Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AGAMA DAN AGAMA ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Kajian Islam Komprehensif

Oleh:
DWI NURFIA CHRISDIANTO
NIM. 2224100713

Dosen Pengampu:
Dr. H. Hermansyah, M.Ag

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (MPAI) FAKULTAS


TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan sebaran yang disampaikan Tuhan kepada para nabi-
Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai
hukum- hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam
menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada
Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Oleh karena itu, kewajiban
semua orang untuk menyadarkan bahwa agama merupakan kebutuhan umat
manusia. Untuk membahas hal tersebut yang menjadi pokok masalah dalam
tulisan ini adalah untuk menjawab “mengapa manusia membutuhkan agama”,
Melalui sub pokok bahasan: agama dan agama Islam, Dari pengertian ini, kata
Islam dekat artinya dengan kata agama yang berarti menundukkan, patuh, utang,
balasan dan kebiasaan. Senada dengan itu Nurcholis Madjid berpendapat bahwa
sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam.
Islam adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya
untuk disampaikan Islam adalah satu-satunya agama Samawi. Sedangkan agama
Nasrani dan agama Yahudi dalam bentuknya yang sekarang tidak dapat lagi
disebut sebagai agama murni Samawi; paling- paling dapat disebut sebagai
agama semi - Samawi atau agama semu - Samawi, karena kedua kitab suci kedua
agama tersebut dalam bentuknya yang sekarang ini sudah sangat banyak
diinterpolasi dengan pikiran- pikiran manusia. Sama halnya dengan agama
Nasrani dan agama Yahudi dalam bentuknya yang asli tentu saja adalah agama
murni-Samawi. Oleh karena itu, kedua agama tersebut dalam bentuknya yang
murni menurut pandangan Al-Qur’an adalah Islam. Bahkan menurut Al- Qur’an,
agama yang dianut oleh semua nabi- nabi Allah SWT itu seluruhnya adalah
agama Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Agama dan Agama Islam?
2. Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam Agama?
3. Apa saja yang menjadi unsur pokok dalam ajaran Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan Arti Agama dan Agama Islam
2. Untuk Mengetahui unsur-unsur yang terlibat dalam Agama
3. Untuk Mengetahui unsur pokok dalam ajaran Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Agama
1. Pengertian Agama
Agama merupakan system yang mengatur tata cara kepercayaan terhadap Tuhan
yang maha segala-Nya, tata aqidah beragama, tata peribadahan.1 kata agama berasal dari
bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : “a” berarti tidak dan “gama”
berarti kacau, jadi kata agama berarti tidak kacau.3 Sama dengan arti agama2 dalam
bahasa Arab dikenal dengan “din” (Ad-Diin). Diin (Ad-Diin) bisa berarti adat kebiasaan
atau tingklah laku, balasan, ta’at, patuh dan tunduk kepada Tuhan, hukum-hukum atau
peraturan-peraturan.3 Sedangkan Agama dikatakan sebagai Religi dan Din (pada
umumnya) adalah tata keimanan atau tata keyakinan atas adanya sesuatu yang mutlak di
luar nalar manusia dan satu sistema ritus (tata-peribadatan) manusia kepada yang
dianggapnya mutlak serta sistem norma (tata-kaidah) yang mengatur hubungan manusia
dengan alam.
Sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadahan termaksud. Agama, Religi
dan Din4 masing-masing memiliki arti etimologis sendiri-sendiri, yang masing-masing
memiliki riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, akan tetapi dalam arti teknis
terminologis, ketiga istilah itu mempunyai makna yang sama.5 Al Quran menjelaskan
kata “Din” memiliki arti “agama”,6 yang merupakan sebuah kenyataan yang selalu
berada diantara manusia, datang dari kehidupan manusia dalam berbagai tempat dan
alur sejarahnya.7 Agama sebagaimana yang banyak di faham oleh bangsa barat dengan
kata “religios, religion, dan religie”. Religie menurut Saint Augustinus berasal dari re

1
Pusat Bahasa Depdiknas. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, h. 18
2
James Hastings (ed.), Encyclopædia of Religion and Ethics, Vol. 1 A-Art, Edinburg: T. &T.
Clark, 1908, h. 165
3
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 3
4
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997,
h. 63
5
Endang, Saifuddin, Wawasan Islam ( Jakarta, PT Raja Grafindo Jaya, 1993) h. 9
6
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: Exposition of the
Fundamental Elements of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1995, h. 41-42
7
Azyumardi Azra, dkk.2002. Pendidikan Agama Islam.Jakarata:Kementerian Agama RI, h. 30
dan eligare yang berarti memilih kembali untuk ke jalan yang lurus.8 Agama adalah
hubungan yang tetap antara diri manusia dan yang bukan manusia yang bersifat suci dan
supernatur, dan yang bersifat berada dengan sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan
absolute yang disebut Tuhan.9
Secara terminologis, pengertian agama di kalangan para ahli juga berbeda-beda,
tergantung dari sudut pandang dan perspektif, diantaranya yaitu:
1) Al-Syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang terkadang biasa
diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal perbuatan di akhirat).10
2) Soerjono Soekanto: Pengertian agama ada tiga macam, yaitu: (1) kepercayaan
pada hal-hal yang spiritual; (2) perangkat kepercayaan dan praktik-praktik
spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) idiologi mengenai hal-
hal yang bersifat supranatural.11
3) Thomas F. O`Dea: Agama adalah pendayagunaan sarana-sarana supra-empiris
untuk maksud-maksud non empiris atau supra-empiris.12
4) Hendropuspito: Agama adalah suatu jenis system sosial yang dibuat oleh
penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris
yang dipercayainya dan didayagunkanya untuk mencapai keselamatan bagi
mereka dan masyarkat luas umumnya.13
Harun Nasution, secara simplistik seolah hendak menyamakan begitu saja antara
pengertian konsep agama, din, dan religi. Ia menarik benang merah antara ketiga
konsep tersebut dengan menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah
agama, din, dan religi mengerucut pada makna yang sama yaitu berupa ikatan - ikatan
yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan - ikatan inilah yang, dalam
pandangan Harun Nasution, memberikan pengaruh bagi kehidupan sehari - hari
manusia.14

