Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 9

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN


Landasan Religius Pendidikan

Dosen

Dr. Yarmis Syukur, M.Pd., Kons

Dr. Dina Sukma, S.Psi, S.Pd. M.Pd

Oleh

Nama: Indra Geni


Nim :21151015

PASCA SARJARANA BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
LANDASAN RELIGIUS PENDIDIKAN
A. Pendidikankonsep dan Prinsip Religius dalam Pendidikan
1. Pengertian Agama
(Etimologi) Masyarakat Indonesia, di samping mengenal istilah agama,
istilah religius (bahasa inggris), dan Al-Din (bahasa arab). Ketiga istilah
tersebut menjadi pertimbangan dikalangan para ahli mendefinisikannya. Dalam
arti bahwa ketiga istilahtersebut mempunyai pengertian dan konotasi yang
sama, yaitu :
a. Agama berasal dari kata Sangsekerta, yang berasal dari dua suku kata: a,
artinya tidak dan gama, artinya pergi, jadi agama tidak pergi,
(Nasition,1979: 9). Tajdab, dkk (1994:37) menyatakan bahwa agama
berasala dari kata a, berati tidak dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi,
agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka,
istilah agama merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan
kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta mendatangkan kesejahteraan
dan keselamatan hidup manusia
b. Religi berasal dari bahasa Latin, asalnya relegere, artinya
mengumpulkan,membaca. Kata religie (bahasa Belanda), atau religious
(bahasa Inggris).
Agama merupakan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan harus dibaca.
Pendapat yang lain mengatakan asal kata itu berasal dari kata religare, artinya
mengikat. Maksudnya adalah mengikat diri pada kekuatan gaib yang suci,
yakni Tuhan. Kekuatan gaib yang suci tersebut diyakini sebagai kekuatan yang
menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia. 3) Al-Din
berasal dari bahasa Arab, dari kata dasar daana ( ‫ (دان‬, artinya hutang atau
sesuatu yang harus dipenuhi atau ditunaikan. Dalam bahasa Semit (induk
bahasa Arab), kata diin (‫ ( ن دي‬tersebut berarti undangundang atau hukum.
Dengan demikian, bahwa kata daana dan menunjukkan pengertian sebagai
undang- undang atau hukum yang harus ditunaikan oleh manusia dan
mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut untuk ditunaikan, serta akan
mendapatkan hukuman, jika kita tidak menunaikannya. Dari ketiga bahasa
(agama, religius, dan Al-Din), dapat diambil suatu pengertian, yaitu:
pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib dansuci yang
harus dipenuhi atau ditunaikan supaya hidupnya lebih teratur dan
mendatangkan kesejahteraan serta keselamatanan. b. Pengertian Agama secara
istilah (Terminologi) Selain dalam etimologi tentang agama, para ahli juga
dalam membahas agama secara terminologi mempunyai perbedaan pendapat.
Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian agama secara istilah, di
antaranya :
a. Menurut A.M. Saefudin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan
kebutuhan manusia yang paling esensial yang bersifat universal. Karena
itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu
kenyataan di luar kenyataan yang tampak ini, yaitu bahwa manusia selalu
mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan- Nya, serta belaianNya, yang
secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia yang
mengingkari agama (komunis) sekalipun.
b. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu sistem
kelakuan dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan
manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga
luasnya, dan dengan demikian memberi arti kepada hidupnya dan kepada
alam semesta yang mengelilinginya
c. Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah
kecenderungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta,
nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakikat dari semuanya
itu.
Dari ketiga pendapat tersebut, kalau diteliti lebih mendalam, memiliki
titik persamaan. Semua meyakini bahwa agama merupakan : a) Kebutuhan
manusia yang paling esensial. b) Adanya kesadaran di luar diri manusia yang
tidak dapat dijangkau olehnya. c) Adanya kesabaran dalam diri manusia,
bahwa ada sesuatu yang dapat membimbing,mengarahkan, dan mengasihi di
luar jangkauannya. Jadi, agama menurut istilah adalah kebutuhan manusia
yang sangat esensial terhadap yang ada di luar jangkauannya untuk
membimbing, mengarahkan, dan mengasihinya supaya mendatangkan
kesejahteraan dan keselamatan dalam hidup manusia.
2. Ciri-ciri Agama
a) Substansi yang Disembah Esensi dari keagamaan adalah penyembahan
terhadap sesuatu yang dianggap berkuasa, yang ada di luar diri manusia. Atau
adanya rasa kecenderungan manusia terhadap kekuatan yang gaib yang mereka
rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Tentu sesuatu yang dianggap gaib
itu, merupakan sesuatu “Yang Maha” dari segala- galanya. Substansi yang
disembah menjadi pembeda dalam mengategorikan agamnya.
b) Kitab Suci Kitab suci merupakan salah satu ciri khas dari agama. Bila suatu
agama tidak memilikinya, maka bagaimana ajaran agamanya mau berkembang
dan menyebar pada yang lainnya . Adapun kitab suci yang ada di dunia ini
dikelompokan menjadi kitab agama samawi, seperti: agama Yahudi kitab
sucinya Taurah, agama Kristen kitab sucinya Injil, dan agama kitab sucinya Al-
Qur’an, dan kitab Tabi’I, seperti: agama Hindu kitab sucinya Weda (Veda)
atau Himpunan Sruti dan agama Budha kitab sucinya Tripitaka.
c) Pembawa Ajaran Dalam agama samawi pembawa ajaran suatu agama disebut
dengan seorang Nabi atau Rasul. Para Nabi dan Rasul menerima amanat atau
ajaran dari Tuhannya berupa wahyu untuk disampaikan kepada masyarakat
atau para pengikutnya. Sedangkan agama Tabi’I, proses kenabiannya, melalui
proses evolusi yang dihasilkan berdasarkan sebuah julukan atau penghormatan
kepada seseorang yang sudah dianggap paling “unggul” dan “mampu” dari
komunitas agamanya. Jadi, agama Tabi’i, pengangkatan seorang yang
dianggap “Rasul dan Nabinya” oleh komunitas atau pengikutnya saja.
d) Pokok-pokok Ajaran Setiap agama, baik agama samawi maupun agama Tabi’i,
mempunyai pokok- pokok ajaran yang wajib bagi pemeluknya. Pokokpokok
ajaran ini disebut dengan istilah “dogma”, yaitu setiap ajaran yang baik percaya
atau tidak, bagi pemeluknya wajib untuk mempercayainya.
3. Aliran-aliran Setiap agama yang ada di dunia ini memiliki aliran-aliran yang
berkembang pada agamanya masing-masing, yang diakibatkan karena adanya
perbedaan pandangan. Perbedaan pandangan itu mengakibatkan timbulnya suatu
aliran yang masing-masing saling memperkuat dan memperkokoh pendapat paham
kelompoknya
4. Pengaruh Agama bagi Manusia
a. Latar Belakang Fitrah Manusia Fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang
terpendam yang ada dalam diri manusia yang dibawa dari lahir. Potensi itu ada
dan tercipta bersama dengan proses penciptaan manusia. Potensi fitrah manusia
itu jumlah cukup banyak, namun yang terpenting diantaranya: fitrah agama,
berakal, belajar, sosial, susila, berekonomi, berpolitik, seksual,
b. Kelemahan dan Kekurangan Manusia Di samping manusia memiliki berbagai
kesempurnaan juga memiliki kelemahan. Manusia diciptakan Tuhan dalam
keadaan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-
Nya, yang berfungsi menampung serta mendorong manusia untuk berbuat
kebaikan dan keburukan.
