Anda di halaman 1dari 65

BAB I

APA ITU AGAMA?

1.1. AGAMA
1.1.1. Pengertian Agama
Memang, upaya mendefinisikan agama itu sesuatu yang selalu problematis. Alasannya
adalah bahwa fenomen agama itu sendiri adalah sesuatu yang sangat kompleks dan
meliputi berbagai kontur hidup manusia. Padahal, proses mendefinisikan selalu berarti
membatasi. Karena itu, suatu definisi agama akan cendrung membatasi diri pada sejumlah
matra tertentu dari fenomen agama sehingga sebuah definisi yang memadai tentang agama
memang sulit ditemukan. Sekalipun demikian, berikut adalah beberapa model definisi yang
kiranya bisa membantu kita untuk memahami apa itu agama. Kita berusaha mendekati
makna agama itu pertama-tama dari makna katanya, lalu bergerak ke makna yang lebih
luas.

1.1.1.1. Arti Etimologis dan Leksikal Agama


Kata agama berasal dari kata bahasa Sanskerta a-gam-a,. menurut Kitab
Samdarigama, a adalah awalan yang berarti tidak, gama berarti pergi atau berjalan. a sebagai
akhiran menunjuk pada sifat. Jadi secara etimologis, agama berarti keadaan tidak pergi,
tetap dan kekal. Agama lalu diartikan sebagai pedoma menuju kekekalan. Menurut Kitab
Sunarigama, a berarti hampa atau kosong. Ga brarti tempat, dan ma berarti terang, matahari.
Artinya pengajaran yang menguraikan tata cara yang semuanya penuh misteri karena
Tuhan dianggap bersifat rahasia.
Dalam bahasa Gereja di Barat, agama dinamai religio (Latin), Religione (Italia),
Religion (Jerman dan Inggris) dan goddienst (Belanda). Bahasa Inggris religion, adalah
terjemahan dari bahasa Latin Religio. Etimologi kata religio tidak terlalu jelas. Ada ahli yang
mengaitkannya dengan kata Latin religare yang berarti mengikat kembali atau menghimpun
kembali. Yang lain mengira kata ini berasal dari kata relegere, yang berarti membaca atau
memperhatikan kembali sesuatu dengan cermat. Ada pula yang mengaitkannya dengan kata
reeligare, yang berarti memilih kembali. Religio berarti suatu keutamnaan yang membimbing
manusia untuk menghunjukkan hormat bakti yang sepatutnya kepada-Nya. Menurut
Thomas Aquinas, agama dilihat sebagai keterarahan manusia kepada Allah secara
bear.Meskipun interpretasi mengenai arti awal dari kata ini berbeda-beda, dalam
interpretasi yang berbeda-beda itu ada pula satu kesamaan. Agama selalu dimengerti dalam
kaitannya dengan keterarahan manusia kepada Allah.
Ensiklopedi Indonesia memberikan enam buah pengertian darai kata agama:
1. Hubungan manusia dengan kekuasaan di luar dirinya dan di luar
pengalamannya.
2. Kelempok kepercayaan yang berdasar pada wahyu Tuhan.
3. Kebiasaan-kebiasaan, tradisi berdasarkan ajaran Kitab Suci;
4. Kepecayaan dan kesadaran manusia akan adanya Tuhan yang Maha Esa.
5. Hukum dan juga jalan;
6. Menurut Islam: agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan
perantaraan nabi-nabinya.
Secara umum agama dimengerti sebagai hubungan antara manusia dengan suatu
kekuasaan luar atau relasi manusia dengan sesuatu yang di luar pengalamannya. Kekuasaan

1
itu bersifat suci dan menumbuhkan rasa takluk dalam diri manusia dan malah menarik
manusia kepadanya. Dalam hidup manusia sang kuasa menjadi menjadi tumpuan harapan,
bukit batu, pokok kepercayaan, dan karenanya patut dihormati dan dicintai.

1.1.1.2. Definisi Substantif dan Fungsional Agama


Ada dua model definisi agama yang bisa digunakan untuk memahami makna agama,
yakni definisi substantif dan definisi fungsional.
a) Definisi Substantif
Tipe definisi ini coba menjawabi pertanyaan tentang apa itu agama? Dalam upaya
menjawab pertanyaan itu, ia coba memberi definisi tentang agama berdasarkan muatan,
isi atau ciri-ciri kunci agama. Unsur-unsur ini lalu menjadi kategori untuk menetapkan
entahkah sebuah fenomen itu betul sebuah fenomen agama atau tidak. Contoh
klasiknya adalah definisi agama menurut Spiro. Baginya, agama adalah suatu institusi
yang terdiri dari interaksi yang terpolakan secara kultural – dengan keberadaan yang supra-
human yang secara kultural dipostulatkan.
Dalam definisi di atas, tersirat tiga elemen kunci dari sebuah fenomen agama:
institusi, interaksi yang terpolakan dan pengakuan adanya makhluk suprahuman. Bagi
Spiro, istilah institusi itu meliputi berbagai aspek yang telah melembaga seperti
kepercayaan, pola tindakan atau sistem nilai kolektif. Sedangkan interaksi yang
terpolakan itu terutama menyata dalam pelbagai praktek keagamaan dan dalam ethos
hidup tertentu. Sedangkan makluk supra-human (yang diimani) itu pada dasarnya
bersifat transenden atau supra-empiris. Ia ada dalam lingkungan adikodrati atau
kosmos ilahi. Ia diimani sebagai yang punya kuasa (kekuatan yang lebih besar) atas
manusia.

b) Definisi Fungsional
Tipe definisi ini menekankan apa yang dibuat agama (untuk manusia). karena itu,
agama didefinisikan menurut fungsi sosialnya. Isi dan praktik kepercayaan lalu kurang
diperhatikan ketimbang efeknya. Contohnya adalah definisi Geertz. Baginya, agama
adalah suatu sistem simbol-simbol, yang belaku untuk menetapkan suasana batin dan
motivas-motivasi yang kuat, yang meresapi, dan yang tahan lama dalam diri manusia
dengan merumuskan konsepsi-konsepsi tentang suatu tatanan umum eksistensi dan
membungkus konsep-konsep itu dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga
suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas realistis.
Definisi ini memiliki dua ide kunci yang perlu dijelaskan. Pertama, dalam agama
ada konsep tentang suatu tatanan yang umum tentang keberadaan dan realismenya.
Keberadaan tatanan umum itu atau nomos itu meliputi atau mengatasi keberadaan
segala sesuatu yang lain. Keberadaan dari nomos ini lebih didasarkan pada klaim iman.
Dengan kata lain, dalam agama, ia diklaim sebagai seuatu yang riil; sebuah pancaran
faktualitas. Klaim itu dibagun atau diperteguh oleh praktik-praktik dan ajaran-ajaran
(kepercayaan) agama. Kedua, fungsi utama agama adalah sebagai pemberi makna yang
ultim. Klaim iman atau nomos di atas dibangun agar manusia bisa memberi makna
terhadap pelbagai pengalaman hidupnya yang tercecer. Dengan demikian, segala yang
nampak lepas-lepas dan mungkin chaos nampak ada dalam orde tertentu.
Ide tentang kebangkitan, misalnya, mungkin bisa dilihat sebagai sebuah tatanan
umum dari hidup orang beriman. Realisme keberadaanya lebih didasarkan pada klaim
iman. Ia diperteguh, misalnya, melalui ajaran-ajaran dan ritus-ritus sekitar kematian.

2
Dengan kata lain, ide tentang kebangkitan itu membantu orang untuk memberi makna
baru terhadap pelbagai peristiwa kematian.

1.1.1.3. Kesimpulan
Agama selalu berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik vertikal
maupun horizontal. Dengan berbagai doktrin dan kegiatan kultusnya agama memberi
gambaran tentang Allah, tentang manusia di depan Allah, dan tentang dunia ciptaan, serta
hubungan ketiganya. Sedangkan dengan ajaran moralnya agama memberi petunjuk tentang
tingkah laku sebagai orang beragama dalam menjalin relasi dengan Tuhan, sesama dan
dunia ciptaan sehingga manusia itu dapat terarah kepada tujuan akhir hidupnya, yakni
Tuhan sendiri. Karena itu setiap agama pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yakni
mengarahkan manusia yang kontingens – berarti hidup manusia di dunia bersifat sementara
dan berlalu dalam waktu – kepada Allah esa yang kudus, transendens, misterius dan abadi.

1.1.2. Empat Aspek Agama


Aspek-aspek yang dimaksudkan di sini adalah pelbagai unsur pembentuk sebuah
agama; yang dengannya kelompok-kelompok agama bisa mengorganisir diri. Rasanya, ada
empat aspek agama yang paling universal dan bisa membawahi aspek-aspek agama yang
lainnya. Patut dicatat, bahasan tentang keempat aspek agama ini lebih didasarkan pada ide
Joakim Wachs. Dalam sumber-sumber yang lain, anda mungkin menemukan unsur-unsur
yang lain; seperti simbol-simbol keagamaaan. Akan tetapi saya hanya akan lebih
mendasarkan diri pada ide Wach karena di samping universalitasnya, dalam ide Wachs,
unsur-unsur itu bisa dihubungkan secara logis.

1.1.2.1. Pengalaman Keagamaan


a) Hakekat pengalaman keagamaan
Pengalaman keagamaan itu bisa dilihat sebagai segala bentuk keterlibatan subjektif
dengan yang ilahi atau konfrontasi personal dengan realitas ultim. Ada tiga hal yang
perlu diingat dari definisi demikian.
Pertama, biarpun secara prinsipiil bersifat personal-subjektif, pengalaman ini juga
punya matra sosialnya. Ada dua alasan untuk itu. Pertama, ia selalu dikomunikasikan
melalui pelbagai ekspresi agama, knhususnya melalui ritus dan ajarannya. Dengan itu
ada dampak sosialnya. Kedua, umumnya, settingnya adalah pelbagai upacara komunal
dan simbol konvensional yang ada dalam tradisi keagamaan. Setting inilah yang
memberi dasar menafsir pengalaman itu.
Kedua, pengalaman ini bisa bervariasi dalam kadan intensitas dan isinya. Kadar
intensitasnya bisa merentang dari sekedar rasa damai dan terpesona yang momental
hingga pengalaman mistik yang paling dalam. Rasanya, tiap agama memberikan
tekanan yang berbeda atas intesitas pengalaman ini. Dari segi isi, pengalaman ini bisa
merentang dari pelbagai pengalaman/rasa nikmat (rasa damai, aman, harmonis dan
gembira) hingga pelbagai pengalaman yang menakutkan. Isi dari pengalaman ini
rupanya amat ditentukan oleh citra dari objek sembahan yang diajarkan atau diimani.
Misalnya, mengimani sosok Allah punya kuasa untuk menolong membuat orang bisa
merasa aman; terlepas dari apa yang terjadi di sekitarnya.
Ketiga, pengalaman ini umumnya terwujud dalam an alternate state of consciousness.
Ini adalah situasi di mana kesadaran seseorang relatif ‘jauh’ dari lingkungan realitas
hariannya. Orang sepertinya terserap dalam realitas ilahi.

3
b) Kriteria Pengalaman Religius yang Sejati
1) Ia merupakan respons terhadap suatu realitas ultim. Itu berarti bahwa dalam
pengalaman itu, seseorang berhadapan bukan hanyad engan sebuah fenomen
yang (tunggal dan ) terbatas, baik yang material ataupun yang nonmaterial.
Sebaliknya, di situ, ia berhadapan dengan sesuatu yang mengalasi dan
mengkondisikan segala sesuatu dan yang membangun dunia pengalaman kita.
Karena itu, ia cendrung bertahan dan sekali dialami orang akan terus
merindukan kelanjutannya.
2) Ia adalah pengalaman seluruh diri (keberadaan) yang total dan integral. Artinya,
pengalaman itu melibatkan satu pribadi yang utuh. Ia tidak hanya melibatkan
afeksi, tetapi juga akal budi dan kehendak.
3) Ia adalah pengalaman manusia yang paling intens dan eksistensial. Di dalamnya
tidak ada lagi konflik antara pelbagai isnting atau dorongan-dorongan dasariah.
Dengan demikian, ketaatan religius akan mengatasi segala loyalitas yang lain.
4) Ia bersifat praktis. Artinya, ia mengandung imperatif-imperatif moral. Ia selalu
punya ‘misi’ khusus. Dengan demikian, ia bukan sekedar suatu pengalaman
estetis yang intens melainkan juga merupakan pengalaman moral.

1.1.2.2. Kepercayaan
Kepercayaan adalah ekspresi kognitif (intelektual, konseptual) dari pengalaman
keagamaan. Ini ada karena ada pengalaman itu. Seseorang menangkap atau mengalami
suatu realitas ultim. Pengalamannya lalu dituangkan dalam bentuk ajaran.
Ada dua bentuk formal dari kepercayaan, yakni mitos dan doktrin. Mitos adalah
pelbagai paradigma tentang pengalaman manusia atau aspek-aspek hidup, misalnya
kelahiran, kelahiran kembali, asal-usul suku. Dalam mitos ada artikulasi konsep-konsep
manusia tentang realitas. Doktrin adalah upaya sistematis untuk menyatukan dan
mengkoordinir pelbagai konsep yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan. Ia bisa
merupakan sistematisasi pelbagai mitos. Yang pasti perkembangan doktrin mengundang
reaksi dan protes. Karena itu, dia bisa berubah menjadi semacam pengakuan iman. Kredo ini
merupakan bentuk yang paling formal dari kepercayaan.
Menyangkut isinya, kepercayaan sering mengandung pelbagai ajaran tentang hakekat
dan atribut dari realitas ultim, yakni keallahan Allah; hakekat, asal dan tujuan dunia; dan
hakekat manusia. isi kepercayaan ini lalu berkembang menjadi teologi, kosmologi,
antropologi dan eskatologi.

1.1.2.3. Ritus atau Upacara Keagamaan


Secara umum, ritus bisa dilihat sebagai pola tingkahlaku atau tindakan yang sering
diulang. Seperti dalam agama, ia sering dilaksanakan pada waktu yang pas dan sering ia
menggunakan simbol-simbol. Ritus itu punya dua arti. Pertama, ia bisa merupakan sebuah
terminasi yang aktif dari transformasi simbolis dari pengalaman keagamaan. Kedua, ritus
merupakan bentuk-bentuk kegiatan kultis yang khas dan memiliki matra edukatif, yang
melaluinya, kehadiran yang ilahi diakui. Ritus adalah tindakan-tindakan simbolis yang
menghadirkan atau mengejawantahkan makna.

1.1.2.4. Komunitas Kultis


Komunitas kultis atau religius adalah ekspresi sosiologis dari kepercayaan dan
pengalaman keagamaan. Ia ada karena pengalaman religius juga meningkatkan kesadaran

4
anggota sebagai anggota suatu kelompok tertentu, menciptakan rasa kekitaan dan
kebersamaan sebagai kelompok. Dari situ muncul rasa identitas bersama di atas. Menurut
bentuknya, ia bisa formal atau pun informal. Kelompok formal dengan organisasinya yang
ketat, seperti Gereja. kelompok ini sangat esensial untuk menopang kepercayaan dan norma-
norma, dan dengan itu, keberlangsungan dari agama yang bersangkutan. Hanya saja, ada
dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, sebagai suatu pranata sosial, setiap komunitas religius selalu berciri hierarkis
atau memiliki struktur. Struktur itu bisa bervariasi sesuai dengan tahap diferensiasinya
sepeti menurut kriteria alamiah (sex, umur, kharisma, keahlian) atau diferensiasi struktural.
Pembedaan ini memberikan diversitas fungsi.
Kedua, menyangkut dua implikasi dari corak hierarkis di atas. Implikasi pertama, tiap
komunitas selalu ada tiga unsur: aturan, otoritas, dan kepemimpinan. Aturan agama punya
fungsi regulatif. Ia beri ruang sekaligus untuk kebebasan dan disiplin. Otoritas dan
kepemimpinan sebetulnya dua hal yang sama tetapi ditinjau dari aspek yang berbeda.
Otoritas lebih bernuansa personal; sedangkan kepemimpinan lebih bernuansa institusional.
Implikasi keduanya adalah bahwa seperti yang nampak dalam sejarah agama-agama,
perkembangan agama sering didasari oleh konflik antara ketiga unsur di atas dengan anti-
tesisnya. Dalamnya ada konflik antara pengalaman hidup dan otoritas, antara spiritualitas
dan disiplin dan antara nabi dan imam. Konflik-konflik bisa muncul justru karena struktur
itu berada sekaligus secara objektif (dalam realitas) dan secara subjektif (dalam kesadaran
pada aktor sosial). Kesenjangan antara keduanya akan menjadi potensi untuk konflik. Hanya
saja, ia baru menjadi konflik yang terbuka kalau ada situasi yang memungkinkan.

1.1.3. Fungsi Agama


1.1.3.1. Pemberi Makna
Di sini, agama tampil untuk memberi makna terhadap pelbagai peristiwa hidup
manusia. Ini dibuat agama melalui world-viewnya. Di sini agama tampil sebagai satu sistem
penjelasan. Dalam proposisi Berger, agama adalah langit suci yang diciptakan untuk
memberi struktur atas pengalaman manusia. Dalam perannya yang demikian, agama bisa
menjadi sumber kekuatan, penghiburan, peneguhan atau dukungan emosional agar
manusia bisa menghadapi badai hidup. Dalam proses ini, agama bisa menyanggupkan
manusia untuk menerima apa yang tidak dapat diterima: kekecewaan, frustrasi,
penderitaan, tragedi dan kematian, khususnya hal-hal yang tidak diantisipasi, diharapkan
dan terjawab.

1.1.3.2. Sebagai Basis Solidaritas dan Kontrol Sosial


Rasanya hal ini bisa dibuat agama akrena dua hal berikut: pertama, karena agama
memiliki aturan yang bersifat regulatif. Dengan itu, ia bisa mencegah anggota masyarakat
agar tidak menyimpang dari hidup sosial dan menjaga agar mereka tidak teralienasi.
Bahkan, dengan internalisasi yang memadai tentang aturan itu, rasa bersalah bisa
diperhalus. Dengan demikian, kohesi, keteraturan dan stabilitas masyarakat bisa
dipertahankan. Kedua, karena agama memungkinkan keseringan interaksi dari para aktor
sosial yang sama (dalam pandangan hidup dan pengalaman keagamaan). Ini umumnya
terjadi melalui upacara-upacara keagamaan. Dengan itu, kohesi sosial diciptakan. Karena

5
fungsinya ini, ia bisa menjadi dasar pembenaran atas norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat.

1.1.3.3. Fungsi Kritis dan Profetis


Di samping memberikan legitimasi, agama juga bisa menantang dan merubah tatanan
sosial yang ada. Ini terutama dibuat melalui fungsi kritis-profetisnya. Fungsi ini sudah selalu
muncul dalam sejarah agama-agama, khususnya dalam yudaisme dan kekristenan tradisi
keagamaan itu berada dalam tendensi untuk mendukung status quo. Banyak gerakan sosial
yang radikal bersumber pada agama. Salah satu contoh yang paling jelas adalah teologi
pembebasan di Amerika Latin yang menghendaki perubahan radikal bagi yang miskin dan
tertindas. Hal itu demikian karena seperti yang ditegaskan oleh Gustavo Guttierez dalam
pengantar edisi revisi dari A Theology of Liberation, rahim historis dari teologi pembebasan
adalah kehidupan kaum miskin. Perubahan radikal ini dirasa mendesak karena memang
komunitas agama adalah juga sebuah komunitas moral: budaya tanding atau antitesis untuk
tatanan sosial yang ada.

1.1.3.4. Memberikan Identitas Kelompok


Fungsi ini cuma melengkapi fungsi-fungsi yang lain di atas. Orang Flores, misalnya,
selalu mengidentikkan dirinya dengan Katolik dan Aceh dengan Islam. Karena itu, identitas
seseorang bisa dikaitkan dengan komunitas agama di mana ia adalah anggotanya. Dalam
masyarakat yang pluralistik seperti Indonesia, khususnya di kota-kota, agama menjadi
sumber pemaknaan kelompok, pemberi arti dan pemersatu. Identitas etnis dikuatkan oleh
institusi agama. Sisi negatif dari peranan integratif ini adalah bahwa agama bisa
melegitimasi status-quo dan ‘mengucilkan orang luar’ (menciptakan gap sosial).

1.2. Hakekat Terdalam Agama Kristen


1.2.1. Rujukan Alkitabiah
Sejumlah teks biblis berbicara perihal agama:
 Perihal kewajiban dalam agama: ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban
agamamu di hadadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu
tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga (Mt 6:1).
 Perihal pengadilan agama yang akan dialami utusan Yesus: tetapi waspadalah
terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis
agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya (Mt 10:7).
 Perihal perselisihan dalam hal keyakinan iman: mereka hanya berselisih paham
dengan dia tentang soal-soal agama mereka dan tentang seorang bernama Yesus,
yang sudah mati, sedangkan Paulus katakan dengan pasti, bahwa Ia hidup (Kis
25:19).
 Perihal keunggulan Paulus selagi masih menganut agama Yahudi: dan di dalam
agama Yahudi aku lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara
bangsaku, sebagai orang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku (Gal
1:14).
 Perihal kejahatan manusia menjelang akhir zaman: manusia akan mencintai dirinya
sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri,
mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orangtua dan tidak
tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau

6
berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, tidak suka yang
baik (2 Tim 3:2-3).
Teks-teks di atas menjelaskan bahwa agama adalah jalan hidup dan keyakinan batiniah
seseorang, yang membuahkan ketenangan jiwa bagi penganutnya walau mungkin juga
mengalami derita karenanya. Kualitas hidup seseorang pun diukur oleh kesetiaan
menjalankan ajaran agamanya.

1.2.2. Agama Kristen


Agama Kristen adalah agama pewahyuan karena umat Kristen percaya bahwa Allah
membuka komunikasi dengan umat manusia lewat kata dan perbuatan-Nya yang
memuncak dalam diri Yesus Kristus, Putra-Nya. Kata dan perbuatan Allah dalam sejarah
penyelamatan tertuang dalam Kitab Suci orang Kristen.

1.2.2.1. Kekhasan Agama Kristen


Menurut Karl Rahner, agama Kristen memiliki kekhasan sebagai berikut:
1. Agama Kristen memandang dirinya sebagai agama universal, diperuntukkan
bagi segenap umat manusia. maka misi orang Kristen adalah membawa
membawa berita keselamatan kepada seluruh lapisan masyarakat di seantero
jagat raya hingga akhir zaman (Mt 28:16-20). Agama Kristen berpegang teguh
pada keyakinan bahwa dalam dirinya terjalin relasi yang benar antara Allah
dengan manusia, sebab relasi itu dibangun oleh Allah sendiri.
2. Agama Kristen adalah agama historis yang diwahyukan. Ini berarti hal-hal
nyata yang disajikannya dan kebenaran yang diwartakannya berada di dunia
ini, terjadi dalam kurun waktu dan tempat yang secara konkret merekah
dalam diri Yesus Kristus.
3. Agama Kristen adalah agama dogmatis sebab memiliki ajaran kepercayaan
yang dibakukan dalam bahasa manusia. kebenaran-kebenaran yang telah
dirumuskan tidak berubah atau lekang dalam perubahan sejarah tetapi
pengungkapannya bisa semakin diperjelas sesuai dengan kondisi dan situasi
pada masanya.
4. Agama Kristen bercorak Eskatologis karena membimbing manusia ke arah
penyelesaian sejarah, di mana pewahyuan kemualiaan Allah akan berakhir.
Itulah sebabnya Gereja menyebut dirinya musafir yang sedang berziarah
menuju keabadian.
5. Agama Kristen adalah agama yang rasional sebab tidak henti-hentinya
merefleksikan hidup dan aksinya secara kritis.

1.2.2.2. Hakekat Agama Kristen


1. Allah berkarya dalam diri manusia
2. Berkat rahmat Allah, segenap ciptaan teristimewa ciptaan yang dikaruniai Roh
diundang Allah untuk mengambil bagian dalam kehidupan dan kemuliaan-Nya.
Allah tidak hanya mencipta, tetapi juga mengkomunikasikan dirinya lewat kata dan
perbuatan dan menyatakan kemuliaan serta kehidupannya yang terdalam.
3. Manusia diberi kebebasan untuk menerima atau menolak komunikasi diri Allah.
4. Sejarah penyelamatan dan pewahyuan diri Allah memuncak dalam diri Yesus
Kristus.
5. Yesus adalah garansi, manifestasi, dan revelasi historis dari pihak Allah.

7
6. Manusia yang berdosa mendapat penebusan berkat Yesus Kristus.
7. Kristus menginginkan adanya persekutuan dari mereka yang telah memperoleh
penebusannya dan mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya serta mengaku
diri sebagai murid-Nya.
8. Orang Kristen dilengkapi dengan keutamaan: iman, harapan dan cinta kasih.
9. Arah perziarahan orang Kristen adalah memandang Allah dari wajah ke wajah.
Dalam Injil orang Kristen ada banyak teks yang mengungkapkan hakekat terdalam
agama atau iman orang Kristen. Antara lain kita temukan dalam Injil Yohanes beberapa
ucapan berikut yang Yesus katakan kepada orang Yahudi: “Barangsiapa mendengar
perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia tidak dikutuk hukum, sebab
ia sudah pindah dari alam maut ke dalam hidup...Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-
Ku sendiri...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri..Aku mempunyai kesaksian lebih
penting dari Yohanes, yakni segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku supaya Aku
melaksanakannya”. “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi
kepada Dia yang telah mengutus Aku; dan barang siapa melihat Aku, ia melihat Dia yang
telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Ku jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jika seorang mendengar
perkataan-Ku tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang
bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya”.
Teks-teks yang dikutip di atas mengungkapkan kebenaran terdalam iman orang
Kristen. Keselamatan manusia dapat dicapai oleh iman atau kepercayaan kepada Allah dan
kepada kata-kata atau ajaran Yesus yang diutus Allah kepada manusia. Iman akan Allah itu
harus ditunjukkan dalam ketaatan menjalankan kehendak Allah yang disampaikan kepada
manusia lewat Yesus. Selanjutnya dalam Injil Yohanes dikatakan bahwa inti kehendak Allah
itu adalah agar para pengikut Kristus hendaknya saling mengasihi. Karena itu, selain ajaran
tentang iman akan Allah, ajaran iman paling mendasar dalam agama Kristen adalah
mengenai cinta kasih Allah terhadap manusia dan ciptaan-Nya. Sedangkan ajaran moral
paling mendasar adalah cinta terhadap Allah, terhadap sesama, dan dunia ciptaan sebagai
jawaban terhadap cintah Allah itu.

8
BAB II
WAHYU DAN IMAN

2.1. Pengantar
Wahyu adalah dasar iman manusia. Di dalam wahyu, Allah menyapa manusia,
memperkenalkan diri-Nya kepada manusia dan mengajak manusia ikut serta dalam
kehidupan Allah sendiri. Tanggapan manusia yang diharapkan oleh Allah sebagai jawaban
atas wahyu-Nya ialah iman kepercayaan sebagai penyerahan diri manusia kepada Allah.
Bila wahyu berarti bahwa Allah menyapa manusia dan iman berararti bahwa manusia
menjawab Allah secara positif. Dengan demikian jelas bahwa wahyu dan iman merupakan
paham yang korelatif.

2.2.WAHYU
2.2.1. Hakekat Wahyu
Wahyu adalah suatu fakta, karena pada kenyataannya, Allah memang telah
mewahyukan diri-Nya dan menyatakan rahasia kehendak-Nya melalui Kristus. Wahyu
adalah komunikasi pribadi antara Allah yang transenden dengan manusia yang di bumi ini.
Wahyu menurut pandangan Kristiani adalah Allah memperkenalkan diri-Nya sendiri dan
rencana penyelamatan-Nya. Jadi wahyu pada hakekatnya merupakan penganugerahan diri
Allah kepada manusia.