8
Abu Ahmadi dan Noor Salimi.1994.Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.Jakarta: Bumi
Aksara. h. 3
9
Ahmadi, Abu. 1984. Sejarah Agama. Solo : CV. Ramadhani, h. 14
10
Abdullah, Yatimin. 2004. Studi Islam Kontemporer. Jakarta : Amzah. h. 5
11
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, h. 34.
12
Thomas F. O`Dea, The Sociology of Relegion, Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama, CV.
Rajawali, Jakarta, h. 13.
13
D. Hendropuspito OC., Sosiologi Agama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 1998, h. 34.
14
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Cetakan V, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 1985, h. 10
Mengalir pada keterangan di atas, Mukti Ali dalam Abuddin Nata menambahkan
bahwa pertama, pengalaman agama adalah soal batini, subjektif dan sangat individualis
sifatnya. Kedua, orang begitu bersemangat dan emosional dalam membicarakan agama,
karena itu setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat
sehingga kata agama sulit untuk didefinisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama
dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut,15 Senada dengan
uraian di atas Zakiah Daradjat bahwa karena pengalaman agama yang subyektif, intern
dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda
dari orang lain. Di samping itu, tampak bahwa pada umumnya orang lebih condong
kepada mengaku beragama, kendatipun ia tidak menjalankannya.16
Melalui penguraian makna Agama dari aspek etimologi sebagaimana keterangan
di atas, penulis menyimpulkan bahwa agama adalah suatu sistem atas adanya sesuatu
pola dalam keimanan yang tertata dalam kaidah atau norma dan digunakan sebagai
tolok ukur manusia dalam menjalin hubungannya baik secara vertikal, horizontal,
maupun diagonal.
2. Unsur-unsur Agama
Ada empat unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai beirkut17:
Pertama, unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut
dapat mengambil bentuk bermacam - macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib
tersebut dapat mengambil bentuk benda - benda yang memiliki kekuatan misterius (
sakti ), ruh atau jiwa yang terdapat pada benda - benda yang memiliki kekuatan
misterius; dewa-dewa dan Tuhan atau allah dalam istilah yang lebih khusus dalam
agama Islam. Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali
dalam paham keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan
beberapa agama lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib dan
cara hidup tiap- tiap manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat
hubungannya dengan kepercayaan tersebut.
Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di
dunia ini dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik itu,
kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Hubungan baik ini

15
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2011, h. 8
16
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam...., h. 9
17
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam...., h. 15
selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingat-Nya,
melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya
Ketiga, unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. respon tersebut
dapat mengambil bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau
perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama- agama monoteisme. Selanjutnya
respon tersebut dapat pulamengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat
pada agama-agama monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil
bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat ang bersangkutan.
Keempat, unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk
kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran- ajaran agama
yang bersangkutan, tempat- tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan
upacara, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama adalah ajaran yang
berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang
turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi
tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang
selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup
tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.
Jika menilik kepada agama-agama dan kepercayaan yang diciptakan oleh manusia
(al-Adyan al-wad’iyah) terlhat bahwa pada jiwa manusia telah ada bibit-bibit
kecenderungan beragama. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ada lima aspek
yang terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal usulnya, yaitu ada yang berasal
dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran manusia
seperti agama ardhi atau agama kebudayaan. Kedua, aspek tujuannya, yaitu untuk
memberikan tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang
lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa
kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya
hubungan baik dengan kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional, dan adanya
yang dianggap suci. Keempat, aspek pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara
turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kelima, aspek sumber
utamanya, yaitu kitab suci sebagai pedomannya.
3. Pengelompokan Agama
Melalui benih kepercayaannya terhadap segala sesuatu baik yang dapat dicerna
melalui akal maupun tidak dapat di paham melalui proses pemikiran akal, manusia
secara fitrahnya memiliki kecendrungan beragama. Sehingga dapat ditegaskan bahwa
manusia menurut nalurinya adalah beragama tauhid. Sebagaimana dalam sejarah telah
menerangkan bahwa bangsa Kaldea (zaman Raja Namruz) pada mulanya adalah
beragama tauhid, kemudian mereka menyembah matahari, planet-planet, dan bintang-
bintang yang mereka (bangsa Asiria) simbolkan dengan patung-patung. Adapun bangsa
Mesir, melalui nyanyian-nyanyian yang mereka nyanyikan dalam upacara-upacara
peribadahan yang mengindikasikan bahwa tidak semua orang Mesir purbakala itu
orang-orang yang musyrik dan wasani (penyembah berhala), melainkan diantara mereka
juga ada yang Muwahhidin, penganut akidah tauhid. Didalam nyanyian-nyanyiannya
terdapat ungkapan sebagai berikut:
“Dialah Tuhan yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya” Dia mencintai
seluruh Makhluk, sedang Dia sendiri tak ada yang menciptakanNya” Dialah
Tuhan yang Maha Agung, pemilik langit dan bumi, pencipta seluruh
makhluk”.
Uraian di atas menegaskan bahwa akidah tauhid tidak pernah lenyap. Tuhan yang
Maha Esa adalah yang telah mencipta seluruh yang ada di alam ini, sementara
Tuhan-Tuhan atau dewa-dewa yang lainnya mereka anggap hanyalah sebagai
simbol bagi-Nya. Penulis berpendapat bahwa yang dimaksud sebagai simbol adalah
bagian dari sifat yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa (Allah sang Maha
segalanya).18
Bertitik tekan pada keterangan di atas, pengelompokan agama didasarkan atas
berbagai versi, yaitu; Pertama; menurut negara atau benua asalnya, seperti: mesir kuno,
Yunani kuno, romawi Kuno, Persia, India, cina, Jepang, Semitik-Abrahamik (Yahudi,
Nasrani-Islam). Kedua; sifat dan Kondisi Masyarakat Penganutnya, yaitu agama
primitif yang dianut oleh masyarakat primitif, yakni agama dinamisme, animisme,

