1.1. AGAMA
1.1.1. Pengertian Agama
Memang, upaya mendefinisikan agama itu sesuatu yang selalu problematis. Alasannya
adalah bahwa fenomen agama itu sendiri adalah sesuatu yang sangat kompleks dan
meliputi berbagai kontur hidup manusia. Padahal, proses mendefinisikan selalu berarti
membatasi. Karena itu, suatu definisi agama akan cendrung membatasi diri pada sejumlah
matra tertentu dari fenomen agama sehingga sebuah definisi yang memadai tentang agama
memang sulit ditemukan. Sekalipun demikian, berikut adalah beberapa model definisi yang
kiranya bisa membantu kita untuk memahami apa itu agama. Kita berusaha mendekati
makna agama itu pertama-tama dari makna katanya, lalu bergerak ke makna yang lebih
luas.
1
itu bersifat suci dan menumbuhkan rasa takluk dalam diri manusia dan malah menarik
manusia kepadanya. Dalam hidup manusia sang kuasa menjadi menjadi tumpuan harapan,
bukit batu, pokok kepercayaan, dan karenanya patut dihormati dan dicintai.
b) Definisi Fungsional
Tipe definisi ini menekankan apa yang dibuat agama (untuk manusia). karena itu,
agama didefinisikan menurut fungsi sosialnya. Isi dan praktik kepercayaan lalu kurang
diperhatikan ketimbang efeknya. Contohnya adalah definisi Geertz. Baginya, agama
adalah suatu sistem simbol-simbol, yang belaku untuk menetapkan suasana batin dan
motivas-motivasi yang kuat, yang meresapi, dan yang tahan lama dalam diri manusia
dengan merumuskan konsepsi-konsepsi tentang suatu tatanan umum eksistensi dan
membungkus konsep-konsep itu dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga
suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas realistis.
Definisi ini memiliki dua ide kunci yang perlu dijelaskan. Pertama, dalam agama
ada konsep tentang suatu tatanan yang umum tentang keberadaan dan realismenya.
Keberadaan tatanan umum itu atau nomos itu meliputi atau mengatasi keberadaan
segala sesuatu yang lain. Keberadaan dari nomos ini lebih didasarkan pada klaim iman.
Dengan kata lain, dalam agama, ia diklaim sebagai seuatu yang riil; sebuah pancaran
faktualitas. Klaim itu dibagun atau diperteguh oleh praktik-praktik dan ajaran-ajaran
(kepercayaan) agama. Kedua, fungsi utama agama adalah sebagai pemberi makna yang
ultim. Klaim iman atau nomos di atas dibangun agar manusia bisa memberi makna
terhadap pelbagai pengalaman hidupnya yang tercecer. Dengan demikian, segala yang
nampak lepas-lepas dan mungkin chaos nampak ada dalam orde tertentu.
Ide tentang kebangkitan, misalnya, mungkin bisa dilihat sebagai sebuah tatanan
umum dari hidup orang beriman. Realisme keberadaanya lebih didasarkan pada klaim
iman. Ia diperteguh, misalnya, melalui ajaran-ajaran dan ritus-ritus sekitar kematian.
2
Dengan kata lain, ide tentang kebangkitan itu membantu orang untuk memberi makna
baru terhadap pelbagai peristiwa kematian.
1.1.1.3. Kesimpulan
Agama selalu berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik vertikal
maupun horizontal. Dengan berbagai doktrin dan kegiatan kultusnya agama memberi
gambaran tentang Allah, tentang manusia di depan Allah, dan tentang dunia ciptaan, serta
hubungan ketiganya. Sedangkan dengan ajaran moralnya agama memberi petunjuk tentang
tingkah laku sebagai orang beragama dalam menjalin relasi dengan Tuhan, sesama dan
dunia ciptaan sehingga manusia itu dapat terarah kepada tujuan akhir hidupnya, yakni
Tuhan sendiri. Karena itu setiap agama pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yakni
mengarahkan manusia yang kontingens – berarti hidup manusia di dunia bersifat sementara
dan berlalu dalam waktu – kepada Allah esa yang kudus, transendens, misterius dan abadi.
3
b) Kriteria Pengalaman Religius yang Sejati
1) Ia merupakan respons terhadap suatu realitas ultim. Itu berarti bahwa dalam
pengalaman itu, seseorang berhadapan bukan hanyad engan sebuah fenomen
yang (tunggal dan ) terbatas, baik yang material ataupun yang nonmaterial.
Sebaliknya, di situ, ia berhadapan dengan sesuatu yang mengalasi dan
mengkondisikan segala sesuatu dan yang membangun dunia pengalaman kita.
Karena itu, ia cendrung bertahan dan sekali dialami orang akan terus
merindukan kelanjutannya.
2) Ia adalah pengalaman seluruh diri (keberadaan) yang total dan integral. Artinya,
pengalaman itu melibatkan satu pribadi yang utuh. Ia tidak hanya melibatkan
afeksi, tetapi juga akal budi dan kehendak.
3) Ia adalah pengalaman manusia yang paling intens dan eksistensial. Di dalamnya
tidak ada lagi konflik antara pelbagai isnting atau dorongan-dorongan dasariah.
Dengan demikian, ketaatan religius akan mengatasi segala loyalitas yang lain.
4) Ia bersifat praktis. Artinya, ia mengandung imperatif-imperatif moral. Ia selalu
punya ‘misi’ khusus. Dengan demikian, ia bukan sekedar suatu pengalaman
estetis yang intens melainkan juga merupakan pengalaman moral.
1.1.2.2. Kepercayaan
Kepercayaan adalah ekspresi kognitif (intelektual, konseptual) dari pengalaman
keagamaan. Ini ada karena ada pengalaman itu. Seseorang menangkap atau mengalami
suatu realitas ultim. Pengalamannya lalu dituangkan dalam bentuk ajaran.
Ada dua bentuk formal dari kepercayaan, yakni mitos dan doktrin. Mitos adalah
pelbagai paradigma tentang pengalaman manusia atau aspek-aspek hidup, misalnya
kelahiran, kelahiran kembali, asal-usul suku. Dalam mitos ada artikulasi konsep-konsep
manusia tentang realitas. Doktrin adalah upaya sistematis untuk menyatukan dan
mengkoordinir pelbagai konsep yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan. Ia bisa
merupakan sistematisasi pelbagai mitos. Yang pasti perkembangan doktrin mengundang
reaksi dan protes. Karena itu, dia bisa berubah menjadi semacam pengakuan iman. Kredo ini
merupakan bentuk yang paling formal dari kepercayaan.
Menyangkut isinya, kepercayaan sering mengandung pelbagai ajaran tentang hakekat
dan atribut dari realitas ultim, yakni keallahan Allah; hakekat, asal dan tujuan dunia; dan
hakekat manusia. isi kepercayaan ini lalu berkembang menjadi teologi, kosmologi,
antropologi dan eskatologi.
4
anggota sebagai anggota suatu kelompok tertentu, menciptakan rasa kekitaan dan
kebersamaan sebagai kelompok. Dari situ muncul rasa identitas bersama di atas. Menurut
bentuknya, ia bisa formal atau pun informal. Kelompok formal dengan organisasinya yang
ketat, seperti Gereja. kelompok ini sangat esensial untuk menopang kepercayaan dan norma-
norma, dan dengan itu, keberlangsungan dari agama yang bersangkutan. Hanya saja, ada
dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, sebagai suatu pranata sosial, setiap komunitas religius selalu berciri hierarkis
atau memiliki struktur. Struktur itu bisa bervariasi sesuai dengan tahap diferensiasinya
sepeti menurut kriteria alamiah (sex, umur, kharisma, keahlian) atau diferensiasi struktural.
Pembedaan ini memberikan diversitas fungsi.
Kedua, menyangkut dua implikasi dari corak hierarkis di atas. Implikasi pertama, tiap
komunitas selalu ada tiga unsur: aturan, otoritas, dan kepemimpinan. Aturan agama punya
fungsi regulatif. Ia beri ruang sekaligus untuk kebebasan dan disiplin. Otoritas dan
kepemimpinan sebetulnya dua hal yang sama tetapi ditinjau dari aspek yang berbeda.
