FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2023 LANDASAN RELIGIUS PENDIDIKAN A. Pendidikankonsep dan Prinsip Religius dalam Pendidikan 1. Pengertian Agama (Etimologi) Masyarakat Indonesia, di samping mengenal istilah agama, istilah religius (bahasa inggris), dan Al-Din (bahasa arab). Ketiga istilah tersebut menjadi pertimbangan dikalangan para ahli mendefinisikannya. Dalam arti bahwa ketiga istilahtersebut mempunyai pengertian dan konotasi yang sama, yaitu : a. Agama berasal dari kata Sangsekerta, yang berasal dari dua suku kata: a, artinya tidak dan gama, artinya pergi, jadi agama tidak pergi, (Nasition,1979: 9). Tajdab, dkk (1994:37) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a, berati tidak dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka, istilah agama merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia b. Religi berasal dari bahasa Latin, asalnya relegere, artinya mengumpulkan,membaca. Kata religie (bahasa Belanda), atau religious (bahasa Inggris). Agama merupakan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan harus dibaca. Pendapat yang lain mengatakan asal kata itu berasal dari kata religare, artinya mengikat. Maksudnya adalah mengikat diri pada kekuatan gaib yang suci, yakni Tuhan. Kekuatan gaib yang suci tersebut diyakini sebagai kekuatan yang menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia. 3) Al-Din berasal dari bahasa Arab, dari kata dasar daana ( (دان, artinya hutang atau sesuatu yang harus dipenuhi atau ditunaikan. Dalam bahasa Semit (induk bahasa Arab), kata diin ( ( ن ديtersebut berarti undangundang atau hukum. Dengan demikian, bahwa kata daana dan menunjukkan pengertian sebagai undang- undang atau hukum yang harus ditunaikan oleh manusia dan mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut untuk ditunaikan, serta akan mendapatkan hukuman, jika kita tidak menunaikannya. Dari ketiga bahasa (agama, religius, dan Al-Din), dapat diambil suatu pengertian, yaitu: pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib dansuci yang harus dipenuhi atau ditunaikan supaya hidupnya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan serta keselamatanan. b. Pengertian Agama secara istilah (Terminologi) Selain dalam etimologi tentang agama, para ahli juga dalam membahas agama secara terminologi mempunyai perbedaan pendapat. Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian agama secara istilah, di antaranya : a. Menurut A.M. Saefudin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang tampak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan- Nya, serta belaianNya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun. b. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya c. Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecenderungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakikat dari semuanya itu. Dari ketiga pendapat tersebut, kalau diteliti lebih mendalam, memiliki titik persamaan. Semua meyakini bahwa agama merupakan : a) Kebutuhan manusia yang paling esensial. b) Adanya kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya. c) Adanya kesabaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya. Jadi, agama menurut istilah adalah kebutuhan manusia yang sangat esensial terhadap yang ada di luar jangkauannya untuk membimbing, mengarahkan, dan mengasihinya supaya mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan dalam hidup manusia. 