18
Kementrian Agama, Al-Qur’an dan tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). Jakarta:
Kementrian Agama RI. 2012, h. 24-25
politeisme, atau hedoteisme, atau masyarakat sesudah fasenya yakni agama monoteisme
dan agama tauhid.19
Dinamisme adalah suatu paham yang mempercayai adanya benda-benda tertentu
yang mempunyai kekuatan ghaib dan berpengaruh pada kegidupan sehari-hari.
Animisme adalah agama yang mempercayai bahwa tiap-tiap benda, baik yang
bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh. Menurut Edward Burnett
Tylor orang yang pertama mendeinisikan agama di dalam bukunya primitive Culture
(1871), animisme adalah bentuk agama tertua di bumi ini. Politisme adalah
kepercayaan kepada dewa-dewa. Setiap dewa mempunyai tugas tertentu, bila
diantara dewa-dewa itu ada yang terbesr dan yang dihormati/ di puja, sedangkan
dewa-dewa lainnya ditinggalkan disebut henoteisme.20
Selain cara-cara di atas, terdapat pengelompokkan agama yang di dasarkan pada
dua pengelompokkan, yaitu: agama wad’i (natural religion) atau agama alamiah, dan
agama Samawi (revealed religion) atau agama yang diwahyukan. Agama wad’i adalah
agama yang timbul dianatara manusia sendiri dan lingkungan dimana mereka hidup.
Agama-agama yang tergolong agama wad’i antara lain: agama hindu, Budha, kong Hu
Cu, dan Shinto. Agama samawi adalah agama-agama yang diturunkan Allah SWT
kepada manusia. Yang tergolong agama samawi adalah agama Yahudi, agama Nasrani
(kristen) dan agama Islam.
Terkait dengan uraian di atas, Agama sebagai landasan dasar yang terkait
dengan kehidupan batin (bermuara pada aspek batin) manusia, selanjutnya kesadaran
agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam
kehidupan seseorang.21 Agama sebagai landasan normatif merupakan gejala-gejala
sosial yang menjadikan ajaran-ajaran agama sebagai bagian yang penting dari gejala
hukum pada masyarakat,22 sedangkan nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan
pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.23

19
Anonim (Dewan redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Cet.4-Jakarta: Ichtiar baru Van
Hoeve. 1997, h. 63
20
Anonim (Dewan redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam..., h. 63-64
21
Jalaludin, Psikologi Agama, , h. 291
22
lihat Rasijdi, Islam untuk disiplin Ilmu Filsafat, Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam, Jakarta, 2001, h. 100
23
Lihat. Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter..., h. 73
B. Agama Islam
1. Pengertian Agama Islam
Pada pembahasan sub bab sebelumnya telah dibahas apa itu arti agama, baik
secara bahasa (etimologi) maupun dari beberapa aspek dan sudut pandang melalui
penjelasan istilah (terminologi). Mengurai arti dari Agama Islam setidaknya ada tiga
alasan untuk hal ini. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dan
subyektif, juga sangat individualisti. Alasan kedua, bahwa barangkali tidak ada orang
yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agam
maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga
sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga, bahwa konsepsi tentang agama
akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama itu.24
Beberapa keterangan di atas menyimpulkn bahwa, dasar - dasar agama Islam
pada setiap zaman tidak berubah, yaitu tetap mengajarkan agar umat manusia
mengimani kepada Allah Yang Esa, kepada para Rasul-Nya dan sebagainya. yang
berubah hanyalah hal- hal yang berhubungan dengan syariatnya semata. Syariat yang
dibawa oleh Nabi Muhammad akan kekal, sampai hari Kiamat, karena sesuai dengan
perkembangan waktu (li kulli zaman) dan perkembangan tempat (li kulli makan).
Kata Islam berasal dari kata “salam “ yang artinya selamat, aman sentosa,
sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan di
akhirat. kata salam terdapat dalam Al-Qur’an surat al- An’am ayat 54; surat al-
A’raf ayat 46; dan surat an- Nahl ayat. Kata Islam juga berasal dari kata “
aslama’ yang artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang mengajarkan
penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar
menawar. Kata aslama terdapat dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 112; surat
Ali Imran ayat 20 dan 83; surat An- Nisa’ ayat 125; dan surat al-An’am ayat. Kata
Islam juga berasal dari kata “silmun” yang artinya keselamatan atau perdamaian,
yakni agama yang mengajarkan hidup yang damai dan selamat. Kata silmun
terdapat dalam surat al- Baqarah ayat 128; dan surat Muhammad ayat 35. Kata