Otoritas lebih bernuansa personal; sedangkan kepemimpinan lebih bernuansa institusional.
Implikasi keduanya adalah bahwa seperti yang nampak dalam sejarah agama-agama,
perkembangan agama sering didasari oleh konflik antara ketiga unsur di atas dengan anti-
tesisnya. Dalamnya ada konflik antara pengalaman hidup dan otoritas, antara spiritualitas
dan disiplin dan antara nabi dan imam. Konflik-konflik bisa muncul justru karena struktur
itu berada sekaligus secara objektif (dalam realitas) dan secara subjektif (dalam kesadaran
pada aktor sosial). Kesenjangan antara keduanya akan menjadi potensi untuk konflik. Hanya
saja, ia baru menjadi konflik yang terbuka kalau ada situasi yang memungkinkan.
5
fungsinya ini, ia bisa menjadi dasar pembenaran atas norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat.
6
berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, tidak suka yang
baik (2 Tim 3:2-3).
Teks-teks di atas menjelaskan bahwa agama adalah jalan hidup dan keyakinan batiniah
seseorang, yang membuahkan ketenangan jiwa bagi penganutnya walau mungkin juga
mengalami derita karenanya. Kualitas hidup seseorang pun diukur oleh kesetiaan
menjalankan ajaran agamanya.
7
6. Manusia yang berdosa mendapat penebusan berkat Yesus Kristus.
7. Kristus menginginkan adanya persekutuan dari mereka yang telah memperoleh
penebusannya dan mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya serta mengaku
diri sebagai murid-Nya.
8. Orang Kristen dilengkapi dengan keutamaan: iman, harapan dan cinta kasih.
9. Arah perziarahan orang Kristen adalah memandang Allah dari wajah ke wajah.
Dalam Injil orang Kristen ada banyak teks yang mengungkapkan hakekat terdalam
agama atau iman orang Kristen. Antara lain kita temukan dalam Injil Yohanes beberapa
ucapan berikut yang Yesus katakan kepada orang Yahudi: “Barangsiapa mendengar
perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia tidak dikutuk hukum, sebab
ia sudah pindah dari alam maut ke dalam hidup...Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-
Ku sendiri...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri..Aku mempunyai kesaksian lebih
penting dari Yohanes, yakni segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku supaya Aku
melaksanakannya”. “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi
kepada Dia yang telah mengutus Aku; dan barang siapa melihat Aku, ia melihat Dia yang
telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Ku jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jika seorang mendengar
perkataan-Ku tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang
bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya”.
Teks-teks yang dikutip di atas mengungkapkan kebenaran terdalam iman orang
Kristen. Keselamatan manusia dapat dicapai oleh iman atau kepercayaan kepada Allah dan
kepada kata-kata atau ajaran Yesus yang diutus Allah kepada manusia. Iman akan Allah itu
harus ditunjukkan dalam ketaatan menjalankan kehendak Allah yang disampaikan kepada
manusia lewat Yesus. Selanjutnya dalam Injil Yohanes dikatakan bahwa inti kehendak Allah
itu adalah agar para pengikut Kristus hendaknya saling mengasihi. Karena itu, selain ajaran
tentang iman akan Allah, ajaran iman paling mendasar dalam agama Kristen adalah
mengenai cinta kasih Allah terhadap manusia dan ciptaan-Nya. Sedangkan ajaran moral
paling mendasar adalah cinta terhadap Allah, terhadap sesama, dan dunia ciptaan sebagai
jawaban terhadap cintah Allah itu.
8
BAB II
WAHYU DAN IMAN
2.1. Pengantar
Wahyu adalah dasar iman manusia. Di dalam wahyu, Allah menyapa manusia,
memperkenalkan diri-Nya kepada manusia dan mengajak manusia ikut serta dalam
kehidupan Allah sendiri. Tanggapan manusia yang diharapkan oleh Allah sebagai jawaban
atas wahyu-Nya ialah iman kepercayaan sebagai penyerahan diri manusia kepada Allah.
Bila wahyu berarti bahwa Allah menyapa manusia dan iman berararti bahwa manusia
menjawab Allah secara positif. Dengan demikian jelas bahwa wahyu dan iman merupakan
paham yang korelatif.
2.2.WAHYU
2.2.1. Hakekat Wahyu
Wahyu adalah suatu fakta, karena pada kenyataannya, Allah memang telah
mewahyukan diri-Nya dan menyatakan rahasia kehendak-Nya melalui Kristus. Wahyu
adalah komunikasi pribadi antara Allah yang transenden dengan manusia yang di bumi ini.
Wahyu menurut pandangan Kristiani adalah Allah memperkenalkan diri-Nya sendiri dan
rencana penyelamatan-Nya. Jadi wahyu pada hakekatnya merupakan penganugerahan diri
Allah kepada manusia.
9
2.2.3. Asal-usul dan Maksud-tujuan Wahyu
Fakta wahyu yakni berpalingnya Allah kepada manusia, terjadi semata-mata karnea
prakarsa dari Allah sendiri. Asal-usul wahyu itu adalah inisiatif Allah yang bebas. Allah
sendirilah yang dengan bersabda menghentikan keheningan, tanpa dipaksa oleh apa atau
siapa pun jug, dan tanpa kewajiban apa pun terhadap manusia. semata-mata karena
terdorong oleh kebaikan dan kebijaksanaan-Nya, Allah yang tak terhingga kesempurnaan-
Nya itu memanggil manusia untuk bercakap-cakap dengan-Nya.
Allah mewujudkan diri dengan tujuan mengundang manusia untuk ikut serta dalam
persekutuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Allah yang kasih adanya masuk dalam
arus cinta kasih yang mengalir antara ketiga Pribadi Ilahi. Dan sebagaimana Allah
Tritunggal merupakan tujuan akhir bagi manusia yang diterima oleh Allah dalam
persekutuan-Nya, begitu pula Trinitas terlibat dalam proses wahyu seluruhnya, dari awal
sampai akhir.
2.3. IMAN
2.3.1. Pengertian Iman
Secara etimologis, kata iman dalam bahasa Indoensia diadopsi dari kata Arab ‘iman’
dan kata Ibrani ‘aman’. Iman berarti percaya. berpaling kepada, menganggap pasti. Iman
adalah rahmat ilahi dan penyerahan diri kepada Allah Tritunggal. Iman adalah jawaban atas
panggilan yang diterima dengan dengan penuh percaya. Dengan mengikuti panggilan itu,
orang diterangi sehingga semakin mengerti dan mengetahui besarnya cinta ilahi. Iman
adalah keutamaan kodrati artinya suatu rahmat ilahi yang tidak dapat diusahakan manusia
atas kehendaknya sendiri.
Dalam Kamus Teologi, iman diartikan sebagai “kebenaran objektif yang
diwahyukan, yang dipercaya (fides quae) atau penyerahan diri secara pribadi kepada Allah.
Orang dapat beriman karena bantuan Roh Kudus. Iman adalah tanggapan yang bebas,
bertanggung jawab, dan utuh.” Tradisi katolik sudah lama membedakan antara tindakan
iman dan isi iman. Tindakan iman merupakan penerimaan Allah dan kasih Allah yang
diwahyukan kepada kita dalam pribadi Yesus. Tindakan iman mencakup perjumpaan
pribadi dengan Allah yang membuat orang memercayakan diri, percaya, menyerah dan
mencintai. Dalam injil Sinoptik, iman kepada Yesus selalu menyangkut kepercayaan diri
secara pribadi yang mendalam. Dengan demikian tindak iman merupakan saat Allah
menjadi nyata dalam diri seseorang dan ia mencapai hubungan pribadi dengan Allah dan
dengab Yesus.
