Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PENDIDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

Oleh: Budiman
E-mail address: Budimanaja 11@ gmail.com

Abstrak
Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan memiliki sedikit kesamaan
dalam hal tujuannya yaitu menanamkan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat dan bernegara
serta budi pekerti atau akhlak yang luhur. Di samping menanamkan sikap budi pekerti
yang luhur, Pendidikan Kewarganegaraan juga membentuk anak didik agar dapat memahami,
mengamalkan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila sehingga menjadi warga negara yang
baik dan bertanggung jawab mencakup pada dimensi pengetahuan kewarganegaraan,
ketrampilan kewarganegaraan dan nilai-nilai kewarganegaraan. Sedangkan
didalam Pendidikan Agama Islam, untuk kepentingan pendidikan dalam mencapai dan
mengamalkan moral atau akhlak
dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan melalui proses ijtihad, para ulama
mengembangkan materi Pendidikan Agama Islam pada tingkat yang lebih rinci (Depdiknas,
2003:2). Akhlak dalam Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan
mengandung unsur yang sama. Hal ini sesuai dengan sifat bangsa Indonesia yang religius
sehingga moral Pancasila lebih banyak mengacu pada tatanan nilai yang ada dalam agama.
Dengan demikian karena secara materiil atau kajian isinya merupakan pendidikan yang sama-
sama berorientasi dalam membentuk peserta didik dan warga negara yang baik, beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan konstitusi dan falsafah bangsa
Indonesia.

Kata Kunci: Budi Pekerti, Moral dan Akhlaq

Pendahuluan
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata
“agama” berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti “tradisi”.[1]. Sedangkan kata lain
untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan

1
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang
terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai
umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita
melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-
agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan
suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu
terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik
perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan
keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya.
Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang
luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan,
Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti
Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara
menghambakan diri, yaitu:
1. menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari
Tuhan.
2. Menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dan laian-lain yang diyakini berasal dari
Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan
manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia,
penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur
pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Unsur-Unsur
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
1. Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
2. Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
3. Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan
hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama.

2
4. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami
oleh penganut-penganut secara pribadi.
5. Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama

Fungsi Agama
1. Agama sejak “kelahirannya” merupakan suatu yang dianggap sakral. Agama merupakan
suatu sistem yang mengatur mulai dari cara beribadah dan menyembah Tuhan sampai
mengatur pola kehidupan dengan menjanjikan kebahagiaan baik di dunia ataupun di
akhirat.
2. Agama menurut D.C Mulder adalah suatu keyakinan akan adanya realitas lain selain
realitas ini. Sedangkan Whitehead mengatakan, “Dilihat dari ajarannya, agama adalah
sistem kebenaran umum yang mempunyai akibat mengubah perangai manusia jika
dipegang teguh dan dilaksanakan dengan sukarela”.
3. Semua agama mengajarkan kebaikan dan melarang perrbuatan keji. Selain itu, ajaran yang
paling inti adalah sebuah totalitas penghambaan kepada Tuhan sehingga dapat
memberikan suatu ketenangan yang diidamkan oleh manusia. Menurut Dr. Francisco Jose
Moreno, agama menjanjikan kepada manusia sebuah rasa aman. Karena kepercayaan
beragama adalah sekumpulan jawaban yang didasarkan atas ilmu ketuhanan atau
penafsiran atas kekuatan-kekuatan gaib terhadap berbagai pertanyaan mendasar yang
timbul dari akal pikiran manusia. Dimana pertanyaan tersebut hanya dapat ditangguhkan
dengan jawaban agamis yang dapat menimbulkan keyakinan sehingga memberikan
ketemteraman jiwa atas pertanyaan yang “tidak bisa dijelaskan” secara logis.
4. Menurut E.K. Nottingham, secara empiris fungsi agama dilihat dari pandangan sosiologis
adalah :
a. Faktor yang mengintegrasikan masyarakat.
b. Faktor yang mendisintegrasikan masyarakat.
c. Faktor yang bisa melestarikan nilai-nilai sosial.
d. Faktor yang bisa memainkan peran yang bersifat kreatif, inovatif dan bahkan bersifat
revolusioner.

