Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

FENOMENA AGAMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama


katolik

Disusun Oleh : Angelina Nita

Nim : 2020270651

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS FLORES 2020

BAB 1
PENDAHULUAN

Satu persoalan yang terasa cukup meresahkan dan mengusik hati nurani para pemimpin atau
para pemuka agama dan para pemeluk agama ialah pemakluman mengenai akhir dari agama oleh
para elite ilmuwan dan kaum intelektual di Eropa selama rentang waktu lebih dari seabad. Dengan
penuh keyakinan mereka memaklumkan bahwa tempat agama dalam kehidupan manusia telah
tergantikan oleh Kemajuan dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Menurut mereka, kalau agama
masih mempunyai tempat dalam kehidupan manusia, maka hal itu sebetulnya merupakan sisa-sisa
dari masa kegelapan manusia.

Kita diajak untuk merenungkan atau membuka kembali lembaran-lembaran masa lalu
tentang kedudukan agama dalam sejarah manusia sehingga melaluinya kita dimampukan untuk
menyadari bahwa ketika kita berbicara tentang agama sebenarnya kita sedang melibatkan diri
dalam sebuah kenyataan yang paradoksal. Di satu pihak, agama dialami sebagai suatu kekuatan
yang paling dasyat dan merasuki setiap kehidupan manusia. Agama dialami sebagai sebuah
media menuju keselamatan dan penjamin cinta dan kedamaian. Di pihak lain, dari lembaran lain
sejarah kitapun dapat mengetahui bahwa agama seringkali tampil sebagai sebuah kekuatan ganas
yang memungkinkan manusia untuk saling mnenghancurkan dan bahkan saling membinasakan.
Terciptanya pelbagai tragedi kemanusiaan atas nama agama. Karena agama orang bisa saling
mencintai. Tetapi atas nama agama pula orang bisa saling membunuh dan menghacurkan.

Berangkat dari aneka penelusuran terhadap lembaran-lembaran sejarah perjalanan agama


dalam kehidupan manusia sebagaimana dijelaskan di atas, kita semua diajak untuk bergumul
dengan beberapa pertanyaan berikut ini: Mengapa agama tetap eksis, tertap bertahan dam hidup dan
tetap berpengaruh terhadap dalam kehidupan dan aktivitas manusia meski senantiasa dijejali
dengan aneka masalah dan tantangan? Mengapa agama hadir sebagai kekuatan yang paling dasyat
dan berpengaruh dalam kehidupan manusia baik individu maupun masyarakat; baik positip maupun
negatip?

Dalam penjelasan berikut ini, mahasiswa akan diarahkan untuk berjuang mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di bawah payung Fenomen Agama . Dalam bab ini pertama-
tama kita akan menjelaskan tentang: Apa Itu Agama, Unsur-Unsur Atau Komponen-Komponen
Keagamaan, Alasan Mengapa Manusia Beragama, dan Bagaiman Manusia Seharusnya Beragama.
Melalui pokok penjelasan tersebut, diharapkan agar kita mampu membangun sebuah konsep yang
tepat tentang agama dan secara khusus untuk mahasiswa agar mereka semakin diberi motivasi untuk
memahami arti dan nilai agama yang sesungguhnya sehingga terbangunlah sebuah konsep yang
holistik dalam penghayatannya.

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agama

Secara etimologis pengertian agama Merujuk pada asal usul kata, maka term agama itu
sendiri mengandung makna yang berbeda-beda. Menurut Ensiklopedi Indonesia, kata agama
berasal dari Bahasa Sanskerta: “a” yang berarti “tidak” dan “ gam” yang berarti pergi atau
berjalan serta “ a” yang berarti bersifat atau keadaan.13 Dengan demikian agama berarti bersifat
atau keadaan tidak pergi, tetap, lestari, kekal, tidak berubah dan diwarisi turun temurun. Yang lain
mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci karena agama biasanya mempunyai kitab
suci. Sementara itu, apabila kita merujuk pada kombinasi Bahasa Latin “Religio” yang
merupakan kombinasi dari kata Re Legere yang berarti membaca atau memperhatikan kembali
sesuatu dengan cermat. Oleh karena itu, kata agama itu sendiri berarti mengumpulkan kembali,
menggulung, membicarakan, membaca, memeriksa sekali lagi dan menimbang-nimbang.

Secara realis Agama merupakan jalan hidup. Agama adalah pengenalan, hubungan, dan
ikatan kembali manusia dengan Allah. Dengan kata lain, agama merupakan pelembagaan
religiositas oleh masyarakat penganutnya. Demi memperkaya dan memperluas wawasan kita
tentang pengertian agama dan sambil merujuk pada unsur-unsur utama agama, maka saya
tawarkan pula sebuah definisi agama sebagaimana terumus dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadarminta. Menurut beliau agama adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan serta dengan ajaran, kebaktian, dan kewajiban-kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan itu.