2.2.2. Sifat-sifat yang mendasar dari wahyu


Kita sudah melihat bahwa wahyu merupakan komunikasi antara Allah yang disurga dengan
manusia yang di bumi. Ini berarti bahwa Allah yang transenden itu melangkah keluar dari
rahasia ada-Nya dan masuk ke tengah-tengah umat manusia untuk bergaul dengannya dan
berfirman kepadanya di dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Dengan demikian dapat
dibedakan antara empat aspek yang terdapat pada peristiwa wahyu sebagai
penganugerahan diri Allah kepada manusia.
1. Aspek misteri ilahi yaitu tindakan Allah yang transenden
Wahyu itu misteri karena merupakan tindakan Allah sendiri yaitu suatu aktivitas
transenden yang berisikan kehendak atau rencana Allah untuk menyelamatkan
manusia. menyelamatkan di sini berarti menganugerahkan kepada manusia
kebahagiaan yang penuh.
2. Aspek historis yaitu peristiwa sejarah
Tindakan Allah yang bebas, kekal dan transenden mempunyai efek temporal.
Artinya wahyu juga bersifat sejarah. Rencana Allah menyelamatkan manusia
diwujudkan dalam rupa turun-tangan Allah dalam sejarah.
3. Aspek pengetahuan,yaitu kesaksian, pewartaan dan ajaran
Supya manusia dapat menanggapi rencana penyelamatan Tuhan dan menerima
secara bebas dengan tahu dan mau, ia harus mengenal rencana itu. Oleh karena itu
terdapat juga segi pengetahuan [ada wahyu.
4. Aspek personal, yaitu pertemuan pribadi antara Allah dan manusia
Wahyu berupa pengetahuan tidak boleh dipisahkan dari pribadi Allah sebagai
subjek yang menyampaikan pengetahuan itu. Apa yang akhirnya mau dicapai
dengan wahyu justru pertemuan intersubjektif antara Allah yang membuka diri
kepada manusia dan orang beriman yang menanggapi pewahyuan diri Allah.

9
2.2.3. Asal-usul dan Maksud-tujuan Wahyu
Fakta wahyu yakni berpalingnya Allah kepada manusia, terjadi semata-mata karnea
prakarsa dari Allah sendiri. Asal-usul wahyu itu adalah inisiatif Allah yang bebas. Allah
sendirilah yang dengan bersabda menghentikan keheningan, tanpa dipaksa oleh apa atau
siapa pun jug, dan tanpa kewajiban apa pun terhadap manusia. semata-mata karena
terdorong oleh kebaikan dan kebijaksanaan-Nya, Allah yang tak terhingga kesempurnaan-
Nya itu memanggil manusia untuk bercakap-cakap dengan-Nya.
Allah mewujudkan diri dengan tujuan mengundang manusia untuk ikut serta dalam
persekutuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Allah yang kasih adanya masuk dalam
arus cinta kasih yang mengalir antara ketiga Pribadi Ilahi. Dan sebagaimana Allah
Tritunggal merupakan tujuan akhir bagi manusia yang diterima oleh Allah dalam
persekutuan-Nya, begitu pula Trinitas terlibat dalam proses wahyu seluruhnya, dari awal
sampai akhir.

2.2.4. Puncak Wahyu


Apabila wahyu pada hakekatnya merupakan pemberian diri Allah yang
mempersatukan kita dengan-nya, wahyu dalam arti penuh terjadi di mana ada persatuan
penuh Allah dengan manusia. kita ini baru sedang dalam perjalan. Namun demikian sudah
ada manusia yang sudah bersatu penuh dengan Allah, yaitu Yesus dari Nazaret. Dia adalah
kepenuhan Wahyu, sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah kepenuhan ke-Allah-an.
Kristus disebut sebagai puncak wahyu karena Kristus itu Putera Allah sendiri, Sabda Allah
sendiri, Sabda kekal Allah yang diutus kepada kita. Seluruh diri Kristus dan seluruh hidup-
Nya merupakan pelaksanaan kehadiran Allah di tengah-tengah manusia. hidup manusia
Yesus sepenuhnya selaras dengan Allah. maka wahyu Allah dalam arti penuh adalah Diri
Yesus yang bersatu dengan Allah, Diri Yesus yang berkat kebangkitan-Nya kini ada di
dalam kemuliaan Allah Bapa.

2.3. IMAN
2.3.1. Pengertian Iman
Secara etimologis, kata iman dalam bahasa Indoensia diadopsi dari kata Arab ‘iman’
dan kata Ibrani ‘aman’. Iman berarti percaya. berpaling kepada, menganggap pasti. Iman
adalah rahmat ilahi dan penyerahan diri kepada Allah Tritunggal. Iman adalah jawaban atas
panggilan yang diterima dengan dengan penuh percaya. Dengan mengikuti panggilan itu,
orang diterangi sehingga semakin mengerti dan mengetahui besarnya cinta ilahi. Iman
adalah keutamaan kodrati artinya suatu rahmat ilahi yang tidak dapat diusahakan manusia
atas kehendaknya sendiri.
Dalam Kamus Teologi, iman diartikan sebagai “kebenaran objektif yang
diwahyukan, yang dipercaya (fides quae) atau penyerahan diri secara pribadi kepada Allah.
Orang dapat beriman karena bantuan Roh Kudus. Iman adalah tanggapan yang bebas,
bertanggung jawab, dan utuh.” Tradisi katolik sudah lama membedakan antara tindakan
iman dan isi iman. Tindakan iman merupakan penerimaan Allah dan kasih Allah yang
diwahyukan kepada kita dalam pribadi Yesus. Tindakan iman mencakup perjumpaan
pribadi dengan Allah yang membuat orang memercayakan diri, percaya, menyerah dan
mencintai. Dalam injil Sinoptik, iman kepada Yesus selalu menyangkut kepercayaan diri
secara pribadi yang mendalam. Dengan demikian tindak iman merupakan saat Allah
menjadi nyata dalam diri seseorang dan ia mencapai hubungan pribadi dengan Allah dan
dengab Yesus.

10
Iman adalah tanggapan dari pihak manusia terhadap Allah yang mewahyukan atau
memberikan diri-Nya kepada manusia. Dalam konteks ini hal yang dituntut dari pihak
manusia adalah kepatuhan akal budi dan kehendak untuk menerima wahyu Allah sebagai
kebenaran. Dalam perjumpaan dengan Allah ini, manusia tetap manusia dan Allah tetap
Allah. Menurut Konsili Vatikan II, pewahyuan diri Allah menuntut ketaatan penuh dari
manusia, sebab sikap seperti ini saja yang pantas berhadapan dengan pewahyuan Allah.
Dengan demikian, iman dilihat sebagai penyerahan diri secara total kepada Allah, bukan
karena terpaksa tetapi karena sukarela.

2.3.2. Iman Menurut Kitab Suci


Iman, dalam perspektif Perjanjian Lama, berarti percaya dan taat kepada Allah yang
mewahyukan diri kepada manusia. Kisah para leluhur bangsa Israel menunjukkan bahwa
iman adalah hal yang menjadi basis atau fundamen relasi dengan Yahweh. Kerena iman,
Abraham taat ketika dipanggil Allah. Ia menyerahkan seluruh hidupnya ke dalam rencana
Allah. Jaminan hidup Abraham adalah kepercayaan yang total kepada Allah. Ketika bangsa
Israel dipilih dan khususkan oleh Allah sebagai bangsa pilihan, Allah meminta mereka
untuk mengandalkan dan mendasarkan seluruh hidup mereka pada-Nya. Perjanjian antara
bangsa Israel dengan Allah di Sinai merupakan perjanjian istimewa yang menentukan Israel
sebagai bangsa yang khusus bagi Allah. Mereka akan tetap menjadi bangsa pilihan kalau
merka tetap menjadi kesetiaan iman kepada Allah.
Iman dalam dalam Injil Sinoptik berhubungan dengan Yesus Kristus. Iman berarti
mempercayakan diri kepada Yesus. Yesus adalah pewahyuan diri Allah yang sangat
istimewa bagi manusia. Pewahyuan itu bertujuan untuk mewartakan keselamatan kepada
manusia. Hal itu menuntut tanggapan dari pihak manusia. Karena itu, dalam Injil Sinoptik,
iman selalu menyangkut kepercayaan diri secara pribadi yang mendalam. Banyak kisah
dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan pentingya iman kepada Yesus. Semua orang yang
percaya kepada Yesus mendapatkan apa yang mereka harapkan dari Yesus. Misalnya,
seorang wanita yang sakit pendarahan (Mrk 5:28); perwira dengan hamba yang sakit (Mat 8:
5-13); dan ayah yang anaknya kerasukan setan (Mrk 9:24).
Rasul Paulus melihat bahwa iman merupakan syarat pembenaran dan hidup
manusia. Allah dilihat sebagai sumber keselamatan. Sikap yang dituntut dari pihak manusia
berhadapan dengan kekuatan Allah yang menyelamatkan ini adalah percaya. Iman adalah
syarat mutlak dalam berhadapan dengan keselamatan dari Allah. Iman adalah syarat
pertama untuk manifestasi kebenaran Allah. Iman pula yang menjadi kondisi hidup orang
beriman.
Iman, menurut penulis surat kepada umat Ibrani, adalah “dasar dari segala sesuatu
yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang kita lihat” (Ibr 11:1). Iman bukan
hanya sebatas pernyataan belaka. St. Yakobus melihat bahwa iman yang sejati harus
dinyatakan dalam tindakan atau perbuatan.

2.1.3. Iman Menurut Dokumen Gereja


Katekismus Gereja Katolik mengartikan iman sebagai penyerahan total dan absolut
kepada Allah. Penyerahan diri itu didasarkan atas kenyataan bahwa Allah berinisiatif
mewahyukan diri kepada manusia. Katekismus Gereja Katolik no. 150 mengartikan iman
sebagai: Ikatan pribadi manusia dengan Allah dan persetujuan secara bebas terhadap segala
kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengann Allah dan persetujuan
terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan

11
yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah dan
mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adlaah tepat dan benar.
Konsili Vatikan II mengartikan iman dalam hubungannya dengan penerimaan atau
tanggapan terhadap pewahyuan diri Allah melalui Sabda-Nya. Dalam Dei Verbum, Konsili
Vatikan II menyatakan: Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib
menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak
yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan dan dengan secara sukarela menerima
sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya.

2.2. Ciri-ciri Iman


Katekismus Gereja Katolik menumuskan enam ciri iman Kristen Katolik. Pertama,
iman adalah rahmat. Ciri ini menekankan dimensi dari atas. Hal ini berkaitan dengan iman
sebagai anugerah Allah. Dalam konteks ini, Allah yang berinisiatif menyatakan diri-Nya
kepada manusia. Kedua, iman adalah suatu kegiatan manusiawi. Ciri berkaiatann dengan
dimensi dari bawah, yakni tangggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah. Dalam hal
ini, man adalah suatu kegiatan manusiawi. Ketiga, iman dapat dimengerti. Akal budi
memungkinkan manusia memahami apa yang diterima atau diyakininya. Kita percaya
karena Allah yang mewahyukan diri itu benar. Keempat, iman itu bebas. Supaya iman itu
manusiawi, manusia wajib secara sukarela menjawab Allah dengan beriman. Dalam hal ini,
manusia tidak dipaksakan untuk beriman. Yesus memanggil semua orang untuk bertobat,
tetapi ia tidak memaksakannya. Kelima, iman menuntut ketabahan. Iman adalah suatu
anugerah rahmat yang Allah berikan kepada manusia. Manusia yang meneriman anugerah
ini harus selalu berusaha untuk memupuknya dengan selalu setia kepada Sabda Allah.
Keenam, iman sebagai awal kehidupan abadi. Iman membuat kita menikmati sebelumnya
kegembiraan dan cahaya pandangan Allah yang menyelamatkan, yang adalah tujuan dari
penjalanan duniawi kita. Teladan kesetiaan iman dapat kita jumpai dalam dua tokoh yang
dikisahkan dalam kitab Suci, yakni Abraham dan Bunda Maria.

BAB III
KITAB SUCI SEBAGAI DASAR DAN SUMBER AJARAN
AGAMA KATOLIK

3.1. Kitab Suci atau Alkitab Sebagai Wahyu Ilahi


Salah satu hal mendasar yang perlu kita ketahui adalah Kitab Suci atau Alkitab sebagai
dasar ajaran dan pewartaan Gereja. Segala ajaran Gereja Katolik berdasarkan wahyu/
pernyataan Allah yang disampaikan kepada kita melalui Kitab Suci. Dalam kitab suci sendiri
aktivitas Allah dibedakan dalam Sabda dan Perbuatan. Sabda itu mengatakan tentang diri
Allah, manusia dan dunia. Di dalamnya Allah menyatakan kehendak-Nya untuk
menyelamatkan manusia. Kitab Suci juga mengisahkan perbuatan Allah yakni karya
penyelamatan-Nya. Perjanjian Lama mengisahkan perbuatan Allah ajaib Allah terhadap
bangsa Israel, sedangkan Perjanjian Baru tentang ajaran dan karya Yesus Kristus. Dalam diri
Yesus, Allah yang menjadi manusia, tampaklah cinta Allah kepada segala manusia.

3.2. Apa itu Alkitab atau Kitab Suci?

12
Untuk memahami secara lebih komprehensif tentang Kitab Suci atau Alkitab, maka di
bawah ini akan dijelaskan apa sebenarnya Alkitab itu. Alkitab adalah Kitab Suci orang
Kristen. Kata Alkitab berasal dari bahasa Arab dan secara harafiah berarti buku.
Meskipun kata ini bisa berarti “Kitab Suci” dalam pemakaiannya kata ini digunakan oleh
orang Arab khususnya untuk menunjukkan Kitab Suci orang Kristen. Penganut agama
Kristen di dunia Arab biasanya disebut: ahal Alkitab, artinya umat yang memiliki Kitab Suci.
Di Indonesia kata Alkitab dipakai untuk menyebut nama Kitab Suci orang Kristen (Katolik
dan Protestan).
1. Alkitab adalah suatu buku yang unik
Alkitab adalah suatu buku dan sebagai buku dapat ditempatkan di antara atau di
samping buku-buku yang lain. Kita dapat membandingkan Alkitab dengan buku-buku
lain untuk lebih menyadari ciri-cirinya yang khas. Kita dapat mengatakan bahwa
Alkitab adalah buku yang unik. Keunikan ini nampak dalam beberapa hal berikut:
a) Judul Alkitab kita ambil dari bahasa Arab. Barangkali ada gunanya untuk melihat
judul ini dalam bahasa lain. Dalam bahasa Yunani Alkitab disebut Biblia artinya
kitab-kitab (bdk 2 Tim 4:13). Nama ini kemudian dilatinkan dan kemudian menjadi
bentuk tunggal Biblia artinya Kitab. Nama Latin ini kemudian diambil alih oleh
banyak bahasa Eropa lainnya seperti Inggris (Bible), Belanda (Bijbel), Jerman (Bibel)
dan Italia (Bibblia). Melihat kata Yunaninya jelas bahwa Alkitab sebagai buku
sebenarnya tidak terdiri dari satu buku saja, tetapi dari banyak “buku”. Jumah
buku yang membentuk Alkitab ada 73 buah. Dengan demikian kita dapat
menyebut Alkitab sebagai suatu perpustakaan kecil.
b) Alkitab kita adalah suatu terjemahan. Dalam bahasa aslinya, Alkitab sebenarnya
ditulis dalam tiga bahasa, yakni Ibrani, Aram dan Yunani.
c) Sebagai kesatuan atau satu buku Alkitab tidak mencantumkan penulisnya, namun
Alkitab tidak jatuh atau turun dari langit. Alkitab benar-benar ditulis oleh manusia.
Nama penulis yang disebut hanya terdapat dalam sejumlah kecil kitab.
d) Karena ada penulis, maka dengan sendirinya buku-buku ini ditulis dalam aneka
ragam gaya bahasa. Jenis kesusasteraannya pun ada bermacam-macam. Ada prosa,
puisi, cerita, hukum, pidato, kotbah, surat, nyanyian, otobiografi dan sebagainya.
Pendeknya ada suatu kekayaan bentuk dan jenis kesusasteraan yang luar biasa.

2. Alkitab adalah buku Gereja, buku imannya


Buku yang unik ini ternyata tidak dapat dipisahkan dari Gereja. Alkitab adalah
buku Gereja, buku iman. Gerejalah yang telah mengumpulkan kitab-kitab yang
beranekaragam ini menjadi satu karena dia telah melihat bahwa di dalamnya
terkandung kesaksian imannya yang paling otentik. Alkitab tidak dapat dipisahkan
dari Gereja, dari suatu umat yang percaya. Alkitab kita terima dari Gereja. Gerejalah
yang menyaksikan bahwa buku ini adalah Kitab Sucinya.

3. Alkitab adalah buku kesaksian tentang Allah dan jawaban manusia


Alkitab adalah buku Iman Gereja dan hal yang paling mendasar dari pengakuan
iman ini ialah bahwa Allah telah menyatakan diriNya kepada manusia dalam sejarah.
Seluruh Alkitab menyaksikan hal ini. Tetapi Alkitab bukan saja menyaksikan karya
Allah, tetapi juga jawaban manusia baik secara bersama maupun secara perorangan
terhadap karya Allah tersebut. Tidak ada buku yang demikian menyadarkan kita
akan kehadiran Allah dan karya-Nya dalam sejarah daripada Alkitab.

13
4. Alkitab adalah Sabda Allah dalam bahasa manusia
Akhimya, Alkitab adalah Sabda Allah dalam bahasa manusia. Kita perlu
mengerti pengakuan Iman ini dengan baik karena kerapkali orang mengalami
kesukaran bahkan ragu-ragu apabila membaca teks-teks tertentu dan menanyakan
apakah ini Sabda Allah atau tidak. Sebagian besar teks Kitab Suci berbentuk cerita
dan kerapkali orang menjadi bingung dan menanyakan apa yang disabdakan Allah
dalam berita tersebut berbicara langsung pada pembaca atau pendengar sekarang.
Alkitab adalah Sabda Allah, karena Dia memberi kesaksian tentang Allah, tentang
karya-Nya dan Sabda-Nya Kesaksian apa yang diberikan tentang Allah dan jenis
kesaksian itu telah kita lihat di atas. Puncak dari kesaksiannya tentang Allah ialah:
tentang Yesus yang adalah Sabda Allah sendiri dalam daging atau kelemahan wujud
manusia (Yoh. 1:1-18).

6. Alkitab disebut juga ‘Perjanjian’


Alkitab disebut “Perjanjian” oleh karena berisikan “perjanjian Allah dengan
manusia”. Dalam Alkitab diceritakan dan dipikirkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan perjanjian itu, yaitu Allah dan manusia, setia dan/atau tidak setia pada
perjanjian itu; bagaimana perjanjian itu terlaksana atau tidak terlaksana. Kata
“perjanjian” dipakai untuk mengatakan bahwa antara Allah dan manusia terjalin
hubungan istimewa, bukan hubungan alamiah saja.

3.3. Cara Mengutip Kitab Suci


Kitab Suci sekarang terbagi atas bab-bab dan ayat-ayat. Pembagian ini tidak asli karena
baru dibuat para ahli sekitar tahun 1500 Mas. Tujuannya memudahkan orang mengutip
Kitab Suci dan menolong pembaca untuk menemukannya kembali dalam Alkitab. Cara
mengutipnya adalah sebagai berikut:
a) Kej 5:9 : artinya kitab Kejadian bab 5, ayat 9
b) Kej 5:9-20 : artinya kitab Kejadian bab 5, ayat 9 - 20
c) Kej 5:9.11-15 : artinya kitab Kejadian bab 5, ayat 9 dilanjutkan ayat 11-15
d) Kej 5-6 : artinya kitab Kejadian bab 5 sampai bab 6
e) Kej 5:1-6:10 : artinya kitab Kejadian bab 5 ayat 1 sampai bab 6, ayat 10
f) Kej 5:4; 7:4 : artinya kitab Kejadian bab 5, ayat 4 dan bab 7, ayat 4
g) Kej 5:4; Kel 4:5 : artinya kitabKejadian bab5, ayat 4 dan kitab Keluaran bab 4, ayat 5.

3.4. Bahasa-bahasa asli Kitab Suci


Alkitab yang kita miliki adalah sebuah terjemahan yang dibuat atas dasar Alkitab asli
yang ditulis dalam bahasa-bahasa lain. Bahasa-bahasa asli Kitab Suci ada tiga yaitu Bahasa
Ibrani, Aram dan Yunani. Perjanjian Baru seluruhnya ditulis dalam bahasa Yunani.
Sebagian besar Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Bahasa ini termasuk rumpun
bahasa-bahasa yang disebut “bahasa Semit” yang dipakai bangsa-bangsa yang berkediaman
di kawasan Timur Tengah (kecuali Turki). Bahasa Ibrani cukup berdekatan dengan bahasa
Aram dan Arab. Bahasa Ibrani Kitab Suci ialah bahasa Ibrani kuno.

3.5. Perjanjian Lama


3.5.1. Istilah Perjanjian

14
Istilah “Perjanjian Lama” kemungkinan berasal dari St. Paulus (2 Kor 3:14). Istilah ini
mungkin dibentuk berdasarkan pandangan Yeremia (Yer 31:34). Perjanjian Lama adalah
perjanjian yang diikat Tuhan dan umat Israel di Sinai (Kel 19-24). Sedangkan Perjanjian Baru
adalah perjanjian yang diikat Tuhan dengan seluruh umat manusia dengan Kristus (Luk
22:20). Kata perjanjian dipakai untuk menunjukkan jalinan istimewa antara Allah dengan
manusia.

3.5.2. Pembagian Perjanjian Lama


Urutan dan pengelompokkan kitab-kitab dalam Septuaginta berbeda dengan yang
terdapat dalam kanon Yamnia. Urutan dan pengelompokkan itu tidak dibuat menurut
sejarah terjadinya dan penerimaannya sebagai kanonik, tetapi menurut jenis kesusasteraan
dan isinya. Berikut ini dapat dilihat secara lengkap urutan dan pengelompokkan kitab-kitab
Perjanjian Lama menurut tradisi Kristen (Gereja Katolik):
A. Kelompok Pentateukh
Termasuk kelompok ini adalah: Kejadian (Genesis); Keluaran (Eksodus); Imamat
(Levitikus); Bilangan (Numeri); Ulangan (Deuteronomium). Kitab-kitab ini
memandang ke masa lampau ke awal mula dunia dan Israel. Pada umumnya kitab-
kitab ini berbentuk cerita dan hukum.
B. Kelompok kitab-kitab Sejarah
Termasuk dalam kelompok ini adalah: Yosua; Hakim-hakim; Rut; 1,2 Samuel, 1,2 Raja-
raja; 1,2 Tawarikh; Ezra; Nehemia; Ester; Tobit; Yudith; 1,2 Makabe. Kitab-kitab sejarah
pada dasarnya menceritakan apa yang lampau yakni karya Allah kepada bangsa Israel
dan reaksi atau bagaimana bangsa Israel menghayati panggilannya.
C. Kelompok kitab-kitab Kebijaksanaan dan Nyanyian.
Termasuk dalam kelompok ini adalah: Ayub; Mazmur; Amsal; Pengkotbah; Kidung
Agung; Kebijaksanaan Salomo; Yesus bin Sirakh. Kitab-kitab ini pada dasarnya
merefleksikan hidup ini, yakni bagaimana menghayati hidup secara benar. Jadi kitab-
kitab ini melihat ke arah yang sekarang, mengajar kita bagaimana menghayati hidup
ini, sehingga sering pula disebut kitab didaktis. Hampir sebagian besar kitab-kitab ini
berbentuk puisi.

D. Kelompok kitab-kitab Kenabian.


Kelompok ini meliputi: Yesaya; Yeremia; Ratapan; Barukh; Yehezkiel; Daniel; Hosea;
Yoel; Amos; Obaja; Yunus; Mikha; Habakuk; Zefanya; Hagai; Zakharia; Maleakhi;
Nahum. Kitab-kitab kenabian berbicara tentang karya Allah di masa yang akan
datang berdasarkan kenyataan dan pengalaman yang sekarang dan karya Allah di
masa lampau. Pada umumnya kitab-kitab ini berbentuk puisi.

3.5.2.1. Kelompok Pentateukh


Tradisi Yahudi menyebut kelima kitab Perjanjian Lama Kitab Taurat, Hukum taurat Musa
atau Kelima Kitab Musa. Kata “Taurat” atau “torah” (bhs Ibrani) mempunyai arti, hukum,
pengajaran dan nasihat. Tradisi Kristen menyebut kelima kitab pertama Perjanjian Lama
dengan Pentateukh artinya kitab yang terdiri dari lima gulungan (Penta=lima; teukh=gulungan).
Disebut gulungan karena dahulu kitab-kitab tersebut berbentuk gulungan yang dijahit
dengan kulit (Yer 36:2).

1. KITAB KEJADIAN

15
Kitab pertama Pentateukh ialah kitab Kejadian yang bercerita tentang awal mula
dunia dan awal mula bangsa Israel (asal usul bangsa Israel). Bagian pertama kitab ini (Kej 1-
11) berisi kisah-kisah mengenai penciptaan dunia dan manusia, dosa manusia pertama, air
bah yang menghancurkan manusia yang berdosa. Selanjutnya cerita tentang keturunan Nuh
memenuhi dunia, sederetan genealogi (silsilah) dan akhirnya perpecahan umat manusia
dalam kisah Menara Babel. Bagian Kedua (Kej 12-15) menceritakanAbraham nenek moyang
bangsa Israel. Bagian ketiga (Kej 26-36) bersi kisah mengenai Abraham, Ishak dan Yakub,
anak Ishak yang juga bernama Israel. Bagian keempat (Kej 37-50) berisi kisah mengenai
Yusuf dan saudara-saudaranya. Yusuf yang dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya
malahan menjadi perdana Menteri Firaun di Mesir.

2. KITAB KELUARAN
Kitab Keluaran merupakan titik tolak sejarah iman dan bangsa Israel yang
sesungguhnya. Sebelum pengalaman pembebasan dari Mesir ini, tradisi yang ada lebih
merupakan tradisi suku atau klan dalam suatu suku. Sesudah pengalaman pembebasan
tersebut, perkembangan kehidupan bangsa dan iman terukir dalam rumusan pengalaman
terhadap Allah yang setia memenuhi janji-Nya. Semenjak peristiwa pembebasan itulah
menjadi jelas dua hal berikut: Allah yang satu disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan
Allah Yakub menjadi Allah bangsa; Bangsa yang satu ini yakin akan pilihan Allah, baik
dalam suka maupun dalam duka. Peristiwa sejarah lalu menjadi cermin yang cemerlang
akan karya agung Allah bagi suatu bangsa.

3. KITAB IMAMAT
Kitab Imamat berisi terutama hukum Imamat. Hukum itu mengatur perilaku imam
yang melayani ibadat di kenisah dengan amat tertib. Ibadat kurban dan persembahan yang
diperlukan dalam perayaan besar bangsa, hanya bisa didatangkan dari lingkungan para
peternak besar atau petani unggul. Tema utama kitab Imamat adalah ibadah. Di dalamnya
digambarkan ibadah ilahi yang harus dilaksanakan oleh Harun dan para imam
keturunannya. Ibadah umat harus dilaksanakan secara benar sesuai dengan kehendak Allah.
Diberikan peraturan-peraturan rinci mengenai binatang korban dan persembahan yang lain;
mengenai pengudusan imam; mengenai kebersihan ritual dan mengenai perayaan tahunan
hari Pendamaian.

4. KITAB BILANGAN
Kitab Bilangan menceritakan kisah tinggalnya umat Israel di padang gurun selama 40
tahun, sejak keluar dari Mesir sampai mereka masuk ke tanah terjanji. Kecuali itu ada juga
bagian yang berisi hukum yang tersebar di seluruh buku. Masa 40 tahun itu adalah masa
“pengembaraan”, meskipun sebenarnya sebagian besar waktu itu dilewatkan di sekitar oase
Kadesh yang terletak di bagian timur laut Semenanjung Sinai. Kehidupan selama 40 tahun
itu digambarkan sebagai masa yang berat, masa ketika umat Israel merasa tidak puas dan
kurang percaya kepada Allah, sekalipun Allah selalu dekat dengan umat-Nya.

5. KITAB ULANGAN
Tiga puluh bab pertama kitab Ulangan berupa pidato-pidato Musa yang ditujukan
kepada umatnya, ketika mereka bersiap-siap untuk masuk ke tanah terjanji. Tema utama
kitab Ulangan adalah kasih Allah kepada umat-Nya. Yang membuat Allah memilih Israel
dan menjadikannya milik-Nya adalah kasih-Nya. Kasih-Nya sangat besar, bahkan Allah

16
adalah Allah yang cemburu dan tidak memperbolehkan Israel memiliki allah-allah lain.
Kasih Allah yang dialami umat Israel menuntut balasan, yaitu umat harus setia kepada
perjanjiannya dengan mentaati hukum-hukum-Nya.