Disfungsi Agama
Pada saat ini agama adalah masalah yang sensitif. Berbicara tentang agama dapat
menimbulkan riak-riak pertikaian. Agama seakan bom waktu yang mengancam ketentraman
hidup. Ketika satu pihak meng-klaim agamanya lah yang paling benar, maka hal tersebut

3
telah melenceng dari fungsi kodrati agama sebagai pemersatu umat manusia, sekaligus
sebagai sebuah tanda kedamaian. Saling serang dan saling menjatuhkan adalah tabiat para
pemuka agama yang di sisi lain berbicara tentang arti kedamaian dan kesejahteraan umat
manusia.
Agama tidak akan memiliki valeu apabila hanya di jadikan kedok dan alat bagi manusia
dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup semata tanpa memperdulikan arti dan tujuan
agama itu sendiri. Para pemeluk agama seakan terpaksa dalam mengimani agamanya.
Eksistensi agama hanya menjadi suatu seremonial belaka. Celakanya, para
“Ceremonialis” menjadikan hal tersebut suatu yang patut diperjuangkan dan harus di bela
walau di bayar dengan darah.
Agama yang seharusnya menjadi pemersatu umat manusia malah menjadi pembatas.
Yang lebih mengerikan lagi agama di jadikan suatu dasar hukum untuk melakukan tindak
kekerasan atas nama Tuhan. Sehingga muncul pertanyaan “Apakah Tuhan sudah tidak
berdaaya sehingga harus manusia yang bertindak???”
Akhirnya, kepercayaan untuk beragama menjadi suatu kebutuhan mendasar bagi
manusia dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, yang merupakan sebuah institusi
yang menawarkan suatu ketenangan batin. Ketika akal pikiran manusia yang selalu menuntut
suatu jawaban logis atas “kehidupan” agama muncul untuk memberikan suatu jawaban
dengan keyakinan dan dengan penundaaan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mengembaikan fungsi agama sebagai suatu lembaga yang memberikan pedoman hidup
baik antar sesama makhluk ataupun dengan tuhan merupakan sebuah keniscayaan yang harus
dilakukan. Karena selain memiliki fungsi edukatif (dengan memerintah dan melarang),
agama menjadi sebuah realitas yang menawarkan sebuah kedamaian bagi manusia.

Islam
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
Islam merupakan agama yang berintikan keimanan dan amal perbuatan. “Keimanan” itu
merupakan akidah dan pokok (pangkal utama), yang di atasnya berdiri syari’at Islam. Yang
kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya. Sedangkan “Perbuatan” itu merupakan
syari’at dan cabang-cabang yang dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan serta
akidah itu. Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain’akidah dan syari’at’, keduanya itu
antara satu dengan yang lain sambung-menyambung, hubung-menghubungi dan tidak dapat
berpisah yang satu dengan yang lainnya. Keduanya adalah sebagai buah dengan pohonnya,

4
sebagai musabbab dengan sebabnya atau sebagai natijah (hasil) dengan mukaddimahnya
(pendahuluannya). (Aqidah Islam. Sayid Sabiq h. 15)
Oleh karena adanya hubungan yang erat itu, maka amal perbuatan selalu disertakan
penyebutannya dengan keimanan dalam sebagian besar ayat-ayat Al Quran Al Karim, hal ini
dapat dilihat dalam firman-firman Allah SWT yang menerangkan hubungan keimanan dan
perbuatan, antara lain:
“,,Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan,
bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga yang di bawahnya mengalirlah beberapa
sungai”.
QS. Al Baqarah 25
“,,Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, baik ia lelaki atau perempuan dan ia seorang
yang beriman, maka pastilah Kami (Allah) akan memberinya kehidupan yang baik dan pasti
kami beri balasan dengan pahalanya, menurut yang telah dikerjakan dengan sebaik-
baiknya”.
QS. An Nahl 97
“,,Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka Tuhan Yang Maha
Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”.
QS. Maryam 96