10
Iman adalah tanggapan dari pihak manusia terhadap Allah yang mewahyukan atau
memberikan diri-Nya kepada manusia. Dalam konteks ini hal yang dituntut dari pihak
manusia adalah kepatuhan akal budi dan kehendak untuk menerima wahyu Allah sebagai
kebenaran. Dalam perjumpaan dengan Allah ini, manusia tetap manusia dan Allah tetap
Allah. Menurut Konsili Vatikan II, pewahyuan diri Allah menuntut ketaatan penuh dari
manusia, sebab sikap seperti ini saja yang pantas berhadapan dengan pewahyuan Allah.
Dengan demikian, iman dilihat sebagai penyerahan diri secara total kepada Allah, bukan
karena terpaksa tetapi karena sukarela.
11
yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah dan
mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adlaah tepat dan benar.
Konsili Vatikan II mengartikan iman dalam hubungannya dengan penerimaan atau
tanggapan terhadap pewahyuan diri Allah melalui Sabda-Nya. Dalam Dei Verbum, Konsili
Vatikan II menyatakan: Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib
menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak
yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan dan dengan secara sukarela menerima
sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya.
BAB III
KITAB SUCI SEBAGAI DASAR DAN SUMBER AJARAN
AGAMA KATOLIK
12
Untuk memahami secara lebih komprehensif tentang Kitab Suci atau Alkitab, maka di
bawah ini akan dijelaskan apa sebenarnya Alkitab itu. Alkitab adalah Kitab Suci orang
Kristen. Kata Alkitab berasal dari bahasa Arab dan secara harafiah berarti buku.
Meskipun kata ini bisa berarti “Kitab Suci” dalam pemakaiannya kata ini digunakan oleh
orang Arab khususnya untuk menunjukkan Kitab Suci orang Kristen. Penganut agama
Kristen di dunia Arab biasanya disebut: ahal Alkitab, artinya umat yang memiliki Kitab Suci.
Di Indonesia kata Alkitab dipakai untuk menyebut nama Kitab Suci orang Kristen (Katolik
dan Protestan).
1. Alkitab adalah suatu buku yang unik
Alkitab adalah suatu buku dan sebagai buku dapat ditempatkan di antara atau di
samping buku-buku yang lain. Kita dapat membandingkan Alkitab dengan buku-buku
lain untuk lebih menyadari ciri-cirinya yang khas. Kita dapat mengatakan bahwa
Alkitab adalah buku yang unik. Keunikan ini nampak dalam beberapa hal berikut:
a) Judul Alkitab kita ambil dari bahasa Arab. Barangkali ada gunanya untuk melihat
judul ini dalam bahasa lain. Dalam bahasa Yunani Alkitab disebut Biblia artinya
kitab-kitab (bdk 2 Tim 4:13). Nama ini kemudian dilatinkan dan kemudian menjadi
bentuk tunggal Biblia artinya Kitab. Nama Latin ini kemudian diambil alih oleh
banyak bahasa Eropa lainnya seperti Inggris (Bible), Belanda (Bijbel), Jerman (Bibel)
dan Italia (Bibblia). Melihat kata Yunaninya jelas bahwa Alkitab sebagai buku
sebenarnya tidak terdiri dari satu buku saja, tetapi dari banyak “buku”. Jumah
buku yang membentuk Alkitab ada 73 buah. Dengan demikian kita dapat
menyebut Alkitab sebagai suatu perpustakaan kecil.
b) Alkitab kita adalah suatu terjemahan. Dalam bahasa aslinya, Alkitab sebenarnya
ditulis dalam tiga bahasa, yakni Ibrani, Aram dan Yunani.
c) Sebagai kesatuan atau satu buku Alkitab tidak mencantumkan penulisnya, namun
Alkitab tidak jatuh atau turun dari langit. Alkitab benar-benar ditulis oleh manusia.
Nama penulis yang disebut hanya terdapat dalam sejumlah kecil kitab.
d) Karena ada penulis, maka dengan sendirinya buku-buku ini ditulis dalam aneka
ragam gaya bahasa. Jenis kesusasteraannya pun ada bermacam-macam. Ada prosa,
puisi, cerita, hukum, pidato, kotbah, surat, nyanyian, otobiografi dan sebagainya.
Pendeknya ada suatu kekayaan bentuk dan jenis kesusasteraan yang luar biasa.
13
4. Alkitab adalah Sabda Allah dalam bahasa manusia
Akhimya, Alkitab adalah Sabda Allah dalam bahasa manusia. Kita perlu
mengerti pengakuan Iman ini dengan baik karena kerapkali orang mengalami
kesukaran bahkan ragu-ragu apabila membaca teks-teks tertentu dan menanyakan
apakah ini Sabda Allah atau tidak. Sebagian besar teks Kitab Suci berbentuk cerita
dan kerapkali orang menjadi bingung dan menanyakan apa yang disabdakan Allah
dalam berita tersebut berbicara langsung pada pembaca atau pendengar sekarang.
Alkitab adalah Sabda Allah, karena Dia memberi kesaksian tentang Allah, tentang
karya-Nya dan Sabda-Nya Kesaksian apa yang diberikan tentang Allah dan jenis
kesaksian itu telah kita lihat di atas. Puncak dari kesaksiannya tentang Allah ialah:
tentang Yesus yang adalah Sabda Allah sendiri dalam daging atau kelemahan wujud
manusia (Yoh. 1:1-18).
14
Istilah “Perjanjian Lama” kemungkinan berasal dari St. Paulus (2 Kor 3:14). Istilah ini
mungkin dibentuk berdasarkan pandangan Yeremia (Yer 31:34). Perjanjian Lama adalah
perjanjian yang diikat Tuhan dan umat Israel di Sinai (Kel 19-24). Sedangkan Perjanjian Baru
adalah perjanjian yang diikat Tuhan dengan seluruh umat manusia dengan Kristus (Luk
22:20). Kata perjanjian dipakai untuk menunjukkan jalinan istimewa antara Allah dengan
manusia.
1. KITAB KEJADIAN
15
Kitab pertama Pentateukh ialah kitab Kejadian yang bercerita tentang awal mula
dunia dan awal mula bangsa Israel (asal usul bangsa Israel). Bagian pertama kitab ini (Kej 1-
11) berisi kisah-kisah mengenai penciptaan dunia dan manusia, dosa manusia pertama, air
bah yang menghancurkan manusia yang berdosa. Selanjutnya cerita tentang keturunan Nuh
memenuhi dunia, sederetan genealogi (silsilah) dan akhirnya perpecahan umat manusia
dalam kisah Menara Babel. Bagian Kedua (Kej 12-15) menceritakanAbraham nenek moyang
bangsa Israel. Bagian ketiga (Kej 26-36) bersi kisah mengenai Abraham, Ishak dan Yakub,
anak Ishak yang juga bernama Israel. Bagian keempat (Kej 37-50) berisi kisah mengenai
Yusuf dan saudara-saudaranya. Yusuf yang dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya
malahan menjadi perdana Menteri Firaun di Mesir.
2. KITAB KELUARAN
Kitab Keluaran merupakan titik tolak sejarah iman dan bangsa Israel yang
sesungguhnya. Sebelum pengalaman pembebasan dari Mesir ini, tradisi yang ada lebih
merupakan tradisi suku atau klan dalam suatu suku. Sesudah pengalaman pembebasan
tersebut, perkembangan kehidupan bangsa dan iman terukir dalam rumusan pengalaman
terhadap Allah yang setia memenuhi janji-Nya. Semenjak peristiwa pembebasan itulah
menjadi jelas dua hal berikut: Allah yang satu disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan
Allah Yakub menjadi Allah bangsa; Bangsa yang satu ini yakin akan pilihan Allah, baik
dalam suka maupun dalam duka. Peristiwa sejarah lalu menjadi cermin yang cemerlang
akan karya agung Allah bagi suatu bangsa.
3. KITAB IMAMAT
Kitab Imamat berisi terutama hukum Imamat. Hukum itu mengatur perilaku imam
yang melayani ibadat di kenisah dengan amat tertib. Ibadat kurban dan persembahan yang
diperlukan dalam perayaan besar bangsa, hanya bisa didatangkan dari lingkungan para
peternak besar atau petani unggul. Tema utama kitab Imamat adalah ibadah. Di dalamnya
digambarkan ibadah ilahi yang harus dilaksanakan oleh Harun dan para imam
keturunannya. Ibadah umat harus dilaksanakan secara benar sesuai dengan kehendak Allah.