3.5.2.2. KELOMPOK KITAB SEJARAH


1. KITAB YOSHUA
Kitab ini disebut Kitab Yosua karena tokoh utama di dalam kitab ini adalah Yosua.
Kitab ini melanjutkan kisah yang terdapat dalam kitab Bilangan. Kitab ini menjelaskan dua
hal mendasar. Pertama, Tuhanlah menuntun bangsa Israel memasuki Tanah Terjanji. Tanah
suci, tanah air untuk Umat Allah sesungguhnya merupakan milik dan anugerah Tuhan
semata-mata. Bukan bangsa Israel merebut tanah airnya, melainkan Tuhan mengambil
milik-Nya sendiri dan mempercayakannya kepada umat-Nya. Dengan cara itu Tuhan
memenuhi janji-Nya kepada nenek moyang Israel. Kedua, Tuhanlah membagi-bagikan
tanahNya yang suci. Menurut kitab Yosua, Tuhan sendiri melalui Yosua dan Eleazar
membagikan Tanah Terjanji yang telah direbut umat dibawah pimpinan Yosua. Hal ini
berarti Tuhan memberikan tanah kepada masing-masing suku sesuai dengan kehendakNya
sebagai anugerah. Dengan demikian, Kitab Yosua mau menyampaikan pesan bahwa melalui
peristiwa ini Tuhan melaksanakan janjiNya. Dalam perebutan itu ternyata Tuhan kembali
melimpahkan anugerahNya kepada umat pilihanNya. Sebagai jawaban, umat harus
menyatakan ketaatan dan kesetiannya.

2. KITAB HAKIM-HAKIM
Kitab ini disebut hakim-hakim karena bercerita tentang tokoh-tokoh yang disebut
Hakim. Kata hakim disini lebih dimaksudkan sebagai pemimpin sipil dan militer. Kitab ini
meneruskan kisah yang diceritakan dalam kitab Yosua. Situasi zaman Hakim. Situasi Israel
pada zaman hakim sangat kacau. Hal ini terjadi karena mereka barusan menetap di negeri
yang baru dan seringkali mendapat serangan dari penduduk asli. Mereka belum memiliki
pemimpin yang mampu mempersatukan mereka atau pemerintahan pusat yang mampu
mengatur kehidupan seluruh suku. Masing-masing suku mengatur hidupnya sendiri.Hal
yang mempersatukan mereka pada zaman ini bukan pemerintah melainkan iman yang
sama, yakni iman akan Yahwe. Penyusun kitab ini berhasil membuat kumpulan cerita
pendek dan menjadikannya sebagai kisah sejarah penyelamatan Allah. Pahlawan salah satu
suku dianggap sebagai pahlawan nasional dan menjadi penyelamat umat Allah yang
sedang berada dalam cengkeraman musuh. Hakim-hakim itu diutus oleh Tuhan sendiri dan
dilengkapi dengan daya ilahi untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan
Tuhan.Tindakan mereka tidak hanya berlaku untuk satu suku tetapi untuk seluruh umat.
Melalui para hakim berulangkali Tuhan menyelamatkan umat-Nya.

3. KITAB SAMUEL
Kitab Samuel terdiri dari dua kitab yakni 1 Samual dan 2 Samuel. Kitab ini
meneruskan cerita dalam Kitab Hakim-hakim. Kitab Samuel mengisahkan terbentuknya
Kerajaan Israel. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja
Daud. Daud adalah tokoh utama dalam Kitab Samuel. Dalam diri Raja Daud cita-cita bangsa
Israel tentang seorang raja mencapai pemenuhannya. Daud dijadikan sebagai model raja
penyelamat pada masa yang akan datang. Untuk mendalami Kitab Samuel, kita akan
mendekat beberapa tokoh penting yang ditampilkan di dalam kitab ini, dan sekaligus
mencari pesan yang mau disampaikan penulis melalui tokoh-tokoh ini.

17
4. KITAB RAJA-RAJA
Kitab raja-raja sebenarnya memuat kisah tentang kegagalan sistem kerajaan dan bangsa
Israel. Dalam 1 Raj 1-11 dikisahkan tentang pemerintahan dan karya Raja Salomo, pengganti
Raja Daud sesuai dengan janji Allah. Dalam 1 Raj 12-14 dikisahkan tentang pecahnya
kerajaan menjadi dua yakni Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan. 1 Raj 15-2 Raj 25
diceritakan tentang Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan (Kerajaan Utara disebut Kerajaan
Israel dengan ibukotanya Samaria; Kerajaan Selatan disebut Kerajaan Yuda dengan
ibukotanya Yerusalem. Kerajaan Utara mencakup sepuluh suku, sedangkan Kerajaan Selatan
hanya mencakup dua suku). Sejarah yang ditulis adalah sejarah keagamaan. Sejarah ini mau
mengungkapkan rencana dan tindakan Allah dalam kejadian-kejadian sejarah bangsa Israel.

3.5.2.3. KELOMPOK KITAB KARYA AHLI TARIKH: KITAB TAWARIKH, EZRA DAN
NEHEMIA
1. KITAB TAWARIKH
Kitab Tawarikh bersama dengan Kitab Ezra dan Nehemia dapat dikelompokkan
dalam satu kelompok. Judul “Tawarikh” berarti kisah kejadian di masa lampau. Judul ini
cocok dengan isinya, karena kitab ini menceritakan kembali dan melanjutkan kisah yang
sudah ada dalam Kitab Samuel dan Kitab Raja-Raja. Penulis menghubungkan kisahnya
dengan awal umat manusia melalui sejumlah daftar keturunan (1 Taw 1-9). Melalui daftar
keturunan tersebut kedudukan masing-masing umat Allah diteguhkan.

2. KITAB EZRA DAN NEHEMIA


Kitab ini menceritakan dua tokoh yakni Ezra dan Nehemia serta situasi umat Israel
yang kembali dari pembuangan di Babel. Situasi orang Israel yang kembali dari
pembuangan sangat kacau karena mereka merasa tidak puas dengan keadaannya. Kondisi
semacam inilah yang kemudian berhasil diatasi oleh Ezra dan Nehemia. Ezra dan Nehemia
berhasil menggembleng suatu umat baru. Umat yang terbentuk oleh Ezra dan Nehemia
adalah suatu umat yang memiliki kesadaran diri yang mendalam. Di satu pihak, mereka
sadar akan kedosaannya (Ezr 9; Neh 9). Di pihak lain, mereka insaf bahwa mereka adalah
umat pilihan Tuhan, suatu umat yang kudus.

3.5.2.3. KITAB-KITAB HIKAYAT PENGHARAPAN


1. KITAB RUT
Kitab ini berkisah tentang seorang wanita bersama suami dan kedua anaknya yang
terpaksa mengungsi ke luar negeri karena Israel mengalami masa paceklik. Boas
memperistri Rut dan mendapat seorang anak laki-laki. Anak itu diangkat oleh Naomi
menjadi cucu suaminya dan anak puteranya bekas suami Rut. Kemudian dalam cerita ini
ditambahkan daftar keturunan Daud. Rut wanita Moab itu lalu menjadi moyang raja Daud
dan moyang Mesias kelak.

2. KITAB TOBIT
Kitab ini merupakan riwayat hidup yang menyajikan sebuah drama keluarga dengan
akhir yang bahagia. Drama itu dipentaskan di antara orang-orang Yahudi dalam
pembuangan di negeri Asyur, di kota Ninive. Pelaku utamanya adalah seorang Yahudi yang
saleh dan bijaksana, namanya Tobit. Pelaku kedua adalah anak laki-laki Tobit, bernama
Tobia. Pelaku ketiga adalah seorang puteri yang bernama Sara. Dia cantik dan baik hati,

18
namun tertimpa kemalangan karena dirinya dirasuki oleh roh jahat. Selain itu masih ada
pelaku lain yakni malaikat Rafael.

3. KITAB YUDIT
Kitab Yudit bercerita tentang seorang janda, dengan kekuatan sendiri mengalahkan
Holofernes, panglima raja Nebukadnezar. Yudit adalah seorang janda yang cantik dan
takwa, tinggal di kota Betulia. Kota berbenteng itu mengemban tugas menjaga pintu masuk
ke Yerusalem, pusat dan jantung umat Israel yang baru saja kembali dari pembuangan.
Tentara Holofernes akhirnya mengepung benteng terakhir bagi Yerusalem, yakni kota
Betulia. Penduduknya yang kelaparan dan kehausan sudah mau menyerah. Dalam situasi
semacam ini tampillah Yudit. Dia menawarkan diri untuk mengalahkan Holofernes. Dengan
kecantikannya dia membujuk dan merangsang Holofernes.Namun sebelum terjadi apa-apa,
Yudit telah memenggal kepala Holofernes pada malam hari ketika dia mabuk. Kepala
Holofernes dibawa ke Betulia. Yudit merancang siasat untuk menyerang kota Yerusalem.
Para serdadu Holofernes dibunuh dan sisanya melarikan diri. Yudit bersama pasukannya
berpawai keliling kota untuk bersyukur kepada Allah.

4. KITAB ESTER
Latar belakang kitab ini adalah situasi orang Yahudi di perantauan yang sangat
dibenci dikejar-kejar dan dibunuh secara masal. Dengan latar belakang semacam ini, kitab
Ester mau memberi kekuatan kepada umat Allah yang sedang terancam. Pikiran yang
dikemukakan oleh kitab ini adalah kekerasan dan kebencian menelorkan kekerasan dan
kebencian.

5. KITAB - KITAB MAKABE


Meski penulis 1 Makabe menceritakan dengan panjang lebar peperangan dan
percaturan politik, namun tujuan utamanya ialah mengisahkan sejarah keagamaan.
Kemalangan yang menimpa bangsanya diartikan penulis sebagai hukuman atas dosa
mereka. Kemenangan para pejuang Yahudi selalu dihubungkan dengan Allah yang terus
menerus mendampingi mereka. Tuhan adalah Allah yang setia kepada umat-Nya dan
senantiasa melindungi mereka dari pengaruh kuasa jahat.

3.5.2.4. KELOMPOK KITAB-KITAB KEBIJAKSANAAN DAN NYANYIAN


1. Kelompok Kitab Kebijaksanaan
a. KITAB AYUB
Allah dan kebijaksanaanNya adalah suatu rahasia yang tidak dapat diselami
manusia. Manusia manapun tidak boleh memberanikan diri untuk mencocokkan Tuhan
dengan pikiran dan gambarannya sendiri. Tuhan tidak mungkin dipahami sepenuhnya
oleh manusia. Maka Ayub dan sahabat-sahabatnya, meski mengalami bahwa pemahaman
dan gambarannya tentang Tuhan tidak lengkap dan utuh; mereka harus siap sedia untuk
meninggalkan pemahaman dan gambaran yang manusiawi itu. Dan justru dalam
kesimpulan itulah terletak ajaran pokok seluruh kitab Ayub.

b. KITAB PENGKOTBAH
Pendirian Pengkotbah hampir sama dengan pendirian Kitab Ayub. Pengkotbah
percaya bahwa Tuhanlah penyelenggara segala sesuatu, meskipun manusia tidak
sampai memahaminya. Rahasia Allah tidak terjangkau oleh manusia. Sama seperti

19
Pengkotbah kita juga berada dalam kegelapan hidup dan kita hanya bisa berdiri tegap
dan bertahan. Kita hanya bisa percaya kepada Tuhan yang akan memberi hidup abadi
dan membangkitkan kita dari kematian.
c. KITAB AMSAL
Tema prolog amsal tidak lain adalah pujian dan pengagungan kebijaksanaan itu
sendiri (bdk 1:7). Dalam undangan kepada kebijaksanaan itu, selalu dikemukakan
tentang berkat-berkat yang akan diperoleh seperti: pengetahuan tentang Tuhan dan
perlindungan, pengertian tentang kebenaran, keadilan dan kejujuran, perlindungan dari
pergaulan orang jahat (2:12-15) dan terutama perlindungan dari perempuan jalang (2:16-
19). Menarik bahwa dari 9 bab ini terdapat tiga wejangan yang panjang tentang menjauhi
perempuan jalang (5:1-23; 6:20-35; 7:1-27). Mungkin perempuan jalang yang
dimaksudkan disini adalah kebebalan.

d. KITAB YESUS BIN SIRAKH


Bagian pertama kitab ini banyak membicarakan kebijaksanaan hidup, yakni
bagaimana harus bertingkahlaku dalam menghadapi aneka kenyataan hidup. Banyak tema
yang sudah diungkapkan dalam amsal, terdapat juga disini. Namun disini terdapat tema-
tema baru yang belum disinggung sebelumnya seperti: hidup gandol pada orang kaya
(29:21-28); kesehatan badan (30:14-25); etiket di meja makan (31:12-32:13); mimpi (34:1-8);
dokter (38:1-15); pekerja-pekerja kasar (38:24-34); ahli kitab (38:24. 39:1-11); rasa malu
(41:14-42:8); ayah dan anak gadisnya yang mulai remaja (42:9-14). Selain itu perlu dicatat
ajaran kitab ini mengenai membalas dendam dan mengampuni sesama (28:1-7).
Pandangannya sudah sangat mendekati pandangan doa Bapa Kami.

e. KEBIJAKSANAAN SALOMO
Puji-pujian kebijaksanaan merupakan inti kitab kebiajksanaan. Disini pengarang
memberitahukan bagaimana kejadian kebijaksanaan dan rahasianya. Pengarang dengan
jelas mengidetikkan dirinya dengan Raja Salomo. Salomo adalah raja yang terkenal dengan
kebijaksanaannya. Namun dia tidak dilahirkan sebagai orang bijak. Dia menjadi bijak
karena doa permohonannya yang terus menerus sehingga dia dianugerahi pengertian atau
roh kebiajksanaan. Bagi kebijaksanaan merupakan nilai hidup yang tinggi baka sifatnya.

2. KELOMPOK KITAB NYANYIAN


1) KITAB MAZMUR
Kitab Mazmur termsuk kelompok kitab nyanyian.Apakah mazmur itu? Kata
Mazmur berasal dari kata Bahasa Ibrani, dari kata “mizmor” artinya “pujian”. Dalam
Bahasa Yunani dikenal dengan istilah “Psalmos” artinya nyanyian yang diiringi dengan
kecapi. Dalam Alkitab Ibrani, kata mazmur dipakai sebagai judul untuk 57 mazmur (mis
mzm 3-6.8). Mazmur bukanlah judul asli kitab ini dalam bahasa Ibrani. Judul ini diambil
dari terjemahan Septuaginta yang menamakan kitab ini sebagai “Psalmos atau Psalmoi”.
Dalam bahasa aslinya kitab mazmur diberi judul “tehilim” artinya nyanyian pujian.
Mazmur adalah nyanyian iman atau denyut jantung jawaban iman Israel dalam bentuk
puisi kepada Tuhan Penyelamat.
2) KITAB KIDUNG AGUNG
Memang pada pokoknya Kidung Agung adalah sekumpulan lagu cinta. Kidung
Agung memuji dan meluhurkan cintakasih yang mempersatukan pria dan wanita.
Cintakasih adalah sesuatu yang sangat berharga. Kidung Agung adalah tempat yang

20
tepat untuk lagu cinta ini dalam Kitab Suci. Sebab dengan membaca dan merenungkan
lagu-lagu cinta itu sebagai firman Tuhan, maka orang beriman akan dicegah dari salah
paham dan penyalahgunaan cinta birahi.

3.5.2.5. KELOMPOK KITAB KENABIAN


1. KITAB NABI YESAYA
Kitab Yesaya dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok 1, Yesaya 1-39 berisikan
pewartaan yang langsung berasal dari nabi Yesaya sendiri; Kelompok 2, Yesaya 40-55
berisikan pewartanaan seorang nabi dari pembuangan, lazim disebut Deutero Yesaya;
Kelompok 3, Yesaya 56-66 berisikan kumpulan nubuat-nubuat dari seorang nabi sesudah
pembuangan, lazim disebut Trito Yesaya.

2. KITAB YEREMIA
Kitab Yeremia terdiri dari empat bagian: bagian pertama, Yer 1-25, memuat nubuat-
nubuat berupa ancaman yang ditujukan kepada umat Israel; bagian kedua, Yer 26-45,
menyajikan cerita-cerita tentang nabi Yeremia; bagian ketiga, Yer 46-51, memuat
nubuat-nubuat berupa ancaman terhadap bangsa lain; bagian keempat, Yer 52,
merupakan sebuah tambahan.
3. KITAB RATAPAN
Kitab Ratapan merupakan kumpulan lima lagu ratapan atas kematian bangsa
Isarael. Lagu-lagu ini dipanjatkan kepada Tuhan sebagai suatu doa. Yang khusus
ditangisi adalah kota Yerusalem sebagai pusat umat Allah, dengan Bait Allah sebagai
intinya.
4. KITAB BARUKH
Kitab Baruk mengungkapkan kesadaran umat Allah dan menyadarkan para
anggotanya bahwa karena dosa dan penyelewengan maka dihukum Allah dengan adil
(4:10 dst). Umat harus mengakui kebijaksanaan Allah dalam Taurat (3:37 dst). Jika
sungguh percaya dan bertobat serta kembali kepada Hikmat kebijaksanaan, maka Allah
akan memulihkan keadaan umatNya. Dewa-dewi tidak mempunyai daya sama sekali
dan tidak dapat dibandingkan dengan satu-satunya Allah sejati, yakni Allah Israel.
5. KITAB NABI YEHEZKIEL
Nabi sangat menonjolkan dosa yang ada dikalangan umat. Walaupun demikian,
Tuhan tetap mengasihi dan merawat bangsa Israel yang dipandang sebagai isteri-Nya
yang tidak setia (Yeh 16). Kedosaan Israel adalah bahwa Israel telah jatuh dalam dosa
pemujaan berhala dan pelanggaran hukum Taurat, khususnya berkaitan dengan hal
haram dan halal, najis dan tahir serta hukum Sabbath. Kedosaaan umat ini berlawan
dengan kekudusan Allah. Kekudusan Allah adalah bahwa Allah melampaui segala
sesuatu, Allah yang tidak terikat atau terkurung oleh apapun. Maka Allah tidak hanya
hadir di Bait Allah, tetapi juga di tengah kaum buangan di Babel. Allah yang Mahakudus
itu tidak berada jauh dari umat-Nya. Kehadiran Allah bukan atas dasar kesucian atau jasa
umat. Dosa umat tidak dapat menyingkirkan Allah. Allah telah menghukum umat yang
berdosa dan yang murtad, namun Dia tetap tidak meninggalkan mereka.
6. KITAB DANIEL

21
Bagian pertama (1-6) berisikan sekumpulan cerita mengenai tokoh utama yakni
Daniel dan tiga temannya. Hal yang diceritakan disini sebenarnya terjadi di tanah
pembuangan Babel, pada zaman Raja Nebukadnzar dan Raja Darius. Bagian kedua (7-12)
berisikan kumpulan sejumlah penglihatan pada masa yang sama. Penglihatan itu bagi
kita sekarang sukar dipahami sebab penuh dengan kiasan, ibarat, angka dan gambaran
yang aneh-aneh. Penglihatan itu berupa ramalan masa depan termasuk ramalan akhir
zaman. Ramalan itu ditujukan kepada orang yang hidup di hari kemudian di negeri
Palestina.
7. KITAB NABI HOSEA DAN AMOS
Amos dan Hosea tampil pada waktu dan tempat yang sama, yakni pada masa
pemerintahan Yerobeam II, di wilayah Kerajaan Israel (Kerajaan Utara). Nabi Amos lebih
dulu tampil daripada Nabi Hosea. Pada zaman tampilnya kedua tokoh ini, Kerajaan
Utara sedang mengalami zaman kejayaan dan kemakmuran. Namun kejayaan dan
kemakmuran ini membawa akibat buruk, yakni kemerosotan dalam bidang tata
masyarakat dan keagamaan. Dalam bidang keagamaan, terjadi penyelewengan, yakni
ibadat yang dirayakan di Betel dan Dan. Pada kedua tempat ibadat ini terdapat patung
lembu jantan. Ibadat Kerajaan Utara nampak sudah bercampur dengan penyembahan
dewa-dewi kafir (praktek sinkretisme).
8. KITAB NABI MIKHA: Berlaku adil dan mencintai kesetiaan
Nabi Mikha adalah seorang nabi yang berkarya pada masa yang sama dengan
nabi Yesaya. Nabi Mikha berkarya sekitar tahun 721. Pada tahun ini Kerajaan Utara
ditaklukan oleh Babel dan seluruh penduduknya dibawa ke Assyur. Sementara nabi
Yesaya berkarya di kota Yerusalem, nabi Mikha berkarya di daerah pedalaman. Hal ini
nampak dalam gaya bahasa Mikha. Kitab Nabi Mikha tersusun rapih. Susunan diatur
sedemikian rupa sehingga bagian yang berisikan ancaman selalu disusul dengan bagian
yang berisikan janji keselamatan (1:2-3:12; 4:1-5: 14; 6:1-7:6; 7:7-20). Kekhasan lain adalah
ancaman selalu diberi bentuk pengadilan: Tuhan menuntut umatNya di depan
pengadilanNya (1:1-7; 6:1-16).

9. KITAB NABI ZEFANYA, NAHUM DAN HABAKUK


Ketiga nabi kecil ini boleh dibicarakan bersama-sama sebab ketiganya
melaksanakan tugas pada waktu yang susul menyusul dan sebagian karya mereka
sejalan dengan karya Nabi Yeremia. Nabi Zefanya tampil sekitar tahun 630 seb.Mas,
disusul Nabi Yeremia yang berkarya selama 40 tahun. Nabi Nahum membawakan
nubuatnya sekitar tahun 613 seb.Mas, sedangkan Nabi Habakuk tampil sekitar tahun 600
seb.Mas. Ketika ketiga nabi ini tampil di panggung pewartaan, kekuasaan Timur
Tengah saat itu beralih dari Kerajaan Assyur kepada Kerajaan Babel. Pada tahun 612
ibukota Ninive direbut seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Nahum. Sejak saat itu
kekuasaan kerajaan Babel semakin meningkat dan mendesak Kerajaan Yehuda yang
menjadi taklukannya. Daerah Yehuda itulah yang menjadi tempat karya ketiga nabi ini.
Dalam Kerajaan Yehuda sendiri terjadi peralihan dari raja Yosia kepada penggantinya.
Raja Yosia melancarkan pembaharuan agama dan politik, namun hasilnya gagal. Nabi
Zefanya tampil sebelum pembaharuan itu, yakni sekitar tahun 622 seb Mas. Nabi
Habakuk tampil pada masa pemerintahah raja Yoyakim (sekitar tahun 600).
10. KITAB NABI OBAJA: Tuhanlah yang empunya kerajaan

22
Ketika Yerusalem pada tahun 586 seb. Mas direbut dan dihancurkan orang Babel,
bangsa-bangsa tetangga merasa sangat senang. Khususnya bangsa-bangsa bersaudara
seperti Edom keturunan Esau, turut merampas dan merampok. Mereka malah
menduduki sebagian wilayah bangsa Yehuda. Para pengungsi dari Yerusalem yang
terkepung tidak diterima dengan baik, malah dijadikan budak. Nada nubuat itu sangat
mirip dengan nada nubuat Nahum. Dengan panas dan berapi-api nabi menyuarakan
rasa kesal dan bencinya. Rasa permusuhan antara bangsa Israel dan bangsa Edom
memang tidak baru terasa dalam tradisi kenabian. Nabi Amos (1:11-12) sudah
menyuarakannya, dan nabi-nabi lain mengulanginya (Yes 34:5-17; 63:1-6; Yer 49:7-22; Ob
1:1-10; Yeh 25:12-14; Mal 1:2-5; Rat 4:21). Namun nabi Obaja tidak mewartakan
permusuhan dan kebencian, melainkan kebesaran Tuhan Allah Israel.
11. KITAB NABI HAGAI DAN ZAKHARIA
Nabi Hagai dan Zakaria adalah orang sezaman dan tampil dalam situasi dan kondisi
Israel yang sama. Karena itu keduanya dapat ditampilkan secara bersama-sama. Kedua
nabi itu berhasil mengobarkan semangat kaum buangan yang barusan kembali, seperti
dikatakan oleh Ezra (bdk Ezr 5:1-6:14). Dalam usahanya mengobarkan semangat bangsa
Yahudi, nabi Hagai dan Zakharia bertumpuh pada karya yang sudah dimulai oleh nabi
Yehezkiel pada kaum buangan. Hagai dan Zakharia kurang dipengaruhi oleh nabi
Deutero-Yesaya. Nabi Yehezkiel di masa pembuangan sudah menggariskan dan
menggambarkan umat baru yang perlu dibina setelah masa pembuangan. Umat baru itu
hendaknya menjadi suatu umat yang kudus dan rajin beribadat dalam Bait Allah yang
baru. Maka pada jemaat baru itu, unsur utama yang harus diperhatikan adalah ibadat
dalam Bait Allah, aturan tentang tahir dan najis, halal dan haram. Perugas-petugas baru
dalam lingkungan umat Allah yang baru itu adalah para imam, sedangkan raja sudah
disingkirkan oleh Yehezkiel. Nabi mencita-citakan suatu pemerintahan teokrasi yang
dipimpin oleh para imam, yang sekaligus bertanggungjawab atas pembinaan akhlak
umat Allah.
12. KITAB NABI MALEAKHI
Dalam kitab ini terkumpul enam nubuat: 1:2-5; 1:6-14+2:1-9; 2:10-16; 2:17-3:5; 3:6-13;
3:13-18+4:1-6. Semua nubuat dalam kitab ini disusun dalam bentuk dialog. Nabi dan
Allah berbicara dan orang-orang lain menanggapinya. Situasi umat Israel pada zaman
nabi Maleakhi tidak beres. Rakyat lalu memberikan sumbangan bagi ibadat, acuh tak
acuh terhadap penyelenggaraan ilahi, tidak segan memperisteri orang asing dan
menceraikan isteri bangsa Yahudi.
13. KITAB NABI YOEL
Pada zaman Noel ada bencana alam yang melanda Israel. Ada bencana kelaparan
dan paceklik. Karena itu ibadat korban menjadi terancam karena orang Israel mengalami
kekurangan makanan. Bencana ini mendorong nabi Yoel untuk mengajak dan
mengerahkan para imam dan umat untuk mengadakan upacara perkabungan dan
pertobatan. Nabi sangat memperhatikan ibadat dalam Bait Allah. Bencana itu oleh nabi
diartikan sebagai hukuman Tuhan. Umat harus bertobat, dan bagi yang bertobat
dijanjikan pemulihan dan kesejahteraan.
14. KITAB NABI YUNUS
Kitab Yunus mau mengajar, menegur, dan memperbaiki Umat Israel yang picik hati
yang dilambangkan oleh Yunus. Pada zaman itu Orang Yahudi tidak hanya merasa diri
sebagai Umat Pilihan, tapi juga berpendapat bahwa mereka adalah satu-satunya umat
yang dikasihi Tuhan. Allah tidak dapat mengasihi orang-orang jahat (dilambangkan

23
dengan kota Ninive). Maka penulis kitab Yunus mau menegaskan bahwa belaskasihan
Allah merangkum semua manusia, dan kasihNya tidak terbatas. Kitab Yunus menentang
kepicikan dan fanatisme orang beragama yang cendrung menganggap dirinya sebagai
satu-satunya sasaran kasih Allah. Pandangan yang benar adalah bahwa kasih Allah
merangkum semua orang tanpa pembedaan, apapun suku dan agamanya.