Tantangan Manusia Manusia dalam kehidupannya senantiasa
menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan
dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (QS. Yusuf: 5
dan QS. AlIsra: 53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan
upayaupaya yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari
Tuhannya. Dalam dunia pendidikan, agama atau religius Sangat berguna. Di
mana peserta didik akan diarahkan ke hal-hal yang baik, seperti berkata sopan,
berakhlak baik, berpakaian baik, dan sebainya. Landasan pendidikan agama
adalah seperangkat asumsi yang diturunkan dari ajaran agama yang dijadikan
sebagai titik tolak dalam menyelenggarakan pendidikan (Choirul Anwar.
2022). Menurut (Zakiyah, 1982), salah satu peran agama adalah mengobati
(menyembuhkan) gangguan jiwa. Mempraktikkan agama dalam kehidupan
sehari-hari dapat mencegah orang terjerumus ke dalam masalah dan dapat
memulihkan kesehatan jiwa-jiwa orang yang resah. Semakin dekat seseorang
dengan Tuhan, semakin manis ibadahnya, semakin damai jiwanya; serta
semakin mampu mengatasi kekecewaan dan kesulitan dalam hidup.
Sebaliknya, semakin jauh orang beragama, semakin sulit menemukan
kedamaian batin. Agama juga berdampak pada kehidupan sehari- hari. Oleh
karena itu, secara psikologis, agama berfungsi sebagai motif intrinsik dan
ekstrinsik dan motif yang dimotivasi oleh keyakinan agama dianggap memiliki
kekuatan yang luar biasa dan hampir tidak dapat dibandingkan dengan
kepercayaan lain, non-keagamaan, baik teoretis maupun cabul (Jalaludin,
2012).
Pengertian Landasan Religius Pendidikan Landasan agama merupakan
landasan pendidikan yang paling mendasar, karena landasan agama adalah
landasan yang diciptakan oleh Allah swt. Memang, setiap pendidikan nasional
mengharuskan setiap siswa untuk berpartisipasi dalam pendidikan agama.
Karena sistem pendidikan agama dimaksudkan untuk menyerukan pemikiran
yang produktif dan kolaboratif dengan kebutuhan zaman yang semakin
modern. Pendidikan agama adalah hak setiap siswa, bukan negara atau
organisasi keagamaan (Nurmalita, 2019). Landasan religius yaitu landasan
yang menjadi asumsi dasar yang bersumber dari agama. Agama mengatur
seluruh aspek kehidupan pemeluknya sebagai individu, anggota masyarakat
serta lingkungannya. Agama merupakan penghambaan manusia terhadap
Tuhannya. Agama bersifat dogmatis, otoriter serta imperatif sehingga setiap
pemeluknya harus menaati aturan, nilai serta norma yang ada di dalamnya.
Aturan-aturan tersebut bersifat mengikat dan berfungsi sebagai pedoman bagi
pemeluknya untuk mencapai kebahagiaan yang diidamkannya. Bila aturan
tersebut dilanggar maka dampaknya bukanhanya pada individual saja tetapi
juga lingkungan sekitar. Bila berbicara tentang agama maka tidak akan pernah
lepas dari pendidikan. Agama selalu bersifat pendidikan karena di dalamnya
ada transfer ilmu dan pengetahuan yang bersifat dogmatis. Lain halnya
bilaberbicara tentang pendidikan maka tidak selalu berkaitan dengan agama.
Namun dalam proses pendidikan maka pendidikan harus sejalan dengan agama
dan saling melengkapi sehingga output yang dihasilkan oleh pendidikan
bersifat menyeluruh Karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam
pada makalah ini akan membahas landasan pendidikan menurut Islam yakni
yang bersumber dari AlQuran dan Hadist. Pertama, dalam Al-Quran salah
satunya pada Qs. Al-Mujadalah : 11 ”Allah akan mengangkat (derajat) orang-
orang yang beriman diantara-Mu dan orang-orangyang diberi ilmu beberapa
derajat. Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat tersebut dijelaskan mengenai keutamaan orang yang beriman
dan mau menuntut ilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Karena,