24
Endang Syaefudin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2002, h. 117-
118, lihat juga Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, Badan Penerbit IKIP, Bandung, 1971,
h. 4
islam berasal dari kata “sulamun’ yang artinya tangga, kesadaran, yaitu peraturan
yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang
kepada kehidupan yang bahagia.
Secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari bahasa Arab, yang
terambil dari kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini kemudian
diubah menjadi kata aslama yang berarti memelihara dalam keadaan selamat, sentosa,
dan berarti pula menyerahkan diri. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa karakteristik ajaran Islam adalah suatu karakter yang harus dimiliki oleh setiap
umat Muslim dengan berpedoman kepada Alquran dan Hadits dalam berbagai bidang
ilmu dan kebudayaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, politik, pekerjaan, dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki ciri-ciri khas tersendiri.
Secara sederhana, karakteristik ajaran Islam dapat diartikan menjadi suatu ciri yang
khas atau khusus yang mempelajari tentang berbagai ilmu pengetahuan  dan kehidupan
manusia dalam berbagai bidang agama, muamalah (kemanusiaan), yang di dalamnya
termasuk ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, lingkungan hidup
dan disiplin ilmu.25
Islam dapat diartikan agama yang diajarkan Nabi Muhammad saw., yang
berpedoman pada kitab suci Al-Quran dan diturunkan ke dunia ini melalui wahyu Allah
swt.26 Ensiklopedi Islam Indonesia, mendefinisikan bahwa Islam adalah agama tauhid
yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad saw., selama 23 tahun di Mekkah dan Madinah
sebagai inti sari Islam berserah diri dan taat sepenuh hati pada kehendak Allah SWT.,
demi terciptanya kepribadian yang bersih, hubungan yang harmonis, dan damai sesama
manusia serta sejahtera dunia dan akhirat. 27 Maulana Muhammad Ali dalam
mendefinisikan Islam mengambil firman Allah surat Al - Baqarah ayat 208 yang berarti:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah - langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu.”
Terlepas dari uraian di atas, Mula - mula yang ditanamkan oleh rasul adalah
kepercayaan tentang adanya tuhan yang Maha Esa dengan segala sifat keempurnaan-
Nya guna membersihkan i’tikad manusia dari syirik (mempersekutukan Allah).