2. Ciri-ciri Agama a) Substansi yang Disembah Esensi dari keagamaan adalah penyembahan terhadap sesuatu yang dianggap berkuasa, yang ada di luar diri manusia. Atau adanya rasa kecenderungan manusia terhadap kekuatan yang gaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Tentu sesuatu yang dianggap gaib itu, merupakan sesuatu “Yang Maha” dari segala- galanya. Substansi yang disembah menjadi pembeda dalam mengategorikan agamnya. b) Kitab Suci Kitab suci merupakan salah satu ciri khas dari agama. Bila suatu agama tidak memilikinya, maka bagaimana ajaran agamanya mau berkembang dan menyebar pada yang lainnya . Adapun kitab suci yang ada di dunia ini dikelompokan menjadi kitab agama samawi, seperti: agama Yahudi kitab sucinya Taurah, agama Kristen kitab sucinya Injil, dan agama kitab sucinya Al- Qur’an, dan kitab Tabi’I, seperti: agama Hindu kitab sucinya Weda (Veda) atau Himpunan Sruti dan agama Budha kitab sucinya Tripitaka. c) Pembawa Ajaran Dalam agama samawi pembawa ajaran suatu agama disebut dengan seorang Nabi atau Rasul. Para Nabi dan Rasul menerima amanat atau ajaran dari Tuhannya berupa wahyu untuk disampaikan kepada masyarakat atau para pengikutnya. Sedangkan agama Tabi’I, proses kenabiannya, melalui proses evolusi yang dihasilkan berdasarkan sebuah julukan atau penghormatan kepada seseorang yang sudah dianggap paling “unggul” dan “mampu” dari komunitas agamanya. Jadi, agama Tabi’i, pengangkatan seorang yang dianggap “Rasul dan Nabinya” oleh komunitas atau pengikutnya saja. d) Pokok-pokok Ajaran Setiap agama, baik agama samawi maupun agama Tabi’i, mempunyai pokok- pokok ajaran yang wajib bagi pemeluknya. Pokokpokok ajaran ini disebut dengan istilah “dogma”, yaitu setiap ajaran yang baik percaya atau tidak, bagi pemeluknya wajib untuk mempercayainya. 3. Aliran-aliran Setiap agama yang ada di dunia ini memiliki aliran-aliran yang berkembang pada agamanya masing-masing, yang diakibatkan karena adanya perbedaan pandangan. Perbedaan pandangan itu mengakibatkan timbulnya suatu aliran yang masing-masing saling memperkuat dan memperkokoh pendapat paham kelompoknya 4. Pengaruh Agama bagi Manusia a. Latar Belakang Fitrah Manusia Fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia yang dibawa dari lahir. Potensi itu ada dan tercipta bersama dengan proses penciptaan manusia. Potensi fitrah manusia itu jumlah cukup banyak, namun yang terpenting diantaranya: fitrah agama, berakal, belajar, sosial, susila, berekonomi, berpolitik, seksual, b. Kelemahan dan Kekurangan Manusia Di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kelemahan. Manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan- Nya, yang berfungsi menampung serta mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Tantangan Manusia Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (QS. Yusuf: 5 dan QS. AlIsra: 53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upayaupaya yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhannya. Dalam dunia pendidikan, agama atau religius Sangat berguna. Di mana peserta didik akan diarahkan ke hal-hal yang baik, seperti berkata sopan, berakhlak baik, berpakaian baik, dan sebainya. Landasan pendidikan agama adalah seperangkat asumsi yang diturunkan dari ajaran agama yang dijadikan sebagai titik tolak dalam menyelenggarakan pendidikan (Choirul Anwar. 2022). Menurut (Zakiyah, 1982), salah satu peran agama adalah mengobati (menyembuhkan) gangguan jiwa. Mempraktikkan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat mencegah orang terjerumus ke dalam masalah dan dapat memulihkan kesehatan jiwa-jiwa orang yang resah. Semakin dekat seseorang dengan Tuhan, semakin manis ibadahnya, semakin damai jiwanya; serta semakin mampu mengatasi kekecewaan dan kesulitan dalam hidup. Sebaliknya, semakin jauh orang beragama, semakin sulit menemukan kedamaian batin. Agama juga berdampak pada kehidupan sehari- hari. Oleh karena itu, secara psikologis, agama berfungsi sebagai motif intrinsik dan ekstrinsik dan motif yang dimotivasi oleh keyakinan agama dianggap memiliki kekuatan yang luar biasa dan hampir tidak dapat dibandingkan dengan kepercayaan lain, non-keagamaan, baik teoretis maupun cabul (Jalaludin, 2012). Pengertian Landasan Religius Pendidikan Landasan agama merupakan landasan pendidikan yang paling mendasar, karena landasan agama adalah landasan yang diciptakan oleh Allah swt. Memang, setiap pendidikan nasional mengharuskan setiap siswa untuk berpartisipasi dalam pendidikan agama. Karena sistem pendidikan agama dimaksudkan untuk menyerukan pemikiran yang produktif dan kolaboratif