3.6. PERJANJIAN BARU


3.6.1. NAMA DAN ISI KITAB SUCI PERJANJIAN BARU
a) Nama
Anda pasti sudah mengetahui bahwa Kitab Suci umat Katolik dibagi dua bagian
yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Nama “Perjanjian Baru” tidak ada dalam
Alkitab sebagai nama sebuah kitab. Nama Perjanjian Baru dibuat sejalan dengan Kitab
Suci umat Israel (dan umat Kristen), sebab Kitab Suci itu oleh Paulus disebut Perjanjian
Lama (bacalah 2 Kor 3:14). Dengan Perjanjian Baru dilawankan dengan Perjanjian
Lama.Nama Perjanjian Baru, menunjuk kepada seluruh isi alkitab jilid kedua yang
secara khusus menjadi Alkitab umat Kristen. Isinya memang mengenai “Perjanjian
Baru” (bdk Luk 22:20; 1 Kor 11:25), yang oleh Allah diikat dengan umat manusia melalui
Yesus Kristus. Perjanjian itu melanjutkan dan bahkan meningkatkan perjanjian antara
Allah dengan Umat Israel. Oleh karena umat Israel tidak setia, maka Allah
memperbaharui dan meningkatkannya dalam Yesus Kristus, Putera-Nya. Perjanjian
Baru itu tidak akan batal lagi (baik dari pihak Allah atau manusia), karena itu Perjanjian
Baru itu juga disebut Perjanjian Kekal, sebab hubungan Allah dengan manusia di dalam
Yesus Kristus tidak akan pernah putus atau batal.
b) Isi
Kitab Suci Perjanjian Baru terdiri dari 27 tulisan. Semua tulisan itu dengan caranya
masing-masing berbicara tentang Yesus Kristus, karya-Nya, tuntutan-Nya, hidup-Nya
dan sebagainya. Dari segi isi kita dapat mengelompokkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke
dalam empat kelompok, yaitu:
1) Injil-injil
Kitab Suci Perjanjian Baru dibuka dengan keempat Injil yang sebagian besar
berupa cerita-cerita. Cerita itu langsung mengenai Yesus Kristus yang hidup di
dunia mulai dari kelahiran-Nya sampai dengan sengsara, wafat, kebangkitan,
penampakan-Nya sesudah bangkit dari antara orang mati dan kenaikan-Nya ke
surga. Di dalamnya juga berisi sabda-sabda-Nya dan karya-karya-Nya selama
hidup di dunia.
2) Kisah Para Rasul
Sesudah keempat Injil dikemukakan sebuah tulisan yang diberi judul Kisah
Para Rasul. Kitab ini biarpun berjudul Kisah Para Rasul tidak pertama-tama berisi
tentang kisah rasul-rasul Yesus, melainkan bercerita tentang munculnya jemaat
pertama/jemaat rasuli dan perkembangannya selama kurang lebih 30 tahun. Tokoh
utama kitab ini adalah Petrus dan Paulus. Kisah Para Rasul berakhir dengan cerita
mengenai Paulus yang ditahan di Roma.
3) Surat-surat
Sesudah Kisah Para Rasul ada 21 tulisan yang disebut “surat”. Kata surat ini
dipakai dalam arti yang luas, karena jika diteliti dengan benar ada beberapa
karangan tidak sungguh-sungguh berupa surat, melainkan kumpulan nasihat atau
petuah, misalnya Yakobus, 1 Yohanes dan Ibrani. Surat yang paling panjang adalah

24
surat Paulus kepada jemaat di Roma (16 bab), sedangkan yang sangat pendek
adalah Filemon dan 3 Yohanes (hanya beberapa ayat saja). Pada umumnya surat-
surat ini berisi: Jawaban atas permasalahan atau pertanyaan yang dihadapi oleh
jemaat atau orang tertentu; Ajaran-ajaran dan nasihat-nasihat yang relevan untuk
kehidupan jemaat atau orang yang dituju oleh surat tersebut
4) Wahyu
Tulisan terakhir dari Perjanjian Baru adalah kitab Wahyu yang ditujukan
kepada Yohanes. Kitab ini berisi tentang serangkaian penglihatan mengenai hal ihwal
umat kristen dan dunia seluruhnya ke masa depan, masa terakhir. Kitab ini banyak
menggunakan lambang-lambang, sehingga tidak mudah untuk dimengerti.

3.6.2. BAHASA DAN NASKAH-NASKAH


1) Bahasa
KS PB aslinya tidak ditulis ke dalam bahasa kita, bahasa Indonesia, melainkan seluruh
kitab yang termasuk Perjanjian Baru sebagaimana yang kita miliki sekarang, aslinya ditulis
dalam Bahasa Yunani.
2) Naskah
Naskah yang asli sudah hilang, yang tertua adalah Sinaiticus (disimpan di London,
ditemukan di Gunung Sinai. Naskah ini ditulis sekitar abad keempat. Naskah lain adalah
Vaticanus (sebab tersimpan di perpustakaan di Vatikan). Naskah ini memuat hampir
semua Kitab Suci Perjanjian Baru, ditulis sekitar abad keempat (300-350 Mas).

3) Pembagian teks
Semua kitab yang termasik Perjanjian Baru mula-mula ditulis tanpa tanda baca tanpa
pembagian bab dan ayat. Pembagian ke dalam bab-bab seperti yang kita miliki sekarang
dilakukan sekitar tahun 1200 dan diperkirakan mulai digunakan oleh seorang Uskup dari
Canterbury Inggris yang bernama Stephanus Langton. Pembagian ke dalam ayat-ayat
pertama dipakai dan dicetak oleh penerbit Robert Stephanus di Paris pada tahun 1551.

3.6.3. TERJADINYA KITAB SUCI PERJANJIAN BARU


Proses terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Baru memerlukan waktu kurang lebih 80
tahun, memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan proses terjadinya Kitab Suci
Perjanjian Lama yang memerlukan waktu 1000 tahun lebih. Tulisan-tulisan yang sekarang
diterima sebagai Kitab Suci dan termasuk ke dalam Perjanjian Baru tidak langsung diakui
atau diterima sebagai Kitab Suci atau kitab kanonik. Itulah sebabnya pada bagian ini kita
akan membahas proses terbentuknya Kitab Suci, pembentukan daftar resmi, kanon Kitab
Suci Perjanjian Baru, kitab apokrif dan Kitab Suci sebagai firman Allah.

3.6.4. TULISAN-TULISAN PERJANJIAN BARU


3.6.4.1. INJIL
3.6.4.1.1. Arti Injil
Kata Injil adalah kata Arab, yang diaslinya dari kata Yunani euaggelion. Kata
euanggelion, berasal dari kata eu=baik dan aggello=mengabarkan, euaggelion=kabar baik. Dari
kata benda euanggelion”dibuat dua kata kerja yaitu: “euaggelizesthai”dan “euaggelizein”,
yang artinya “menginjili”, sedangkan kata “euaggelistes”adalah “penginjil”.

25
Kata euaggelion, sebelum dipakai oleh orang Kristen, oleh masyarakat Yunani dipakai
dalam arti: Kabar baik yang dibawa oleh utusan (kabar kelahiran, kabar kemenangan
perang, pemilihan gubernur dan sebagainya); Upah atau hadiah yang diberikan kepada
utusan yang membawa kabar baik, misalnya seorang budak diberi hadiah kebebasan karena
telah menyampaikan kabar baik tentang kemenangan perang; Pemberian-pemberian kurban
yang dipersembahkan kepada dewa- dewi karena datangnya kabar baik, yang biasanya
adalah kabar kemenangan atau kabar yang menggembirakan.
Dalam Perjanjian Lama, kata Injil merupakan terjemahan dari kata Ibrani besorah.
Pada awalnya kata besorah berarti kabar baik yang berkaitan dengan kemenangan. Kata itu
dipakai dalam lingkup politik, untuk mewartakan kemenangan atas lawan-lawan (Lih 2 Sam
18:19). Mulai abad ke VI-V seb. Mas, kata ini mulai dipakai dalam makna keagamaan dan
pertama kali dipakai Deutero Yesaya: Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit
kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang
mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: Allahmu itu Raja (Yes 52:7; bdk 40:9). Dalam
teks ini kata besorah/Injil diartikan sebagai kabar baik tentang karya keselamatan Tuhan
sebagai Raja.
Kata Injil dan menginjil dalam Perjanjian Baru pertama-tama mempunyai arti yang
sama dengan Perjanjian Lama yaitu kabar baik, khususnya mengenai kemuliaan Allah
sebagai Raja. Yesus berkata: Äku harus Yesus berkata: “Aku harus memberitakan Injil
Kerajaan Allah” (Luk 4:43). Injil berarti khabar baik, berita gembira tentang Allah. Kata Injil
dipakai oleh para rasul atau murid-murid Yesus, dan kata Injil ini selalu dikaitkan dengan
kabar baik dalam hubungannya dengan karya keselamatan yang dilaksanakan oleh dan
dalam Yesus.

3.6.4.1.2. YESUS MENURUT KEEMPAT INJIL


1. YESUS MENURUT INJIL MARKUS
1.Yesus Tukang kayu, Orang Nazaret, Anak Maria dan seorang Manusia
Menurut Markus Yesus pertama-tama adalah seorang tukang kayu. Yesus disebut
orang Nazaret karena berasal dari sana.Yesus adalah seorang manusia yang hatinya
mudah tergerak oleh belas kasihan (1:41) yang dapat berkata keras (1:4), marah dan
sedih (3:5) heran (6:6), menaruh kasih (10:21), dan menyayangi anak-anak (9:36; 10:16).
Yesus adalah sungguh-sungguh manusia.

2.Yesus Rabbi atau Guru


Markus tahu bahwa murid-muridnya yang pertama mengikuti-Nya sebagai Rabbi
atau Guru dan inilah anggapan umum terhadap Yesus. Gelar Rabbi adalah gelar
kehormatan yang diberikan sebagai pengakuan akan wibawa pribadi-Nya, yang praksis
sama dengan Guru (4:38; 5:35).

3.Yesus Tuhan
Bagi Markus Tuhan adalah Bapa (bdk 5:19). Wanita Kanaan menyebut Yesus
Tuhan sekedar untuk sopan santun (7:28). Gelar itu juga dipakai oleh Yesus untuk
menyebut dirinya sendiri (11:3). Kalau gelar itu dimengerti dalam rangka masuknya
Yesus ke Yerusalem memang mempunyai warna Mesianis. Namun pada umumnya
gelar Tuhan dalam Markus untuk memperlihatkan gelar yang sedikit lebih tinggi
daripada gelar Guru.

26
4.Yesus Anak Daud dan Kristus
Gelar Yesus sebagai Anak Daud yang dipakai oleh Bartimeus orang buta itu (10:47
dst) mengungkapkan harapan Israel dengan sangat baik, bahwa Yesus adalah Mesias
keturunan Daud yang memenuhi harapan Israel. Hanya saja gelar ini dengan mudah
dimengerti dalam garis mesianisme politik, maka perlu penjelasan. Yesus tidak
menyangkal bahwa diri-Nya adalah Mesias keturunan Daud, tetapi juga menunjukkan
bahwa Mesias adalah lebih daripada itu. Dia adalah Mesias menurut rencana Allah
yang sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci (bdk 8:31).

5.Yesus Anak Allah


Pada waktu dibaptis, oleh Allah Yesus diperkenalkan sebagai Putra-Nya. Sejak
awal penampilan-Nya, Yesus telah menunjukkan bahwa Dia bertindak dengan
wewenang dan wibawa ilahi. Ajaran-Nya yang baru didasarkan pada wibawa-Nya
sendiri dan bukan pada wibawa Musa atau tradisi Yahudi.

6.Yesus Anak Manusia


Gelar ini menunjukkan aspek transcendental pribadi Yesus. Dalam Injil Markus
gelar tersebut dipakai oleh Yesus sendiri. Dengan gelar Anak Manusia dimaksudkan
tokoh pada akhir zaman (eskatologis) yang turun dari dunia ilahi sebagai hakim.
Dengan demikian gelar Yesus sebagai Anak Manusia berarti: Dia adalah Hakim Akhir
zaman, yang memiliki kuasa Ilahi, dan diutus Bapa untuk menyelamatkan manusia
melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.

7.Yesus, Hamba Yahweh yang Menderita


Injil Markus memperlihatkan model pelaksanaan perutusan Yesus ialah Hamba
Yahwe seperti dinubuatkian oleh kitab Yesaya (Yes 42:1-9; 52:13-53:12). Suara surgawi
pada waktu Yesus dibaptis dan dalam peristiwa transfigurasi menunjukkan jalan mana
yang harus ditempuh Yesus, yaitu Hamba yang melayani. Lebih lanjut dalam nubuat
sengsaranya (8:31; 9:31; 10:33 dst) berhubungan dengan hamba Yahweh. Artinya Yesus
akan menyerahkan hidupnya demi keselamatan orang lain. Berkaitan dengan gelar ini
ada dua hal yang mau ditonjolkan yaitu, pertama, Yesus sebagai Mesias akan
melaksanakan tugasnya sebagai Hamba yang melayani, kedua, Yesus bersedia
mengorbankan hidup-Nya demi keselamatan manusia.

8. Yesus Kristus, Anak Allah yang Tersalib


Yesus adalah Anak Allah, Anak Manusia. Kedatangan-Nya dengan mulia dan
kuasa sebagai hakim dan juru selamat (13:27) tidak lama lagi dinantikan (13:26; 14:62).
Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa Anak Manusia yang berkuasa dan jaya itu tidak
lain dari Anak Manusia yang di dunia (2:10.28) melayani, menderita dan mati (9:12;
10:34). Itulah jalan menuju kemuliaan dan kejayaan-Nya. Yesus, Anak Manusia yang di
dunia direndahkan, ternyata Anak Allah yang tersalib.

2. YESUS MENURUT INJIL MATIUS


1.Yesus, Sang Guru
Matius menampilkan Yesus pertama-tama sebagai Guru, bahkan satu-satunya guru,
sedang kita semua adalah murid-murid-Nya (23:8). Sebagai guru Yesus memberikan
pengajaran dan pengetahuan kepada murid-Nya mengenai Kerajaan Allah.

27
2.Yesus, Mesias yang dijanjikan kepada umat Israel, Anak Daud yang diurapi (Kristus)
Yesus adalah pemenuhan janji Allah kepada bangsa Israel, sebagaimana diwartakan
dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian Yesus adalah Mesias. Itulah sebabnya Matius
banyak kali mengutip Perjanjian Lama untuk menunjukan bahwa Yesus memenuhi harapan
Israel dan nubuat Perjanjian Lama.

3.Yesus, Musa Baru


Bagi bangsa Israel Musa adalah salah satu tokoh utama di samping Daud dan
Abraham. Musa adalah pembebas, yang membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di
Mesir (bdk Kel 2-15). Maka jika Yesus disebut Musa baru berarti ia adalah tokoh yang
memimpin pembebasan dari perbudakan dosa secara definitif (2:13-15). Ia pula yang
memaklumkan hukum baru di atas gunung (5-7). Ia adalah guru kebenaran yang mengajar
bagaimana caranya hidup dalam Kerajaan Allah.

4.Yesus, Hamba Tuhan


Matius merupakan satu-satunya penginjil yang secara eksplisit menerapkan nyanyian
Hamba Yahwe pada Yesus (12:18 = Yes 42:1; 8:17=Yes 53:4). Dalam Mat 12:16-21 kutipan
dipakai untuk menerangkan bagaimana Yesus dalam karya-Nya yang menakjubkan, tetap
menyatakan diri sebagai hamba yang rendah hati dan lemah lembut.

5.Yesus, Anak Manusia


Gelar ini berlatar belakang pada kitab Daniel bab 7 yang menggambarkan seorang tokoh
surgawi, yang diberi kekuasaan oleh Allah menjadi hakim. Orang Yahudi sangat
mengharapkaan kedatangan tokoh tersebut sebagamana terungkap dalam tradisi
Apokaliptik. Bagi Matius, Yesus adalah Anak Manusia yang diharapkan tersebut.
Kedatangan Anak Manusia sama artinya dengan saat di mana Kerajaan Allah secara definitif
masuk ke dalam sejarah. Ini semua terjadi pada peristiwa kebangkitan. Kebangkitan adalah
pelantikan Yesus sebagai Anak Manusia yang diberi kuasa di surga dan di bumi (28:18).

6.Yesus, Anak Allah


Sejak awal injilnya Matius mengajak para pembaca untuk mengakui bahwa dalam diri
Yesus, orang yang secara lahirlah itu sama dengan orang lain, tersembunyi misteri
pewahyuan yang paling dalam: bahwa Ia adalah Anak Allah. Rahasia Yesus sebagai Anak
Allah itu akhirnya dinyatakan sendiri oleh Bapa dalam peristiwa baptisan: Inilah Anak yang
Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan (3:17). Ketika Ia tampil di depan umum, Ia dikenal pula
sebagai Anak Allah (14:33). Orang-orang yang dikatakan dalam 14:33 adalah wakil jemaah
yang menyembah Yesus sebagai Anak Allah. Pengakuan Petruspun berbunyi: Engkau adalah
Mesias, Anak Allah yang hidup (16:16). Pengakuan itu adalah pewahyuan Bapa kepada Petrus
(16:17). Gelar Anak Allah juga terungkap dalam perintah perutusan pada akhir Injil (28:19).

7.Yesus, Tuhan yang Menyertai Gereja-Nya


Sejak permulaan, Yesus ditampilkan oleh Matius sebagai Tuhan yang mulia yang
disembah oleh jemaat. Banyak peristiwa yang dikisahkan dalam Injil sesungguhnya berlatar
belakang situasi jemaat: orang majus yang menyembah kanak-kanak Yesus (2:2-11); para
murid yang dalam angin ribut berteriak kepada Tuhan memohon pertolongan(14:33).

28
Dengan cara itu Matius menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang terus melanjutkan
karya penyelamatan-Nya, khususnya dalam jemaat.

3. YESUS MENURUT INJIL LUKAS


1. Yesus Tuhan, Raja Mesias
Elisabeth menyebut Maria dengan sebutan “Ibu Tuhanku”(1:43). Sebutan ini berarti mau
mengatakan bahwa bayi yang dikandung Maria adalah Tuhan. Jelaslah bahwa Yesus adalah
Tuhan.

2. Yesus Tuhan, Penyelamat


Tiga kali dalam tulisan Lukas Yesus disebut Juruselamat (2:11; Kis 5:31; 13:23). Di
samping sebutan eksplisit tersebut, ada beberapa pernyataan yang mengemukakan gagasan
penyelamatan (1:69.71.77; 2:30; 19:9). Sebutan Juruselamat ini juga erat kaitannya dengan
sebutan Yesus sebagai Tuhan yang nampak dalam karya-Nya.

3. Yesus Tuhan, Guru bagi Gereja


Yesus Tuhan aktif berkarya dalam pewartaan sabda dan perutusan para pelayan. Dalam
kisah Yesus mengunjungi Maria dan Marta (10:38-42), dua kali Yesus disebut Tuhan. Tuhan
yang bersabda memiliki wibawa yang jauh melebihi wibawa orang Farisi dan ahli-ahli
Taurat (11:39-52). Dengan wibawa-Nya Yesus memberi “kunci pengetahuan baru”(11:52)
untuk hidup dalam Gereja.

4. Yesus Anak Allah


Ketika Yesus disidang di hadapan Mahkamah Agama dan diminta untuk mengatakan
apakah Ia Mesias, Yesus ternyata tidak memberikan tanggapan (22:66-71). Yesus malah
berbicara tentang Anak Manusia yang mulai sekarang sudah duduk di sebelah kanan Allah
Yang Mahatinggi (22:69). Dalam arti umum sebutan Anak- Allah dapat dipakai siapa saja di
Israel. Namun dengan latar belakang Perjanjian Lama yang sangat kuat (Yes 43:10; 46:4;
48:12), Yesus menyatakan diri-Nya dengan cara seperti itu sama dengan menyejajarkan diri
dengan Allah.

5. Yesus Nabi
Yesus adalah nabi. Kematian-Nya pun adalah kematian seorang nabi (13:33). Kisah
utama yang menampilkan Yesus sebagai nabi dalam Luk 7:11-50. Sebagai nabi Yesus diutus
untuk menyatakan Allah. Allah itu murah hati kepada semua orang. Kemurahan hati Allah
inilah yang dinyatakan Yesus dalam memberi hidup pemuda yang mati dan pengampunan
kepada perempuan yang berdosa.

6. Yesus Tuhan selalu berbaik hati dan berbelas kasih


Lukas sangat memperlihatkan Yesus sebagai tokoh yang selalu baik hati dan berbelas
kasih. Kalaupun Yesus mengecam manusia dan mengancamkan dengan hukuman, namun
itupun didorong oleh kasih-Nya (23:8dst). Yesus berbelas kasih terutama terhadap mereka
yang di salah satu bidang hidup lemah dan tidak berdaya.

7. Yesus, Manusia di hadapan Allah


Meskipun Lukas mengutamakan gelar-gelar Yesus sebagai Kristus dan Tuhan, namun ia
tidak mengesampingkan begitu saja gambar Yesus sebagai manusia yang sempurna. Yesus

29
menghayati semua yang diwartakan-Nya dengan sempurna. Dengan demikian Ia adalah
“model, typos” manusia yang sempurna, yang sudah diciptakan secara baru oleh roh dan
hidup menurut kehendak Bapa. Arah hidup-Nya adalah melaksanakan kehendak Bapa-Nya
(2:49). Murid-murid-Nya begitu terkesan, sehingga mereka pun ingin diikutsertakan dalam
misteri hubungan-Nya dengan Bapa (11:1).

4. POKOK-POKOK TEOLOGIS INJIL YOHANES


1.Yesus Kristus
Injil keempat bermaksud agar iman akan Yesus Kristus terus dipelihara dan diteguhkan.
Yesus Kristus itulah yang harus diimani. Dengan demikian Yesus Kristus menjadi titik tolak
dan pusat teologi Injil Yohanes. Yesus adalah Mesias: pembawa keselamatan yang dijanjikan
dalam Alkitab dan diharapkan oleh umat Yahudi. Kemesiasan Yesus terletak dalam hal
memberi kesaksian tentang kebenaran. Dengan kata lain kemesiasan Yesus merupakan
pernyataan Allah (8:40). Kemesiasan Yesus secara penuh nampak dalam gelar kedua yaitu
Yesus sebagai Anak Allah. Pengakuan iman Kristen memaklumkan mesianisme Yesus
melebihi semua pengharapan-pengharapan Yahudi. Misteri iman Gereja purba adalah
Firman yang menjelma sebagai Anak Tunggal Bapa (1:14; bdk 1 Yoh 1:3; 3:8.23). Iman akan
Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah mempunyai kekuatan penyelamatan; dalam nama-
Nya orang beriman memperoleh keselamatan.
2.Aktualisasi Eskatologi
Dalam rumusan dasar soteriologis barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang
kekal terlihat teologi Yohanes yakni aktualisasi eskatologi. Semula di luar tulisan-tulisan
Yohanes “hidup abadi” adalah konsep eskatologis yang menunjuk masa depan. Tetapi
dalam Yohanes “hidup abadi” dimengerti dalam arti bahwa anugerah keselamatan sudah
hadir. Hakekat keselamatan sudah dapat dicapai dalam iman akan Yesus Kristus. Yohanes
juga melihat peristiwa eskatologis di masa depan (lih 6:39.40.44.54; 12:48; kebangkitan badan
dan pengadilan menurut perbuatan, 5:28-29; juga “hidup abadi”dalam arti masa depan,
12:25). Logos hadir dalam Yesus di dunia, kekuasaan Tuhan yang ditinggikan dan
dimuliakan. Dia sudah hadir dalam firman dan karya keselamatan-Nya. Dalam Yohahes,
Kristus adalah sungguh-sungguh ‘kekinian eskatologis.’

3. Mistik dan Etik


Apa yang disebut mistik dalam Yohanes, nampak dalam istilah-istilah “en”(dalam)
dan “menein en”(tinggal dalam) Kristus dan melalui Dia dalam Allah, dalam perspektif
teologi Yohanes mendapat arti yang khusus. Kesatuan antara orang beriman dengan Kristus
bukanlah mistisisme di luar waktu (lepas dari sejarah), melainkan merupakan pelaksanaan
penuh dari persahabatan Yesus dengan murid-murid-Nya yang dimungkinkan sesudah
kemuliaan-Nya.
4. Eklesiologi dan Misiologi (Gereja dan Perutusan)
Murid-murid dalam Injil Yohanes adalah wakil dari Gereja dengan tugas
perutusannya (bdk 4:38; 17:18.20-21). Murid-murid nampak sebagai kawanan orang beriman
yang diserahkan Bapa kepada Anak (10:1-18.26-29 dan dalam gambaran pokok anggur
dengan carang-carangnya, 15:1-8). Hal itu dikisahkan sedemikian rupa sehingga termasuk
orang-orang beriman kemudian.
5. Sakramen
Ajaran tentang Pembaptisan dan Ekaristi dapat dijumpai dalam bab 3 dan 6
(barangkali juga dalam pembasuhan kaki dan dalam 19:34-35). Teks 19:34-35

30
memperlihatkan bahwa bagi Yohanes sakramen-sakramen ini berasal dari penderitaan dan
kematian Yesus. Teks 1 Yoh 5:6-7 berbicara tentang air dan darah. Hal ini bisa dikaitkan
juga dengan kedua sakramen ini.

3.6.4.2. KISAH PARA RASUL


Pokok-pokok ajaran Kisah Para Rasul:
1. Keselamatan
Kristus, dan hanya Kristus yang membawa keselamatan (4:12). Keselamatan itu
adalah hasil dari penyaliban, kebangkitan dan peninggian Kristus (5:30-31).
Keselamatan dilukiskan sebagai pengampunan dosa disertai dengan tobat (5:30-31;
10:43; 26:18). Keselamatan diperoleh dengan iman (2:21; 10:43; 13:39) yang
diungkapkan dalam pembaptisan (2:38; 8:38; 16:31-33).
2. Kristologi
Biarpun di dalam Kisah Para Rasul tekanan pada Roh Kudus, tetapi di dalamnya
kita juga dapat menemukan ajaran tentang Kristus atau kristologi. Kristologi dalam
Kisah Para Rasul sungguh-sungguh mengungkapkan iman para rasul.
3. Sakramentologi
Sakramen Permandian sebagai sakramen pertama. Para Rasul nampaknya hanya
dibaptis dalam Roh Kudus (1:5) dalam peristiwa pentakosta. Akan tetapi untuk
semua orang Kristen lain berlakukan pembaptisan dalam air dan Roh. Sakramen
penguatan sebagai sakramen inisiasi yang kedua dalam Kis 8:15-17. Ekaristi kudus
disebut “pemecahan roti”(2:42).
4. Roh Kudus
Roh Kudus adalah Roh Yesus. Kisah Para Rasul juga disebut “Injil Roh Kudus”,
artinya Kabar Baik mengenai Roh Kudus dan berisikan Roh Kudus. Peranan dan
kedudukan aktual Yesus kini dilaksanakan oleh Roh-Nya. Roh Kudus adalah daya
penggerak penyebaran Injil sampai ke ujung bumi.
5. Eklesiologi
Para pengikut Yesus pada mulanya diberi sebutan “mereka yang mengikuti jalan”.
Kemudian di Antiokhia pengikut “jalan” ini untuk pertama kalinya disebut
“Kristen”(11:26), artinya pengikut Kristus, atau milik Kristus. Murid-murid Yesus
juga disebut “Gereja” (ekklesia). Dalam Perjanjian Lama istilah ini berarti Umat
Allah, terutama selama berada di padang gurun (7:38).

3.6.4.3. SURAT-SURAT
3.6.4.3.1. SURAT-SURAT PAULUS
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terkumpul 14 kitab yang dikelompokkan ke dalam
surat-surat Paulus. Dari 14 surat ini surat Ibrani tidak memakai nama Paulus dan dewasa ini
para ahli yakin bahwa surat Ibrani jelas tidak berasal dari Paulus. Dengan demikian ada 13
surat yang memakai nama Paulus sebagai penulis. Namun demikin tidak semua surat yang
memakai nama Paulus sesungguhnya berasal dari Paulus. Dari 13 surat yang memakai nama
Paulus, menurut para ahli yang pasti berasal dari Paulus adalah: 1 Tesalonika; 2 Tesalonika;
1 Korintus; 2 Korintus; Galatia; Roma; Filipi; Kolose; Filemon. Dari 13 surat yang memakai
nama Paulus, menurut para ahli yang tidak berasal dari Paulus adalah: 1 Timotius; 2
Timotius; Titus. Ada satu surat yang masih diperdebatkan, ada yang berpendapat dari
Paulus ada pula yang berpendapat tidak dari Paulus, yaitu surat Efesus.

31
3.6.4.3.2. SURAT-SURAT KATOLIK
Ketujuh surat Perjanjian Baru yaitu Surat Yakobus, Surat pertama dan kedua Petrus,
surat pertama, kedua dan ketiga Yohanes serta surat Yudas dikelompokkan ke dalam
kelompok surat-surat Katolik. Untuk itu perlu dimengerti apa yang dimaksudkan dengan
istilah “Katolik”. Ada dua kemungkinan. Pertama, tulisan-tulisan itu disebut “Katolik” oleh
karena dialamatkan kepada umum (kata “Katolik” berarti umum) dan tidak ditujukan
kepada jemaat tertentu. Jika dalam arti demikian maka istilah ‘Katolik’ hanya dapat
dikenakan pada Yak, 2 Ptr, 1 Yoh dan Yud. Tetapi tidak dapat dikenakan pada 2 Yoh (yang
dialamatkan kepada jemaat tertentu yaitu Ibu yang terpilih dan anak-anaknya), 3 Yoh (yang
dialamatkan kepada orang tertentu yaitu Gayus dan 1 Ptr yang dialamatkan kepada
sejumlah orang Kristen di daerah tertentu, kepada orang-orang pendatang di Pontus,
Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia. Kedua, Kemungkinan kedua, kata “Katolik” harus
dimengerti bahwa surat-surat tersebut oleh umat Kristen “umum” diterima sebagai Kitab
Suci.

3.6.4.4. KITAB WAHYU


Kitab Wahyu membaca kenyataan dunia dan sejarahnya dalam terang iman, artinya
dalam rangka karya penyelamatan Allah. Kitab Wahyu memandang sejarah sebagai
peperangan antara kekuatan kebaikan melawan kekuatan jahat. Peperangan itu terjadi di
dunia dalam tingkat manusia. Sejarah umat manusia ini menjadi perhatian utama kitab
Wahyu. Hanya saja realitas itu mengatasi kekuatan manusia: ada kekuatan jahat yang
semakin muncul, dalam berbagai macam tingkatan wujudnya dan seringkali dikemukakan
dalam bentuk lambang-lambang binatang; di lain pihak ada malaikat-malaikat yang ikut
campur tangan dalam sejarah menjadi pengantara antara Allah dan manusia dalam
peperangan melawan kekuatan jahat.