25
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Graffindo Persada, 2002).
26
Pusat Depennas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka, 1994).
27
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Djambatan, 1992).
Sementara, kehidupan spiritual umat Islam terpadu dalam pelaksanaan ibadah praktis,
seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Ke-empat macam kewajiban ini memiliki
hubungan kausal dengan aspek akidah dan muamalah (urusan kemasyarakatan / sosial).
Dalam hubungan ini, tauhid meruapakan inti dari seluruh ajaran Islam. Tauhid
mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang Maha Tinggi di alam semesta ini. Ia
maha Kuasa dan Pemelihara alam semesta dan umat manusia. Oleh karena itu Islam
sebagai agama rahmah li al’alamin mengemban misi menyempurnakan pribadi manusia
serta mengangkat manusia menjdi insan yang beradab dan berkebudayaan, serta
beriman kepada Allah SWT.28
2. Islam dalam Pandang Sejarah
Dilihat dari sejarahnya, wahyu itu bersifat mutawatir (kabar yang dapat
dipercaya dan diyakini kebenarannya). Dari kenyataan sejarah cukup banyak para
Sahabat yang meriwayatkannya dari Nabi, kemudian para tabiin (para pengikut
Sahabat), bahkan generasi sesudahnya. Keorisinalan sejarah Alquran diyakini
keasliannya oleh kaum Muslimin. Para orientalis pun mengakui bahwa Alquran adalah
benar yang dibaca oleh Nabi Muhammad dulu; hanya mereka tidak menyebutkan
sebagai wahyu Allah sebagaimana kaum Muslimin mengakuinya. Namun mereka
mengakui bahwa Alquran adalah bacaan Nabi Muhammad yang ditulis oleh Zaid ibn
Tsabit kemudian dikumpulkan oleh Abu Bakar dan di perbanyak salinannya oleh
Usman bin Affan. Ringkasan yang disebut wahyu dalam Islam adalah ayat - ayat dalam
bahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi. Jika ayat - ayat itu di ganti dengan kata lain
walaupun hanya di ganti dengan sinonimnya itu sudah bukan wahyu lagi. Demikian
pula kalau diubah susunan kata - katanya meskipun susunan kata-kata itu adalah dengan
menggunakan bahasa Arab, itu juga bukan firman Allah. Mengapa?
Karena di dalamnya sudah ada campur tangan manusia. Adapun terjemahan
adalah hasil pemikiran manusia.29
Meminjam istilah Atho Mudzhar, Islam dapat dipandang sebagai “produk
budaya, produk sejarah, gejala sosial dan lain - lain.” Islam sebagai “produk budaya”
akan memberi corak yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain karena masing
- masing penganut di masing - masing wilayah berbeda - beda. Corak Islam yang dianut
28
Anonim (Dewan redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam...
29
Harun Nasution, “Klasifikasi Ilmu dan Tradisi Penelitian Islam: sebuah Perspektif”, dalam
Mastuhu dan Deden Ridwan (Ed). Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antardisiplin Ilmu,
(Bandung: Nuansa, 1998).
di Timur Tengah akan berbeda dengan yang dianut orang - orang di Jangkang Satu ;
upacara-upacara orang Islam di Saudi Arabia di samping memiliki kesamaan dengan
negara Muslim lain tentu memiliki ciri khas yang berbeda dengan tradisi Islam di
berbagai belahan bumi ini; cara merayakan hari - hari besar di Iran akan jauh berbeda
dengan teman-teman kita di Padang Pariaman, misalnya. Tradisi berlebaran di Indonesia
dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri jauh lebih marak dari pada di Makkah dan
Madinah. Tradisi Idul Adha yang di Indonesia biasa-biasa saja tapi justeru di Arab
Saudi lebih semarak dan sakral. Sekurang - kurangnya, terdapat lima gejala yang perlu
diperhatikan apabila kita hendak mempelajari suatu agama: Pertama, scripture atau
naskah-naskah atau sumber-sumber ajaran agama tersebut. Kedua, para penganut,
pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan agama para
penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, Lembaga - lembaga dan ibadat-ibadat seperti salat,
haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat - alat (sarana) seperti masjid, gereja,
lonceng, peci, sorban, dan semacamnya. Kelima, organisasi-organisasi keagamaan
tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Muhammadiyah, NU,
Persis, Gereja Katolik, Gereja Protestan, Syiah, Ahmadiyah dan sebagainya.30
Islam sebagai produk sejarah memberikan gambaran kepada kita bahwa wajah
Islam yang kita lihat dan saksikan sehari - hari tidak seluruhnya sama dan sebangun
dengan Islam yang ada pada zaman Nabi. Teologi Syiah, Mutazilah bahkan Ahlus
Sunnah wa Al-Jamaah, yang menjadi  anutan banyak pemeluk Islam di dunia, adalah
produk sejarah. Konsep Khulafa Al-Rasyidin, ijtihad empat mazhab fikih, dan konsep
tasawwuf al-Ghazali adalah produk sejarah. Dalam hal Islam sebagai produk budaya
dan sejarah, memberikan gambaran kepada kita bahwa campur tangan manusia dalam
membedah dan memformulasikan ajaran, mazhab, pendapat dan renungannya yang
dominan. Mereka sama - sama mendasarkan pendapatnya atas teks wahyu dan sunnah
Nabi. Peran ijtihad dalam hal ini demikian besar. Hasil ijtihad kalau benar-benar
didasarkan atas teks yang mutawatir dengan tujuan mencari kebenaran demi
kemaslahatan umat dinilai sebagai berpahala. Ada dalil yang populer menyatakan,
“barang siapa berijtihad dan benar, maka ia mendapatkan dua pahala, sebaliknya
barang siapa berijtihad dan hasilnya tidak benar maka ia tetap memperoleh satu
pahala.”  
30
Atho Mudzar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998)
Memahami Islam secara Komprehensif Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
mendengar orang berpendapat tentang Islam, atau menyaksikan orang yang
mengamalkan ajaran Islam. kadang-kadang kita menyaksikan ada yang pendapatnya
ekstrim, ada yang longgar, bahkan ada yang serba boleh. Ada juga penilaian orang luar
Islam terhadap Islam yang terkesan miring bahkan negatif, di samping tidak sedikit
yang netral dan fair. Hal ini terlihat misalnya dalam tradisi orientalisme, yang melihat
Islam secara mendalam namun ia bukan Muslim. Untuk memahami ajaran Islam secara
utuh (komprehensif) memang tidak dapat hanya dengan mengandalkan satu cara atau
pendekatan semata. Orang memahami Islam dari sudut tafsir Al-Quran saja, tanpa
mempertimbangkan hal - hal yang lain, maka keislamannya dianggap parsial (sepihak),
demikian juga mengamalkan Islam dari sudut hukum fikih semata, juga akan tidak utuh.
Dengan demikian, untuk dapat memahami Islam secara benar dapat dilihat beberapa
cara: Pertama, Islam harus dipelajari dari sumber yang asli, yaitu Al-Quran dan Al-
Sunnah. Kekeliruan memahami Islam adalah karena orang hanya mengenalnya dari
sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Quran dan Al-
Sunnah atau melalui pengenalan dari kitab-kitab fikih dan tasawuf yang semangatnya
sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman; Kedua, Islam harus dipelajari secara
integral, tidak parsial; artinya ia dipelajari secara menyeluruh sebagai suatu kesatuan
yang bulat. Memahami Islam secara parsial (setengah-setengah) akan membahayakan,
akan menimbulkan sikap bimbang, dan tidak pasti; Ketiga, Islam perlu dipelajari dari
buku yang ditulis oleh para ulama besar, kaum zu’ama dan sarjana-sarjana Islam, karena
pada umumnya mereka memiliki pemahaman Islam yang baik, yaitu pemahaman yang
lahir dari perpaduan ilmu yang dalam terhadap Al-Quran dan Sunnah Rasul dengan
pengalaman yang dihadapi setiap saat, dalam hal ini bukan berarti perpustakaan ulama
besar ini tidak ada kekurangannya.
Mereka pada umumnya hidup pada abad klasik yang secara sosio kultur tidak
sama dengan kondisi saat ini. Pengenalan akan karya-karya mereka sekurang-kurangnya
sebagai bahan studi banding dan tidak diperlakukan sebagai hal yang taken for granted
(diambil begitu saja). Keempat, memahami Islam tidak boleh hanya dihampiri dengan
satu pendekatan saja, sebab hal itu akan menimbulkan ketidak utuhan. Misalnya
memandang Islam dari sudut tasawufnya saja; hal ini akan menimbulkan konsekwensi
bahwa segala sesuatu di luar itu kurang dianggap penting. Hal lainnya bahwa
pengutamaan pendekatan hanya pada tasawuf semata akan menimbulkan kepincangan
pada aspek muamalah karena boleh jadi orang hanya mengutamakan kesalehan
individual sementara kesholehan sosial masyarakat diabaikan. Demikian pula bila
memahami Islam hanya dari sudut sejarahnya atau sosial budayanya akan berakibat
pada longgarnya ikatan norma agama karena selalu dikaitkan dengan kenyataan sosial
budaya penganutnya. Dalam hal pendekatan pemahaman Islam secara utuh (kaafah), A.
Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, mengajukan beberapa cara yaitu pertama,
ketahui siapa Tuhan yang menjadi pusat penyembahan; kedua, pelajari kitab sucinya
yaitu Alquran; Ketiga, pelajari pribadi Nabi Muhammad; keempat, teliti suasana dan
situasi di mana Nabi Muhammad bangkit; kelima, pelajari orang-orang terkemuka
seperti sahabat-sahabat Nabi yang setia.31