Aganma menurut para ahli Menurut Edward Burnett Tylor (1832-1917) sarjana yang
dianggap orang pertama yang memberikan definisi paling minimum tentang agama sebagai
religion is the belief in the spiritual beings. Emile Durkheim dari Perancis memberikan definisi
agama sebagai berikut: Religion is an interdependent whole composed of beliefs and rites (faith
and praktices) related to sacred things, unites adherents in a single community known as a
church. Ogbum dan Nimkhoff mendefinisikan agama sebagai Religion is a system of belies,
emotional attitude and practices by means of which a group of people attempt to cope with
ultimate problems of humans life. Dari ketiga definisi itu tersingkaplah beberapa point penting
dari agama, yakni: kepercayaan, emosi, sosial dan ultimate (yang terpenting dan termutlak).
Definisi agama yang beraneka itu, tidak dapat begitu mudah didamaikan. Tinggalah kejelian setiap
peneliti dan pengamat agama secara akademis dan kritis membuat penialaian akan kelengkapan
atau kesempurnaan semua definisi itu, sambil berpijak pada pengalaman keagamaan dan
penghayatan keagamaan (religiositas) manusia di segala tempat dan zaman.

Mircea Eliade seorang pakar agama mencoba mengemukakan definisi agama dengan
merujuk pada pribadi atau subyek penganut agama tertentu sebagai berikut: A Religion man is
one who recognizes the essential differences between the sacred and the profane and prefers the
sacked. Selain itu Prof. Koentjaraningrat, antropolog tenar Indonesia mencoba memberika definisi
agama sebagai berikut: agama adalah suatu sistem yang terdiri dari empat komponen yakni: 1)
emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius 2) sistem kepercayaan yang
mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, serta wujud
dari alam gaib (supra natural) 3) sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan
manusia dengan Tuhan , dewa-dewi, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib 4) kelompok-
kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem kepercayaan tersebut
dalam sub 2 dan yang melakukan sistem upacara-upacara dalam sub 3.

2.2 Dimensi-Dimensi Komitmen Keagamaan

2.2.1 Pengalaman Religius atau Pengalaman Keagamaan

Pengalaman keagamaan atau pengalaman religius adalah semua pengalaman keterlibatan


subyektif individu dengan Yang Transenden, Yang Sakral, Yang Suci, The Nominous, Yang
Kudus.17 Pengalaman akan Yang Transendental ini merupakan pengalaman dasar dan bersifat
privat dan sangat pribadi. Walaupun demikian, manusia berusaha mengkomunikasikan
pengalaman keagamaanya itu. Upaya ini biasanya kita lihat dalam ungkapan iman atau ekspresi
kepercayaan dan upacara ritual. Dengan demikian, kita lihat bahwa meski pengalaman
keagamaan bersifat privat, ia sekaligus memiliki elemen sosial karena kepercayaan yang secara
sosial diterima, memberi landasan bagi seseorang untuk menafsirkan pengalaman keagamaannya.
Pengalaman religius merupakan pengetahuan manusia akan Yang Transenden, Yang Sakral yang
diperoleh secara langsung melalui suatu hubungan sadar antara dirinya dan Yang Transenden.
(Yang Transenden dalam bahasa agama dikenal dengan sebutan Allah atau Tuhan). Intensitas
pengalaman religius ini sangat bervariasi. Ada rasa damai dan terpesona yang bersifat momental
hingga pengalaman mistik yang paling dalam. Selain itu, ada pula variasi dalam isi pengalaman
keagamaan itu: terpesona, kagum, gembira, sedih, takut dan terancam.