orang yang berilmu pasti akan dihormati orang lain karena mampu mengelola
sesuatu dengan baik. Namun, harus kitasadari orang yang beriman tanpa
didasari ilmu tidak akan mengetahui apa-apa. Sedangkan orang yang berilmu
tetapi tidak beriman dia akan tersesat. Karena, ilmu yang dimiliki bisa jadi
tidak digunakan untuk kebaikan bersama. Qs. Al-Mujadalah:11 merupakan
salah satu ayat yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan di
Indonesia. Hal ini dalam artian, Pemerintah berusaha memfasilitasi
masyarakatnya untuk mendapatkan pendidikan dengan mudah. Pemerintah
juga berusaha mewujudkan salah satu cita-cita bangsa yakni “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Jadi, Pendidikan di Indonesia dalam pelaksanaannya
memperhatikan aturan-aturan yang sejalan dengan agama. Supaya,
Masyarakatnya yang makmur dan berpendidikan dapat hidup berdampingan
dengan baik. Kedua, dalam Hadist Riwayat Turmudzi Yang Artinya : “Barang
siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu,
dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat, maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib
baginyamemiliki ilmu”. (HR. Turmudzi) Dari hadis diatas sudah secara tersirat
menjelaskan bahwa ketika kita ingin mengusai sesuatu kita harus berilmu.
Contohnya: Sebagai ketua kelas, sudah berarti ketua sebagai penguasa dan
penentu setiap keputusan yang ada di kelas. Maka dari itu, ketua harus
mengerti bagaimana cara membuat kelas tersebut kompak dan rukun . Nah…
itu juga memerlukan ilmu. Ada lagi, ketika kita menginginkan kamera namun
kita tidak tau bagaimana cara menggunakan kamera, tidak tau bagaimana cara
memfokuskan supaya mendapatkan gambar yang baik, percuma kita memiliki
kamera. Jadi, kita harus berilmu untuk mengoperasikan kamera tersebut.
Begitu pula dengan Pendidikan di Indonesia, Untuk memperbaiki
kehidupanbangsanya Terutama dalam bidang pendidikannya. Yaitu, kita harus
berilmu. Maka dari itu perlunya lembaga pendidikan dijadikan tempat
menimba ilmu dengan akses yang mudah. Pembentukan manusia yang Cerdas
dan Kompetitif tidak semata dilakukan hanya dengan transfer ilmu dan
pengetahuan saja tetapi juga penanaman nilai-nilai moral yang sesuai dengan
nilai dan norma yang terdapat di dalam agama. Hal ini dilakukan agar output
pendidikan yang dihasilkan tidak hanya cerdas secara ilmu dan pengetahuan
tetapi juga memiliki akhlak dan moral yang baik. Akhlak dan moral inilah yang
menjadi penyeimbang dan penggerak out put pendidikan sehingga tidak lepas
kontrol dan tidak menjadi sombong dengan hasil yang dicapainya. “Ilmu tanpa
agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. (Albert Einstein).
Dalam setiap agama memiliki landasan agamis terhadap pendidikan. Karena
landasan agama terhadap pendidikan merupakan landasan yang paling
mendasari dari landasan-landasan pendidikan lainnya. Sehingga fungsi utama
landasan religius pendidikan adalah untuk memberikan dasar rujukan
konseptual dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan yang
dilaksanakannya.
4. Implikasi Landasan Religius dalam Pendidikan Landasan religius pendidikan di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan Tujuan Pendidikan Nasional.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan kapasitas dan membentuk kepribadian serta peradaban bangsa
yang layak dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang
beriman, berakhlak mulia, berakhlak mulia, berakal, kreatif, mandiri, menjadi
warga negara dan pemimpin yang demokratis. Jadi sesuai Tujuan Pendidikan
Nasional sudah tertulis secara eksplisit, bahwa tujuan utama pendidikan adalah
