasnya. Dalam periode perubahan dan mobilitas sosial yang
berlangsung cepat, sumbangan agama terhadap identitas menjadi semakin tinggi.
Salah satu contoh tentang hal ini dikemukakan oleh Will Herberg melalui studinya
tentang sosiologi agama Amerika di tahun 1950-an, dimana salah satu cara penting
dimana orang Amerika membentuk identitasnya adalah dengan menjadi salah satu
anggota dari “tiga agama demokrasi”, yaitu: Protestan, katholik, dan Yahudi.

f). Agama juga berperan dalam memacu pertumbuhan dan kedewasaan individu,
serta perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat. Dari
keenam fungsi yang dijalankan oleh agama diatas, nampak bahwa agama memiliki
peran yang urgen tidak hanya bagi individu tetapi sekaligus bagi masyarakat. Bagi
individu, agamaberperan dalam mengidentifikasikan individu dengan kelompok,
menghibur ketika dilanda kecewa, memperkuat moral, dan menyediakan unsur-unsur
identitas. Sedangkan bagi kehidupan bermasyarakat, agama berfungsi menguatkan
kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan mendukung pengendalian sosial,
menopang nilai-nilai dan tujuan yang mapan, dan menyediakan sarana untuk
mengatasi kesalahan dan keterasingan.

2. Fungsi Disintegratif Agama

Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan,


mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama
juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-
belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan
konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya

12
sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk
agama lain. Pada bagian ini, pembicaraan tentang fungsi disintegratif agama akan
lebih memfokuskan perhatian pada beberapa bentuk konflik sosial yang bersumber
dari agama. Hendropuspito setidaknya mencatat empat bentuk konflik sosial yang
bersumber pada agama, yaitu:

a). Perbedaan doktrin dan sikap mental

Dalam konteks ini, konflik sebagai fakta sosial melibatkan minimal dua kelompok
agama yang berbeda, bukan hanya sebatas konstruksi khayal semata melainkan
sebagai sebuah fakta sejarah yang seringkali masih terjadi hingga saat ini. Konflik
yang muncul lebih banyak disebabkan oleh adanya perbedaan doktrin yang kemudian
diikuti oleh sikap mental yang memandang bahwa hanya agama yang dianutnya lah
yang memiliki kebenaran (claim of truth) sedangkan yang lain sesat, atau setidaknya
kurang sempurna.

Klaim kebenaran inilah yang menjadi sumber munculnya konflik sosial yang
berlatarbelakang agama, terlebih pada umumnya klaim kebenaran diikuti oleh
munculnya sikap kesombongan religius, prasangka, fanatisme, dan intoleransi. Sikap-
sikap tersebut sedikit banyak telah menutup sisi rasional yang sebenarnya bisa
dikembangkan untuk membangun saling pengertian antar pemeluk agama.

Seringkali sisi non-rasional dan supra-rasional, yang memegang peranan penting


dalam agama, dijadikan sebagai senjata untuk menolak argumentasi rasional yang
ada. Kenyataan inilah yang turut memberikan kontribusi akan eksistensi sikap-sikap
tersebut.

13
b). Perbedaan suku dan ras pemeluk agama

Meskipun tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa agama memiliki peran
dalam mempersatukan orang-orang yang memiliki perbedaan suku dan ras, namun
kita juga tidak bisa membantah bahwa seringkali perbedaan suku dan ras
menimbulkan konflik sosial. Apabila perbedaan suku dan ras saja telah cukup untuk
memunculkan konflik sosial, maka masuknya unsur perbedaan agama tentunya akan
semakin mempertegas konflik tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah bahwa
bangsa kulit putih yang notabene beragama Kristen merasa menjadi bangsa pilihan
yang ditugaskan untuk mempersatukan kerajaan Allah di dunia dengan menaklukkan
bangsa lain yang non-Kristen.

c). Perbedaan tingkat kebudayaan

Sebagai bagian dari kebudayaan, agama merupakan faktor penting bagi


pembudayaan manusia khususnya, dan alam semesta pada umumnya. Peter Berger
menjelaskan fenomena ini dengan menegaskan bahwa agama merupakan usaha
manusiawi dengan mana suatu jagad raya ditegakkan. Dengan kata lain, agama
adalah upaya menciptakan alam semesta dengan cara yang suci.