2.2.2 Ajaran, Doktirn atau Dogma: Sintesa Dari Kepercayaan

Ada kepercayaan yang merujuk pada hubungan antara manusia dengan sesuatu yang maha
besar, maha kudus, yang adikodrati dan yang kita kenal dengan istilah relasi antara makhluk
dengan pencipta, relasi antara Allah yang maha rahim dengan manusia yang berdosa. Refleksi
atau permenungan atas relasi antara manusia dan apa yang dilakukan yang maha besar atau yang
maha rahim bagi manusia ini selanjutnya disebut yang menciptakan, yang menyelenggarakan, yang
menyokong, yang memberkati dan yang menyelamatkan manusia. Dalam hubungan dengan isi
iman atau kepercayaan atau ajaran agama perlu dijelaskan pula bahwa setiap agama memiliki
ajaran yang khas. Variasi ajaran agama ini disebabkan oleh perbedaan pengalaman hidup dan juga
karena dipengaruhi oleh lingkungan serta kebudayaan yang berbeda-beda. Begitu pula kemampuan
manusia untuk mengungkapkan pengalaman religiusnya pun berbeda-beda. Ada yang
menerjemahkan ungkapan pengalaman religius ke dalam istilah-istilah yang agak impersonalitas.
Artinya ungkapan pengalaman itu tertuju kepada sesuatu yang maha besar namun tidak berbudi
dan berkehendak sehingga hanya dipandang sebagai kekuatan atau daya yang meresapi alam
semesta. Oleh karena itu, tidak ada upaya dari pihak manusia untuk membangun relasi dengannya,
dan tidak memungkinkan terciptanya relasi yang intens. Dengan kata lain, sejauh yang maha besar
itu dipandang sebagai something dan belum sebagai somebody, manusia enggan untuk bersyukur,
untuk memohon berkat dan perlindungan serta menyerahkan diri kepada-Nya, meskipun daya atau
kekuatan itu melampaui kekuatan manusia. Pandangan hidup semacam ini, kita kenal dengan
istilah antara lain ateisme. Kata ateisme berasal dari bahasa Yunani: A kata depan yang berarti
tanpa, berlawanan dengan, bukan dan Theos yang berarti Allah, Tuhan.

Dengan demikian, ateisme berarti paham yang menyangkal adanya Tuhan atau Allah.
Menyangkal adanya Allah atau dewa yang berpribadi yang dapat disapa. Di pandang dari sifatnya,
kita mengenal ada 2 macam ateisme, yakni ateisme negatif dan ateisme positip. Ateisme negatip
adalah paham yang menyangkal adanya Tuhan karena tidak tahu mengenai adanya Tuhan atau tahu
tetapi pengetahuannya cacat atau salah. Sementara ateisme positip adalah paham yang dengan tahu
dan mau mengingkari adanya Tuhan. Hal ini mengacu pada alasan, bahwa adanya Tuhan tak dapat
dibuktikan. Juga bertolak dari keyakinan bahwa manusia tidak akan pernah bisa mengetahui Tuhan
ataupun karena bertolak dari keyakinan yang sifatnya sangat pribadi. Kalau dipandang dari
macamnya, ateisme kita mengenal ateisme teoretis dan ateisme praktis. Ateisme teoretis
berpendapat bahwa Tuhan tidak ada berdasarkan teori-teori tertentu, misalnya teori yang melihat
dunia sebagai satusatunya kenyataan (teori monisme kosmis). Sedangkan ateisme praktis ialah
paham yang secara teoretis tidak menyangkal adanya Tuhan, tetapi secara praktis tidak
menyembah-Nya. Dengan kata lain, orang ateisme praktis mengakui adanya Tuhan tetapi dalam
hidup seolah-olah Tuhan tidak ada. Model ateisme inilah yang kemungkinan besar dianut oleh
orang-orang beragama. Misalnya, dengan budi mereka mengakui adanya Tuhan dengan mulut
mereka memuja-Nya dan menyeru-Nya bila Tuhan di serang mereka bangkit menyerang, bahkan
siap mati. Tetapi dalam kenyataan hidupnya, Tuhan tidak berperan. Iman mereka kepada Tuhan
tidak merasuki jiwa, hati dan perilaku.

2.2.3 Ibadah Atau Upacara Keagamaan

Pengalaman religius tidak hanya diistilahkan di dalam sebuah ajaran atau tidak hanya
diimani secara batiniah saja tetapi harus diungkapkan secara lahiriah melalui ibadah atau upacara
keagamaan atau tindakan ritual. Iman atau kepercayaan menghadirkan aspek kognitif dari agama,
ritus mengejawantahkan makna agama. Kedua unsur ini erat berhubungan. Keparcayaan
memberikan makna dan membentuk tindakan ritual. Upacara ritual atau upacara keagamaan
menguatkan dan menenguhkan kepercayaan kelompok. Ritus dapat mempersatukan anggota,
antara lain karena di dalamnya para anggota menemukan bersama makna religius, sharing makna
antara anggota dan kesadaran kelompok dibangkitkan kembali. Tindakan ritual atau upacara
keagamaan sangat berbeda dari tingkah laku yang biasa, seperti mengikuti kuliah di kelas, berjalan
di jalan, berbelanja di tokoh dan lain-lain. Tidak ada pedoman atau patokan yang mengikat
sehubungan dengan cara anda melakukan kegiatankegiatan profan ini sepanjang tujuanmu tercapai.
Sedangkan tindakan ritual, ditetapkan dengan peraturan yang sangat keras. Bentuk dari tindakan
itupun sangat diperhitungkan, entah itu mengucapkan doa, menyanyikan mazmur tanggapan,
merayakan ekaristi, mengikuti prosesi Jumad Agung, berlutut di depan Sakramen Maha Kudus,
membuat Tanda Salib, memberi makan kepada nenek moyang, dan lain-lain.