Diberikan peraturan-peraturan rinci mengenai binatang korban dan persembahan yang lain;
mengenai pengudusan imam; mengenai kebersihan ritual dan mengenai perayaan tahunan
hari Pendamaian.
4. KITAB BILANGAN
Kitab Bilangan menceritakan kisah tinggalnya umat Israel di padang gurun selama 40
tahun, sejak keluar dari Mesir sampai mereka masuk ke tanah terjanji. Kecuali itu ada juga
bagian yang berisi hukum yang tersebar di seluruh buku. Masa 40 tahun itu adalah masa
“pengembaraan”, meskipun sebenarnya sebagian besar waktu itu dilewatkan di sekitar oase
Kadesh yang terletak di bagian timur laut Semenanjung Sinai. Kehidupan selama 40 tahun
itu digambarkan sebagai masa yang berat, masa ketika umat Israel merasa tidak puas dan
kurang percaya kepada Allah, sekalipun Allah selalu dekat dengan umat-Nya.
5. KITAB ULANGAN
Tiga puluh bab pertama kitab Ulangan berupa pidato-pidato Musa yang ditujukan
kepada umatnya, ketika mereka bersiap-siap untuk masuk ke tanah terjanji. Tema utama
kitab Ulangan adalah kasih Allah kepada umat-Nya. Yang membuat Allah memilih Israel
dan menjadikannya milik-Nya adalah kasih-Nya. Kasih-Nya sangat besar, bahkan Allah
16
adalah Allah yang cemburu dan tidak memperbolehkan Israel memiliki allah-allah lain.
Kasih Allah yang dialami umat Israel menuntut balasan, yaitu umat harus setia kepada
perjanjiannya dengan mentaati hukum-hukum-Nya.
2. KITAB HAKIM-HAKIM
Kitab ini disebut hakim-hakim karena bercerita tentang tokoh-tokoh yang disebut
Hakim. Kata hakim disini lebih dimaksudkan sebagai pemimpin sipil dan militer. Kitab ini
meneruskan kisah yang diceritakan dalam kitab Yosua. Situasi zaman Hakim. Situasi Israel
pada zaman hakim sangat kacau. Hal ini terjadi karena mereka barusan menetap di negeri
yang baru dan seringkali mendapat serangan dari penduduk asli. Mereka belum memiliki
pemimpin yang mampu mempersatukan mereka atau pemerintahan pusat yang mampu
mengatur kehidupan seluruh suku. Masing-masing suku mengatur hidupnya sendiri.Hal
yang mempersatukan mereka pada zaman ini bukan pemerintah melainkan iman yang
sama, yakni iman akan Yahwe. Penyusun kitab ini berhasil membuat kumpulan cerita
pendek dan menjadikannya sebagai kisah sejarah penyelamatan Allah. Pahlawan salah satu
suku dianggap sebagai pahlawan nasional dan menjadi penyelamat umat Allah yang
sedang berada dalam cengkeraman musuh. Hakim-hakim itu diutus oleh Tuhan sendiri dan
dilengkapi dengan daya ilahi untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan
Tuhan.Tindakan mereka tidak hanya berlaku untuk satu suku tetapi untuk seluruh umat.
Melalui para hakim berulangkali Tuhan menyelamatkan umat-Nya.
3. KITAB SAMUEL
Kitab Samuel terdiri dari dua kitab yakni 1 Samual dan 2 Samuel. Kitab ini
meneruskan cerita dalam Kitab Hakim-hakim. Kitab Samuel mengisahkan terbentuknya
Kerajaan Israel. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja
Daud. Daud adalah tokoh utama dalam Kitab Samuel. Dalam diri Raja Daud cita-cita bangsa
Israel tentang seorang raja mencapai pemenuhannya. Daud dijadikan sebagai model raja
penyelamat pada masa yang akan datang. Untuk mendalami Kitab Samuel, kita akan
mendekat beberapa tokoh penting yang ditampilkan di dalam kitab ini, dan sekaligus
mencari pesan yang mau disampaikan penulis melalui tokoh-tokoh ini.
17
4. KITAB RAJA-RAJA
Kitab raja-raja sebenarnya memuat kisah tentang kegagalan sistem kerajaan dan bangsa
Israel. Dalam 1 Raj 1-11 dikisahkan tentang pemerintahan dan karya Raja Salomo, pengganti
Raja Daud sesuai dengan janji Allah. Dalam 1 Raj 12-14 dikisahkan tentang pecahnya
kerajaan menjadi dua yakni Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan. 1 Raj 15-2 Raj 25
diceritakan tentang Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan (Kerajaan Utara disebut Kerajaan
Israel dengan ibukotanya Samaria; Kerajaan Selatan disebut Kerajaan Yuda dengan
ibukotanya Yerusalem. Kerajaan Utara mencakup sepuluh suku, sedangkan Kerajaan Selatan
hanya mencakup dua suku). Sejarah yang ditulis adalah sejarah keagamaan. Sejarah ini mau
mengungkapkan rencana dan tindakan Allah dalam kejadian-kejadian sejarah bangsa Israel.
3.5.2.3. KELOMPOK KITAB KARYA AHLI TARIKH: KITAB TAWARIKH, EZRA DAN
NEHEMIA
1. KITAB TAWARIKH
Kitab Tawarikh bersama dengan Kitab Ezra dan Nehemia dapat dikelompokkan
dalam satu kelompok. Judul “Tawarikh” berarti kisah kejadian di masa lampau. Judul ini
cocok dengan isinya, karena kitab ini menceritakan kembali dan melanjutkan kisah yang
sudah ada dalam Kitab Samuel dan Kitab Raja-Raja. Penulis menghubungkan kisahnya
dengan awal umat manusia melalui sejumlah daftar keturunan (1 Taw 1-9). Melalui daftar
keturunan tersebut kedudukan masing-masing umat Allah diteguhkan.
2. KITAB TOBIT
Kitab ini merupakan riwayat hidup yang menyajikan sebuah drama keluarga dengan
akhir yang bahagia. Drama itu dipentaskan di antara orang-orang Yahudi dalam
pembuangan di negeri Asyur, di kota Ninive. Pelaku utamanya adalah seorang Yahudi yang
saleh dan bijaksana, namanya Tobit. Pelaku kedua adalah anak laki-laki Tobit, bernama
Tobia. Pelaku ketiga adalah seorang puteri yang bernama Sara. Dia cantik dan baik hati,
18
namun tertimpa kemalangan karena dirinya dirasuki oleh roh jahat. Selain itu masih ada
pelaku lain yakni malaikat Rafael.
3. KITAB YUDIT
Kitab Yudit bercerita tentang seorang janda, dengan kekuatan sendiri mengalahkan
Holofernes, panglima raja Nebukadnezar. Yudit adalah seorang janda yang cantik dan
takwa, tinggal di kota Betulia. Kota berbenteng itu mengemban tugas menjaga pintu masuk
ke Yerusalem, pusat dan jantung umat Israel yang baru saja kembali dari pembuangan.
Tentara Holofernes akhirnya mengepung benteng terakhir bagi Yerusalem, yakni kota
Betulia. Penduduknya yang kelaparan dan kehausan sudah mau menyerah. Dalam situasi
semacam ini tampillah Yudit. Dia menawarkan diri untuk mengalahkan Holofernes. Dengan
kecantikannya dia membujuk dan merangsang Holofernes.Namun sebelum terjadi apa-apa,
Yudit telah memenggal kepala Holofernes pada malam hari ketika dia mabuk. Kepala
Holofernes dibawa ke Betulia. Yudit merancang siasat untuk menyerang kota Yerusalem.
Para serdadu Holofernes dibunuh dan sisanya melarikan diri. Yudit bersama pasukannya
berpawai keliling kota untuk bersyukur kepada Allah.