BAB IV
SEPULUH PERINTAH ALLAH

4.1. Gambaran Umum tentang Sepuluh Perintah Allah


Istilah dekalog (dekalogos) untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Klemens dari
Alexandria. Term dekalog digunakan untuk mengungkapkan Sepeluh Perintah Allah yang
terdapat dalam Kitab Keluaran 20: 2-17. Angka 10 adalah lambang kesempurnaan atau
kepenuhan. Dalam dekalog Allah hadir sepenuhnya dan menyatakan cintaNya kepada umat
Israel dan umat Israel juga menyatakan cintanya sepenuhnya kepada Yahwe.
Dewasa ini kita memiliki dua redaksi dekalog yang terdapat dalam dua kitab, yaitu
Kitab Keluaran 20: 2-17 dan Kitab Ulangan 5:6-21. Teks dekalog dalam Kitab Keluaran
berasal dari tradisi Elohista, sedangkan teks dekalog dalam Kitab Ulangan berasal dari
tradisi Deuteronomis. Hal ini mengisyartakan bahwa rumusan dekalog mengalami proses
peredaksian. Meskipun dirumuskan secara sedikit berbeda dalam dua kitab itu, namun
isinya tetap sama. Selain mengalami, proses predaksian, dekalog itu juga dipengaruhi oleh

32
tradisi bangsa sekitar Israel. Tekanan utama dalam dekalog adalah perjanjian antara Allah
dengan umat Israel. Bangsa sekitar Israel juga mengenal adanya peraturan atau perjanjian
antara raja yang menang dengan raja-raja dengan kalah. Karena itu, dekalog hendaknya
dilihat dalam keseluruhan eksistensi dan sejarah perkembangan situasi dan iman umat
Israel. Ia tidak boleh dipandang terbatas pada peristiwa theofani (penampakan diri Allah di
Sinai).
Perbedaan tradisi yang menghasilkan atau yang meredaksi rumusan dekalog
meyebabkan adanya perbedaan rumusan dalam beberapa perintah yang terdapat dalam
dakalog. Perbedaan itu bisa kita lihat misalya, motivasi beristirahat pada hari Sabat. Dalam
Keluaran, istirahat pada hari Sabat dihubungkan dengan Karya Penciptaan Allah.
Sedangkan istirahat pada hari Sabat dalam kitab Ulangan berkaitan dengan kehidupan
orang Israel di tanah perbudakan Mesir. Perintah yang sama juga dikemukakan dengan cara
yang berbeda. Kitab Keluaran mewajibkan untuk merayakan Sabat, sementara Kitab
Ulangan memerintahkan mentaati perintah hari ke tujuh. Dalam perintah terakhir, Kitab
Ulangan menempatkan wanita sebelum rumah sebagai obyek, sementara Kitab Keluaran
menyebut wanita dan menempatkannya di antara barang-barang yang dimiliki.
Selain ada perbedaan, kita juga melihat adanya kesamaan dalam kedua teks yang
memuat dekalog. Kesamaan antara keduanya terletak pada beberapa hal. Pertama, kedua
perintah pertama (larangan tentang menyembah dewa lain dan membuat patung dewa-
dewa lain) diungkapkan sebagai kata-kata Allah dalam persona pertama, sedangkan yang
lain hanya sebagai kata-kata para nabi, pewarta kehendak Allah yang muncul dalam
Persona III. Kedua, hanya dua perintah (istirahat Sabat dan menghormati orang tua)
dirumuskan dalam bentuk positip, sedangkan selebihnya diungkapkan dalam bentuk
negatif, yakni berupa larangan. Ketiga, beberapa perintah diformulasikan secara singkat dan
padat, sedangkan yang lainnya mempunyai formulasi yang lebih analitis dan terikat pada
motivasi-motivasi tertentu.
Perjanjian di Sinai merupakan puncak dari perjalanan Israel menuju Tanah Terjanji.
Allah mengikat relasi-Nya dengan Israel dalam sebuah perjanjian. Perjanjian menjadi dasar
relasi antara Allah dengan umat Israel. Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Allah
membuat Israel menjadi bangsa-Nya dan Allah menjadi pelindung dan penjamin dasar
hidup mereka. Dari pihak Israel juga dituntut kesetiaan. Israel harus percaya bahwa hanya
Allah satu-satunya yang dapat meyelamatkan mereka. Itu berarti bahwa jati diri bangsa
Israel ditentuka oleh perjanjian. Kesetiaan pada perjanjian menjadi conditio sine quo non
untuk melanggengkan relasi dengan Allah.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita melihat bahwa dekalog yang terdapat dalam
Kitab Keluaran dan Ulangan itu bukan sesuatu yang dirumuskan sekali jadi, tetapi melewati
proses peredaksian dan didasarkan atas sumber yang beerbeda. Dengan demikian dekalog
tidak terbentuk sebagai suatu yang tertutup dalam dirinya sendiri. Dia tidak memiliki asal
yang otonom. Dekalog terbentuk dalam proses perkembangan dan bergantung pada banyak
sumber atau tradisi.

4.2. Bentuk Perumusan Dekalog


Dekalog adalah bentuk perintah langsung yang mengandung tuntutan absolut.
Bentuk ini disebut bentuk apodiktis. Dalam arti bahwa perumusan perintah dalam dekalog
itu tidak didasarkan atas deskripsi dan analisis kasus tertentu lalu dirumuskan larangan
berbdasarkan analisis kasus itu. Bentuk perintah dalam dekalog itu langsung atau apodiktif.
Dekalog dirumuskan dalam bentuk negatip (larangan) kecuali perintah III dan IV.

33
Dekalog dibuka dengan pendahuluan di mana Yahwe menyatakan diri-Nya.
Pendahuluan ini disusul dengan prolog historis berupa dasar Perjanjian yakni karya agung
Allah atau magnalia Dei dan sejarah terbentuknya Umat Israel, menyusul 10 Firman atau
Perintah. Prolog historis ini sangat penting untuk menyadarkan bangsa Israel akan
keberpihakan Allah terhadap sejarah hidup mereka. Allah telah membebaskan mereka dari
perbudakan Mesir. Peristiwa historis ini harus menjadi tanda besar mengingatkan Israel
akan cinta dan perhatia Allah kepada mereka.
Perintah-perintah ini dibagi atas dua bagian. Yang pertama, hukum yang mengatur
hubungan Israel dengan Yahweh (perntah I-III). Yang kedua, hukum yang mengatur
hubungan antara sesama Israel (IV-X). Ketaatan terhadap kesepuluh hukum Allah
merupakan jawaban dari pihak manusia terhadap janji Allah. Pembagian ini membantu kita
untuk membuat refleksi atas segala tindakan kita. Dengan pembagian seperti ini kita akan
bisa melihat pola hidup kita dengan Allah dan juga dengan sesama.

4.3. Penguraian Tiap-Tiap Perintah atau Firman


Secara garis besar, tiga perintah atau firman pertama berkaitan dengan kewajiban
manusia dalam relasi dengan Allah. Yahwe adalah Allah yang Maha Kudus. Karena itu
Israel sebagai umat-Nya harus menunjukkan sikap yang pantas dan layak dalam berelasi
dengan-Nya. Israel harus memberikan penyembahan yang ekslusif, yakni hanya kepada
Yahwe. Tujuh perintah berikutnya (perintah IV-X) mengantur pola hidup bangsa Israel
dalam hubungan dengan sesama. Arus pemikiran yang utama dalam ketujuh perintah ini
adalah cinta kasih kepada sesama. Kepatuhan kepada Allah yang digariskan dalam
perintah pertama sampai ketiga harus diwujudnyatakan dalam cinta kasih dan
penghargaan terhadap martabat sesama.

4.3.1. Firman I: Jangan Menyembah Berhala, Berbaktilah kepada-Ku saja dan Cintailah
Aku Lebih dari Segala Sesuatu.
Perintah I menyatakan eksklusivitas Yahwe bagi Israel. Latar belakang dari larangan
ini adalah lingkungan politheistis yang mengitari bangsa Israel. Bila Israel memahami
Yahwe dengan segala karya Agung yang membebaskan mereka dari Mesir dan menuntun
mereka ke tanah terjanji, maka mereka tidak akan mungkin memalingkan diri dari pada
Yahwe dan menyembah dewa/i bangsa kafir.
Pernyataan ini tidak bermaksud mengingkari eksistensi realitas ilahi lainnya, tetapi
secara implisit menyebutnya. Larangan ini mengeluarkan dewa-dewa lain sebagai obyek
sembahan bangsa Israel. Hal ini tidak hanya bermaksud menekankan iman kepada Yahwe
yang bersifat monoteistis, tetapi juga monolatria yakni penghormatan dan penyembahan
hanya kepada Yahwe sebagai satu-satuNya realitas ilahi, yang pertama dan yang terakhir
bagi bangsa Israel.
Allah tidak menghendaki Israel mempersempit kehadiran-Nya dalam patung yang
mereka hasilkan. Perintah ini bertentangan dengan tendensi bangsa-bangsa tetangga Israel
yang dalam pertemuan dan ibadahnya menghadirkan secara penuh dewa/inya berupa
lukisan dan patung. Perintah ini ingin melindungi kebebasan Yahwe. Bagi Israel
menghadirkan Allah dalam bentuk lukisan dan patung berarti memperkecil peranan Yahwe.
Allah menjadi obyek karya manusia sampai manusia dapat menguasainya. Melukiskan dan
membuat patung Yahwe berarti membatasiNya dalam rupa atau wujud-wujud tertentu. Hal
ini bertentangan dengan eksistensi Allah sendiri yang tak terbatas. Yahwe bukanlah Allah
yang dapat dikuasai oleh manusia.

34
Sehubungan dengan Pemakaian gambar dan patung dalam Gereja dimengerti dalam
artian simbolis yang melambangkan sejumput realitas ilahi yang dapat dimengerti dan
dialami oleh manusia. Orang Katolik sama sekali tidak bermaksud untuk menyembah
patung dan menyamakannya dengan Allah. Semua istilah, kata, ungkapan religius, dan
filosofis hanyalah merupakan bantuan, usaha untuk mengalami dan merasakan realitas ilahi
yang jauh mengatasi dan tak terjangkau budi. Dengan memandangnya, kita lebih mudah
dapat mengenangkan kehidupan dan teladannya bagi kita.
Dalam pemahaman Gereja, perintah ini secara serentak adalah sebuah perintah
positip dan larangan negatip. Secara positip perintah ini melukiskan sebuah praktik
kebajikan religus dan secara negatip ia melarang segala dosa yang bertentangan dengan
agama. Kebajikan moral yang lahir dari perintah ini adalah kita diarahkan untuk memberi
kepada Allah Ibadah yang menjadi hakNya. Hak Allah berakar pada kekuasaan mutlaknya
atas kita.
Gereja Katolik membedakan Ibadah penyembahan (adoration) yang diberikan
kepada Allah dan penghormatan (veneration) yang diberikan kepada para malaikat dan
orang kudus. Hanya Allah yang harus disembah karena kemuliaanNya yang tak terbatas.
Para kudus berhak dihormati hanya karena kedekatannya dengan Tuhan. Yang paling
penting adalah bahwa penghormatan tersebut bertujuan untuk selalu mengenangkan
kebajikan-kebajikan mereka dan mencontohi teladan hidup mereka yang baik, tanpa
menggantikan Allah dan PutraNya Yesus sebagai Penebus dan Penyelamat satu-satunya.

4.3.2. Firman II: Jangan Menyebut nama Tuhan AllahMu, dengan Tidak Hormat
Perintah ini bermaksud melindungi nama Yahwe bukan saja dari sumpah palsu,
tetapi dari segala bentuk penyalahgunaan, seperti praktik magis, profanasi yang ilahi, dan
ristus-ritus takhyul. Nama selalu menunjukkan pribadi, hakekat dari sesuatu, atau
seseorang. Menyebut nama berarti menghadirkan pribadi terntentu dengan kekuatannya.
Menyebut nama Yang Ilahi berarti menghadirkan Yang Ilahi. Karena Yang Ilahi itu
mahakudus maka nama-Nya hanya diucapkan dan diupacarakan dalam ibadah.
Bagi Israel penyebutan nama Yahwe terjadi pada peristiwa Teofani. Yahwe
menyebut dirinya sebagai "Aku adalah Aku" (ego sum qui sum). Hal ini menjelaskan
keberadaan Yahwe dalam konteks persektuan dan kesetiaan. Maksud penyampaian nama
adalah bahwa Yahwe ingin menyatakan hakekat dan keberadaan-Nya sebagai "yang
imanens sekaligus yang transendens".
Imanensi (kedekatan Allah dengan manusia) Allah diungkapkan dengan
menggunakan silsilah (Allah Abraham, Ishak dan Yakub). Transendensi Allah diungkapkan
dalam ketaklayakan dan ketakmampuan Musa memandang nyala Api dari semak berduri
yang terbakar. Hal ini mengungkapkan bahwa Allah tidak mampu dijangkau oleh budi
insani. Karena itu keberadaan Allah selalu merupakan sebuah "mysterium tremendum et
fascinosum". Allah dialami sebagai sebuah misteri yang dasyat menakutkan sekaligus
menarik.
Menyebut dengan sia-sia adalah tindakan membohongi atau mendustai. Yang
termasuk dalam pengertian ini adalah tindakan sumpah palsu, menghojat, dan praktik magi.
Dalam Kitab Imamat pelanggaran terhadap larangan ini patut diberi sangsi dengan
hukuman rajam.

4.3.3. Firman III: Kuduskanlah Hari Tuhan

35
Allah sendiri yang menetapkannya. Ia sendiri memberi contoh dengan berisitrahat
pada hari ke tujuh. Perintah ini berhubungan dengan istirahat Sabat. Dalam kedua redaksi
baik Keluaran maupun Ulangan, firman atau perintah ini tidak mempunyai konotasi kultus.
Perintah ini secara sederhana memuat larangan bekerja dan diperintahkan untuk
beristirahat. Inilah dasar dari pengudusan hari Sabat.
Kitab Suci mengenangkan perbuatan penciptaan dan melihat hari Tuhan juga sebagai
satu peringatan akan pembebasan Israel dari perbudakan. Allah telah mempercayakan Sabat
kepada Israel supaya mereka mematuhinya sebagai tanda perjanjian yang tak terputuskan.
Sabat itu untuk Tuhan. Ia telah dikhususkan dan ditahbiskan untuk memuja Allah atas
karya penciptaan dan keselamatanNya. Pentingnya memelihara dan menguduskan hari
Sabath sebab Allah sendiri dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung
membebaskan Israel dari perhambaan dan menghantar mereka ke negeri peristirahatan dan
pembebasan. Kata ingatlah dipakai untuk menghindarkan bahaya profanasi hari Sabat. Hari
sabat harus dikuduskan.
Perbuatan Allah itu adalah contoh untuk perbuatan manusia. Allah berhenti pada
hari ke tujuh dan beristirahat. Sehubungan dengan ini perlulah disadari bahwa kehidupan
manusia tidak boleh hanya dilihat sebagai sebuah rangkaian/rentetan kesibukan. Manusia
perlu juga berdiam diri, beristirahat untuk memuliakan Tuhan dan memperoleh kesegaran
jasmani. Kerja tidak boleh memperbudak manusia. Manusia harus menjadi tuan atas kerja.
Perintah Sabat dirayakan oleh orang Katolik setiap hari Minggu sebagai hari
kebangkitan Yesus, yang memberikan hidup baru bagi para pengikut-Nya. Perayaan
Ekaristi hari Minggu merupakan pusat kehidupan Gereja. Hari itu harus dikuduskan bagi
Tuhan. Kekhasan perintah/firman ini terletak dalam alasannya. Kita menghormati Tuhan
dengan membebaskan diri dari segala urusan lain. Manusia juga perlu beristirahat, agar
dapat menikmati ketenangan dan kedamaian. Apabila Allah yang tidak pernah lelah,
digambarkan beristirahat pada hari ke tujuh sesudah Penciptaan semesta alam, betapa
perlunya manusia yang dilahirkan untuk hidup dalam kelelahan, bisa mendapat waktu
senggang pada hari ke tujuh. Hari Sabat atau Minggu juga merupakan kesempatan untuk
mengalami persekutuan antara umat, antara anggota keluarga, sahabat dan kenalan yang
sama-sama merayakan dan mengalami pembebasan, dalam suasana damai dan tenang.

4.3.4. Perintah IV: Hormatilah Ayahmu dan Ibumu


Perintah ini berhubungan dengan tuntutan untuk memberikan sikap yang
sepantasnya kepada orangtua. Secara sosiologis, perintah ini berhubungan erat dengan pola
hidup masyarakat Israel yang menganut pola keluarga besar. Setiap individu bergantung
sepenuhnya pada keluarga. Orang tua tinggal bersama anak-anak . Tradisi kehidupan
masyarakat dipelihara dan dijamin oleh kepala keluarga. Di sini peran orangtua atau ayah
sebagai kepala keluarga penting.
Karakter sosial perintah ini terdapat dalam kewajiban menghormati dan memelihara
orang tua pada senja usianya, ketika mereka sudah tidak dapat bekerja dan mencari rezeki
sendiri. Perawatan orang tua yang sudah lanjut usia dapat merupakan suatu beban
ekonomis yang dapat berlangsung bertahun-tahun, bagi anak-anak dan generasi yang
produktip. Inilah yang menjadi maksud utama asli dari perintah ini, bukannya kewajiban
menuruti orang tua, melakukan kehendak mereka, melainkan hormat, setia dan bersyukur
atas jasa mereka.
Secara teologis, kewajiban menghormati orang tua juga berangkat dari peranan
orangtua dalam hidup keagamaan sebagai “Pater Familias”. Pater familias adalah wakil Allah

36
dalam keluarga yang mempunyai beberapa tugas antara lain. Pertama, menghantar anak-
anak ke Upacara Liturgi, secara khusus pada pesta pondok Daun, memimpin upacara liturgi
(Ul. 31, 10-13). Kedua, memberikan Katekese, yakni menjelaskan arti Paskah sebagai
peringatan pengungsian /pembebasan dari Mesir (Ul. 6,20-24). Ketiga, menjalankan
sunat sebagai tanda perjanjian Yahwe dengan umatNya(Kej. 17,10). Keempat, ayah sebagai
“Goel” yaitu sebagai pembebas dan penyelamat orang tertindas, khususnya orang asing,
wanita dan yatim piatu (Im. 25, 46-48).
Perintah keempat ini menekankan penghargaan yang tinggi terhadap orang tua dan
kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Penghargaan dan penghormatan yang tinggi ini
didasarkan atas kenyataan bahwa orangtua telah memberikan segala sesuatu yang baik
kepada anaknya baik yang material maupun immaterial. Firman keempat ini juga bertujuan
untuk melawan tendensi paternalisme dalam hidup. Orangtua mempunyai peranan untuk
mengontrol dan membimbing anak-anaknya dalam berbagai tahap pertumbuhannya
menuju kematangan.
Selain itu, perintah keempat ini mengajarkan bahwa hukum dan peraturan yang
dikeluarkan oleh satu otoritas bukanlah alat atau sarana yang menindas, tetapi menuntun
orang kepada kebebasan. Jurang antar generasi harus diperkecil atau dipersempit atas dasar
sikap saling menghormati. Orangtua tidak boleh main kuasa. Orang atau generasi muda
harus selalu bersyukur kepada orangtua yang telah menjadi alat Tuhan yang memberikan
kehidupan bagi mereka. Hormat kepada orang tua tetap meliputi kewajiban menjamin
kehidupan generasi tua di segala bidang.

4.3.5. Perintah V: Jangan Membunuh


Perintah ini dirumuskan secara singkat dan dalam bentuk negatif. Firman ini
berhubungan erat dengan kepentingan dasar manusia akan keterjaminan hal hidupnya.
Firman V membela dan melindungi kehidupan dari pembunuhan dan segala bentuk agresi
terhadap hidup.
Membunuh manusia lain berlawanan dengan hukum moral yang umum. Perintah ini
ingin melawan sikap main hakim sendiri, dengan menumpahkan darah orang. Firman ini
mengandung larangan terhadap pembunuhan secara lalim dan tak sah. Ada tiga tindakan
pembunuhan lalim dan yang tak sah. Pertama, membunuh lawan yang menimbulkan
kerugian bagi umat pilihan. Kedua, tindakan membunuh diri sendiri. Hidup itu milik Tuhan
dan hanya dipinjamkan kepada manusia untuk waktu yang terbatas (pengkotbah 12, 6-7).
Ketiga, penindasan ekonomis dan yuridis: pemerkosaan hak hidup dan hak azasi. Tuhan
menentang pertumpahan darah (Hos. 4, 1-2; Yes. 1, 17; Mikh. 3, 2-4).
Firman ini menegaskan dan mengakui Yahwe sebagai pemberi hidup. Allah memiliki
hak istimewa atas hidup manusia. Karena itu, hanya Allah yang berhak mengambil kembali
hidup itu dari manusia. Selain itu, firman ini juga menekankan pengakuan dan
penghormatan manusia sebagai ciptaan Allah bersifat universal.
Para nabi memperluas arti tindakan membunuh yang mencakupi tindakan
menindas orang dengan ganas, melawan hak dan kedudukan sosialnya, dan mengurangi
kesempatan hidupnya. Tindakan-tindakan tersebut sama dengan penumpahan darah (Hos
4: 2; Yes 1: 15-17; Mikh 3: 3). Dalam Perjanjian Baru, Firman ini lebih diperdalam lagi. Sifat
dendam dan kemarahan dilihat sebagai pembunuhan (Mt. 5, 22). Sikap tidak
memperhatikan orang orang yang menderita dan seharusnya ditolong juga dapat dipandang
sebagai pembunuhan (Luk 10: 31-32).

37
Tindakan atau aksi kekerasan, teror, penculikan, atau, peperangan, hukuman mati,
tidak memperhatikan/mempeduli kesehatan, tindakan-tindakan yang menentang kehidupan
sebagai produk kemajuan bioteknologi (eutanasia, abortus provocatus, dan rekayasa
genetika dilarang oleh Gereja. semuanya dilihat sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak
hidup manusia.

4.3.6. Firman atau Perintah VI: Jangan Berzinah


Larangan berzinah dalam firman kelima ini tidak mengandung konsep perkawinan
monogami atau poligami. Struktur sosial bangsa Israel memperbolehkan tindakan poligami
karena ketegaran hati bangsa itu. Hal ini berlaku terutama dalam hubungan dengan masalah
perceraian (bdk. Mk. 10, 1-9; Mt. 19, 18, 18-19) Karena poligami ditolerir maka “na’ap” atau
berzinah lebih menggambarkan ketidaksetiaan isteri terhadap suaminya.
Maksud utama Firman VI adalah melindungi kebahagiaan perkawinan dan keluarga.
Kitab Suci menunjukkan penghargaaan bangsa Israel terhadap perkawinan. Keluarga
menjadi dasar pembentukan kehidupan bersama. Keluarga adalah tempat anak-anak dapat
bertumbuh dan berkembang dengan penuh kebebasan menuju kepada kedewasaan.
Perkembangan itu hendaknya terjadi dalam suasana hubungan personal yang mesrah.
Perkawinan dalam Kitab Suci disebutkan sebagai lambang yang paling tepat
perjanjian dan persektuan Allah/Yahwe dengan umat-Nya. Israel digambarakan sebagai
isteri yang senantiasa tidak setia kepada Yahwe dan melacurkan dirinya kepada dewa-dewi
bangsa kafir. Namun Yahwe tetap setia mencintai Israel. Kesetiaan Allah mengundang
kesetiaan umatNya.
Firman ini bertujuan menjaga kehidupan bersama pria dan wanita, yang adalah
gambaran kesetiaan Allah, agar jangan hancur karena egoisme. Penyelewengan dan
perceraian memang yang mencirikan kelemahan manusiawi akan tetap mewaranai
perkawinan. Namun iman dan kepercayaan kepada Tuhan memberikan kekuatan yang
menjadi bantuan yang berarti bagi berlangsungnya cinta dan kesetiaan hidup perkawinan.
Perintah ini bermaksud untuk melindungi dan membela hak manusia dalam hidup
perkawinan, dan melawan tindakan seksual yang tidak teratur. Merusakan perkawinan
sesama adalah tindakan atau perbuatan terlarang.
Dasar teologis larangan berzinah adalah keluhuran martabat perkawinan. Model
perkawinan adalah persekutuan cinta Yahwe dan Umat Israel. Ini terutama menjadi pokok
pewartaan para nabi untuk menekankan kesetiaan Israel kepada Yahwe. Konsekensinya
adalah bahwa suami dan isteri dalam perkawinan dipanggil untuk menghayati persekutuan
cinta dengan Yahwe. Perzinahan dilihat sebagai pelanggaran atas hukum Tuhan. Firman ini
dalam perkembangannya artinya berhubungan erat dengan etika seksual dan perkawinan.
Yesus memberikan koreksi atas perlakuan yang tidak seimbang antara pria dan wanita,
suami dan isteri. Yesus ingin memulihkan perintah Allah ini sesuai dengan kehendak Allah
pada mulanya. Para nabi mengecam praktik perzinahan. Nabi Natan dalam 2 Sam. 12, 1-3
mengecam Daud karena merampas Batsyeba istri Uria. Dalam Hosea 4:1-11, nabi menentang
para imam dan bangsa yang tidak setia.

4.3.7. Firman VII: Jangan Mencuri


Mencuri dalam konteks Israel adalah penculikan seorang manusia bebas untuk dijual
kepada orang lain. Yang dimaksudkan dengan orang bebas adalah pria dewasa. Sedangkan
manusia yang tidak bebas terdiri dari wanita atau isteri karena mereka sudah terikat dengan
suaminya; para budak yang terikat dengan majikannya; dan anak-anak yang terikat pada

38
orang tuanya.Kunci Pemahaman Firman atau Perintah VII adalah kata kerja “ganab”
(mencuri) yang berarti menculik, merampok orang bebas. Sasaran utama perintah VII ini
adalah mereka yang melakukan tindakan penculikan atas manusia bebas. Tindakan ini patut
dihukum. Penculikan ini melanggar persekutuan Yahwe dan Umat Israel dan persekutuan
di antara umat Israel.
Perintah ini adalah jaminan perlindungan atas hak dasar manusia, terutama
menyangkut kebebasan. Sebenarnya di Israel perbudakan tidak dibenarkan. Israel sejak awal
memihak kepada para budak dengan sikap meringankan kehidupan mereka, atau
memperpendek masa perbudakannya. Perintah ini tidak saja terbatas pada jaminan
perlindungan hak, tetapi mencakupi juga jaminan keadilan sosial , yakni melindungi harta
milik sesama. Perlindungan harta benda milik sesama pun dilakukan demi kebebasan setiap
orang agar dapat berkembang semestinya. Hal ini merupakan salah satu pokok pewartaan
para nabi. Para nabi menentang orang-orang kaya yang memperkaya diri dengan
merugikan orang-orang kecil. Harta benda atau milik tidak pernah dilihat sebagai hal yang
mutlak, tetapi anugerah yang dipinjamkan Tuhan. Milik ini juga mempunyai nilai sosial.
Hak milik tidak boleh mendatangkan kesulitan bagi orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya(Ul. 24,12-13). Dengan kata lain Israel tidak boleh menggunakan miliknya
dengan sewenang-wenang.

4.3.8. Firman VIII: Jangan Bersaksi Dusta


Struktur sosial bangsa Israel sudah mengenal Badan Peradilan. Badan peradilan
terdiri dari orang-orang tua, para imam yang dipilih sebagai wakil dari suku-suku atau
kelompok atau golongan, dan para saksi. Proses pengadilan biasa terjadi di depan pintu
gerbang kota.
Perintah ini melarang kesaksian palsu yang diberikan dalam sidang pengadilan
terhadap sesama. Dalam kehidupan masyarakat Israel seringkali orang dipanggil untuk
memberikan kesaksian untuk membela atau melawan sesama. Kesaksian orang-orang yang
mengenal baik si tertuduh sangat mempengaruhi dan menentukan hukuman yang diberikan
kepada si tertuduh. Dengan demikian perintah ini bermaksud untuk melindungi hak
sesama. Larangan untuk tidak mengucapkan saksi dusta menekankan sikap ketulusan
hati dalam memberikan kesaksian yang benar dan jujur di depan pengadilan dengan tujuan:
mempertahankan kehormatan, hak azasi yang bersangkutan (saksi); mempertahankan nama
baik seseorang terhadap fitnahan yang ditujukan kepadanya.
Firman ini ditujukan berlaku juga bagi sikap atau tindakan yang melawan setiap
kebohongan dan dusta. Hal ini dilarang karena berlawanan dengan moral persekutuan
Yahwe dan Umat Israel sendiri; berlawanan dengan kultus, secara khusus kekudusan hidup.
Bagi Israel hidup adalah sebuah ibadah/kultus penyerahan diri pada Allah sumber
kebenaran. Dalam konteks eskatologis saksi dusta berlawanan dengan janji keselamatan.
Keselamatan akan terwujud apabila bangsa Israel bertindak benar sesuai dengan ketetapan
Yahwe.