Dengan kerangka pemikiran bahwa agama memainkan peran dominan dalam


menciptakan masyarakat budaya dan melestarikan alam semesta maka munculnya
ketegangan yang disebabkan karena perbedaan tingkat kebudayaan tidak bisa
dilepaskan dari peran agama dalam menyediakan nilai-nilai yang disatu sisi
mendorong pertumbuhan pemikiran bagi perkembangan budaya dan disisi lain justru
menghambat dan mengekang pemikiran tersebut.

Dengan demikian, bagaimana pemeluk suatu agama dalam memahami serta


menafsirkan ajaran-ajaran agamanya akan sangat menentukan kemajuan atau
kemunduran masyarakat pemeluknya dalam menghadapi fenomena kehidupan sosial
yang berubah dengan sangat cepat. Salah satu kajian fenomenal terhadap fenomena

14
ini adalah apa yang diungkapkan secara panjang lebar oleh Max Weber tentang
pengaruh protestantisme dalam mendorong munculnya kapitalisme.

d). Masalah mayoritas dan minoritas kelompok agama

Dalam suatu masyarakat yang plural, masalah mayoritas dan minoritas


seringkali menjadi faktor penyebab munculnya konflik sosial. Setidaknya ada tiga hal
yang perlu diperhatikan dalam melihat fenomena konflik mayoritas-minoritas, yaitu:
(1) agama diubah menjadi suatu ideologi; (2) prasangka mayoritas terhadap minoritas
atau sebaliknya; (3) mitos dari mayoritas. Sebagaimana yang biasa terjadi bahwa
suatu kelompok agama yang mayoritas seringkali mengembangkan suatu bentuk
ideologi yang bercampur dengan mitos yang penuh emosi sehingga sulit untuk
dibedakan mana kepentingan politik dan mana kepentingan agama, telah
menimbulkan suatu keyakinan bahwa kelompok mayoritas inilah yang memiliki
wewenang untuk menjalankan segala aspek kehidupan di masyarakat. kondisi seperti
inilah yang pada akhirnya seringkali memunculkan prasangka dan tindakan
sewenang-wenang terhadap kelompok minoritas yang akan bermuara pada timbulnya
konflik sosial.

Dari keempat bentuk konflik sosial yang bermuara pada permasalahan keagamaan
diatas, kita bisa melihat bahwa betapa besar potensi konflik yang terkandung pada
masalah-masalah keagamaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya perhatian terhadap
potensi konflik dari agama memperoleh perhatian serius, termasuk dari kalangan
peneliti sosial keagamaan dalam memberikan gambaran yang lebih detail dan
komprehensif tentang fenomena keagamaan dengan memilih perspektif sosiologis
yang paling sesuai dengan permasalahan keagamaan yang dihadapi. Ketepatan
memilih perspektif tentu saja akan mampu menghadirkan gambaran nyata dari
permasalahan yang ada sehingga harapan untuk memunculkan berbagai solusi
alternative bagi pemecahan masalah tersebut bisa lebih optimal.

15
Fungsi ganda agama sebagaimana yang tergambar diatas setidaknya telah
menunjukkan kepada kita bahwa fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat
merupakan sebuah fenomena yang begitu dinamis, tidak hanya mencakup wilayah
teologis, akan tetapi selalu melibatkan faktor-faktor lain seperti politik, ekonomi,
sosial, dan budaya.