Pendidikan Kewarganegaraan
Latar Belakang diadakannya kewarganegaraan adalah bahwa semangat perjuangan
bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa
dalam masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi untuk mengisi
kemerdekaan kita memerlukan perjuangan nono fisik sesuai dengan bidang profesi masing2.
Perjuangan ini dilandasi oleh nilai2 perjuangan bangsa sehingga kita tetap memiliki wawasan
dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan
serta kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.
Kompetensi/kemampuan yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Bahwa dengan pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan
kesadaran bernegarauntuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan prilaku sebagai
pola tindak yg cinta tanah air berdasarkan Pancasila, semua itu diperlukan demi tetap utuh &
tegaknya NKRI.

5
Tujuan Utama Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku cinta
tanah air dan bersendikan kebudayaan, wawasan nusantara serta ketahanan nasional dalam
diri para mahasiswa sebagai calon sarjana yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK
dan Seni.
1. Bangsa adalah Orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat istiadat,
bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri.
2. Bangsa adalah Kumpulan manusia yang terikat karena kesatuan bahasa & wilayah
tertentu di muka bumi. Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yg mempunyai
kepentingan yg sama & menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses dalam
satu wilayah yg disebut nusantara Indonesia.
1. Negara adalah Suatu organisasi dari sekelompok manusia yang bersama-sama mendiami
satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib
serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.
2. Negara adalah Satu perserikatan yang melaksanakan satu pemerintahan melalui hukum
yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa untuk ketertiban sosial.
Proses bangsa yang bernegara adalah memberikan gambaran tentang terbentuknya
bangsa dimana kelompok manusia didalamnya bagian dari bangsa, negara merupakan
organisasi yg mewadahi bangsa trsbut berdasarkan pentingnya keberadaan negara sehingga
tumbuhlah kesadaran utk mempertahankan keutuhan negara melalui upaya bela negara.
upaya ini dapat terlaksana dngan baik apabila tercipta pola pikir,pola sikap & tindak perilaku
bangsa yg berbudaya yang memotivasi keinginan untuk membela negara.

Pengertian Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan


1. Pengertian
Kewarganegaraan Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang
menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan
diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban
negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan.
Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan Negara. Pengertian
kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis

6
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara
orang-orang dengan negara. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan
ikatan hukum, tetapi ikatan emosionak, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan
nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
b. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materil.
Kewarganegaraan dalam arti formil menunjukkan pada tempat kewarganegaraan. Dalam
sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik. Kewarganegaraan
dalam arti materil menunjukkan pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu
adanya hak dan kewajiban warga negara.
B. Pendidikan Kewarganegaraan Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar
dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban
dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Tujuan
pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara
berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan
moral bangsa. Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan :
1. Nilai-nilai cinta tanah air;
2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. Keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara;
4. Nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5. Kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
6. Kemampuan awal bela negara.
Pengembangan standar isi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dijabarkan dalam rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan. Rambu-rambu
materi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi materi dan
kegiatan bersifat fisik dan nonfisik. Pengembangan rambu-rambu materi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri sesuai lingkup
penyelenggara pendidikan kewarganegaraan.

Hubungan Kewarganegaraan dan Agama Islam


Mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2 yang menyebutkan bahwa
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia menganut agamanya masing-masing, dalam arti penduduk Indonesia