3. Unsur Pokok Ajaran Agama Islam


Sejalan dengan hal diatas, dalam ajaran agama (khususnya Islam), terdapat
aspek-aspek yang bersifat prinsip yang tidak dapat diganggu gugat sama sekali apalagi
merubahnya, seperti dalam masalah aqîdah (rukun Iman), ke-Esaan Allah, Maha
Kuasaan dan Maha Sempurnaan-Nya, tentang ibadah-ibadah maḥḍah (wajib) dan
sebagainya, disamping itu terdapat pula aspek-aspek ajaran Islam yang bersifat elastis
dan tidak monolit (kokoh) yang selalu dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Lebih lanjut ajaran Islam pendidikan karakter bersumber dari wahyu Al-Quran dan As-
Sunnah.32
Sebagaimana diketahui, bahwa Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu
yang disampaikan oleh Jibril AS kepada Nabi Muhammad SAW didalamnya
terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek
kehidupan.33 Pada aspek lain Al-Quran datang dengan membawa petunjuk-petunjuk
yang sempurna, fleksibel, luwes, dan dapat memenuhi segala kebutuhan manusia pada
setiap tempat dan masa.34 Berangkat dengan tajuk yang sama, semua hal yang
berhubungan dengan masyarakat, baik yang berkenaan dengan perilaku, keyakinan,
31
A. Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 38-44.
32
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter, Strategi Membangun Karakter Bangsa berperadaban, —
Cet. 1— Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 2012, h. 26
33
Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, —Ed.1, Cet-.9—, Bumi Aksara, Jakarta, 2011, h.
19
34
Muhammad Ali Ash-Şâbûniy, Studi Ilmu Al-Quran, Terj., Aminuddin, Pustaka Setia, Bandung,
1998, h. 216
perekonomian, kehidupan politik, masalah-masalah yang bersifat individual dan
komunal, maupun berkenaan dengan keduniaan dan akhirat, penjelasannya secara
global atau mendetail ada dalam Al-Quran.35 Lebih lanjut, Syaikh Izzuddin bin Salam di
dalam kitabnya al-Imâm fî Adillatil aḥkâm dalam Suyûṭî berkata: “sebagian besar ayat
al-Qur’an tidak terlepas dari hukum-hukum yang mengandung sopan santun yang baik
dan akhlak yang bagus”.36 Sedangkan pendidikan karakter dalam ajaran Islam bukan
hanya didasarkan hanya pada teori, akan tetapi figur Nabi Muhammad SAW tampil
sebagai contoh (uswah ḥasanah) atau suri tauladan yang baik,37 sebagaimana yang
dijelaskan dalam al-Qur’an Surat al-aḥzâb ayat 21:
“....Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu....”38
Dari uraian ayat diatas dapat disimpulkan, bahwa Allah telah memuji akhlak
rasulullah SAW, sebagai (uswah hasanah) atau suri tauladan yang baik bagi umatnya
merupakan contoh yang tepat untuk dijadikan sebagai teladan dalam membentuk
kepribadian. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam ajaran Agama
Islam, diantaranya yaitu, tentang syarat dan rukun Islam, rukun Iman dan lain
sebagainya. Bila dikupas beberapa unsur pokok dalam ajaran Islam berkutat pada hal di
atas,
Islam tidak bisa lepas dari tiga pokok dasar (Aqidah, Syari’ah, Akhlak). Ketiga
pokok tersebut terkandung kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan / saling
berkaitan, harus selalu bersama. Aqidah, Syari’ah dan Akhlak bagaikan suatu pohon,
dimana: Aqidah merupakan akar, Aqidah mengajak kita untuk meluruskan keyakinan
Syari’ah merupakan batang, Syari’ah mengajak kita lebih membuka wawasan tentang

ajaran islam Akhlak adalah dedaunan, Akhlak mengajak kita untuk lebih mengetahui
makna dari kehidupan. Aqidah adalah kepercayaan, keimanan mengenai Allah.
Syariah(hukum) yaitu jaln menuju sesuatu yang benar. Akhlak yaitu budi pekerti, sopan