4.3.9. Firman IX dan X: Janganlah Mengingini Milik Sesamamu Manusia. Janganlah


Mengingini Istri Sesamamu atau Segala Sesuatu yang Menjadi Miliknya
Penggabungan kedua perintah ini dibuat berdasarkan asal mula terjadinya, sebagai
perwujudan dari perintah “jangan mengingini rumah sesamamu, ...” (Kel 20:17). Kedua
perintah atau firman ini merupakan perluasan dari perintah tersebut di atas. Kata rumah di
sini mencakupi seluruh isinya: isteri, budak laki dan perempuan, hewan piaraan dan harta

39
milik. Segala sesuatu yang dimiliki oleh sesama tidak dapat diganggugugat dan mendapat
perlindungan. Perintah jangan mengingini rumah sesama mengandung dua larangan yakni,
larangan terhadap keinginan akan isteri sesama dan larangan terhadap keinginan akan harta
milik sesama. Perintah ini juga berhubungan dengan larangan berzinah dan mencuri.
Dalam dua larangan terdahulu yang dilarang adalah tindakan lahiriah. Dalam perintah
terakhir keinginan bathin akan isteri dan harta milik sesamapun tidak dibenarkan.
Perintah IX dan X tidak terikat pada satu sikap tetapi pada perbuatan nyata. Hal ini
diperjelas oleh kenyataan bahwa dekalog hanya berhubungan dengan tindakan hukuman
mati. Jadi kata menginginkan mencakupi segala tindakan jahat untuk memperoleh milik
sesama. Dua perintah terakhir ini mengingatkan bangsa Israel bahwa Yahwelah satu-
satunya pemilik dan penjamin keselamatan mereka terhdadap gangguan bangsa-bangsa
lain. Yahweh juga dilihat sebagai perlindungan atas hak-hak azasi manusia dalam hidup
keluarga, hak untuk hidup dan kebebasannya

BAB V
GEREJA

5.1. GEREJA
5.1.1. Gereja Menurut Kitab Suci
Kata Gereja yang sekarang digunakan dalam kehidupan Kristen mempunyai arti yang
cukup luas dan cukup rumit untuk meneliti sumber aslinya karena berasal dari beberapa
bahasa dan terjemahan.
1. Arti Gereja menurut Perjanjian Lama
a. asal kata
Kata Gereja berasal dari kata bahasa Portugis ‘Igreja’. Dalam perpindahan
bahasa, huruf ‘I’ dihilangkan. Kata tersebut mempunyai kaitan dengan kata Spanyol
‘Igresia’, Prancis ‘Eglise’, Latin ‘Ecclesia’ dan Yunani ‘Ekklesia. Semua kata tersebut
mempunyai arti yang sama yang dalam bahasa Indonesia disebut Gereja.

40
Kata ekklesia pertama-tama mempunyai arti yang bersifat profan: sidang,
perkumpulan,perhimpunan, peguyuban pada umumnya. Dalam terjemahaan alkitab
yang berbahasa Yunani, kata ekklesia diterjemahkan dari kata Ibrani ‘qahal’.

b. Arti Kata ‘qahal’


Qahal berarti bangsa yang dihimpun oleh Yahweh, yang dipadukan oleh aturan-
aturan dari Yahweh dan yang mengambil bagian dalam perjanjian dengan-Nya.
Dengan kata lain, umat yang menjawab panggilan Yahweh.

c. Arti kata Sinagoga


Kata qahal juga diterjemahkan dengan sinagoge atau ochlos. Sinagoge juga
merupakan terjemahan dari kata Ya’ad dan Edah. Ya’ad berarti menunjuk,
menentukan, mengumumkan keputusan atau ketentuan yang harus dilaksanakan.
Edah berarti kelompok orang tertentu yang meninggalkan mesir dan merayakan pesta
paskah. Sinagoge menunjuk kepada sifat keagamaan umat Yahweh dan juga kenangan
akan peristiwa besar dalam sejarah keselamatan dalam perjanjian Israel. Umat Israel
yang dibangkitkan Yahweh dan diberi hidup baru setelah meninggalkan panggung
sejarah.

2. Arti Gereja menurut Perjanjian Baru


Dalam Perjanjian Baru terdapat kata yang kini diterjemahkan Gereja, yaitu
Synagoge dan ekklesia yang masing-masing dari bahasa Ibrani dan Yunani. Sinagoge
berarti pertemuan dan kelompok para pengikut Yesus. Dalam injil sinagoge berarti
tempat pertemuan jemaat Yahudi atau jemaat yahudi itu sendiri mewakili seluruh
bangsa Yahudi. Ekklesia berarti jemaat Kristus.
Dalam tulisan rasul Paulus, Gereja dipakai untuk menyatakan: pemenuhan
panggilan Allah bertolak dari pewartaan Yesus Kristus; orang-orang yang terpilih
dalam Allah; jemaat dalam Kristus atau dari Kristus; tubuh atau bangunan yang
merupakan pernyataan Kerajaan Kristus dan Kristus kepalanya. Dalam Injil Matius,
Gereja diartikan sebagai sejumlah orang yang hidup dan bertemu di suatu tempat
serta memandang diri mereka sebagai Israel sejati karena disatukan oleh Yesus sang
Mesias. Dalam pengertian eskatologis Gereja dinyatakan oleh Matius sebagai
perhimpunan umat Allah yang benar.
Injil Lukas menggunakan kata ekklesia terutama dalam Kisah Para Rasul.
Menurut Lukas, Gereja adalah jemaat pengikut Kristus yang terwujud dalam setiap
tempat, namun tetap satu. Rasul Yakobus menggunakan kata ekklesia dalam arti
teknis yaitu sebagai suatu perkumpulan lokal yang diorganisir secara jelas dengan
pola sinagoga Yahudi. Dalam surat ibrani, Gereja berarti perayaan kultis. Gereja
menunjuk kepada jemaat Allah yang bersatu dengan Bapa di surga dalam
kesempurnaan.

5.1.2. Makna Gereja Menurut Pengajaran Gereja


Refleksi baru tentang Gereja ditemuakan dalam Konsili Vatikan II terutama yang
tertuang dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja yang dikenal dengan Lumen Gentium.
Pengajaran Gereja tentang Gereja kurang lebih diungkapkan demikian.
a) Gereja sebagai misteri

41
Kata misteri berasal dari bahasa yunani merupakan terjemahan dari kata Ibrani sod.
Sod mempunyai beberapa makna dasar: lingkungan sahabat; pertemuan yang agak intim
yang dilanjutkan dengan pembicaraan secara rahasia; hubungan Tuhan dengan manusia
yang begitu mesra dan yang dimaksudkan dengan hubungan itu adalah rencana Allah yang
diwahyukan kepada sahabatnya. Kata misteri juga berasal dari kata Aram ‘Raz’ yang berarti
suatu yang ilahi yang hanya diketahui oleh Allah dan oleh mereka yang diberitahu oleh
Allah. rahasia itu menyangkut apa yang akan terjadi kelak. Gereja disebut sakramen karena
mengungkapkan rahasia keselamatan Allah kepada kita umat manusia secara universal dan
merupakan tanda dan sarana kesatuan mesra umat manusia dengan Allah dan persatuan
seluruh umat manusia.

b) Gereja sebagai sakramen keselamatan


Gereja tampil sebagai sakramen keselamatan bagi umat manusia karena dipenuhi
dengan hidup Yesus Kristus oelh Roh Kudus. Yang dimaksudkan dengan sakramen
keselamatan adalah kesatuan umat manusia dengan Allah dan persatuan umat manusia.
dalam rangka sejarah keselamatan Allah, keselamatan berarti Allah memanggil mereka yang
penuh keperacayaan mengarahkan pandangannya kepada Yesus penyelamat dan dasar
persatuan serta kedamaian dan tiap orang menjadi sakramen yang kelihatan dari kesatuan
menyelamatkan itu. Gereja disebut sakramen keselamatan karena imannya akan Yesus
Kristus. gereja tidak dapat memperoleh keselamatan dari dirinya seneiri. Inti proses
penyelamatan itu adalah pada Kritus.

c) Gereja sebagai komunikasi dan kesatuan umat yang beriman kepada kristus. Arti ini
bertolak dari iman dan wahyu yang merupakan hal sangat dominan sampai terbentuknya
Gereja. iman dan wahyu dapat dimengerti sebagai hubungan timbal balik antara Allah dan
manusia. hubungan itu disebut wahyu kalau dilihat dari pihak Allah dan dinamakan iman
kalau dilihat dari pihak manusia. wahyu terpenuhi dalam diri Kristuss. Maka hubungan
manusia dengan Allah hanya dapat terjadi melalui kristus. dengan mengimani Yesus Kristus
orang wajib meneladani Kristus dan mencontohi sikap dasar dari hidupnya.

d) Gereja sebagai Tubuh Kristus


Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium melihat Gereja sebagai tubuh kristus. tubuh
kristus berarti kesatuan antara warga gereja dengan kristus yang dijembatani oleh Roh
Kudus. Kendati ada kesatuan, namun antara Kristus dan Gereja ibarat mempelai di mana
dari kepribadian masing-masing dalam kekhususan dan perbedaan terlaksana kesatuan
cinta kasih di mana kristus memberikan kekayaannya kepada Gereja dan gereja
menanggapinya dengan iman.

e) Gereja sebagai umat Allah


Paham ini berarti Gereja dipanggil dan dipersatukan oleh Allah. Istilah umat Allah
berlatar belakang sejarah keselamatan yang terbentang mulai dari panggilan Abraham
dalam perjanjian lama sampai dengan Perjanjian Baru. Jadi Gereja dipandang dallam sejarah
keselamatan. Dalam kenyataannya Gereja hidup dalam dunia profan dam sekular dan
sedang dalam perjuangan yang digerakkan oleh Roh Kudus dalam satu Roh untuk
menemukan jalan kepada Bapa. Dengan demikian Gereja sebagai umat Allah juga bersifat

42
eskatologis. Kalau kehidupan Gereja digerakkan oleh Kristus maka sebagai umat Allah yang
keberadaannya dalam kesatuan dengan Kristus adalah terutama kesatuan iman.

5.2. SIFAT-SIFAT GEREJA


Sifat adalah suatu keadaan yang terdapat pada suatu barang, benda atau bentuk
tertentu. Dalam pengertian ini yang dimaksudkan dengan sifat-sifat Gereja adalah sesuatu
yang memberi kekhasan atau warna yang tertentu sehingga Gereja sebagai suatu lembaga
berbeda dengan lembaga lain yang sudah ada. Demikian dengan Gereja Katolik mempunyai
sifat tertentu yang keadaannya memang berbeda dengan Gereja-gereja lain yang ada di
dunia ini.

5.2.1. Sifat-sifat Gereja dalam Kitab Suci


5.2.1.1. Dalam Perjanjian Lama
Sifat-sifat Gereja dalam Perjanjian lama adalah:
a) Kudus: mereka yang karena kasih karunia Allah telah mengakui dosanya, dilepaskan
dan diselamatkan ialah kaum miskin yang terendahkan yang ditinggikan.
b) Katolik: universalime keselamatan. Penataan dunia kerajaan Allah tidak terbatas pada
Israel, melainkan harus meliputi seluruh bumi. Dan pewartaan Yesaya justru ditujukan
kepada bangsa-bangsa yang jauh. Semua harus mengakui Yahweh.

5.2.1.2. Dalam Perjanjian Baru


Menurut matius, sifat Gereja adalah: 1) Katolik: komunitas murid Yesus yang
universal, Gereja yang meliputi semua bangsa. 2) Satu: yesus menjadi titik pusat yang akan
hadir terus-menerus sampai akhir zaman. 3) Apostolik: permandian dan pengajaran sejak
semual disampaikan oleh para murid. Menurut Lukas, sifat-sifat Gereja adalah: 1) Katolik:
gereja dimasukkan dalam keseluruhan rencana Allah serta sejarah keselamatan dan
menggantikan Israel sehingga kedatangan Yesus yang kedua, Gereja ini terdiri dari orang
Yahudi dan bukan Yahudi. 2) Kudus: Gereja yesus Kristus yang dibimbing oelh Roh Kudus
yang berkarya melalui tanda dan sabdanya. 3) Apostolik: para rasul setelah wafat dan
kebangkitan Yesus memainkan peranan yang menentukan sebagai rasul, sebagai saksi-saksi
karya TuhanYesus serta kebangkitan-Nya. Para rasul bertindak sebagai penjaga ajaran,
pendiri serta pemimpin Gereja. menurut Yohanes, sifat-sifat Gereja adalah: 1) satu: anggota
gereja diberikan oleh Allah kepada Yesus. Mereka itu dipilih oleh Yesus dan bahwa mereka
dapat menjadi murid bersumber pada pengurbanan Yesus bagi mereka. Mereka itulah
Gereja Yesus. 2) Katolik: keanggotaan Gereja ini bersifat universal dna dipenuhi dalam
kesatuan mereka dalam Yesus. Dalam kesatuan ini mereka melanjutkan perutusan Yesus ke
dalam dunia untuk membawa dunia kepada iman.
Menurut Paulus, sifat-sifat Gereja adalah: 1) satu: biarpun Gereja sudah dipilih dan
ditentukan sejak kekal, namun didasarkan atas penyerahan diri Yesus, disalibkan dan
bangikit dari antara orang mati dan yang menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya. Yesus
kristus adalah titik pusat yang menyatakan diri kepada Gereja dan Gereja berada di bawah
sabda-Nya, menerima dorongan dan hukum cinta kasih serta didoakan oleh-Nya. 2) Kudus:
gereja yang diartikan sebagai peguyuban orang yang percaya akan karya Roh, di tengah
jemaah diutus Allah, atau Kristus itu yang berkarya di dalam Roh Kudus. Oleh Roh Kudus
anggota Gereja dikuduskan atau menjadi orang kudus.

43
5.2.2. Ajaran Gereja tentang sifat-sifat Gereja
1. Gereja adalah satu
Dengan sifat satu mengandung maksud bahwa karena Allah itu Esa dalam dirinya
sendiri dan unik, maka demikian juga Gereja-Nya. Sebab Gereja berasal dari Allah, maka
Gerejapun menjadi unik dan satu pula karena mengambil bagian pada kesatuan dan
keunikan Allah. kesatuan dalam Gereja itu diungkapkan dalam bentuk:
a) Kesatuan iman: iman Gereja didasarkan pada Kristus yang satu sama. Kristus yang
mulai telah menjadi pemimpin umat yang berziarah.
b) Kesatuan ibadat dan sakramen. Ibadat merupakan ungkapan iman. Pelaksanaan ibadat
merupakan prinsip kesatuan jemaat tertentu. Ibadat mempersatukan bukan karena
sifatnya sebagai ibadat, namun karena isinya dan ini direalisasikan dalam sakramen-
sakramen, yang merupakan bagian utamanya.
c) Gereja adalah suatu koinonia: Allah tidak bertindak karena terpaksa, sebagai suatu
keharusan. Ia memberikan karunia-karunianya secara bebas pula. Dari segi manusia,
Allah memperlakukan manusia dengan diberi kebebasan bukan dengan benda-benda.
2. Gereja adalah Kudus
Gereja disebut kudus karena Allah sendirilah yang hadir di dalamnya dalam Roh
Kudus. Gereja ada karena Dia. Karena Dia Gereja berkembang dan Dia pulalah yang
memberikan segala karunia serta menjadi prinsip dan sumber hidup segala pelayanan
anggotanya.
3. Gereja adalah Katolik
Kata katolik berasal dari bahasa Yunani yang artinya umum. Itu berarti terbuka untuk
siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Gereja dapat melindungi semua manusia pada
segala zaman dan segala tempat. Gereja mampu berkembang tanpa menyimpang dari
seluruh ajaran Gereja. gereja tidak memandang warna kulit, suku, keturunan dan budaya
anggota-anggotanya. Maka sebagai Gereja Katolik tidak selayaknya bersifat ekslusif, tetapi
justru harus bersikap inklusif.
4. Gereja yang bersifat Apostolik
Gereja yang apostolik maksudnya gereja yang didirikan dan berasal dari tradisi para
rasul. Pengalaman hidup beriman dalam dunia perjanjian baru merupakan pengalaman
iman para rasul yang berkontak dengan Yesus selama hidup-Nya di Palestina. Itu berarti
bahwa kelompok Katolik ini melanjutkan tradisi yang telah diletakkan oleh para rasul.

5.3. TUGAS GEREJA


Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Kristus, yakni tugas nabi,
imami dan rajawi. Tugas nabi adalah tugas pewartaan; tugas imami adalah tugas
pengudusan atau perayaan; dan tugas rajawii adalah tugas melayani.
1. Tugas mewartakan
Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah tampak secara konkret manusiawi.
Penampakan itu merupakan puncak sejarah pewahyuan Sabda Allah. sebelum Kristus,
Sabda Allah terutama diwarnai oleh janji, sedangkan sesudah penjelmaan ada juga sifat janji
namun yang lebih menonjol adalah sifat kesaksian. Janji yang telah terpenuhi dalam Yesus
Kristus harus disaksikan sampai kepenuhannya dalam Kerajaan Bapa. Dalam kesaksian itu,
Kristus, Sabda Sejati hadir di dalam sejarah manusia sebagai sarana keselamatan.
Bentuk baru sabda itu adalah Gereja. kristus, Sabda Allah, menciptakan Gerjea. Lewat
Gereja Ia bisa hadir dan berbicara dalam sejarah umat manusia. di pihak lain, Gereja tidak
lain adalah jawaban atas panggilan Yesus kristus. Seluruh hidup dan keberadaannya

44
merupakan jawaban. Maka sesungguhnya bisa dikatakan bahwa Gereja seluruhnya adalah
sabda. Di dalamnya Sabda Allah yang abadi bergema. Karfena itu dapat dikatakan bahwa
Gereja seluruhnya merupakan pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda dan
Wahyu Allah.
2. Tugas Pengudusan
Konsili Vatikan II menyebut Gereja sebagai persekutuan iman, harapan dan cinta
kasih, persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus dengan iman dan cinta kasih. Maka
sesungguhnya Roh Kuduslah yang menciptakan persekutuan umat beriman dengan
menghimpun mereka dalam Kristus, sebagai prinsip kesatuan Gereja, sebab oleh Roh Kudus
kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita. Konsili juga mengajarkan bahwa Gereja dibentuk
karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi. Kesatuan Gereja bukan hanya karya Roh
Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antarmanusia, khususnya perwujudan komunikasi
iman di antara para anggota Gereja. Dalam liturgi Gereja merayakan pengudusan umat
manusia. liturgi tidak hanya menawarkan aneka bentuk dan rumusan doa, tetapi mau
menjadi tempat orang merasakan dan menghayati komunikasi dengan Bapa, bersama Putra
dan Roh Kudus.
3. Tugas melayani
Gereja adalah persatuan orang beriman, komunikasi iman. Dalam proses komunikasi
iman itu dibedakan dua macam: pengajaran dan perayaan. Yang satu komunikasi dengan
kata-kata, baik dalam katekese biasa maupun dalam pengajaran pimpinan Gereja yang
resmi; yang lain komunikasi iman dalam ibadat bersama. Yang pokok bukanlah rumusan
iman atau kebaktian, melainkan penghayatan dan pengamalan iman. Bahkan gereja wajib
mengakui iman di muka orang-orang sebab berkat iman kita menerima pengertian tentang
makna hidup kita yang fana. Iman menyinari segala sesuatu dengan cahaya yang baru dan
memaparkan renana ilahi tentang seluruh panggilan manusia. pengakuan iman saja tidak
cukup. Gereja juga harus menunjukkan pelayanan kepada sesama. Gereja harus mengambil
bagian dalam tugas melayani umat manusia agar bisa mencapai kebahagian sejati dan
kesatuan dengan Allah.

BAB VI
SAKRAMEN-SAKRAMEN DALAM GEREJA KATOLIK

6.1. Pengertian Sakramen


Secara etimologis kata Sakramen berasal dari kata Latin, sacramentum (sacer/sacrum),
berarti “sesuatu yang menjadikan kudus atau keramat”, juga “semua hal yang berhubungan
dengan yang kudus”. Dalam bahasa Latin pada abad kedua sakramen (sacramentum) dipakai
untuk menterjemah kata Yunani: mysterion yang artinya: rahasia (misteri). Dalam Kitab Suci,
kata sacramentum itu sama sekali tidak mempunyai arti sebagaimana yang dipahami oleh
teologi skolastik atau bahkan kebanyakan umat beriman hingga saat ini, yang memahami
sakramen dalam arti ketujuh macam sakramen. Perjanjian Baru menggunakan kata
mysterion. Kata ini digunakan untuk menjelaskan rencana keselamatan Allah yang dipenuhi
atau terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Pemahaman umat Kristiani pada abad-abad awal
tentang istilah kata mysterion-sacramentum sebatas pada rencana keselamatan Allah dan
perwujudannya dalam sejarah kehidupan umat Kristiani.

45
Sakramen adalah tanda dan sarana yang diadakan oleh Kristus dan Gereja, yang
mengungkapkan dan sekaligus menguatkan iman, menyatakan penyerahan diri kepada
Allah dan sekaligus membuahkan pengudusan manusia, serta mengandung daya yang amat
berguna untuk menghidupkan, menguatkan dan mewujudkan persekutuan dengan Gereja
(Kan. 840). Dari definisi ada tiga unsut penting berkaitan dengan Sakramen.
1) Suatu tanda dan sarana pengungkap dan sekaligus penguat iman.
2) Suatu karya Kristus bersama Gereja, yang menghubungkan manusia dengan
Allah dan menduskan manusia sendiri.
3) Sesuatu yang amat berdaya guna untuk pembangunan Gereja.

6.2. Macam-macam Sakramen


Ada tujuh sakramen dalam Gereja Katolik: Pembaptisan, Penguatan; Ekaristi;
Pengakuan Urapan Orang Sakit, Tahbisan dan Perkawinan. Ketujuh sakramen ini mencakup
semua tahap dan saat-saat penting hidup kristiani. Mereka memberikan kelahiran dan
pertumbuhan, penyembuhan dan perutusan kepada iman orang kristen.

1. Sakramen Pembaptisan
Sakramen pembaptisan diartikan sebagai jalan masuk seseorang kepada sakramen-
sakramen lainnya, diperlukan, sekurang-kurangnya di dalam kerinduan, untuk
keselamatan, pembebasan dari dosa-dosa, melahirkan kembali sebagai anak Allah,
menjadikannya serupa dengan Kristus, yang tidak dapat dihilangkan oleh apa pun,
menggabungkannya pada Gereja dan diberikan dengan cara penyucian dengan air yang
disertai dengan rumusan kata-kata yang harus ada (Kan 849). Efek pertama yang dihasilkan
oleh sakramen pembaptisan adalah pengampunan dosa, sesuai dengan rumusan syahadat:
“satu pembaptisan akan penghapusan dosa”, dan pemberian hidup baru sebagai orang yang
telah dibebaskan dari dosa. Pembaptisan suci adalah dasar seluruh hidup kristen,pintu
masuk menuju kehidupan dalam roh (vitae spiritualis ianua) dan menuju sakramen-
sakramen yang lain.

2. Sakramen Krisma
Sakramen Penguatan adalah sakramen yang memberikan meterai dan dengannya
orang yang telah dibaptis melanjutkan perjalanan inisiasi Kristiani dan diperkaya dengan
anugerah Roh Kudus serta dipersatukan secara lebih sempurna dengan Gereja, menguatkan
dan semakin mewajibkan mereka untuk dengan perkataan dan perbuatan menjadi saksi-
saksi Kristus, menyebarkan dan membela iman. Bersama dengan pembaptisan dan Ekaristi,
Sakramen Penguatan membentuk sakramen-sakramen inisiasi kristen. Penerimaan
sakramen Penguatan diperlukan untuk melengkapii sakramen Pembaptisan. Berkat
sakramen Penguatan mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya
dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa. Dengan demikian mereka semakin
diwajibkan untuk menyebarluaslkan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati,
dengan perkataan maupun perbuatan.

3. Sakramen Ekaristi
Sakramen Ekaristi adalah sakramen yang paling agung. Di dalam sakramen Ekaristi
Kristus Tuhan sendiri hadir, memberikan diri-Nya dan disambut oleh yang menerima-Nya.
Daya sakramen ini membuat Gereja tetap hidup dan berkembang. Sebagai korban
perjamuan, berupa kenangan akan kematian dan kebangkitan Kristus, di mana korban salib

46
diulang kembali sepanjang zaman. Sakramen ini merupakan puncak dan sumber seluruh
ibadat dan hidup kristiani. Sakramen ini menandakan dan menghasilkan kesatuan umat
Allah serta membangun Tubuh Kristus. Semua sakramen dan seluruh kegiatan kerasulan
Gereja berhubunagn erat dengan Ekaristi dan sekaligus tertuju kepadanya.
Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kristiani. Sakamen-sakramen lainnya, begitu
pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan berhubungan erat dengan Ekaristi suci
dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani
Gereja, yakni Kristus sendiri. Keikutsertaan dalam kehidupan ilahi dan kesatuan umat
Allah membuat Gereja mejadi Gereja. keduanya ditandai dengan penuh arti dan dihasilkan
secara mengagumkan oleh Ekatisti. Di dalamnya memuncakk tindakan yang olehnya Allah
telah menguduskan dunia di dalam Kristus dan bersama Dia kepada Bapa dalam Roh
Kudus.

4. Sakramen Tobat
Mereka yang menerima Sakramen Tobat memperoleh pengampunan dan belas kasih
Allah atas pernghinaan mereka terhadap-Nya. Sekalipun mereka didamaikan dengan
Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, yang membantu pertobatan mereka adalah
cnta kasih, teladan serta doa-doanya.
Orang menamakan Sakramen Tobat karena ia melaksanakan secara sakrametal
panggilan Yesus untuk bertobat, untuk bangkit kembali dan kembali kepada Bapa, dari
siapa orang telah menjauhkan diri karena dosa. Sakramen ini disebut juga sakramen
pemulihan karena ia menyatakan langkah pribadi dan gerejani demi pertobatan,
penyesalan, dan pemulihan warga kristen yang berdosa. Sarkamen ini juga disebut
sakramen pengakuan karena penyampaian, pengakuan dosa di depan imam adalah unsur
hakiki dari sakramen ini.

5. Sakramen urapan Orang Sakit


Melalui perminyakan suci orang sakit dan doa para imam, seluruh Gereja
menyerahkan mereka yang sakit kepada Tuhan yang bersengsara dan telah dimuliakan,
supaya Ia menyembuhkan dan menyelamatkan mereka. Bahkan Gereja mendorong mereka
untuk secara bebas mengungkapkan diri dengan sengsara dan wafat Kristus, dan dengan
demikian memberi sumbangan bagi kesejahteraan umat Allah.
Penyakit dapat menyebabkan asa takut, sikap menutup diri malahan kadang-kadang
rasa putus asa dan pemberontakan terhadap Allah. Tetapi ia juga dapat membuat orang
menjadi lebih matang, dapat membuka matanya untuk apa yang tidak penting dalam
kehidupannya, sehingga ia berpaling kepada hal-hal penting. Seringkali penyakit membuat
orang mencari Allah dan kembali lagi kepada-Nya. Belaskasihan Kristus kepada orang sakit
dan penyembuhan segala macam penyakit yang dilakukan-nya merupakan tanda-tanda
bahwa Allah telah melawat umat-Nya dan bahwa kerajaan Allah sudah dekat sekali. Yesus
mempunyai kuasa, bukan saja untuk menyembuhkan tetapi juga untuk mengampuni dosa.

6. Sakramen Tahbisan
Tahbisan adalah sakramen, yang olehnya perutusan yang dipercayakan Kristus
kepada rasul-rasul-Nya dilanjutkan di dalam Gereja sampai akhir zaman. Dengan demikian
ia adalah sakramen pelayanan apostolik. Ia mencakup tiga tahap: episkopat, presbiterat dan
diakonat.