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Artinya Pendidikan Religius menjadi landasan utama untuk mengembangkan
kepribadian pelajar adalah generasi penerus bangsa. 1. Pendidikan Sekolah
Pengaruhnya pendidikan agama di lembaga pendidikan pada pembentukan jiwa
keagamaan pada anak. Pendidikan agama lebih menitik beratkan pada bagaimana
membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. Fungsi sekolah dalam
kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai
pelanjut pendidikan agama dilingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan
pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama di keluarganya. Dalam
konteks ini, peranan guru harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar
menerima pendidikan agama yang diberikannya. Dengan adanya undang-undang
dan fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan, menjadikan agama sebagai
suatu yang wajib untuk dijadikan landasan dalam proses pendidikan, baik di tingkat
dasar maupun menengah, dan bahkan sampai ke perguruan tinggi. 2. Pendidikan di
Luar Sekolah a. Pendidikan di Keluarga Keluarga merupakan lembaga pendidikan
yang pertama dan utama dalam proses pendidikan. Dan kedua orang tua merupakan
pendidik yang pertama dan utama dalam proses tersebut. Kewajiban kedua orang
tua untuk selalu membentuk, membimbing, mengarahkan, dan mengawasi
perkembangan dan pertumbuhan anak-anaknya. Pendidikan keluarga merupakan
pendidikan dasar dan utama bagi pembentukan jiwa keagamaan. b. Pendidikan
Masyarakat Para ahli pendidikan menyepakati bahwa pendidikan di masyarakat
termasuk pada lembaga pendidikan yang dapat mempengaruhi terhadap
perkembangan jiwa keberagamaan seorang peserta didik. Fungsi dan peran
masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari
seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu
sendiri. Pendidikan adalah suatu usaha disengaja yang diperuntukkan dalam upaya
untuk mengantarkan peserta didik menuju pada tingkat kematangan atau
kedewasaan, baik moral maupun intelektual. Pendidikan tidak semata-mata hanya
berorientasi pada cita-cita intelektual saja. Namun tidak melupakan nilainilai
ketuhanan, individual dan sosial. Artinya, proses pendidikan disamping akan
menuntuk dan memancing potensi intelektual seseorang, juga menghidupkan dan
mempertahankan unsur manusiawi dalam dirinya dengan landasan iman dan takwa.
Pendidikan agama itu tidak akan berhasil bila hanya diserahkan kepada guru
agama. Dia mengatakan pendidikan keimanan dan ketakwaan, inti dari pendidikan
agama itu adalahtugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Dalam arti bahwa perlu adanya keterpaduan, baik keterpaduan tujuan, materi,
proses, dan lembaga.
5. Analisis Landasan religius pendidikan di sekolah dengan menggunakan BMB3
Menurut Prayitno (2021) kehidupan manusia tidak boleh dibiarkan begitu
saja tetapi harus dipertimbangkan secara optimal. Upaya pendidikan yang arah
dasarnya adalah memuliakan kemanusiaan manusia (MKM) tidak mungkin tercapai
dengan baik kalau paradigma membelajarkan tidak terlaksana dengan sebaik-
baiknya. Komponen membelajarkan diantaranya: 1. Belajar, memperoleh sesuatu
yang baru melalui dinamika BMB3 2. BMB3 yang dibelajarkan adalah BMB3 itu
dengan prinsip TJS dan Triguna 3. Dalam kegiatan pembelajaran diangkat enam
fokus pendidikan yaitu,kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan 4. Merdeka belajar Menurut
Prayitno (2021) dinamika BMB3 sebagai berikut:
B – Berpikir Berpikir, yaitu mengaitkan suatu hal dengan hal lainnya dalam
keadaan atau kondisi tertentu, sehingga diperoleh pemahaman; pemahaman
tersebut dapat terarah. Pemahaman yang diperoleh dari kegiatan berpikir