35
Salman Fahd Audah, Bagaimana Nabi & sahabat menafsirkan al-Qur’an, Terj., Marsuni
Sasaky, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005, h. 21
36
Imâm As-Suyûṭî, Mukhtaşar al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’an li As-Suyuṭi, Cet. Ke-6, Gema Insani
Press, Jakarta, 1992, h. 19
37
Agus Wibowo. Pendidikan Karakter.., h. 27
38
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Musḥâf Al-Qur’an Terjemah dan Penjelasan
Ayat Aḥkam, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, h. 421
santun, dan perilaku. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan,
karena ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
a) Aqidah
Secara Bahasa (Etimologi), Kata “Aqidah” dari kata dasar al-‘aqdu dan ar-rabth
yang berarti ikatan, al-Ibraam yang berati pengesahan, al-ihkaamu yang berarti
mengokohkan (menetapkan), at-tawatstsuq yang berarti menjadi kokoh, kuat, asy-
syaddu biqquwah yang berarti pengikatan dengan kuat, dan ar-rabthu biquw-wah yang
berarti mengikat dengan kuat.39
Secara Istilah (terminologi) yaitu ketetapan/perkara yang wajib di benarkan oleh
hati dan jiwa, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh,yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Aqidah dalam agama adalah berkaitan
dengan keyakinan bukan perbuatan, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.40
Ruang Lingkup pembahasan Aqidah : Ilahiyat: pembahasan segala sesuatu yang
berhubungan dengan Allah SWT, sifat - sifat Allah dan lain-lain. Nubuwat: pembahasan
segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rosul termasuk pembahasan tentang
kitab-kitab Allah SWT, mu’jizat dan lain-lain. Ruwahaniyat: pembahasan segala
sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisika (malaikat, iblis, ruh, jin, setan dan
lain - lain). Sam’iyyat: pembahasan segala sesuatau yang hanya bisa diketahui lewat
dalil naqli berupa Al-Quran dan sunnah (alam barzah akhirat, adzab kubur,tanda-tanda
kiamat dan lain-lain).41
b) Syari’ah
Secara Bahasa (Etimologi), syari’ah berakar kata syara’a yang berarti sesuatu
yang dibuka secara lebar kepadanya. secara Istilah (Terminologi), Syari’ah adalah
ketentuan yang ditetapkan Allah SWT. untuk dijadikan pegangan oleh manusia baik
dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia ,orang muslim dengan non-
muslim dan dengan alam. Syari’ah Islam adalah hukum dan aturan yang di turunkan
Allah SWT. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. baik berupa Al-
Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan atau
pengesahan untuk mengatur seluruh kehidupan manusia,berisi penyelesaian masalah

39
Lisaanul ‘Arab (IX/311) karya Ibnu Manzhur dan Mu’jamul Wasiith(II/614)
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
40

Pengamalan Islam, 1993), h.1


41
Yunahar Ilyas, Op.Cit,kuliah aqidah islam (Yogyakarta: LPPI,1992), h. 5-6
seluruh kehidupan,agar manusia keluar dari kegelapan ke dalam terang dan
mendapatkan petunjuk ke jalan lurus. Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang
Syari’ah.42 ,

‫ٰب تِْبيَانًا لِّ ُك ِّل َش ْي ٍء‬ ِ


َ ‫َو َنَّزلْنَا َعلَْيك الْكت‬
“Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab (Alquran) untuk menjelaskan
segala sesuatu”
Ruang Lingkup  Pembahasan Syari’ah. Realisasi dari pada keyakinan akan
kebenaran ajaran agama islam kedalam kehidupan di dunia ini disebut ibadah43 Syari’ah
memberikan kaidah - kaidah umum (universal) dan kaidah - kaidah terperinci dan
sangat pokok (fundamental)44

c) Akhlak
Ruang Lingkup Akhlak: Akhlak kepada Allah. Meliputi : beribadah kepada
Allah, berzikir kepada Allah, berdoa kepada Allah dan tawakal kepala Allah,
mensyukuri nikmat Allah ,malu berbuat dosa,Allah sebagai tempat pengharapan,
optimis terhadap pertolongan Allah, yang berputus asa dari rahmat Allah : orang - orang
kafir,bersifat husnudzan kepada Allah,yakin akan janji - janji Allah. Akhlak kepada diri
sendiri. Beberapa cara memperbaiki diri:
Taubatun nasuha, Muroqobah: senantiasa merasa dalam pengawasan Allah,
Muhasabah: evaluasi diri, Mujahadah: bersungguh sungguh melawan hawa nafsu,
menambah ilmu pengetahuan, membina disiplin pribadi pemaaf dan memohon maaf,
sikap sederhana dan jujur dan menghindari perbuatan tercela. 45 Akhlak kepada sesama
manusia (orang tua,teman,masyarakat). Meliputi : sabar yaitu perilaku seseorang
terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap
apa yang menimpanya ; syukur yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat ;
Tawadhu’ yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang
tua,kaya,miskin,tua dan muda. Berbuat baik kepadanya dengan ucapan dan perbuatan.

42
Al-Qur’an surat An-Nahl: 89
43
Supan Kusuma Miharja, Studia Islamica (Bogor: Institut Pertanian Bogor,1978), hlm. 133.
44
Supan Kusuma Miharja, Studia Islamica...,h. 133
45
Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: Seri
Remaja, 1986), h. 69-70
Menyebarkan rahmat dan kasih sayang, Taat dan patuh kepada orang tua namun jika
orang tua memaksa berbuat jahat, kita tidak boleh mengikuti. Akhlak kepada alam.
Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam
terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan Tuhan untuk
kepentingan umat manusia dan makhluk lainnya, sayang kepada sesama makhluk.46
Beberapa uraian diatas menyimpulkan, bahwa tujuan diutusnya Rasulullah SAW
yakni untuk menyempurnakan akhlak umatnya. Oleh karena itu pula sunnah merupakan
sumber kedua bagi pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka
kemungkinan penafsiran yang berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihâd perlu
ditingkatkan dalam memahaminya, termasuk yang berkaitan dengan pendidikan.
Sedangkan Agama sebagai suatu sistem ibadah, telah memberi petunjuk kepada
manusia tentang tata cara berkomunikasi dengan Tuhan (ḥablun min Allâh) menurut
jalan yang dikehendaki-Nya. Pada posisi yang lain, agama sebagai sistem
kemasyarakatan, memberi beberapa pedoman dasar dan ketentuan pokok yang harus
dipegangi oleh manusia yakni dengan mengatur hubungannya dengan sesama manusia
(ḥablun min al - Nâs), sehingga tercipta rambu - rambu hukum yang harus disepakati,
yang diantaranya meliputi hak dan kewajiban, pedoman-pedoman dasar yang harus
dipatuhi untuk terciptanya hidup kemasyarakatan yang rukun dan harmonis. Justifikasi
terhadap keberagaman masyarakat Indonesia terhadap pluralisme dalam beragama,
dalam hal ini yang dimaksud adalah ajaran agama Islam yang dijadikan sebagai
fundamental dalam pedoman serta hukum yang harus disepakati dan dipatuhi terhadap
penghayatan yang mendalam, akan menjadikan manusia yang memiliki nilai ketaqwaan
yang sekaligus sebagai motivator serta pengendali yang tampil sebagai tauladan dalam
kehidupannya.