dengan kebutuhan zaman yang semakin modern. Pendidikan agama adalah hak setiap siswa, bukan negara atau organisasi keagamaan (Nurmalita, 2019). Landasan religius yaitu landasan yang menjadi asumsi dasar yang bersumber dari agama. Agama mengatur seluruh aspek kehidupan pemeluknya sebagai individu, anggota masyarakat serta lingkungannya. Agama merupakan penghambaan manusia terhadap Tuhannya. Agama bersifat dogmatis, otoriter serta imperatif sehingga setiap pemeluknya harus menaati aturan, nilai serta norma yang ada di dalamnya. Aturan-aturan tersebut bersifat mengikat dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemeluknya untuk mencapai kebahagiaan yang diidamkannya. Bila aturan tersebut dilanggar maka dampaknya bukanhanya pada individual saja tetapi juga lingkungan sekitar. Bila berbicara tentang agama maka tidak akan pernah lepas dari pendidikan. Agama selalu bersifat pendidikan karena di dalamnya ada transfer ilmu dan pengetahuan yang bersifat dogmatis. Lain halnya bilaberbicara tentang pendidikan maka tidak selalu berkaitan dengan agama. Namun dalam proses pendidikan maka pendidikan harus sejalan dengan agama dan saling melengkapi sehingga output yang dihasilkan oleh pendidikan bersifat menyeluruh Karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam pada makalah ini akan membahas landasan pendidikan menurut Islam yakni yang bersumber dari AlQuran dan Hadist. Pertama, dalam Al-Quran salah satunya pada Qs. Al-Mujadalah : 11 ”Allah akan mengangkat (derajat) orang- orang yang beriman diantara-Mu dan orang-orangyang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. Dari ayat tersebut dijelaskan mengenai keutamaan orang yang beriman dan mau menuntut ilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Karena, orang yang berilmu pasti akan dihormati orang lain karena mampu mengelola sesuatu dengan baik. Namun, harus kitasadari orang yang beriman tanpa didasari ilmu tidak akan mengetahui apa-apa. Sedangkan orang yang berilmu tetapi tidak beriman dia akan tersesat. Karena, ilmu yang dimiliki bisa jadi tidak digunakan untuk kebaikan bersama. Qs. Al-Mujadalah:11 merupakan salah satu ayat yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal ini dalam artian, Pemerintah berusaha memfasilitasi masyarakatnya untuk mendapatkan pendidikan dengan mudah. Pemerintah juga berusaha mewujudkan salah satu cita-cita bangsa yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Jadi, Pendidikan di Indonesia dalam pelaksanaannya memperhatikan aturan-aturan yang sejalan dengan agama. Supaya, Masyarakatnya yang makmur dan berpendidikan dapat hidup berdampingan dengan baik. Kedua, dalam Hadist Riwayat Turmudzi Yang Artinya : “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginyamemiliki ilmu”. (HR. Turmudzi) Dari hadis diatas sudah secara tersirat menjelaskan bahwa ketika kita ingin mengusai sesuatu kita harus berilmu. Contohnya: Sebagai ketua kelas, sudah berarti ketua sebagai penguasa dan penentu setiap keputusan yang ada di kelas. Maka dari itu, ketua harus mengerti bagaimana cara membuat kelas tersebut kompak dan rukun . Nah… itu juga memerlukan ilmu. Ada lagi, ketika kita menginginkan kamera namun kita tidak tau bagaimana cara menggunakan kamera, tidak tau bagaimana cara memfokuskan supaya mendapatkan gambar yang baik, percuma kita memiliki kamera. Jadi, kita harus berilmu untuk mengoperasikan kamera tersebut. Begitu pula dengan Pendidikan di Indonesia, Untuk memperbaiki kehidupanbangsanya Terutama dalam bidang pendidikannya. Yaitu, kita harus berilmu. Maka dari itu perlunya lembaga pendidikan dijadikan tempat menimba ilmu dengan akses yang mudah. Pembentukan manusia yang Cerdas dan Kompetitif tidak semata dilakukan hanya dengan transfer ilmu dan pengetahuan saja tetapi juga penanaman nilai-nilai moral yang sesuai dengan nilai dan norma yang terdapat di dalam agama. Hal ini dilakukan agar output pendidikan yang dihasilkan tidak hanya cerdas secara ilmu dan pengetahuan tetapi juga memiliki akhlak dan moral yang baik. Akhlak dan moral inilah yang menjadi penyeimbang dan penggerak out put pendidikan sehingga tidak lepas kontrol dan tidak menjadi sombong dengan hasil yang dicapainya. “Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. (Albert Einstein). Dalam setiap agama memiliki landasan agamis terhadap pendidikan. Karena landasan agama terhadap pendidikan merupakan landasan yang paling mendasari dari landasan-landasan pendidikan lainnya. Sehingga fungsi utama landasan religius pendidikan adalah untuk memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. 