4. KITAB ESTER
Latar belakang kitab ini adalah situasi orang Yahudi di perantauan yang sangat
dibenci dikejar-kejar dan dibunuh secara masal. Dengan latar belakang semacam ini, kitab
Ester mau memberi kekuatan kepada umat Allah yang sedang terancam. Pikiran yang
dikemukakan oleh kitab ini adalah kekerasan dan kebencian menelorkan kekerasan dan
kebencian.
b. KITAB PENGKOTBAH
Pendirian Pengkotbah hampir sama dengan pendirian Kitab Ayub. Pengkotbah
percaya bahwa Tuhanlah penyelenggara segala sesuatu, meskipun manusia tidak
sampai memahaminya. Rahasia Allah tidak terjangkau oleh manusia. Sama seperti
19
Pengkotbah kita juga berada dalam kegelapan hidup dan kita hanya bisa berdiri tegap
dan bertahan. Kita hanya bisa percaya kepada Tuhan yang akan memberi hidup abadi
dan membangkitkan kita dari kematian.
c. KITAB AMSAL
Tema prolog amsal tidak lain adalah pujian dan pengagungan kebijaksanaan itu
sendiri (bdk 1:7). Dalam undangan kepada kebijaksanaan itu, selalu dikemukakan
tentang berkat-berkat yang akan diperoleh seperti: pengetahuan tentang Tuhan dan
perlindungan, pengertian tentang kebenaran, keadilan dan kejujuran, perlindungan dari
pergaulan orang jahat (2:12-15) dan terutama perlindungan dari perempuan jalang (2:16-
19). Menarik bahwa dari 9 bab ini terdapat tiga wejangan yang panjang tentang menjauhi
perempuan jalang (5:1-23; 6:20-35; 7:1-27). Mungkin perempuan jalang yang
dimaksudkan disini adalah kebebalan.
e. KEBIJAKSANAAN SALOMO
Puji-pujian kebijaksanaan merupakan inti kitab kebiajksanaan. Disini pengarang
memberitahukan bagaimana kejadian kebijaksanaan dan rahasianya. Pengarang dengan
jelas mengidetikkan dirinya dengan Raja Salomo. Salomo adalah raja yang terkenal dengan
kebijaksanaannya. Namun dia tidak dilahirkan sebagai orang bijak. Dia menjadi bijak
karena doa permohonannya yang terus menerus sehingga dia dianugerahi pengertian atau
roh kebiajksanaan. Bagi kebijaksanaan merupakan nilai hidup yang tinggi baka sifatnya.
20
tepat untuk lagu cinta ini dalam Kitab Suci. Sebab dengan membaca dan merenungkan
lagu-lagu cinta itu sebagai firman Tuhan, maka orang beriman akan dicegah dari salah
paham dan penyalahgunaan cinta birahi.
2. KITAB YEREMIA
Kitab Yeremia terdiri dari empat bagian: bagian pertama, Yer 1-25, memuat nubuat-
nubuat berupa ancaman yang ditujukan kepada umat Israel; bagian kedua, Yer 26-45,
menyajikan cerita-cerita tentang nabi Yeremia; bagian ketiga, Yer 46-51, memuat
nubuat-nubuat berupa ancaman terhadap bangsa lain; bagian keempat, Yer 52,
merupakan sebuah tambahan.
3. KITAB RATAPAN
Kitab Ratapan merupakan kumpulan lima lagu ratapan atas kematian bangsa
Isarael. Lagu-lagu ini dipanjatkan kepada Tuhan sebagai suatu doa. Yang khusus
ditangisi adalah kota Yerusalem sebagai pusat umat Allah, dengan Bait Allah sebagai
intinya.
4. KITAB BARUKH
Kitab Baruk mengungkapkan kesadaran umat Allah dan menyadarkan para
anggotanya bahwa karena dosa dan penyelewengan maka dihukum Allah dengan adil
(4:10 dst). Umat harus mengakui kebijaksanaan Allah dalam Taurat (3:37 dst). Jika
sungguh percaya dan bertobat serta kembali kepada Hikmat kebijaksanaan, maka Allah
akan memulihkan keadaan umatNya. Dewa-dewi tidak mempunyai daya sama sekali
dan tidak dapat dibandingkan dengan satu-satunya Allah sejati, yakni Allah Israel.
5. KITAB NABI YEHEZKIEL
Nabi sangat menonjolkan dosa yang ada dikalangan umat. Walaupun demikian,
Tuhan tetap mengasihi dan merawat bangsa Israel yang dipandang sebagai isteri-Nya
yang tidak setia (Yeh 16). Kedosaan Israel adalah bahwa Israel telah jatuh dalam dosa
pemujaan berhala dan pelanggaran hukum Taurat, khususnya berkaitan dengan hal
haram dan halal, najis dan tahir serta hukum Sabbath. Kedosaaan umat ini berlawan
dengan kekudusan Allah. Kekudusan Allah adalah bahwa Allah melampaui segala
sesuatu, Allah yang tidak terikat atau terkurung oleh apapun. Maka Allah tidak hanya
hadir di Bait Allah, tetapi juga di tengah kaum buangan di Babel. Allah yang Mahakudus
itu tidak berada jauh dari umat-Nya. Kehadiran Allah bukan atas dasar kesucian atau jasa
umat. Dosa umat tidak dapat menyingkirkan Allah. Allah telah menghukum umat yang
berdosa dan yang murtad, namun Dia tetap tidak meninggalkan mereka.
6. KITAB DANIEL
21
Bagian pertama (1-6) berisikan sekumpulan cerita mengenai tokoh utama yakni
Daniel dan tiga temannya. Hal yang diceritakan disini sebenarnya terjadi di tanah
pembuangan Babel, pada zaman Raja Nebukadnzar dan Raja Darius. Bagian kedua (7-12)
berisikan kumpulan sejumlah penglihatan pada masa yang sama. Penglihatan itu bagi
kita sekarang sukar dipahami sebab penuh dengan kiasan, ibarat, angka dan gambaran
yang aneh-aneh. Penglihatan itu berupa ramalan masa depan termasuk ramalan akhir
zaman. Ramalan itu ditujukan kepada orang yang hidup di hari kemudian di negeri
Palestina.
7. KITAB NABI HOSEA DAN AMOS
Amos dan Hosea tampil pada waktu dan tempat yang sama, yakni pada masa
pemerintahan Yerobeam II, di wilayah Kerajaan Israel (Kerajaan Utara). Nabi Amos lebih
dulu tampil daripada Nabi Hosea. Pada zaman tampilnya kedua tokoh ini, Kerajaan
Utara sedang mengalami zaman kejayaan dan kemakmuran. Namun kejayaan dan
kemakmuran ini membawa akibat buruk, yakni kemerosotan dalam bidang tata
masyarakat dan keagamaan. Dalam bidang keagamaan, terjadi penyelewengan, yakni
ibadat yang dirayakan di Betel dan Dan. Pada kedua tempat ibadat ini terdapat patung
lembu jantan. Ibadat Kerajaan Utara nampak sudah bercampur dengan penyembahan
dewa-dewi kafir (praktek sinkretisme).
8. KITAB NABI MIKHA: Berlaku adil dan mencintai kesetiaan
Nabi Mikha adalah seorang nabi yang berkarya pada masa yang sama dengan
nabi Yesaya. Nabi Mikha berkarya sekitar tahun 721. Pada tahun ini Kerajaan Utara
ditaklukan oleh Babel dan seluruh penduduknya dibawa ke Assyur. Sementara nabi
Yesaya berkarya di kota Yerusalem, nabi Mikha berkarya di daerah pedalaman. Hal ini
nampak dalam gaya bahasa Mikha. Kitab Nabi Mikha tersusun rapih. Susunan diatur
sedemikian rupa sehingga bagian yang berisikan ancaman selalu disusul dengan bagian
yang berisikan janji keselamatan (1:2-3:12; 4:1-5: 14; 6:1-7:6; 7:7-20). Kekhasan lain adalah
ancaman selalu diberi bentuk pengadilan: Tuhan menuntut umatNya di depan
pengadilanNya (1:1-7; 6:1-16).