46
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawalin Press, 2008), h. 357-359
BAB III
KESIMPULAN

Situasi global seperti di zaman ini, Seiring perkembangan sejarahnya agama


diharapkan dapat menjawab terhadap berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, politik, keamanan maupun kemakmuran, dan sebagainya. Hal
ini antara lain karena di yakini bahwa agama mengandung nilai - nilai universal dan
absolut yang mampu memberikan resep-resep mujarab (solusi) yang tidak ada habis-
habisnya. Namun, untuk sampai kepada keadaan di mana agama mampu bersentuhan
dengan berbagai persoalan aktual yang berkaitan dengan berbagai dimensi kehidupan
tersebut diperlukan pendekatan-pendekatan baru yang lebih relevan. Dalam kaitan itu ,
agama tidak cukup dipahami dari satu pendekatan saja, seperti yang selama ini
dilakukan, melainkan harus dipahami dan dianalisis dengan menggunakan berbagai
pendekatan yang komprehensif, aktual dan integral. Seseorang yang ingin memahami
agama dalam hubungannya dengan berbagai masalah tersebut perlu melengkapi diri
dengan ilmu-ilmu bantu seperti filsafat, sejarah, antropologi, sosiologi, sains dan
teknologi dan sebagainya. Ilmu-ilmu keislaman yang selama ini terkesan jumud
(stagnan), sebenarnya tetap dapat diaktualisasikan dan dikembangkan sesuai dengan
tuntutan zaman, sepanjang yang mengembangkan ilmu-ilmu keislaman tersebut
melengkapi dirinya dengan ilmu-ilmu bantu, dan menguasai teori-teori penelitian
lengkap dengan metodologinya, baik secara teoritis maupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA

A. Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)

Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1997

Abdullah Salim, Akhlaq Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, (Jakarta: Seri
Remaja, 1986)

Abdullah, Yatimin. 2004. Studi Islam Kontemporer. Jakarta : Amzah. h. 5

Abu Ahmadi dan Noor Salimi.1994. Dasar - Dasar Pendidikan Agama Islam .Jakarta:
Bumi Aksara.

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Graffindo Persada, 2002)

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter, Strategi Membangun Karakter Bangsa


berperadaban, — Cet. 1 — Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 2012

Ahmadi, Abu. 1984. Sejarah Agama. Solo : CV. Ramadhani

Anonim (Dewan redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Cet.4-Jakarta: Ichtiar


baru Van Hoeve. 1997

Atho Mudzar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998)

Azyumardi Azra, dkk.2002. Pendidikan Agama Islam.Jakarata:Kementerian Agama RI

D. Hendropuspito OC., Sosiologi Agama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 1998

Endang Syaefudin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2002,

Endang, Saifuddin, Wawasan Islam ( Jakarta, PT Raja Grafindo Jaya, 1993)

Harun Nasution, “Klasifikasi Ilmu dan Tradisi Penelitian Islam: sebuah Perspektif”,
dalam Mastuhu dan Deden Ridwan (Ed). Tradisi Baru Penelitian Agama Islam,
Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa, 1998)

Harun Nasution, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Djambatan, 1992)


Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Cetakan V, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 1985

Imâm As-Suyûṭî, Mukhtaşar al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’an li As-Suyuṭi, Cet. Ke-6, Gema
Insani Press, Jakarta, 1992

James Hastings (ed.), Encyclopædia of Religion and Ethics, Vol. 1 A-Art, Edinburg: T.
&T. Clark, 1908

Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Kementrian Agama, Al-Qur’an dan tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). Jakarta:


Kementrian Agama RI. 2012

Lisaanul ‘Arab (IX/311) karya Ibnu Manzhur dan Mu’jamul Wasiith(II/614)

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawalin Press, 2008)

Muhammad Ali Ash-Şâbûniy, Studi Ilmu Al-Quran, Terj., Aminuddin, Pustaka Setia,
Bandung, 1998

Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, Badan Penerbit IKIP, Bandung,
1971

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2011

Pusat Bahasa Depdiknas. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Pusat Depennas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta: Balai Pustaka, 1994)

Rasijdi, Islam untuk disiplin Ilmu Filsafat, Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam, Jakarta, 2001

Salman Fahd Audah, Bagaimana Nabi & sahabat menafsirkan al-Qur’an, Terj., Marsuni
Sasaky, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998

Supan Kusuma Miharja, Studia Islamica (Bogor: Institut Pertanian Bogor,1978)

Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam:


Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, Kuala
Lumpur: ISTAC, 1995
Thomas F. O`Dea, The Sociology of Relegion, Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama,
CV. Rajawali, Jakarta

Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al - Qur’an, Musḥâf Al - Qur’an Terjemah dan


Penjelasan Ayat Aḥkam, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan


Pengamalan Islam, 1993)

Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, — Ed.1, Cet-.9 —, Bumi Aksara, Jakarta,
2011

Anda mungkin juga menyukai