dapat dipakai untuk mencapai tujuan atau pemecahan masalah atau solusi
yang dikehendaki. Dengan demikian, hasil berpikir tidak disia-siakan.
Seorang individu yang berpikir, siapa pun juga, perlu menerapkan asas
kebenaran, baik kebenaran hakiki maupun fleksibel. Tanpa hal demikian,
maka hasil berpikir dan perilakunya akan berkualitas negatif dan tidak bisa
diterima. Di samping itu, karena kegiatan berpikir adalah mengait-ngaitkan
berbagai hal, maka semakin banyak hal yang dikait-kaitkan, semakin luaslah
cara berpikirnya, yang mudah-mudahan hasilnya semakin banyak dan
mendalam. Di samping itu, berpikir cerdas juga diharapkan, yaitu pengaitan
berbagai hal secara luas itu dilakukan secara tepat dan cepat. Sebaliknya,
berpikir yang tidak cerdas adalah berpikir yang lambat dan materi yang
dikait-kaitkan tidak banyak atau sempit atau malah tidak ada.
M – Merasa Merasa, yaitu respons emosional pada diri individu terhadap
perangsang yang diterima. Merasa dalam kondisi positif maupun negatif
tampilan perilakunya mestinya laras dan terkemas, artinya warna perilaku
yang ditampilkan kondisinya lurus, tidak menyimpang dari kebenaran, dan
tampilan perilaku itu terkemas, artinya tersusun rapi, sehingga enak dilihat.
B – Bersikap Bersikap, yaitu kondisi yang terdahulu ada pada diri individu terkait
dengan keadaan atau perangsang tertentu yang mengandung arah untuk
berbuat. Bersikap mestinya dengan mawas, artinya memperhatikan dengan
teliti, lengkap, dan sebaikbaiknya kondisi yang ada. Misalnya, bersikap ingin
menjumpai seseorang, maka harus diperhatikan atau dipertimbangkan.
Apakah orang yang ditemui itu layak untuk ditemui dan bagaimana cara
menemuinya dengan sebaik-baiknya. Mawas yang dimaksudkan itu juga
bermakna mawas diri, artinya kondisi diri sendiri juga harus diperhatikan atau
dipertimbangkan dalam sikap ingin menemui seseorang itu harus diperhatikan
diri sendiri, apakah pantas menemuinya dan dengan cara-cara ataupun syarat-
syarat apa saja untuk dapat atau boleh menemuinya.
B – Bertindak Bertindak, yaitu apa yang dilakukan secara nyata oleh individu
yang bersikap positif atau negatif terkait dengan keadaan atau perangsang
tertentu yang mengenai dirinya. Bertindak mestinya dengan berkualitas dan
tangkas. Berkualitas artinya hasil perbuatan itu positif sesuai dengan nilai,
norma dan moral yang berlaku, serta hasilnya positif. Tangkas artinya
mandiri, tidak malu-malu, lancar dengan cara-cara tepat dan tidak mencederai
siapa pun juga.
B – Bertanggung jawab Bertanggung jawab, yaitu melakukan sesuatu di atas
kebenaran; apa yang dilakukan adalah benar; tujuan dan caranya adalah baik
dan menguntungkan semua pihak, baik diri sendiri dan orang lain.
Bertanggung jawab mestinya sampai tuntas. Tanggung jawab arahnya adalah
kebenaran, tanpa kebenaran maka di mana tanggung jawabnya? Tanpa
kebenaran, “tanggung jawab” itu bersikap bodong, abal-abal atau justru
bohong atau penipuan yang merugikan, mengecewakan, atau bahkan
menganiaya. Tuntas artinya tidak setengah-setengah; sampai ke ketentuan
yang paling tinggi. Perilaku dengan tanggung jawab yang tuntas, maknanya
adalah bahwa perilaku itu dapat dibenarkan sampai ke tingkat kebenaran yang
paling tinggi dengan rujukan firman Tuhan Yang Maha Esa
Kepustakaan

Elfachmi, A. K. (2016). Pengantar Pendidikan. Bandung: Erlangga. J


Alaludin. (2012). Psikologi Agama: Memahami Perilaku Dengan Mengaplikasikan
Prinsip-Prinsip Psikologi. Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada.
Junaid, H. (2012). Sumber, Azas Dan Landasan Pendidikan. Sulesna (Jurnal
Wawasankeislaman Uin Alauddin Makassar, 7(2), 84–102..

Anda mungkin juga menyukai