22
Ketika Yerusalem pada tahun 586 seb. Mas direbut dan dihancurkan orang Babel,
bangsa-bangsa tetangga merasa sangat senang. Khususnya bangsa-bangsa bersaudara
seperti Edom keturunan Esau, turut merampas dan merampok. Mereka malah
menduduki sebagian wilayah bangsa Yehuda. Para pengungsi dari Yerusalem yang
terkepung tidak diterima dengan baik, malah dijadikan budak. Nada nubuat itu sangat
mirip dengan nada nubuat Nahum. Dengan panas dan berapi-api nabi menyuarakan
rasa kesal dan bencinya. Rasa permusuhan antara bangsa Israel dan bangsa Edom
memang tidak baru terasa dalam tradisi kenabian. Nabi Amos (1:11-12) sudah
menyuarakannya, dan nabi-nabi lain mengulanginya (Yes 34:5-17; 63:1-6; Yer 49:7-22; Ob
1:1-10; Yeh 25:12-14; Mal 1:2-5; Rat 4:21). Namun nabi Obaja tidak mewartakan
permusuhan dan kebencian, melainkan kebesaran Tuhan Allah Israel.
11. KITAB NABI HAGAI DAN ZAKHARIA
Nabi Hagai dan Zakaria adalah orang sezaman dan tampil dalam situasi dan kondisi
Israel yang sama. Karena itu keduanya dapat ditampilkan secara bersama-sama. Kedua
nabi itu berhasil mengobarkan semangat kaum buangan yang barusan kembali, seperti
dikatakan oleh Ezra (bdk Ezr 5:1-6:14). Dalam usahanya mengobarkan semangat bangsa
Yahudi, nabi Hagai dan Zakharia bertumpuh pada karya yang sudah dimulai oleh nabi
Yehezkiel pada kaum buangan. Hagai dan Zakharia kurang dipengaruhi oleh nabi
Deutero-Yesaya. Nabi Yehezkiel di masa pembuangan sudah menggariskan dan
menggambarkan umat baru yang perlu dibina setelah masa pembuangan. Umat baru itu
hendaknya menjadi suatu umat yang kudus dan rajin beribadat dalam Bait Allah yang
baru. Maka pada jemaat baru itu, unsur utama yang harus diperhatikan adalah ibadat
dalam Bait Allah, aturan tentang tahir dan najis, halal dan haram. Perugas-petugas baru
dalam lingkungan umat Allah yang baru itu adalah para imam, sedangkan raja sudah
disingkirkan oleh Yehezkiel. Nabi mencita-citakan suatu pemerintahan teokrasi yang
dipimpin oleh para imam, yang sekaligus bertanggungjawab atas pembinaan akhlak
umat Allah.
12. KITAB NABI MALEAKHI
Dalam kitab ini terkumpul enam nubuat: 1:2-5; 1:6-14+2:1-9; 2:10-16; 2:17-3:5; 3:6-13;
3:13-18+4:1-6. Semua nubuat dalam kitab ini disusun dalam bentuk dialog. Nabi dan
Allah berbicara dan orang-orang lain menanggapinya. Situasi umat Israel pada zaman
nabi Maleakhi tidak beres. Rakyat lalu memberikan sumbangan bagi ibadat, acuh tak
acuh terhadap penyelenggaraan ilahi, tidak segan memperisteri orang asing dan
menceraikan isteri bangsa Yahudi.
13. KITAB NABI YOEL
Pada zaman Noel ada bencana alam yang melanda Israel. Ada bencana kelaparan
dan paceklik. Karena itu ibadat korban menjadi terancam karena orang Israel mengalami
kekurangan makanan. Bencana ini mendorong nabi Yoel untuk mengajak dan
mengerahkan para imam dan umat untuk mengadakan upacara perkabungan dan
pertobatan. Nabi sangat memperhatikan ibadat dalam Bait Allah. Bencana itu oleh nabi
diartikan sebagai hukuman Tuhan. Umat harus bertobat, dan bagi yang bertobat
dijanjikan pemulihan dan kesejahteraan.
14. KITAB NABI YUNUS
Kitab Yunus mau mengajar, menegur, dan memperbaiki Umat Israel yang picik hati
yang dilambangkan oleh Yunus. Pada zaman itu Orang Yahudi tidak hanya merasa diri
sebagai Umat Pilihan, tapi juga berpendapat bahwa mereka adalah satu-satunya umat
yang dikasihi Tuhan. Allah tidak dapat mengasihi orang-orang jahat (dilambangkan
23
dengan kota Ninive). Maka penulis kitab Yunus mau menegaskan bahwa belaskasihan
Allah merangkum semua manusia, dan kasihNya tidak terbatas. Kitab Yunus menentang
kepicikan dan fanatisme orang beragama yang cendrung menganggap dirinya sebagai
satu-satunya sasaran kasih Allah. Pandangan yang benar adalah bahwa kasih Allah
merangkum semua orang tanpa pembedaan, apapun suku dan agamanya.
24
surat Paulus kepada jemaat di Roma (16 bab), sedangkan yang sangat pendek
adalah Filemon dan 3 Yohanes (hanya beberapa ayat saja). Pada umumnya surat-
surat ini berisi: Jawaban atas permasalahan atau pertanyaan yang dihadapi oleh
jemaat atau orang tertentu; Ajaran-ajaran dan nasihat-nasihat yang relevan untuk
kehidupan jemaat atau orang yang dituju oleh surat tersebut
4) Wahyu
Tulisan terakhir dari Perjanjian Baru adalah kitab Wahyu yang ditujukan
kepada Yohanes. Kitab ini berisi tentang serangkaian penglihatan mengenai hal ihwal
umat kristen dan dunia seluruhnya ke masa depan, masa terakhir. Kitab ini banyak
menggunakan lambang-lambang, sehingga tidak mudah untuk dimengerti.
3) Pembagian teks
Semua kitab yang termasik Perjanjian Baru mula-mula ditulis tanpa tanda baca tanpa
pembagian bab dan ayat. Pembagian ke dalam bab-bab seperti yang kita miliki sekarang
dilakukan sekitar tahun 1200 dan diperkirakan mulai digunakan oleh seorang Uskup dari
Canterbury Inggris yang bernama Stephanus Langton. Pembagian ke dalam ayat-ayat
pertama dipakai dan dicetak oleh penerbit Robert Stephanus di Paris pada tahun 1551.
25
Kata euaggelion, sebelum dipakai oleh orang Kristen, oleh masyarakat Yunani dipakai
dalam arti: Kabar baik yang dibawa oleh utusan (kabar kelahiran, kabar kemenangan
perang, pemilihan gubernur dan sebagainya); Upah atau hadiah yang diberikan kepada
utusan yang membawa kabar baik, misalnya seorang budak diberi hadiah kebebasan karena
telah menyampaikan kabar baik tentang kemenangan perang; Pemberian-pemberian kurban
yang dipersembahkan kepada dewa- dewi karena datangnya kabar baik, yang biasanya
adalah kabar kemenangan atau kabar yang menggembirakan.
Dalam Perjanjian Lama, kata Injil merupakan terjemahan dari kata Ibrani besorah.
Pada awalnya kata besorah berarti kabar baik yang berkaitan dengan kemenangan. Kata itu
dipakai dalam lingkup politik, untuk mewartakan kemenangan atas lawan-lawan (Lih 2 Sam
18:19). Mulai abad ke VI-V seb. Mas, kata ini mulai dipakai dalam makna keagamaan dan
pertama kali dipakai Deutero Yesaya: Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit
kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang
mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: Allahmu itu Raja (Yes 52:7; bdk 40:9). Dalam
teks ini kata besorah/Injil diartikan sebagai kabar baik tentang karya keselamatan Tuhan
sebagai Raja.