47
Sakramen tahbisan disebut juga dengan nama ordinasi. Dasarnya adalah bahwa dalam
kebudayaan Roma klasik, kata ordo dipakai untuk lembaga-lembaga sipil, terutama lembaga
pemerintahan. Ordonatio berarti penggabungan di dalam satu ordo. Di dalam Gereja ada
lembaga-lembaga yang – berdasarkan Kitab Suci – oleh tradisi dinamakan sejak dulu kata
‘taxeis’ dalam bahasa Yunani dan ordines dalam bahasa Latin. Dengan demikian liturgi
berbicara mengenai ordo episcoporum, ordo presbyterorum dan ordo diaconorum.
Penggabungan ke dalam salah satu golongan Gereja ini terjadi dalam satu ritus yang
dinamakan ordonatio, satu tindakan liturgis dan religius yang dapat meruakan satu
tahbisan, satu pemberkatan atau satu sakramen. Sekarang kata ordonatio dikhususkan
untuk tindakan sakramental yang menggabungkan seseorang ke dalam golongan para
uskup, imam dan diakon. Ia melebihi satu pilihan biasa, satu penentuan, delegasi atau
pengangkatan oleh persekutuan, karena ia memberi anugerah Roh Kudus yang
menyanggupkan orang untuk melaksanakan kuasa kudus (sacra potestas), yang hanya
dapat diberikan oleh Kristus sendiri melalui Gereja-Nya. Ordonatio dinamakan juga dengan
tahbisan (consecratio) karena ia teridiri dari pemilihan dan pengangkatan yang dilakukan
Kristus sendiri demi pelayanan di dalam Gereja, peletakan tangan oleh uskup dan doa
tahbisan merupakan tanda-tanda yang kelihatan dari konskrasi ini.

7. Sakramen Perkawinan
Perjanjian perkawinan dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka
kebersamaan seluruh hidup dari sifat kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami-istri
serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang-orang
yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen. Perkawinan bukankah suatu isntitusi
manusiawi semata-mata, walaupun dalam lintasah sejarah ia mengalami perubahan, tetapi
mengungkapkan kesatuan dengan Allah. Tuhan yang telah menciptakan manusia karena
cinta, juga memanggil dia untuk mencinta, suatu panggilan kodrati dan mendasar setiap
manusia.

6.3. Sakramen Ekaristi sebagai Sakramen yang Paling Agung


6.3.1. Perayaan Ekaristi
6.3.1.1. Pengertian Ekaristi
Ada banyak istilah yang dipakai dalam Gereja Katolik untuk menyebut Ekaristi.
Istilah-istilah itu adalah perayaan Ekaristi, misa kudus, pemecahan roti, perjamuan Tuhan,
sacrificium dan oblatio. Pada satu sisi, Banyaknya istilah iyang muncul itu menunjuk realitas
bahwa ada begitu banyak pemahaman dan pengartian jemaat atas Ekaristi, dan pada sisi lain
juga mengungkapkan realitas bahwa Ekaristi merupakan misteri yang tidak pernah habis
digali dan dinyatakan secara habis oleh satu istilah saja.
Dari sekian banyak istilah, dua istilah yang paling populer, yakni Misa dan Ekaristi.
Pertama, kata misa berasal rumusan pembubaran dalam bahasan Latin, “ite misa est”, yang
berarti: pergilah, kalian diutus! Sejak abad V perayaan Ekaristi disebut misa. Istilah ini
digunakan untuk menunjuk seluruh Perayaan Ekaristi dengan mau menekankan aspek
perutusan untuk melayani Tuhan dan sesama serta mewartakan kabar baik kepada segala
bangsa.
Kedua, kata Ekaristi berasal dari bahasa Yunani Eucharistia, yang berarti puji syukur.
Eucharistia merupakan terjemahan Yunani untuk kata Yahudi birkat yang dalam perjamuan
Yahudi merupakan doa puji syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah.
Istilah perayaan Ekaristi merupakan istilah yang sangat bagus untuk digunakan. Istilah ini

48
mau menekankan makna Ekaristi sebagai puji syukur atas karya penyelamatan Allah
melalui Yesus Kristus. Maka, bilamana kita kita menggunakan istilah Ekaristi, hendaknya
kita menyadari bahwa istilah ini menekankan segi isi dari apa yang dirayakan, yaitu puji
dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Kristus bagi kita.

6.3.1.2. Ekaristi sebagai Perayaan


Pedoman Misale Romawi No. 16 menjelaskan bahwa perayaan Ekaristi adalah
tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hierarkis. Baik bagi
Gereja universal dan Gereja partikular, maupun bagi setiap orang beriman, Ekaristi
merupakan pusat seluruh kehidupan Kristen. Sebab dalam perayaan Ekaristi terletak
puncak karya Allah menguduskan dunia dan puncak karya manusia memuliakan Bapa
lewat Kristus, Putra Allah dalam Roh Kudus. Perayaan Ekaristi merupakan pengenangan
misteri penebusan sepanjang Tahun.
Kitab Hukum Kanonik No. 899 menjelaskan tentang hakekat perayaan Ekaristi Kudus
sebagai berikut: pertama, perayaan Ekaristi itu sesungguhnya adalah perbuatan Kristus
sendiri bersama-sama dengan Gereja. Kedua, di dalam perayaan Ekaristi, melalui pelayanan
yang dilaksanakan oleh imam, Kristus Tuhan yang sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti
dan anggur, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dan menyerahkan diri-Nya
sebagai santapan Rohani kepada umat beriman yang melibatkan dirinya di dalam upacara
korban Kristus itu. Ketiga, di dalam perjamuan Ekaristi umat Allah dihimpun bersama
uskup atau imam yang merima mandat dari uskup, yang memimpin dan sekaligus
melakukan sesuatu perbuatan yang khas dan sekaligus mengatasnamai Kristus. Keempat, di
dalam perjamuan Ekaristi semua umat beriman yang hadir dan bersama-sama mengambil
bagian masing-masing dengan caranya yang khas sesuai dengan keanekaragaman tahbisan
dan peran liturgis yang dimainkan. Kelima, perayaan Ekaristi hendaklah dirancang
sedemikian rupa sehingga semua orang yang mengambil bagian di dalamnya memperoleh
apa yang dimaksudkan oleh Kristus ketika Ia mendirikan Upacara Korban Ekaristi.
Lumen Gentium mengartikan Ekaristi sebagai “Sumber dan puncak hidup iman
Kristiani”. Dikatakan demikian karena seluruh hidup kita merupakan persembahan dan
kebaktian kepada Allah. Ekaristi disebut sebagai puncak, karena Ekaristi merupakan
kepenuhan pengungkapan, dan Ekaristi disebut sebagai sumber, karena Ekaristi menjadi
dasar bagi seluruh pengungkapan resmi Gereja. Santo Paulus menganjurkan supaya kita
mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan
kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati (bdk.Rom 12:1).

6.3.1.3. Bagian-bagian Perayaan Ekaristi


6.3.1.3.1. Ritus Pembuka
Ritus pembuka meliputi bagian-bagian yang mendahului Liturgi Sabda, yaitu
perarakan masuk, lagu pembuka, tanda salib, salam, kata pengantar, pernyataan tobat,
Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan dan doa pembuka. Tujuan semua bagian ini adalah
mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka, supaya dapat
mendengar Sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak.
Bagian-bagian dari Ritus pembuka:
1. Lagu Pembuka
2. Tanda Salib
3. Salam Pembuka
4. Upacara Tobat

49
5. Tuhan Kasihanilah
6. Kemuliaan
7. Doa Pembuka

6.3.1.3.2. Liturgi Sabda


Dalam perayaan Ekaristi, Liturgi Sabda merupakan bagian sangat penting berkaitan
dengan liturgi Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi, Kristus menampakkan diri secara makin
penuh dan makin jelas. Dalam liturgi Sabda Kristus nampak jelas dalam diri umat yang
berkumpul atas nama-Nya. Dalam liturgi Sabda, Ia tidak hanya hadir tetapi Ia mulai
berbicara kepada kita. Karena itu, perlu banyak iman, cinta kasih, kerinduan untuk
memasang telinga dan meningkatkan perhatian, sebab yang berbicara adalah Allah. Arti
Liturgi Sabda menjadi lebih jelas lagi, jika kita perhatikan apa yang berlangsung
sesudahnya. Kristus sendiri mengumpulkan kita di Gereja. Sabda Kristus itu menuntut aga
kita dalam bagian misa berikutnya mengambil sikap yang semestinya terhadap fakta yang
terjadi di altar. Fakta itu adalah Tubuh dan Darah Kristus.
Allah sungguh-sungguh hadir dan bersabda kepada kita pada kesempatan Liturgi
Sabda ini. Keseluruhan simbol Mimbar Sabda, pembacaan atau homili mengungkapkan
kehadiran Allah di tengah umat-Nya, yang mencipta dan membentuk umat sebagai
persekutuan beriman dengan daya kekuatan Sabda-Nya. Pada saat ini Allah hadir dan
menantang umat untuk memberi jawaban. Kesediaan mendengar dan merenungkan sabda
adalah bentuk dari jawaban itu. Tanggapan ini tampak juga dalam pengakuan iman dan
doa-doa permohonan. Unsur-unsur liturgi sabda adalah:
1. Bacaan Pertama
2. Mazmur Tanggapan
3. Bacaan Kedua
4. Alleluya dan Bait Pengantar Injil
5. Injil
6. Homili
7. Credo
8. Doa Umat

6.3.1.3.3. Liturgi Ekaristi


Unsur-unsur liturgi Ekaristi:
1) Persiapan Persembahan
Dalam bagian ini kita mempersiapkan bahan-bahan persembahan untuk kurban
syukur Yesus Kristus dan kita mempersiapkan diri untuk mengambil bagian dalam
kurban syukur itu. Persembahan yang sesungguhnya adalah persembahan Yesus
Kristus Imam Agung kita. Persembahan itu merupakan kurban syukur yang
disampaikan kepada Allah Bapa demi keselamatan kita. Unsur-unsur persiapan
persembahan adalah:
a) Perarakan Persembahan
b) Nyanyian Persembahan
c) Persiapan Altar
d) Pencampuran Air dengan Anggur
e) Pendupaan
f) Pembasuhan tangan Imam

50
g) Doa Persiapan Persembahan
2) Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung adalah bagian inti perayaan Ekaristi. Bagian ini adalah
persembahan atau kurban dan doa dengan nada syukur. Maka tepatlah kalau kita
menggunakan nama kurban syukur atau Doa Syukur Agung untuk bagian ini. Kurban
syukur ini pertama-tama adalah kurban syukur Yesus Kristus Sang Imam Agung kita.
Pada saat ini kurban Yesus Kristus hanya satu satu itu dan sekali terjadi dihadirkan
kembali, dialami ayas cara tak berdarah. Kurban Kristus yang dulu pernah nampak
dalam bentuk penyerahan tubuh dan penumpahan darah di kayu salib kini hadir
kembali dalam bentuk yang amat sederhana: roti dan anggur. Kurban syukur ini adalah
kurban Yesus Kristus untuk keselamatan kita. Kita tidak membawa kurban syukur kita
sendiri, tetapi kita mengambil bagian dalam kurban syukur Yesus Kristus.
Seluruh doa syukur agung merupakan kenangan (anamnesis) akan kehadiran
Yesus Kristus yang berkurban dan bersyukur. Di dalam doa syukur agung kita alami
pertama-tama kegiatan Kristus yang menyelamatkan manusia sebagai puncak karya
penyelamatan dan alasa dasar bagi manusia untuk bersyukur. Unsur-unsur Doa Syukur
Agung:
a) Prefasi (Ucapan Syukur)
b) Aklamasi Umat (Kudus)
c) Doa Epiklesis
d) Kisah Institusi
e) Seruan Anamnesis
f) Doa Kurban
g) Epiklesis Untuk Persatuan Umat
h) Doa Permohonan
i) Doksologi dan Amin

3) Upacara Komuni
Inti bagian komuni adalah penghayatan persatuan persaudaraan dalam iman akan
Yesus Kristus. komuni bukanlah pertama-tama tindakan menerima atau menyambut
Tubuh dan Darah Yesus Kristus, tetapi mengalami persatuan persaudaraan dalam
Yesus Kristus dan bersama saudara-saudari seiman. Menerima komuni berarti
mengalami persatuan persaudaraan beriman. Unsur-unsur upacara komuni:
1) Bapa Kami
2) Salam Damai
3) Pemecahan Roti
4) Pencampuran Roti dengan Anggur
5) Anak Domba Allah
6) Ajakan Menyambut Tubuh-Darah Kristus
7) Pembagian Tubuh dan Darah Kristus
8) Nyanyian Komuni
9) Pembersihan Peralatan Altar
10) Doa Pribadi atau Lagu Syukur

6.3.1.3.4. Ritus Penutup


Dalam bagian ini seluruh jemaah mendapat amanat perutusan untuk memperlihatkan
buah-buah dari Sakramen Ekaristi dalam hidup sehari-hari. Maka perutusan adalah bagian

51
ini dari bagian ini. Perutusan dan berkat sebagai bagian inti dari bagian ini mengingatkan
kita akan pentingnya hubungan antara perayaan Ekaristi dengan hidup harian. Unsur-unsur
bagian ritus penutup:
1) Pengumuman
2) Salam dan Berkat
3) Pengutusan
4) Penghormatan Altar
5) Nyanyian Penutup

BAB VII
MARIA SEBAGAI MODEL KESETIAAN
ORANG BERIMAN KRISTIANI

7.1. Pengantar
Tema ini akan dijabarkan dalam dua subtema. Pertama, kita akan menjelaskan
tentang Maria sudut pandang biblis atau Kitab Suci, secara khusus kesaksian para penulis
Perjanjian Baru. Kedua, kita akan berbicara tentang Maria dari perspektif dokumen resmi
Gereja Katolik. Sehubungan dengan ini, uraian akan dipusatkan pada empat dogma
mariologis; pandangan konstitusi dogmatis Lumen Gentium dan Ensiklik Redemptoris
Mater.

7.2 Kesaksian Kitab Suci


7.2.1 Maria Dalam Injil Mateus

52
Penginjil Matius menampilkan Maria dalam dua tahap, yaki pada masa kanak-kanak
Yesus dan ketika Yesus berkarya di depan publik. Munculnya pribadi Maria dalam masa
kanak-kanak Yesus ditemukan dalam bab 1:1-25 dan 2:1-23. Dalam kisah tentang silsilah
Yesus, Maria muncul pada bab 1:16. Ayat ini dilihat sebagai persiapan misteri penjelmaan
yang terjadi di luar pehitungan manusia. Maria ditampilkan sebagai cincin terakhir sebuah
rantai yang dimulai dengan rencana keselamatan dalam Perjanjian Lama dan pelaksanaan
keselamatan dalam Perjanjian Baru. Maria adalah saksi kesetiaan Allah pada janji-Nya.
Kesaksian Matius menyatakan bahwa terwujudlah janji Allah. Mesias yang lahir dari bunda
Maria adalah Yesus Kristus, penyelamat seluruh umat manusia. Dalam masa kehidupan
Yesus di depan umum, Matius menampilkan Maria sebagai pribadi yang mengikuti Sang
Sabda (12:46-50).

7.1.2 Maria Dalam Injil Markus


Markus menampilkan dua kisah tentang Maria. Kisah pertama tentang Maria dalam
injil ini dapat ditemukan dalam bab 3:31-35. Dalam perikop ini, penginjil memperlihatkan
bahwa tuntutan misi dan perutusan Yesus melebihi kewajiban terhadap keluarga. Maria
ditampilkan sebagai murid yang setia mengikuti Yesus dalam ziarah menuju Yerusalem
surgawi. Dalam ziarah ini, Maria adalah saudara seiman bagi umat Putranya. Maria adalah
ibu, citra dan saudara seiman. Kisah kedua tentang Maria dalam injil Markus dapat
ditemukan dalam bab 6:3. Perikop ini dilihat sebagai salah satu dasar keyakinan Gereja
bahwa Maria itu tetap perawan. Panggilan dan peranannya berkaitan langsung dengan
penjelmaan, dengan karya Roh Kudus dan keselamatan.

7.2.3. Maria Dalam Perspektif Lukas


Bila dibandingkan dengan tiga penginjil yang lain (Markus, Mateus dan Yohanes),
penginjil Lukas memiliki bahan atau kisah cukup banyak tentang Maria. Ada beberapa
perikop dalam injil Lukas yang menampilkan pribadi Maria.

a. Lukas 1:26-56
Dalam perikop ini, Maria digambarkan sebagai pribadi yang secara definitif diantar
memasuki misteri Kristus melalui peristiwa Kabar Malaikat. Hal ini terjadi di Nazaret,
dalam suatu realitas konkret sejarah Israel. Malaikat menyebut Maria sebagai “yang penuh
rahmat”. Penuh rahmat berarti diubah seluruhnya oleh rahmat Tuhan. Artinya Maria telah
disucikan seluruhnya oleh Tuhan sendiri. Dengan demikian Maria dikuduskan bukan baru
pada saat menerima kabar gembira, melainkan sejak awal mula konsepsinya di dalam rahim
ibunya, Allah telah menguduskan dan membebaskannya dari segala noda dosa.
Pada saat Maria menerima kabar dari malaikat Gabriel, ia dipanggil untuk melakukan
suatu tindakan iman yang bersifat pribadi. Maria dipanggil untuk menjadi bagian dari
rencana keselamatan Allah. Ini memerlukan iman yang besar untuk memberikan jawaban
yang tepat. Maria berusaha mengerti maksud Allah untuk memahami bagaimana hal itu
menjadi mungkin. Maria memahami bahwa jawabannya harus lahir dari bagian terdalam
kehidupan iman. Ia menjawabi dengan suatu tindakan iman yang pribadi, “Terjadilan
padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38).
Fiat Maria mewakili suatu jawaban iman yang pernah diucapkan bangsanya untuk
meneguhkan perjanjian, yakni ketaatan dan kesetiaan kepada Yahwe. Maria menjadi
kenisah dan Tabut Perjanjian Baru. Kidung Maria merupakan ungkapan iman berciri pujian

53
dan syukur. Menurut gambaran Lukas bab 1 Maria memang percaya sepenuh-sepenuhnya
pada Allah. Justru karena kepercayaannya ini, ia dipuji bahagia (Luk 1:45).

b. Lukas 2:21-40
Teks ini merupakan sebuah kisah panggilan seperti yang dapat kita lihat dalam diri
Zakharia. Penyerahan diri Maria yang total kepada kehendak Allah pasti membawa
konsekuensi yang berat bagi ziarah imannya. Penyerahan diri yang total itu mengandung
makna bahwa Maria akan meneriman segala konsekuensi yang dihadapi karena imannya
itu.

c. Lukas 2:41-52
Kebersamaan Yesus dengan Maria sebelum Yesus menjalankan karya-Nya di depan
umum adalah dalam perayaan Paskah di Yerusalem. Dalam Kisah ini, Lukas menampilkan
Maria yang terus maju dalam ziarah imannya. Ia sudah lama hidup bersama Sang Sabda dan
merenungkan semua peristiwa bersama Sang Sabda itu di dalam hatinya. Pemilihan Allah
terhadap Yesus makin jelas. Manusia pertama yang diizinkan mengenal Kristus adalah
Maria. Meskipun demikian, hidup Yesus tetap misteri bagi manusia. Hanya Allah Bapa-Nya
yang mengenal Dia secara sempurna. Meskipun Yesus tetap misteri baginya, ia tetap setia
mengikuti ziarah imannya.

7.2.4. Maria Dalam Injil Yohanes


Penginjil Yohanes menampilkan dua peristiwa penting tentang Maria, yakni pesta
perkawinan di Kana dan salib. Di sini kita melihat bahwa Yohanes merefleksikan peran
Maria dalam perjalanan misioner Yesus. Berbeda dengan Lukas dan Mateus yang
memberikan tekanan pada penjelasan tentang asal usul Yesus, Ia memulai injilnya dengan
suatu refleksi teologis yang sangat mendalam, yakni peristiwa inkarnasi Allah. Dalam
peristiwa inkarnasi ini Maria tentu memiliki peran yang sangat penting. Nampaknya
Yohanes melihat bahwa penjelasan tentang asal usul Yesus sudah dikenal publik. Dalam
injilnya, Yohanes menampilkan Maria sebagai orang yang setia dalam perjalanan karya
misioner Yesus. Maria ditampilkan pada awal pernyataan kuasa Yesus sebagai Anak Allah
dalam pesta di Kana (Yoh 2:1-11) dan Maria yang mengikuti Yesus sampai di puncak karya
misionernya, yakni salib (Yoh 19:25-27).

7.2.5 Kisah Para Rasul 1:14


Dalam Kisah Para Rasul, Maria ditampilkan sebagai ibu yang setia berdoa bersama
para murid. Kedudukan Maria sesudah kenaikan Yesus ke surga adalah berada dalam dan
bersama dengan Gereja yang dikepalai para rasul. Maria mempersatukan para murid Yesus.
Maria menjadi pemersatu bagi Gereja. Iman Maria bersifat eklesial dan komunal.

7.2.6. Maria Dalam Surat-surat Paulus


Dalam Galatia 4:4, Maria dilihat sebagai pribadi yang terlibat dalam sejarah
keselamatan. “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir
dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Meskipun Maria bergantung
pada Putranya, tetapi dalam arti tertentu rencana penyelamatan itu bergantung pada Maria,
yakni dalam kesediaannya menjadi bunda penebus. Kesediaan Maria membuka
kemungkinan bagi universalitas keselamatan. Maria adalah jaminan realitas peristiwa
inkarnasi. Kesediaan Maria menjadi Bunda Yesus berarti memberi kesempatan pada Allah

54
untuk masuk dalam situasi dan mengalami sejarah manusiawi. Maria turut berpartisipasi
dalam misteri penjelmaan diri Allah menjadi manusia.

7.3. Dogma-Dogma Gereja Mengenai Maria


7.3.1.Dogma Maria Bunda Allah
Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya
sebagai Bunda Allah. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh gelar tentang Maria
bersumber pada kenyataan bahwa Maria adalah Bunda Allah, bunda Sang Pen ebus. Oleh
karena itu, semua gelar Maria senantiasa bersumber pada misteri Inkarnasi Kristus. Jadi,
seluruh gelar Maria adalah untuk semakin memperkuat pengajaran tentang Inkarnasi
Kristus.
Dogma Maria Bunda Allah sudah dinyatakan dalam konsili Efesus pada tahun 431.
Dogma muncul di tengah arus kuatnya ajaran Nestorius yang menolak ajaran tentang Maria
Bunda Allah. St. Sirilus dari Alexandria melawan Nestorius atau mempertahankan ajaran
iman Katolik tentang Bunda Maria sebagai Bunda Allah. Untuk melawan ajaran Nestorius
ini, Sirilus menekankan kesatuan dari keilahian dan kemanusiaan Kristus. Dengan demikian,
Dogma Maria Bunda Allah didasarkan atas relasi khusus dengan Yesus, Putera Allah. Maria
sebagai Bunda Allah karena mengandung dan melahirkan Putera Allah.
Kemajuan refleksi tentang Maria tidak terlepas dari kemajuan dalam bidang
kristologi. Refleksi kristologi selalu mempunyai implikasinya terhadap pandangan tentang
Maria. Kalau Yesus benar-benar Allah, maka ibu Yesus juga menjadi Ibu Allah. Maka sejak
abad IV Maria mulai disebut "theo-tokos", "Dei-Genitrix", artinya yang melahirkan Allah.
Dalam bahasa Latin sebutan “Dei-Genitrix” ini diterjemahkan dengan “Mater Dei”, Bunda
Allah. Sejak abab IV gelar itu menjadi lazim dipakai. Istilah itu tidak mengatakan bahwa
Allah mempunyai ibu, tetapi manusia yang adalah Allah tentu saja mempunyai ibu. Dogma
mariologis ini hanya d apat dibenarkan dan dipahami dalam rangka dogma kristologis.
Maksudnya, dogma mariologis ini didasarkan atas suatu keyakinan mendasar tentang Allah
yang inkarnatif, Allah yang menjelma menjadi manusia.

7.3.1.2. Maria Tetap Perawan


Dogma yang kedua adalah dogma Maria Tetap Perawan. Gereja Katolik mengajarkan
bahwa Maria tetap perawan sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus. Dogma ini
tentu menimbulkan perdebatan yang serius. Dasar persoalannya adalah bahwa doktrin
seperti ini bertentangan dengan fakta biologis bahwa orang yang sudah melahirkan anak
tentu kehilangan keperawanannya. Diskusi seputar dogma ini semakin serius karena mereka
yang menegasikan ajaran ini mendasarkan keberatannya pada Kitab Suci. Jika orang yang
mendukung ajaran ini melihat dasar keyakinannya dalam Kitab Suci, demikian juga mereka
yang menolaknya merujukkan penolakannya pada Kitab Suci. Contoh teks yang biasa
diangkat adalah Matius 13:55, Markus 6:3 “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-
Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?”. Mereka
melihat bahwa kata saudara-saudara ini menunjukkan bahwa Maria memiliki lebih dari satu
anak. Para pendukungan dogma Maria tetap perwan berusaha menjernihkan penafsiran
yang dangkal dari penentangnya dan merujuk kepada teks-teks tertentu dalam Kitab Suci
yang intinya memperlihatkan bahwa peristiwa mengandung dan melahirkan Yesus adalah
rencana Allah.
St. Ignasius dari Antiokhia adalah teolog pertama yang muncul pada abad II yang
memberikan perhatian pada tema mariologis. Refleksi teologisnya didasarkan atas Gal 4:4

55
“Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”. Pikiran pokok dalam ayat ini adalah
penjelmaan Putra Allah, yang lahir dari seorang perempuan. Pembicaraannya tentang Maria
berkaitan erat dengan upaya untuk membela ajaran iman Katolik tentang kemanusiaan
Yesus.
Perlu diingat bahwa tradisi mengenai mengandung Yesus oleh perawan Maria
pertama-tema mengenai Yesus Kristus, bukan Maria. "Conceptio virginalis" pertama-tema
termasuk kristologi, bukan mariologi. Tetapi secara tak langsung ajaran itu juga
mengatakan sesuatu tentang Maria. Sebagai perawan ia menjadi ibu, sehingga ia ibu-
perawan. Ia perawan dalam keibuannya dan tidak terlepas darinya. Sebagai perawan Maria
mengandung Yesus.
Keperawanan Maria tidak langsung dihubungkan dengan panggilannya sebagai
bunda Allah. Konsili vatikan II menghubungkannya dengan imannya, “ dalam iman dan
ketaatan ia melahirkan Putra Bapa sendiri di dunia dan itu tanpa mengenal pria, dalam
naungan Roh kudus, sebagai hawa yang baru, karena percaya akan utusan Allah, dengan
iman yang tidak tercemar oleh kebimbangan (LG 63). Iman berarti penyerahan kepada Allah
dan penyerahan Maria yang total terungkap dalam keperawanannya. Dalam keperawanan
Maria tampak bahwa Kristus dan kelahirannya merupakan misteri iman. Oleh karena itu,
Gereja menegaskan bahwa martia itu “pola teladan Gereja yang mengagumkan dalam iman
dan cinta kasih (Lg 53 dan 63). Keperawanan Maria berhubungan dengan keibuannya,
sejauh ia melahirkan Anak Allah sebab “ia percaya bahwa apa yang dikatakan kepadanya
dari Tuhan, akan terlaksana (Luk 1:45).
Maria sebagai perawan mengandung Yesus hanya karena diminta Allah, jadi
sebelum menikah dan berkumpul dengan suaminya. Itu juga disarankan Mat 1:18.25.
Nahkah ini menggambarkan yufuf gelisah oleh karena calon istrinya hamil sebelum
menikah secara resmi. Maka keperawanan merupakan akibat dipilihnya Maria menjadi ibu
Yesus Kristus. Menurut gambaran Injil Lukas Maria sepenuh-penuhnya merelakan diri bagi
maksud Allah. Meskipun belum menikah ia menyetujui (Luk 1:38) maksud Allah dan
sebulat-bulatnya menjadi hamba Allah. Kerelaaan itulah yang merupakan dimensi spiritual
keperawanan Maria ditinjau dari sisi Maria. Ia merelakan dirinya dan seluruh hidupnya
untuk melayani rencana Allah. Mengingat bahwa anak Maria, Yesus, menjadi juruselamat
umat manusia, maka termasuk ibu-Nya merelakan diri bagi penyelamatan dunia, berarti
kerajaan Allah. Maka Maria perawan spiritual atau fisik demi kerajaan Allah (mt 19:12). Oleh
karena Allah melalui anak Maria mau menyelamatkan dunia dan mewujudkan Kerajaan-
Nya maka Maria sebagai hamba Allah dengan rela menjadi ibu-perawan, yang mengandung
juru selamat itu.
Penegasan bahwa Maria adalah perawan tidak didasarkan atas suatu pengamatan
ilmiah tetapi dijabarkan dari iman Kristen, dari iman yang mengenai relasi antara Allah dan
manusia. Allah tidak memperlakukan manusia sebagai benda mati, tetapi makhluk yang
bebas. Manusia itulah yang diikutsertakan dalam karya penyelamatan, yang secara unggul
dan malah tunggal diikutsertakan adalah ibu Yesus, yang sebagai ibu mempunyai relasi
tunggal dengan anaknya, juru selamat dunia. Sebulat-bulatnya dan secara ekslusif Maria
merelakan diri. Sikap dinamik itulah keperawanan spiritual Maria. Dimensi fisik biologi
terlebih berkaitan dengan dimensi kristologis, tetapi dari segi mariologi juga dimensi itu
berperan sebagai tanda keperawanan spiritual.
Relevansi teologis ajaran tentang keperawan tetap itu terletak dalam hal ini: karya
penyelamatan Allah dapat mencetuskan dari pihak manusia suatu tanggapan dan

56
penyertaan aktif yang bulat menyeluruh, sehingga orang yang bersangkutan tidak sempat
melibatkan diri dalam suatu yang tidak secara langsung berhubungan dengan karya itu.
Maria dinilai sebagai seorang yang sepenuh-penuhnya Kristen, yang merealisasikan segala
kemungkinan yang terkandung dalam iman Kristen, termasuk keperawanan tetap yang
dianjurkan dan dipraktekkan Yesus dan Paulus (Bdk 1 Kor 7:7-8.26.32.34.40) sebagai suatu
kemungkinan. Selayaknya itu terwujud pada diri dan kehidupan ibu Yesus, akibat realisasi
keibuan yang memang unik. Dalam rangka perkawinan Maria tetap perawan secara
spiritual dan fisik.