4. Implikasi Landasan Religius dalam Pendidikan Landasan religius pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan Tujuan Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kapasitas dan membentuk kepribadian serta peradaban bangsa yang layak dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, berakhlak mulia, berakal, kreatif, mandiri, menjadi warga negara dan pemimpin yang demokratis. Jadi sesuai Tujuan Pendidikan Nasional sudah tertulis secara eksplisit, bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya Pendidikan Religius menjadi landasan utama untuk mengembangkan kepribadian pelajar adalah generasi penerus bangsa. 1. Pendidikan Sekolah Pengaruhnya pendidikan agama di lembaga pendidikan pada pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Pendidikan agama lebih menitik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama dilingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama di keluarganya. Dalam konteks ini, peranan guru harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya. Dengan adanya undang-undang dan fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan, menjadikan agama sebagai suatu yang wajib untuk dijadikan landasan dalam proses pendidikan, baik di tingkat dasar maupun menengah, dan bahkan sampai ke perguruan tinggi. 2. Pendidikan di Luar Sekolah a. Pendidikan di Keluarga Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam proses pendidikan. Dan kedua orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam proses tersebut. Kewajiban kedua orang tua untuk selalu membentuk, membimbing, mengarahkan, dan mengawasi perkembangan dan pertumbuhan anak-anaknya. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar dan utama bagi pembentukan jiwa keagamaan. b. Pendidikan Masyarakat Para ahli pendidikan menyepakati bahwa pendidikan di masyarakat termasuk pada lembaga pendidikan yang dapat mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa keberagamaan seorang peserta didik. Fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri. Pendidikan adalah suatu usaha disengaja yang diperuntukkan dalam upaya untuk mengantarkan peserta didik menuju pada tingkat kematangan atau kedewasaan, baik moral maupun intelektual. Pendidikan tidak semata-mata hanya berorientasi pada cita-cita intelektual saja. Namun tidak melupakan nilainilai ketuhanan, individual dan sosial. Artinya, proses pendidikan disamping akan menuntuk dan memancing potensi intelektual seseorang, juga menghidupkan dan mempertahankan unsur manusiawi dalam dirinya dengan landasan iman dan takwa. Pendidikan agama itu tidak akan berhasil bila hanya diserahkan kepada guru agama. Dia mengatakan pendidikan keimanan dan ketakwaan, inti dari pendidikan agama itu adalahtugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dalam arti bahwa perlu adanya keterpaduan, baik keterpaduan tujuan, materi, proses, dan lembaga. 