Kata Injil dan menginjil dalam Perjanjian Baru pertama-tama mempunyai arti yang
sama dengan Perjanjian Lama yaitu kabar baik, khususnya mengenai kemuliaan Allah
sebagai Raja. Yesus berkata: Äku harus Yesus berkata: “Aku harus memberitakan Injil
Kerajaan Allah” (Luk 4:43). Injil berarti khabar baik, berita gembira tentang Allah. Kata Injil
dipakai oleh para rasul atau murid-murid Yesus, dan kata Injil ini selalu dikaitkan dengan
kabar baik dalam hubungannya dengan karya keselamatan yang dilaksanakan oleh dan
dalam Yesus.
3.Yesus Tuhan
Bagi Markus Tuhan adalah Bapa (bdk 5:19). Wanita Kanaan menyebut Yesus
Tuhan sekedar untuk sopan santun (7:28). Gelar itu juga dipakai oleh Yesus untuk
menyebut dirinya sendiri (11:3). Kalau gelar itu dimengerti dalam rangka masuknya
Yesus ke Yerusalem memang mempunyai warna Mesianis. Namun pada umumnya
gelar Tuhan dalam Markus untuk memperlihatkan gelar yang sedikit lebih tinggi
daripada gelar Guru.
26
4.Yesus Anak Daud dan Kristus
Gelar Yesus sebagai Anak Daud yang dipakai oleh Bartimeus orang buta itu (10:47
dst) mengungkapkan harapan Israel dengan sangat baik, bahwa Yesus adalah Mesias
keturunan Daud yang memenuhi harapan Israel. Hanya saja gelar ini dengan mudah
dimengerti dalam garis mesianisme politik, maka perlu penjelasan. Yesus tidak
menyangkal bahwa diri-Nya adalah Mesias keturunan Daud, tetapi juga menunjukkan
bahwa Mesias adalah lebih daripada itu. Dia adalah Mesias menurut rencana Allah
yang sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci (bdk 8:31).
27
2.Yesus, Mesias yang dijanjikan kepada umat Israel, Anak Daud yang diurapi (Kristus)
Yesus adalah pemenuhan janji Allah kepada bangsa Israel, sebagaimana diwartakan
dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian Yesus adalah Mesias. Itulah sebabnya Matius
banyak kali mengutip Perjanjian Lama untuk menunjukan bahwa Yesus memenuhi harapan
Israel dan nubuat Perjanjian Lama.
28
Dengan cara itu Matius menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang terus melanjutkan
karya penyelamatan-Nya, khususnya dalam jemaat.
5. Yesus Nabi
Yesus adalah nabi. Kematian-Nya pun adalah kematian seorang nabi (13:33). Kisah
utama yang menampilkan Yesus sebagai nabi dalam Luk 7:11-50. Sebagai nabi Yesus diutus
untuk menyatakan Allah. Allah itu murah hati kepada semua orang. Kemurahan hati Allah
inilah yang dinyatakan Yesus dalam memberi hidup pemuda yang mati dan pengampunan
kepada perempuan yang berdosa.
29
menghayati semua yang diwartakan-Nya dengan sempurna. Dengan demikian Ia adalah
“model, typos” manusia yang sempurna, yang sudah diciptakan secara baru oleh roh dan
hidup menurut kehendak Bapa. Arah hidup-Nya adalah melaksanakan kehendak Bapa-Nya
(2:49). Murid-murid-Nya begitu terkesan, sehingga mereka pun ingin diikutsertakan dalam
misteri hubungan-Nya dengan Bapa (11:1).
30
memperlihatkan bahwa bagi Yohanes sakramen-sakramen ini berasal dari penderitaan dan
kematian Yesus. Teks 1 Yoh 5:6-7 berbicara tentang air dan darah. Hal ini bisa dikaitkan
juga dengan kedua sakramen ini.
3.6.4.3. SURAT-SURAT
3.6.4.3.1. SURAT-SURAT PAULUS
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terkumpul 14 kitab yang dikelompokkan ke dalam
surat-surat Paulus. Dari 14 surat ini surat Ibrani tidak memakai nama Paulus dan dewasa ini
para ahli yakin bahwa surat Ibrani jelas tidak berasal dari Paulus. Dengan demikian ada 13
surat yang memakai nama Paulus sebagai penulis. Namun demikin tidak semua surat yang
memakai nama Paulus sesungguhnya berasal dari Paulus. Dari 13 surat yang memakai nama
Paulus, menurut para ahli yang pasti berasal dari Paulus adalah: 1 Tesalonika; 2 Tesalonika;
1 Korintus; 2 Korintus; Galatia; Roma; Filipi; Kolose; Filemon. Dari 13 surat yang memakai
nama Paulus, menurut para ahli yang tidak berasal dari Paulus adalah: 1 Timotius; 2
Timotius; Titus. Ada satu surat yang masih diperdebatkan, ada yang berpendapat dari
Paulus ada pula yang berpendapat tidak dari Paulus, yaitu surat Efesus.
31
3.6.4.3.2. SURAT-SURAT KATOLIK
Ketujuh surat Perjanjian Baru yaitu Surat Yakobus, Surat pertama dan kedua Petrus,
surat pertama, kedua dan ketiga Yohanes serta surat Yudas dikelompokkan ke dalam
kelompok surat-surat Katolik. Untuk itu perlu dimengerti apa yang dimaksudkan dengan
istilah “Katolik”. Ada dua kemungkinan. Pertama, tulisan-tulisan itu disebut “Katolik” oleh
karena dialamatkan kepada umum (kata “Katolik” berarti umum) dan tidak ditujukan
kepada jemaat tertentu. Jika dalam arti demikian maka istilah ‘Katolik’ hanya dapat
dikenakan pada Yak, 2 Ptr, 1 Yoh dan Yud. Tetapi tidak dapat dikenakan pada 2 Yoh (yang
dialamatkan kepada jemaat tertentu yaitu Ibu yang terpilih dan anak-anaknya), 3 Yoh (yang
dialamatkan kepada orang tertentu yaitu Gayus dan 1 Ptr yang dialamatkan kepada
sejumlah orang Kristen di daerah tertentu, kepada orang-orang pendatang di Pontus,
Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia. Kedua, Kemungkinan kedua, kata “Katolik” harus
dimengerti bahwa surat-surat tersebut oleh umat Kristen “umum” diterima sebagai Kitab
Suci.
BAB IV
SEPULUH PERINTAH ALLAH
32
tradisi bangsa sekitar Israel. Tekanan utama dalam dekalog adalah perjanjian antara Allah
dengan umat Israel. Bangsa sekitar Israel juga mengenal adanya peraturan atau perjanjian
antara raja yang menang dengan raja-raja dengan kalah. Karena itu, dekalog hendaknya
dilihat dalam keseluruhan eksistensi dan sejarah perkembangan situasi dan iman umat
Israel. Ia tidak boleh dipandang terbatas pada peristiwa theofani (penampakan diri Allah di
Sinai).
Perbedaan tradisi yang menghasilkan atau yang meredaksi rumusan dekalog
meyebabkan adanya perbedaan rumusan dalam beberapa perintah yang terdapat dalam
dakalog. Perbedaan itu bisa kita lihat misalya, motivasi beristirahat pada hari Sabat. Dalam
Keluaran, istirahat pada hari Sabat dihubungkan dengan Karya Penciptaan Allah.
Sedangkan istirahat pada hari Sabat dalam kitab Ulangan berkaitan dengan kehidupan
orang Israel di tanah perbudakan Mesir. Perintah yang sama juga dikemukakan dengan cara
yang berbeda. Kitab Keluaran mewajibkan untuk merayakan Sabat, sementara Kitab
Ulangan memerintahkan mentaati perintah hari ke tujuh. Dalam perintah terakhir, Kitab
Ulangan menempatkan wanita sebelum rumah sebagai obyek, sementara Kitab Keluaran
menyebut wanita dan menempatkannya di antara barang-barang yang dimiliki.