Oleh karena itu, disiplin ilmu sosiologi memiliki peluang yang cukup besar untuk
menjadi perspektif utama dalam melihat fenomena keberagamaan secara ilmiah.
Mengingat begitu pentingnya posisi disiplin ilmu sosiologi untuk mengungkapkan
berbagai fenomena keagamaan secara akademik, maka pemahaman yang
komprehensif tentang berbagai perspektif sosiologis yang ada menjadi suatu
kebutuhan agar kita tidak terjebak hanya pada perspektif-perspektif umum yang ada.4

4
Dr. Anis Malik Thoha, h. 13-14

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama menurut etimologi, kata agama berasal dari bahasa sansekerta. Ada yang
berpendapat bahwa kata itu terdiri dua kata, “a” berarti tidak dan “gam” berarti
pergi, jadi agama artinya tidak pergi; tetap ditempat; diwarisi turun temurun.

Agama secara terminologi dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, Agama


diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan Tuhan
dan sesamanya.

Klasifikasi Agama ada 3 jenis, yakni :

1. Wahyu dan Non-Wahyu

2. Misionaris dan Non-Misionaris

3. Rasial dan Universal

Kebutuhan Manusia akan agama berdasarkan fakta dan kenyataan hidup manusia,
manusia masih membutuhkan agama. Manusia sebagai makhluk berdimensi
jasmaniah dan ruhaniyah memiliki berbagai potensi, baik berupa potensi akal,
maupun berupa potensi fisik indrawi yang begitu lengkap.

Kedua potensi tersebut merupakan sarana utama bagi manusia untuk


menyelesaikan berbagai persoalan hidupnya yang terkait dengan hal-hal yang bersifat
duniawi. sementara untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan
aspek ruhaniyahnya, kemampuan fisik dan kecerdasan akal manusia bagaimanapun
juga tidak mungkin dapat menyelesaikannya.

17
Disinilah agama memainkan peran penting dan utama dalam memenuhi kebutuhan
ruhaniyah manusia, serta memberikan solusi yang baik bagi persoalan-persoalan yang
sedang dihadapinya.

Fungsi Agama bagi manusia ada dua hal yaitu agama sebagai faktor Integratif dan
sekaligus Disintregatif bagi manusia.

C. Saran

Dari pembahasan di atas kelompok pemakalah menyarankan kita untuk tahu tentang
pengertian agama. seperti apa yang di jabarkan tentang pengertian agama secara
etimologi, terminologi, fungsi agama, klasifikasi agama dan kebutuhan manusia akan
agama menurut beberapa tokoh, serta definisinya menurut berbagai agama, ini dapat
di terapkan dalam kehidupan kita sehari hari sehingga tidak ada kesalah pahaman
tentang mengartikan kata agama.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. A.B. Haniq, Ilmu Agama, terjemahan MD. Koesumo Sastro, (Jakarta, Bpk
Gunung Mulia, 1966).
2. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu filsafat dan Agama, (Surabaya PT, Bina Ilmu
1987).
3. Darori Amin (ed), Islam dan Kebudayaan jawa, (Gama Media, Yogyakarta,
2000).
4. Dede Rosyada, Abuddin Nata, Materi Pokok Agama Islam, (Jakarta,
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama, 1994).
5. Dr. Anis Malik Thoha, h. 13-14.
6. Hassan Hanafi, Islam in the modern world : Religion, Ideology, and
Development, Vol.I ( Cairo : Dar Kebaa Bookshop, 2000) , h. 473-474.
7. Keene, Michael. Agama-agama Dunia, terj., F.A. Soepapto (Yogyakarta:
Kanisius, 2006).
8. Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, (Jakarta, Penerbit YAPI, 1989).
9. Mutahhari, Murtadha. Perspektif Al-Qur`an tentang Manusia dan
Agama.peny., Haidar bagir (Bandung: Mizan, 1997).
10. Smith, Huston. Agama-Agama Manusia, terj., Saafroedin bahar (Jakarta:
Yayasan Obor indonesia, 2001).

19

Anda mungkin juga menyukai