5. Analisis Landasan religius pendidikan di sekolah dengan menggunakan BMB3 Menurut Prayitno (2021) kehidupan manusia tidak boleh dibiarkan begitu saja tetapi harus dipertimbangkan secara optimal. Upaya pendidikan yang arah dasarnya adalah memuliakan kemanusiaan manusia (MKM) tidak mungkin tercapai dengan baik kalau paradigma membelajarkan tidak terlaksana dengan sebaik- baiknya. Komponen membelajarkan diantaranya: 1. Belajar, memperoleh sesuatu yang baru melalui dinamika BMB3 2. BMB3 yang dibelajarkan adalah BMB3 itu dengan prinsip TJS dan Triguna 3. Dalam kegiatan pembelajaran diangkat enam fokus pendidikan yaitu,kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan 4. Merdeka belajar Menurut Prayitno (2021) dinamika BMB3 sebagai berikut: B – Berpikir Berpikir, yaitu mengaitkan suatu hal dengan hal lainnya dalam keadaan atau kondisi tertentu, sehingga diperoleh pemahaman; pemahaman tersebut dapat terarah. Pemahaman yang diperoleh dari kegiatan berpikir dapat dipakai untuk mencapai tujuan atau pemecahan masalah atau solusi yang dikehendaki. Dengan demikian, hasil berpikir tidak disia-siakan. Seorang individu yang berpikir, siapa pun juga, perlu menerapkan asas kebenaran, baik kebenaran hakiki maupun fleksibel. Tanpa hal demikian, maka hasil berpikir dan perilakunya akan berkualitas negatif dan tidak bisa diterima. Di samping itu, karena kegiatan berpikir adalah mengait-ngaitkan berbagai hal, maka semakin banyak hal yang dikait-kaitkan, semakin luaslah cara berpikirnya, yang mudah-mudahan hasilnya semakin banyak dan mendalam. Di samping itu, berpikir cerdas juga diharapkan, yaitu pengaitan berbagai hal secara luas itu dilakukan secara tepat dan cepat. Sebaliknya, berpikir yang tidak cerdas adalah berpikir yang lambat dan materi yang dikait-kaitkan tidak banyak atau sempit atau malah tidak ada. M – Merasa Merasa, yaitu respons emosional pada diri individu terhadap perangsang yang diterima. Merasa dalam kondisi positif maupun negatif tampilan perilakunya mestinya laras dan terkemas, artinya warna perilaku yang ditampilkan kondisinya lurus, tidak menyimpang dari kebenaran, dan tampilan perilaku itu terkemas, artinya tersusun rapi, sehingga enak dilihat. B – Bersikap Bersikap, yaitu kondisi yang terdahulu ada pada diri individu terkait dengan keadaan atau perangsang tertentu yang mengandung arah untuk berbuat. Bersikap mestinya dengan mawas, artinya memperhatikan dengan teliti, lengkap, dan sebaikbaiknya kondisi yang ada. Misalnya, bersikap ingin menjumpai seseorang, maka harus diperhatikan atau dipertimbangkan. Apakah orang yang ditemui itu layak untuk ditemui dan bagaimana cara menemuinya dengan sebaik-baiknya. Mawas yang dimaksudkan itu juga bermakna mawas diri, artinya kondisi diri sendiri juga harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam sikap ingin menemui seseorang itu harus diperhatikan diri sendiri, apakah pantas menemuinya dan dengan cara-cara ataupun syarat- syarat apa saja untuk dapat atau boleh menemuinya. B – Bertindak Bertindak, yaitu apa yang dilakukan secara nyata oleh individu yang bersikap positif atau negatif terkait dengan keadaan atau perangsang tertentu yang mengenai dirinya. Bertindak mestinya dengan berkualitas dan tangkas. Berkualitas artinya hasil perbuatan itu positif sesuai dengan nilai, norma dan moral yang berlaku, serta hasilnya positif. Tangkas artinya mandiri, tidak malu-malu, lancar dengan cara-cara tepat dan tidak mencederai siapa pun juga. B – Bertanggung jawab Bertanggung jawab, yaitu melakukan sesuatu di atas kebenaran; apa yang dilakukan adalah benar; tujuan dan caranya adalah baik dan menguntungkan semua pihak, baik diri sendiri dan orang lain. Bertanggung jawab mestinya sampai tuntas. Tanggung jawab arahnya adalah kebenaran, tanpa kebenaran maka di mana tanggung jawabnya? Tanpa kebenaran, “tanggung jawab” itu bersikap bodong, abal-abal atau justru bohong atau penipuan yang merugikan, mengecewakan, atau bahkan menganiaya. Tuntas artinya tidak setengah-setengah; sampai ke ketentuan yang paling tinggi. Perilaku dengan tanggung jawab yang tuntas, maknanya adalah bahwa perilaku itu dapat dibenarkan sampai ke tingkat kebenaran yang paling tinggi dengan rujukan firman Tuhan Yang Maha Esa Kepustakaan
Elfachmi, A. K. (2016). Pengantar Pendidikan. Bandung: Erlangga. J
Alaludin. (2012). Psikologi Agama: Memahami Perilaku Dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada. Junaid, H. (2012). Sumber, Azas Dan Landasan Pendidikan. Sulesna (Jurnal Wawasankeislaman Uin Alauddin Makassar, 7(2), 84–102..