7.3.1.3. Maria Dikandung Tanpa Noda


Pada tanggal 8 Desember 1854 Paus Pius IX menetapkan dogma tentang Maria yang
dikandung tanpa noda dosa asal dan bebas dari dosa serta dari kecendrungan untuk berbuat
dosa. Inti dari dogma ini adalah Maria mengandung dalam keadaan perawan. Paus Pius IX
menetapkan doga tentang Maria tetap perawan dalam Bulla Ineffabilitas Deus. Dalam Bulla
ini dinyatakan bahwa Maria adalah puncak dari kemenangan ilahi. Bunda Maria adalah
Yerusalem baru, ciptaan baru, kediaman baru, dan harapan suatu manusia baru.
Maria dikandung tanpa dosa karena ia menjadi Bunda Kristus. Sejak awal hidupnya
ia dipersiapkan bagi tugas dan panggilan yang luhur itu. Maria suci dan tidak bercela di
hadapan Allah. Ia dipilih dari semua manusia dan dipeuhi dengan rahmat. Ia diberkati di
antara semua perempuan dan Allah mengerjakan perbuatan besar kepadanya.
Kesuician Maria berhubungan langsung baik dengan keperawanannya maupun
dengan keibuannya. Maka dalam Gereja “Menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci
seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang
diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus (LG 56). Keibuannya terjadi karena naungan
Roh Kudus, yang adalah Roh kesucian dan Maria dengan sepenuhnya menyerahkan diri
kepada karya Roh itu dengan menjwab kepada malaikat, “jadilah pada menurut
perkataanMu” (Luk 1:38). Iman akan karya Allah itu membuatnya suci secara total. Itu
berarti bahwa “tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal” (LG 59). Sejak
kandungannya Maria sudah menjadi kekasih Allah.

7.3.1.4. Maria Diangkat ke Surga


Paus Pius XII menetapkan dogma Maria diangkat ke surge pada tanggal
1November 1950 dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus (Allah yang Maha
Murah). Konstitusi berbicara tentang dogma Maria diangkat ke surge. Dalam konstitusi ini
ditandaskan bahwa Maria diangkat ke surga karena teladan hidupnya. Misteri Maria
diangkat ke surga berhubungan langsung dengan kebangkitan Yesus.
Dogma Maria diangkat ke surga dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada tanggal 1
November 1950 dengan konsitusi apostolik Munificentissimus Deus (Allah yang Mahamurah).
Dogma ini tidak didasarkan hanya pada satu privilegium saja, misalnya Keibuan Ilahi, Tak
Bernoda, Tetap Perawan, melainkan pada kehidupan dan peranan bersama Kristus. Maria
diangkat ke surga karena kesatuannya yang sempurna dengan Sang Putra. Kristus
mengalamai kebangkitan dari antara orang mati. Misteri Maria diangkat ke surga
berhubungan langsung dengan kebangkitan Yesus. Kemenangan Yesus atas maut
berlangsung bukan hanya di dalam kebangkitan pribadinya melainkan juga di dalam
kebangkitan definitif segenap umat manusia.
Penetapan ajaran resmi Gereja tentang Maria diangkat ke surga didasarkan atas
empat pertimbangan teologis. Pertama, pantaslah Santa Perawan Maria diikutsertakan

57
dalam kemuliaan Putranya. Yesus naik ke surga dengan jiwa dan badannya, maka hal ini
berlaku juga untuk Maria. Kedua, dalam hidupnya Maria diikutsertakan secara penuh
dalam karya penyelamatan Yesus Kristus. Karena itu Maria jugapantas diikutsertakan dalam
kebangkitan, juga sebelum akhirat. Ketiga, dogma Maria diangkat ke surga memiliki dasar
biblis, yakni dalam penggambaran Maria sebagai Bunda Yesus, tetap perawan dan serba
suci. Keempat, Gereja sudah memandang hal ini berabad-abad lamanya sebagai pokok iman.
“Akhirnya perawan tak bernoda,yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal,
sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan
di surge berserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai ratu alam
semesta, supya secara lebih penuh menyerupai puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang
telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59). Terangkatnya perawan tersuci adalah suatu
keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan puteranya dan satu antisipasi dari
kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.

7.3.2. Dokumen-Dokumen Gereja Tentang Maria


7.3.2.1. Lumen Gentium: Maria Perawan Dan Bunda Allah Dalam Misteri Kristus Dan
Gereja
Konsili Vatikan II menyajikan pandangan tentang Bunda Maria dalam Konstitusi
Dogmatis Lumen Gentium,khususnya dalam bab delapan. Maksud konsili menetapkan
pandangan tentang Bunda Maria dijelaskan dalam Lumen Gentium no. 54. Maka sementara
menguraikan ajaran tentang Gereja, tempat penebus ilahi melaksanakan penyelamatan,
Konsili suci hendak menjelaskan dengan cermat baik peran Santa Perawan dalam misteri
Sabda yang menjelma serta Tubuh Mistik-Nya, maupun tugas-tugas mereka yang sudah
ditebus terhadap Bunda Allah, Bunda Kristus dan Bunda orang-orang terutama yang
beriman.
Doktrin tentang Maria dimulai dengan menampilkan gagasan tentang hubungan
antara misteri penyelamatan Allah dengan peran spesifik Maria dalam tata keselatan itu
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa keselamatan hanya bersumber pada Allah. Allah
menyelamatkan manusia hanya karrena kasih yang begitu besar kepada manusia. Tindakan
penyelamatan Allah dinyatakan secara sempurna dalam melalui Yesus Kristus. Manusia
memahami rencana keselamatan Allah karena Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia.
Dalam peristiwa inkarnasi, Maria mengambil peran yang sangat istimewa. Kesediaan Maria
untuk menjadi ibu bagi Sang Sabda membuka kemungkinan bagi universalitas keselamatan
Allah (art.52) Kesediaan Maria untuk menjadi Bunda Allah berarti memberi kesempatan
pada Allah untuk masuk dalam situasi dan mengalami sejarah manusia. Dengan demikian,
Maria memiliki partisipasi yang sanagt istimewa dalam mewujudkan rencana keslamatan
Allah bagi manusia.
Maria adalah Bunda Allah dan anggota Gereja. Kesediaan Maria untuk mengandung
dan melahirkan Sang Sabda memungkinkan Maria mendapat rahmat yang istimewa yakni
peran sebagai Bunda Allah. Maria sebagai Bunda Allah menunjuk pada pribadi Maria
sebagai Ibu Yesus. Sebutan Maria sebagai Bunda Allah mengungkapkan relasi yang tak
terceraikan antara keilahian dan kemanusiaan Kristus. Melalui peristiwa inkarnasi, Allah
memberi tempat yang istimewa kepada Maria. Ia diangkat menjadi Bunda Allah. Sebagai
anggota Gereja, Maria mengantar semua anggota Gereja kepada kesatuan dengan
Puteranya. Ia adalah anggota Gereja yang unggul melampaui anggota lainnya karena
kesempurnaan imannya.

58
7.3.2.2. Redemtoris Mater: Santa Perawan Maria Dalam Kehidupan Gereja
Yang Berziarah
Paus Yohanes Paulus II menuangkan refleksinya tentang Maria dalam Ensiklik
Redemptoris Mater yang dikeluarkan pada tanggal 25 Maret 1987. Ia adalah paus yang
memiliki devosi yang sangat kuat terhadap Bunda Maria. Kesetiaan dan ketekunan dalam
tugas kegembalaannya tidak terlepas dari penyerahan dirinya pada perlindungan dan
pertolongan Bunda Maria. Dalam ensiklik Redemptoris Mater, ia mengemukan beberapa
pandangan yang mendasar mengenai Maria, antara lain: Pertama, Maria adalah wanita yang
penuh rahmat. Dengan salam malaikat, Maria secara definitif masuk dalam misteri Kristus.
Maria mendapat berkat yang istimewa dari Allah. Maria dipanggil sebagai wanita yang
terberkati bukan hanya dalam pewartaan malaikat, tetapi juga oleh Elisabeth. Dalam salam
malaikat dan Elisabet, Maria seakan-akan mendapat nama baru “yang penuh rahmat”.
Maria mendapat berkat khusus karena Allah memilih dia menjadi Bunda Putera-Nya.
Sebutan Maria sebagai yang penuh rahmat menunjukkan pada pemilihan Maria
sebagai Bunda Putera Allah. Pemilihan Maria itu seluruhnya bersifat istimewa dan unik.
Dengan itu, Maria juga mendapat tempat yang unik dan istimewa dalam seluruh misteri
Kristus. Maria sebagai pribadi yang penuh rahmat karena penjelmaan diri Putera Allah
terjadi dalam dirinya.
Maria menjadi wanita yang terberkati karena percaya. Maria hadir dalam misteri
penyelamatan karena dia percaya. Dalam menanggapi pernyataan malaikat, Maria
mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah dengan menundukkan akal budi dan
kehendaknya. Hal ini menunjukkan ketaatan iman kepada Allah. Dengan menerima kabat
malaikat, Maria menjadi Bunda Tuhan. Misteri penjelmaan menjadi sempurna ketika Maria
mengucapkan fiat: “Jadilah padaku seperti katamu itu”. Maria mengucapkan fiat ini dalam
iman. Dalam iman dia mempercayakan diri kepada Allah tanpa batas apa pun.
Ketaatan iman Maria diuji dalam seluruh perjalanan hidupnya. Maria mengikuti
seluruh jalan Putranya sampai pada peristiwa puncak misi-Nya di dunia. Maria tidak
pernah gagal dalam imannya. Maria sebagai Bunda Yesus yang setia menyertai-Nya sampai
di kaki salib. Peran keibuan Maria terletak dalam sikap imannya yang setia mendengarkan
dan melaksanakan kehendak Allah. Maria disebut sebagai yang berbahagia karena ia
melaksanakan Firman Allah. Dengan demikian, keibuan Maria bukan hanya dalam daging
tetapi juga dalam hal rohani.
Keibuan Maria ditunjukkan secara total. Ia menyertai Yesus sampai di kaki salib.
Penginjil Yohanes menampilkan keibuan Maria dalam perjamuan di Kana. Di sini Maria
tampil sebagai ibu yang percaya akan kekuasaan yang ada di dalam diri Puteranya. Di sini ia
tampil sebagai Bunda Yesus pada awal kehidupan di depan umum. Dalam peristiwa ini
Yesus menyatakan kemuliaan-Nya. Pada bagian lain Yohanes memperkuat s ifat keibuan ini
dalam peristiwa puncak karya penyelamatan Yesus, yakni dalam peristiwa salib. Kesatuan
Maria dengan Putranya sampai di salib karena Allah selalu menyertai dia. Kekuatan Allah
yang diwartakan oleh malaikat Gabriel pada awal ziarah iman Maria mengikuti Sang Sabda
sungguh dirasakan Maria. kekuatan Allah inilah yang memungkinkan Maria bertahan
dalam ziarah imannya. Di bawah kaki salib, Maria menerima aspek baru keibuan Maria,
yaklni keibuan rohani bagi semua orang beriman kepada Kristus.

59
BAB VIII
BERIMAN DALAM KONTEKS PLURALISME AGAMA

8.1. MAKNA PLURALISME AGAMA


Pluralisme telah menjadi pengalaman keseharian manusia.Wilayah yang dahulu
dihuni oleh orang dari satu agama saja sekarang menjadi tempat pertemuan berbagai
agama.Perjumpaan agama-agama telah menjadi kenyataan yang kasat mata dan menjadi
fenomen yang tidak dapat dibantah. Agama-agama tampaknya tidak bisa lagi hidup sebagai
sebuah “getho” yang terkucil dan pada pihak lain agama-agama mulai berpikir dan

60
mengambil sikap terhadap agama-agama lainnya. Dalam sejarah sikap ini telah terpatri
dalam beberapa kecenderungan antara lain: sikap eksklusif, sikap inklusif/pluralis dan sikap
korelasional. Karena itu “pluralisme Agama” telah menjadi perhatian para ilmuwan agama
yang dengan berani mencanangkan etika global atau paradigma lintas batas yang patut
mendapat perhatian kita semua antara lain:
a. Allah itu sempurna dan hanya dialah yang sempurna sedangkan yang lainnya tidak
sempurna. Karena Allah sempurna dia tidak perlu dibela oleh manusia.Kalau ada
yang bersikeras bahwa ada lembaga yang sempurna seperti Allah dia mengulangi
dosa di kebun firdaus yaitu “kecenderungan menjadi sama dengan Allah” dan
dengan demikian akan menjadi sumber kekerasan atas nama agama.
b. Agama adalah sarana untuk lebih dekat dengan yang Ilahi.Agama bukan tujuan
dalam dirinya sendiri.Karena agama adalah sarana bukan tujuan maka sarana
tersebut harus mampu juga memperbaiki dirinya. Agama harus dibersihkan dari
“Fundamentalisme, ekslusivisme, fanatisme, atau kekerasan atas nama
agama”.Setiap bentuk kekerasan atas nama agama menurunkan martabat agama
apapun.
c. Dialog sejati akan mengusung nilai-nilai kemanusiaan seperti bebas, hormat, setara
yang dewasa ini adalah bagian integral dari masyarakat beradab. Agama yang tidak
mengusung dialog akan dengan sendirinya terdepak dari dunia peradaban.
d. Agama diciptakan untuk manusia dan manusialah yang membutuhkan agama bukan
sebaliknya.Prioritas manusia atau “pemanusiaan manusia” lewat agama ini telah
merupakan landasan bersama kemanusiaan global untuk berjuang membebaskan
manusia dari pelbagai belenggu sosial.
e. Setiap agama itu unik namun keunikan itu diperoleh bukan lewat “eksklusi”(by
ecsclusion) melainkan lewat “relasi”(by relation”). Semua agama boleh
mencanangkan keunikannya namun keunikan itu tidak dapat diperoleh tanpa
keunikan orang lain. Karena itu tuntutan keunikan setiap agama harus mengenyakan
atau membuang jauh-jauh pathologi yang disebut “pluralisme-fobia”atau ketakutan
terhadap pluralisme yang sehat dan wajar.

8.2. TANTANGAN PLURALISME AGAMA


Memasuki medan pluralisme agama berarti berjalan dalam kawasan yang penuh
dengan pertanyaan dan ketegangan.Semua agama diwajibkan untuk merumuskan
loyalitas kepada agamanya sendiri sekaligus keterbukaan kepada atau dialog agama
lain.Agama-agama mempunyai tugas untuk merumuskan keberakaran sekaligus
keterbukaan, meracik jatidiri namun bukan sebuah fanatisme, membangun sikap
otonom sekaligus lintas batas, menawarkan jatidiri lewat sikap atau perspektif
dialogal.Hal-hal seperti ini memang menjadi tantangan sekaligus peluang untuk semua
agama tanpa kecuali. Tantangan-tantangan akibat pluralisme Agama dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Hadirnya ketidakpastian teologis dimana agama-agama itu mengarahkan loyalitas
sikap beragamanya. Bagaimana penganut sebuah agama dikatakan “loyal” sekaligus
“terbuka dan dimurnikan” oleh agama lain. Masalah-masalah yang timbul ini
menyatakan secara jelas kebutuhan akan hadirnya “teologi agama-agama” agar umat
beragama melihat dan merayakan pluralisme sebagai ungkapan keluasan dan
kedalaman yang Ilahi yang melampaui ruang dan waktu.

61
b. Sikap-sikap awal berhadapan dengan pluralisme agama adalah “toleransi”. Namun
toleransi adalah sikap dimana orang berkeyakinan bahwa agama lain “dibiarkan”
atau ‘tidak diganggu”.Dan seringkali toleransi masih dilihat dan disalahpahami
sebagai penyamaan. Misalnya orang mengatakan:”kita toleran karena semua agama
pada hakikatnya sama” atau “karena agama-agama itu hanya jalan berbeda menuju
tujuan yang sama”. Mentoleransi pihak lain seperti yang diungkapkan ini
sebenarnya bukan toleransi dan hal seperti ini masih terjadi di tengah masyarakat.
Kita baru berbicara mengenai toleransi apabila kita bersedia menerima dan
mengakui sungguh-sungguh pluralisme agama.Dengan ini berarti kita menerima
perbedaan.Toleransi berarti menerima saudara atau kelompok saudara walaupun
pandangan,kepercayaan dan keyakinannya berbeda.
c. Kesadaran personal-eksistensial bahwa ada banyak agama membawa orang kepada
kesadaran historis bahwa semua agama terbatas. Kesadaran sejarah menegaskan
bahwa sejauh setiap kenyataan itu historis,kenyataan itu terbatas.Hal itu berarti
agama dipengaruhi dan dibatasi oleh konteks historis itu. Karena itu pengetahuan
kita selalu merupakan pengetahuan yang terbatas dan ditafsirkan.Dan karena
pengetahuan itu selalu ditafsirkan dan penafsiran selalu muncul dari situasi historis
partikular tempat kita berada.Dengan kata lain dibutuhkan sebuah keberanian untuk
melempar jangkar ke kedalaman dari aneka ragam titik pandang yang berubah terus
menerus.
d. Tantangan pluralisme agama yang kita saksikan dalam sejarah Gereja misalnya
ditandai dengan beberapa posisi dasar yaitu: Eksklusivisme, Inklusivisme dan
pluralisme dengan segala konsekwensi dan nuansanya.

8.3. PERKEMBANGAN AJARAN GEREJA


Konsili Vatikan II(1962-1965) harus dicatat sebagai sebuah karya agung dan
monumental, sebuah temu wicara dan pencapaian rohani yang tidak saja menawarkan
ekologi pikiran yang mencengangkan melainkan juga kesadaran atau kecerdasan moral
yang sangat mendalam. Konsili mengubah peta hubungan antar-umat beragama,baik pada
tingkat lokal,regional bahkan internasional.Konsili telah berhasil memukau dunia dengan
pelbagai penyataan profetisnya lewat revolusi eklesiologis yang dicanangkannya secara
sadar.Bukan saja orang katolik yang digerakan lewat dokumen-dokumennya melainkan
juga mereka yang beragama lain merasa bahwa bahwa Vatikan II itu merupakan sebuah
pencapaian bersama.Muncul semangat baru dalam menjalankan dialog antar umat-
beragama dan dialog telah dicerna sebagai sebuah ungkapan penghayatan iman.Nampak
jelas bahwa dialog antar-umat beragama yang lahir dari bingkai pluralisme agama itu tidak
sekedar menerima fakta fenomen banyaknya agama melainkan “mengakui kenyataan
bahwa simbol-simbol agama manapun mengungkapkan hubungan dengan Allah sekaligus
mengakui keterbatasan simbol-simbol tersebut dan karena itu terbuka untuk diperkaya oleh
dan memperkaya simbol-simbol agama lain”.
Semangat Konsili ini memiliki basis historis yang nyata. Konsili Vatikan II juga belajar
dari sejarah.Konsili Firenze tahun 1438-1455 yang telah memaklumkan kalimat termashur
yaitu “Extra Ecclesiam nulla salus” atau di luar gereja tidak ada keselamatan ditantang atau
diperlunak juga kemudian oleh beberapa Paus misalnya oleh Paus Pius IX yang
mengatakan:” Dalam Iman kita harus berpegang bahwa di luar gereja apostolik Romawi
tidak mungkin orang diselamatkan…namun begitu pula kita harus meyakini bahwa

62
kesalahan itu di mata Tuhan tidak terdapat pada orang yang hidup dalam ketidaktahuan tak
teratasi mengenai agama yang benar”.Jadi tidak ada orang yang masuk neraka kalau
ketidakberadaan dalam gereja itu adalah karena tidak tahu.
Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II menanggapi pluralisme agama dan dialog
antara umat beragama sambil menyatakan empat hal berikut ini:
1. Orang di luar gerejapun dapat diselamatkan(masuk surga) berkat rahmat Yesus
Kristus.(Lihat dok. Ad Gentes no.8 dan Lumen Gentium no.15 dan 16).
2. Ensiklik “Ecclesiam Suam” yang diumumkan Paus Paulus VI meletakan dasar
pertama tentang spiritualitas dialog dan secara terperinci ensiklik ini mengutarakan
empat pilar dialog yaitu “dasar-dasar dialog, dialog sebagai kerasulan, dialog
keselamatan dan lingkaran konsentris dengan siapa Gereja harus berdialog. Dalam
penjelasannya mengenai dialog sebagai tugas kerasulan Paus mengatakan bahwa
setiap dialog memiliki tiga ciri khas yaitu:”kejelasan, kelembutan hati yang
berseberangan dengan sikap menyerang dan menuntut kerendahan hati,
kepercayaan dan kebijaksanaan yang meneguhkan persaudaraan. Dialog harus
menyingkirkan kemunafikan, membongkar topeng, persaingan, pengkhianatan dan
tipu daya serta mencegah pertikaian atau sengketa pelbagai bentuk.
3. Gereja tetap memiliki kewajiban untuk memaklumkan Injil ke seluruh dunia namun
pemakluman itu tidak boleh dilakukan lewat cara-cara yang tidak wajar.Dengan ini
mau ditekankan bahwa Evangelisasi yang secara tekstual dan harafiah berarti “kabar
gembira” tidak boleh berubah menjadi “kabar buruk” bagi manusia.(Ad Gentes
no.13).
4. Gereja mengakui hak atas kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia yang tidak
boleh dicemari.(Dignitatis Humanae).Dalam upaya kemanusiaan menyeluruh yang
ditampakan gereja sikap dialogis diarahkan gereja kepada siapa saja tanpa peduli
apakah mereka bersikap positif atau menentang gereja.
Dengan dokumen Vatikan II ini hendak ditandaskan bahwa Dialog antar-umat
beragama lebih menitikberatkan keinginan dan kebutuhan untuk saling memahami dan
saling menukar pengalaman keagamaan yang telah dimiliki oleh masing-masing tradisi
pengikut agama-agama. Berangkat dari kenyataan pluralisme agama yang tidak dapat
dibantah ini maka dapat disimpulkan bahwa ada kebutuhan menciptakan sebuah
paradigma relasi antar-agama namun bukanlah paradigma relasi yang bersifat dominatif
melainkan yang bersifat kolaboratif. Relasi beradab yang dirumuskan Konsili Vatikan II
diatas ini tidak lain dari “Dialog”.
Anjuran agar kita tetap rendah hati bukanlah sekedar basa basi saleh. Karena kita
manusia terbatas, terdistorsi oleh dosa dan kepicikan, maka kita selalu dalam bahaya
menyimpang dari Sabda dan sapaan Ilahi.Yesus Kristus adalah Allah yang sempurna
namun kita adalah manusia yang tidak sempurna dan kita yang disinari Injilnya ini sama
sekali tidak sempurna. Mudah sekali kita sekarang ini untuk denganb leluasa
membeberkan sejarah Gereja yang penuh dengan litania dosa,
kegelapan,kekerasan,kebodohan,kepicikan,salah tafsir,kesombongan dan kemunafikan.
Hal yang sama berlaku untuk diri kita sendiri padahal kita diutus menjadi saksi Kristus
ditengah masyarakat.

8.4. MERETAS DIALOGALITAS

63
Uraian di bawah ini merupakan aktivitas “pembacaan ulang” terhadap tiga Nota
Pastoral KWI dalam terang perspektif societas dialogal. Skema jalan pikirannya diajukan
randomly untuk menyimak kekayaan tiga dokumen Nota Pastoral 2003, 2004, dan 2006.
1) Definisi Gereja sebagai “sahabat”
Manusia itu memiliki “gerakan bersama” yang indah dan memesona, namanya
“gerakan membangun masyarakat dialogal”. Dalam terang “meretas societas dialogal”,
bagaimana Nota Pastoral KWI mendefinisikan kehadiran Gereja Katolik di Indonesia?
Nota 2004 menegaskan paradigma baru, yaitu “Gereja adalah sahabat bagi semua”.
Dengan “semua” dimaksudkan pertama-tama tidak ada yang dikecualikan. Namun
demikian, eksistensi sebagai sahabat akan menjadi konkret ketika Gereja hadir di mana-
mana dan melayani mereka yang menderita, yang berada dalam kesulitan, yang sedang
mengalami jalan buntu dan dilanda bencana. Tidak hanya itu. Melainkan, Gereja juga
menampilkan kesediaan untuk bekerja bersama, berpartisipasi aktif dalam
merealisasikan program kerja konkret membangun societas.
2) Dialogalitas adalah ekspresi kodrati manusia
Keindahan hidup manusia terletak pada ekspresi kebersamaannya. Sebuah kesendirian,
bekerja sendirian atau menyingkirkan yang lain adalah kenaifan. Kebersamaan yang
paling indah berada dalam ranah dialogal kehidupan. Nota 2006 merincinya secara
ringkas dalam aktivitas-aktivitas “belajar bersama, berdiskusi, bergerak dan
berkolaborasi”
3) Dialogalitas memiliki keprihatinan bersama
Ciri khas societas dialogal adalah menaruh keprihatinan bersama. Keadaban adalah
perkara tata hidup bersama yang mengatasi perhitungan mayoritas minoritas.
4) Dialogalitas tak menafikan partisipasi siapa pun, terutama warga biasa, rakyat
miskin
Dalam konteks pembangunan ekonomi yang berorientasikan kesejahteraan bersama,
berlaku mutlak prinsip tak menafikan peran kehadiran siapa pun. Nota 2006 meletakkan
potensi partisipasi ekonomi warga biasa sebagai salah satu komponen utama
pembangunan ekonomi nasional.
5) Dialogalitas memiliki fondasi prinsip kebenaran dan keadilan
Jika politik dimaknai sebagai upaya untuk menata kehidupan bersama, aktivitas
berpolitik sesungguhnya adalah aktivitas dialogal. Politik yang benar adalah aktivitas
dialog dengan pondasi kokoh prinsip kebenaran dan keadilan.
6) Dialogalitas bermakna mendalam ketika societas saling membantu dalam
keanekaragaman
Salah satu ungkapan “saling membantu” tidak mesti berupa sebuah bentuk uluran
tangan belas kasih. Konsep dialogalitas menegaskan konsep komunikasi kepercayaan.
Ajaran Sosial Gereja menyebut konsep itu sebagai subsidiaritas. Orang kerap merasa
terbantu, justru ketika mendapatkan kepercayaan.
7) Dialogalitas mencegah kenaifan memandang orang lain sebagai ancaman
Societas dialogal menegaskan pentingnya aktivitas dialog. Barangkali tidak berlebihan
bila dikatakan bahwa Nota Pastoral KWI hendak menggariskan promosi ranah
dialogalitas di dalam tata hidup masyarakat. Masyarakat yang cerdas adalah
masyarakat yang berdialog.
8) Dialogalitas adalah rasionalitas

64
Makna mendalam dialogalitas adalah rasionalitas. Artinya, ketika disposisi duduk
bersama, saling mendengarkan dan berdialog dimungkinkan, terjadi gagasan-gagasan
rasional yang menggarap seluk-beluk perbaikan kehidupan sehari-hari.
9) Societas dialogal mempromosikan kebijakan non-diskriminatif
Hukum yang adil menegaskan tatanan baru hidup bersama, menepis segala
kemungkinan diskriminatif terhadap yang lemah, kecil, terpencil. Societas dialogal
membuka segala kemungkinan partisipasi yang menjangkau keadilan bagi semua,
keadilan yang tidak disempitkan dalam paradigma utilitarian, the greatest happiness for
the greatest number. Prinsip mayoritas minoritas merupakan prinsip yang dalam ranah
kehidupan bersama kita kerap menepikan peran-peran mereka yang lemah.

65

Anda mungkin juga menyukai