2.2.4 Intitusional atau Organisasi

Makin besar kelompok orang seagama makin besar pula kebutuhan akan suatu organisasi,
struktur tertentu atau sebuah kelembagaan bagi agama itu sendiri. Secara sepintas, terlihat bahwa
unsur kelembagaan ini kurang penting, tetapi sangat dibutuhkan demi kelancaran dan keteraturan
hidup beragama bersama. Melalui institusi ini, iman dan kepercayaan serta pemahaman tentang
Tuhan dijaga, dikembangkan, dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pengorganisasian agama membantu pelaksanaan hidup keagamaan entah dalam kelompok alamiah
(keluarga, suku, dusun, kampung, desa) atau kelompok yang sengaja di bentuk seperti paguyuban,
perkumpulan, yayasan dan organisasi keagamaan.

2.2.5 Moral atau Etika

Kita telah menegaskan bahwa moral agama menggariskan pedoman berperilaku bagi
penganutnya. Ia menetapkan pedoman dan peraturan perilaku yang sesuai dan tidak sesuai dengan
pengalaman dan kepercayaan terhadap Tuhan dalam hidup pribadi, dalam hubungan dengan orang
lain, masyarakat dan bahkan dunia. Persoalan mengenai moralitas manusia dalam hubungan
dengan agama (fungsi dan peran agama) akan kita bahas dalam pokok bahaskhusus yang akan
dikemas dalam tema martabat manusia dan moralitas.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Agama merupakan jalan hidup. Agama adalah pengenalan, hubungan, dan ikatan kembali
manusia dengan Allah. Dengan kata lain, agama merupakan pelembagaan religiositas oleh
masyarakat penganutnya. Demi memperkaya dan memperluas wawasan kita tentang pengertian
agama dan sambil merujuk pada unsur-unsur utama agama, maka saya tawarkan pula sebuah
definisi agama sebagaimana terumus dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh
W.J.S. Poerwadarminta. Menurut beliau agama adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan serta
dengan ajaran, kebaktian, dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini ada banyak kekurangan baik dalam penyusunannya dan tata
Bahasa. Harapan penulis agar makalah dapat bermanfaat bagi orangtua dalam mendidik anak
murid sehingga lebih menjadi dewasa dalam memahami tentang agama dan mengetahui seluk
beluk tentang agama yang dia anut atau bagaimana dia menyikapi ajaran agama aatu
kepercayaannya dan lebih mendalami tentang iman dan keepercayaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adelbert Snijders, OFM Cap, 2004. Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan.
Yogyakarta: Kanisius. Agus. M. Hardjana, 2005. Religiositas, Agama dan Spiritualitas.
Yogyakarta: Kanisius. AM. Hardjana, 1993. Penghayatan Agama: Yang Otentik & Tidak Otentik.
Yogyakarta: Kanisius.

Berhard Kiesser, 1987. Moral Dasar: Kaitan Iman Dan Perubahan. Yogyakarta: Kanisius.

______________, 1971. Morality Is For Persons. New York: Farrar, Straus and Giroux.
______________, 1991. Medical Ethics, Third Revice Edition. England: Slough, St.
Publication.

______________, 1978. Free And Faithful In Christ, Vol. 1, London: Slough,


Middlegreen, St. Paul Publications.

______________, 1968. The Christian Existensialist, The Philosophy And Theology Of


Self Fulfillment In Modern Society. New York: University Press.

______________, 1961. The Law Of Christ Vol. 2. Maryland: The Newman Press.

______________,1961. The Law Of Christ, Vol. 1. Maryland: The Newman Press.

Charles Kimball, 2002. Kala Agama Jadi Bencana. Terjemahan Nurhadi. Bandung: Mizan.

D’ Costa, Gavin, 1986. Christian Uniqueness Reconsidered: The Myth of A Pluralistic


Theology. Maryknoll, New York: Orbis Books.

Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1975. Spektrum. No. 3 / 4, 1975.

___________________________________________,1993. Dokumen Konsili Vatikan II:


Pernyataan Tentang Pendidikan Kristen. Terjemahan R. Hardawiryana. Jakarta: Obor.

Anda mungkin juga menyukai