7
ber-Agama dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara umum Pendidikan Agama Islam
ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam. Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam
Al-Quran dan Al-Hadis yang tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu akidah,
syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syariah merupakan
penjabaran dari konsep Islam dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari
ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian ke-Islaman, termasuk kajian yang
terkait dengan ilmu teknologi.
Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai
berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat
mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agama Islam juga
menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor dan
afektifnya.Tujuan diberikannya Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk peserta
didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki pengetahuan yang luas
tentang Islam dan berakhalkul karimah. Oleh karena itu semua bidang hendaknya seiring dan
sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Pendidikan Agama Islam. Mengenai tujuan
akhir dari Pendidikan Agama Islam. Tujuan inilah yang sebenarnya merupakan misi utama
diutusnya Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, pendidikan akhlak adalah jiwa dari
Pendidikan Agama Islam. Sejalan dengan ini maka semua bidang pendidikan yang diajarkan
haruslah mengandung muatan pendidikan akhlak dan setiap guru haruslah memperhatikan
akhlak atau tingkah laku peserta didiknya baik terhadap Allah, yang diwujudkan dalam
bentuk ibadah maupun terhadap alam seisi-NYA termasuk manusia sebagai interaksi sosial
yang diwujudkan dalam bentuk muamalah.
Lebih jauh, akhlak bukan saja berfungsi sebagai pengendali diri secara pribadi, tetapi
juga sebagai standar untuk tinggi rendahnya suatu peradaban manusia. Salah seorang penyair
arab Syaqqy Bey mengemukakan : “Kelestarian suatu bangsa tergantung pada akhlaknya, jika
akhlaknya runtuh, runtuh pula bangsa itu ” (M.K. Chisbullah:24). Sejalan dengan itu,
pendidikan yang mengarah pada budi pekerti atau akhlak di Indonesia adalah Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan yang mempunyai peranan penting dalam membentuk
warga negara yang baik sesuai dengan falsafah bangsa dan konstitusi negara Republik
Indonesia. Secara garis besar Kewarganegaraan terdiri dari dimensi pengetahuan
kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral,
dimensi ketrampilan kewarganegaraan (civics skills) meliputi ketrampilan, partisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values)
mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius , norma dan

8
moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara,
kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul dan perlindungan terhadap minoritas.
Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan bidang kajian interdisipliner, artinya materi
keilmuan kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu antara lain ilmu politik,
ilmu negara, ilmu tata negara, hukum sejarah, ekonomi, moral dan filsafat (Depdiknas,
2003:2).
Pendidikan agama dan pendidikan moral mendapatkan tempat yang wajar dan leluasa
dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab IX pasal 39 butir 2 misalnya mengatakan bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila,
pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan agama biasanya diartikan
pendidikan yang materi bahasanya berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak dan
ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian pendidikan agama berkaitan dengan pembinaan
mental-spiritual yang selanjutnya dapat mendasari tingkah laku manusia dalam berbagai
bidang kehidupan. Pendidikan agama tidak terlepas dari upaya menanamkan nilai-nilai serta
unsur agama pada jiwa seseorang. Unsur-unsur agama tersebut secara umum ada empat.
Keyakinan atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan atau kekuatan gaib tempat berlindung
dan memohon pertolongan; Melakukan hubungan yang sebiknya-baiknya dengan tuhan guna
mencapain kesejahteraan hidup didunia dan akherat; Mecintai dan melaksanakan perintah
Tuhan, serta menjauhi larangan-Nya, dengan jalan beribadah yang setulus-tulusnya,dan
meninggalkan segala yang diizinkan-Nya; Meyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan
sakral, seperti kitab suci, tempat ibadah dan sebagainya. Adapun moral ialah kelakuan yang
sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang disertai pula oleh rasa tanggung
jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan
umum daripada kepentingan atau keinginan pribadi.
Dengan memperhatikan visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membentuk
warga negara yang baik, maka selain mencakup dimensi pengetahuan, karakteristik
pendidikan Kewarganegaraan ditandai dengan memberi penekanan pada dimensi sikap dan
ketrampilan civics.
Jadi pertama-tama seorang warga negara perlu memahami dan menguasai
pengetahuan yang lengkap tentang konsep dan prinsip-prinsip politik, hukum dan
moral civics. Setelahmenguasai pengetahuan, selanjutnya seorang warga Negara diharapkan
memiliki sikap dan karakter sebagai warga negara yang baik dan memiliki ketrampilan
kewarganegaraan dalam bentuk ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan

9
bernegara, ketrampilan menentukan posisi diri, serta kecakapan hidup (life skills). Pendidikan
Kewarganegaraann bertujuan antara lain yaitu : “ Menanamkan nilai-nilai pancasila dan pola
berpikir yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga tumbuh
keyakinan motivasi dan kehendak untuk senantiasa sesuai dengan nilai-nilai atau norma
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ” (Bambang Daroeso, 1989:52).
Orientasi keduai pendidikan tersebut adalah membentuk warga Negara yang baik dan
memiliki akhlak mulia. Hal ini dapat dilihat dari dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics
value) yang mencakup penguasaan atas nilai religius,norma dan moral luhur dan
mengamalkan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi intinya adalah bahwa hubungan pendidikan kewarganegaraan dengan pendidikan
agama islam adalah bahwa pendidikan kewarnegaraan yang disebut pendidikan yang
interdisipliner dimana didalam pendidikan kewarganegaraan terdapat unsure-unsur yang yang
terkandung dalam pendidikan agama. Begitu sebaliknya dengan pendidikan agama islam
juga ada nilai-nilai dan unsure-unsur yang terkandung dalam pendidikan kewarganegaraan.
Jadi hubungannya sangat erat.

Kesimpulan
Jadi pertama-tama seorang warga negara perlu memahami dan menguasai
pengetahuan yang lengkap tentang konsep dan prinsip-prinsip politik, hukum dan
moral civics. Setelahmenguasai pengetahuan, selanjutnya seorang warga Negara diharapkan
memiliki sikap dan karakter sebagai warga negara yang baik dan memiliki ketrampilan
kewarganegaraan dalam bentuk ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, ketrampilan menentukan posisi diri, serta kecakapan hidup (life skills). Pendidikan
Kewarganegaraann bertujuan antara lain yaitu : “ Menanamkan nilai-nilai pancasila dan pola
berpikir yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga tumbuh
keyakinan motivasi dan kehendak untuk senantiasa sesuai dengan nilai-nilai atau norma
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ” (Bambang Daroeso, 1989:52).
Orientasi keduai pendidikan tersebut adalah membentuk warga Negara yang baik dan
memiliki akhlak mulia. Hal ini dapat dilihat dari dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics
value) yang mencakup penguasaan atas nilai religius,norma dan moral luhur dan
mengamalkan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3.2.saran
Adapun saran yang kami harapkan dari para pengguna (user) karya ilmiah ini adalah
saran yang berupa kritikan yang sangat membangun dan instruktif demi tercapai

10
kesempurnaan dari sebuah karya ilmiah. Semoga pembahasan mengenai hubungan
pendidikan agama islam dengan pendidikan kewarganegaraan ` ini dapat memberikan
manfaat khususnya bagi penulis yang sedang belajar dan bagi kita semua umumnya, Tulisan
ini ditujukan untuk pembelajaran semata sehingga sangat diharapkan kritik dan sarannya.
Apabila banyak kekurangan pada tulisan ini harap dimaklumi.

Daftar Pustaka
http://tharra.wordpress.com/2010/02/24/pengertian-dan-pendidikan-kewarganegaraan
http://lyrics.addiehf.com/2008/02/pendidikan-kewarganegaraan.html#.T7Zy2dU-200
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
2010 World Muslim Population pdf Dr. Houssain Kettani January 2010
“Mapping the Global Muslim Population”. Diakses pada 8 Oktober 2009
Fischer-Schreiber, Ingrid, et al. The Encyclopedia of Eastern Philosophy & Religion:
Buddhism, Hinduism, Taoism, Zen. Shambhala: Boston (English: pub. 1994; orig.
German: 1986); pg. 50
http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/12/agama-sebuah-disfungsi-spiritualisme/
Tentang iklan-iklan ini

11

Anda mungkin juga menyukai