Selain ada perbedaan, kita juga melihat adanya kesamaan dalam kedua teks yang
memuat dekalog. Kesamaan antara keduanya terletak pada beberapa hal. Pertama, kedua
perintah pertama (larangan tentang menyembah dewa lain dan membuat patung dewa-
dewa lain) diungkapkan sebagai kata-kata Allah dalam persona pertama, sedangkan yang
lain hanya sebagai kata-kata para nabi, pewarta kehendak Allah yang muncul dalam
Persona III. Kedua, hanya dua perintah (istirahat Sabat dan menghormati orang tua)
dirumuskan dalam bentuk positip, sedangkan selebihnya diungkapkan dalam bentuk
negatif, yakni berupa larangan. Ketiga, beberapa perintah diformulasikan secara singkat dan
padat, sedangkan yang lainnya mempunyai formulasi yang lebih analitis dan terikat pada
motivasi-motivasi tertentu.
Perjanjian di Sinai merupakan puncak dari perjalanan Israel menuju Tanah Terjanji.
Allah mengikat relasi-Nya dengan Israel dalam sebuah perjanjian. Perjanjian menjadi dasar
relasi antara Allah dengan umat Israel. Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Allah
membuat Israel menjadi bangsa-Nya dan Allah menjadi pelindung dan penjamin dasar
hidup mereka. Dari pihak Israel juga dituntut kesetiaan. Israel harus percaya bahwa hanya
Allah satu-satunya yang dapat meyelamatkan mereka. Itu berarti bahwa jati diri bangsa
Israel ditentuka oleh perjanjian. Kesetiaan pada perjanjian menjadi conditio sine quo non
untuk melanggengkan relasi dengan Allah.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita melihat bahwa dekalog yang terdapat dalam
Kitab Keluaran dan Ulangan itu bukan sesuatu yang dirumuskan sekali jadi, tetapi melewati
proses peredaksian dan didasarkan atas sumber yang beerbeda. Dengan demikian dekalog
tidak terbentuk sebagai suatu yang tertutup dalam dirinya sendiri. Dia tidak memiliki asal
yang otonom. Dekalog terbentuk dalam proses perkembangan dan bergantung pada banyak
sumber atau tradisi.
33
Dekalog dibuka dengan pendahuluan di mana Yahwe menyatakan diri-Nya.
Pendahuluan ini disusul dengan prolog historis berupa dasar Perjanjian yakni karya agung
Allah atau magnalia Dei dan sejarah terbentuknya Umat Israel, menyusul 10 Firman atau
Perintah. Prolog historis ini sangat penting untuk menyadarkan bangsa Israel akan
keberpihakan Allah terhadap sejarah hidup mereka. Allah telah membebaskan mereka dari
perbudakan Mesir. Peristiwa historis ini harus menjadi tanda besar mengingatkan Israel
akan cinta dan perhatia Allah kepada mereka.
Perintah-perintah ini dibagi atas dua bagian. Yang pertama, hukum yang mengatur
hubungan Israel dengan Yahweh (perntah I-III). Yang kedua, hukum yang mengatur
hubungan antara sesama Israel (IV-X). Ketaatan terhadap kesepuluh hukum Allah
merupakan jawaban dari pihak manusia terhadap janji Allah. Pembagian ini membantu kita
untuk membuat refleksi atas segala tindakan kita. Dengan pembagian seperti ini kita akan
bisa melihat pola hidup kita dengan Allah dan juga dengan sesama.
4.3.1. Firman I: Jangan Menyembah Berhala, Berbaktilah kepada-Ku saja dan Cintailah
Aku Lebih dari Segala Sesuatu.
Perintah I menyatakan eksklusivitas Yahwe bagi Israel. Latar belakang dari larangan
ini adalah lingkungan politheistis yang mengitari bangsa Israel. Bila Israel memahami
Yahwe dengan segala karya Agung yang membebaskan mereka dari Mesir dan menuntun
mereka ke tanah terjanji, maka mereka tidak akan mungkin memalingkan diri dari pada
Yahwe dan menyembah dewa/i bangsa kafir.
Pernyataan ini tidak bermaksud mengingkari eksistensi realitas ilahi lainnya, tetapi
secara implisit menyebutnya. Larangan ini mengeluarkan dewa-dewa lain sebagai obyek
sembahan bangsa Israel. Hal ini tidak hanya bermaksud menekankan iman kepada Yahwe
yang bersifat monoteistis, tetapi juga monolatria yakni penghormatan dan penyembahan
hanya kepada Yahwe sebagai satu-satuNya realitas ilahi, yang pertama dan yang terakhir
bagi bangsa Israel.
Allah tidak menghendaki Israel mempersempit kehadiran-Nya dalam patung yang
mereka hasilkan. Perintah ini bertentangan dengan tendensi bangsa-bangsa tetangga Israel
yang dalam pertemuan dan ibadahnya menghadirkan secara penuh dewa/inya berupa
lukisan dan patung. Perintah ini ingin melindungi kebebasan Yahwe. Bagi Israel
menghadirkan Allah dalam bentuk lukisan dan patung berarti memperkecil peranan Yahwe.
Allah menjadi obyek karya manusia sampai manusia dapat menguasainya. Melukiskan dan
membuat patung Yahwe berarti membatasiNya dalam rupa atau wujud-wujud tertentu. Hal
ini bertentangan dengan eksistensi Allah sendiri yang tak terbatas. Yahwe bukanlah Allah
yang dapat dikuasai oleh manusia.
34
Sehubungan dengan Pemakaian gambar dan patung dalam Gereja dimengerti dalam
artian simbolis yang melambangkan sejumput realitas ilahi yang dapat dimengerti dan
dialami oleh manusia. Orang Katolik sama sekali tidak bermaksud untuk menyembah
patung dan menyamakannya dengan Allah. Semua istilah, kata, ungkapan religius, dan
filosofis hanyalah merupakan bantuan, usaha untuk mengalami dan merasakan realitas ilahi
yang jauh mengatasi dan tak terjangkau budi. Dengan memandangnya, kita lebih mudah
dapat mengenangkan kehidupan dan teladannya bagi kita.
Dalam pemahaman Gereja, perintah ini secara serentak adalah sebuah perintah
positip dan larangan negatip. Secara positip perintah ini melukiskan sebuah praktik
kebajikan religus dan secara negatip ia melarang segala dosa yang bertentangan dengan
agama. Kebajikan moral yang lahir dari perintah ini adalah kita diarahkan untuk memberi
kepada Allah Ibadah yang menjadi hakNya. Hak Allah berakar pada kekuasaan mutlaknya
atas kita.
Gereja Katolik membedakan Ibadah penyembahan (adoration) yang diberikan
kepada Allah dan penghormatan (veneration) yang diberikan kepada para malaikat dan
orang kudus. Hanya Allah yang harus disembah karena kemuliaanNya yang tak terbatas.
Para kudus berhak dihormati hanya karena kedekatannya dengan Tuhan. Yang paling
penting adalah bahwa penghormatan tersebut bertujuan untuk selalu mengenangkan
kebajikan-kebajikan mereka dan mencontohi teladan hidup mereka yang baik, tanpa
menggantikan Allah dan PutraNya Yesus sebagai Penebus dan Penyelamat satu-satunya.
4.3.2. Firman II: Jangan Menyebut nama Tuhan AllahMu, dengan Tidak Hormat
Perintah ini bermaksud melindungi nama Yahwe bukan saja dari sumpah palsu,
tetapi dari segala bentuk penyalahgunaan, seperti praktik magis, profanasi yang ilahi, dan
ristus-ritus takhyul. Nama selalu menunjukkan pribadi, hakekat dari sesuatu, atau
seseorang. Menyebut nama berarti menghadirkan pribadi terntentu dengan kekuatannya.
Menyebut nama Yang Ilahi berarti menghadirkan Yang Ilahi. Karena Yang Ilahi itu
mahakudus maka nama-Nya hanya diucapkan dan diupacarakan dalam ibadah.
Bagi Israel penyebutan nama Yahwe terjadi pada peristiwa Teofani. Yahwe
menyebut dirinya sebagai "Aku adalah Aku" (ego sum qui sum). Hal ini menjelaskan
keberadaan Yahwe dalam konteks persektuan dan kesetiaan. Maksud penyampaian nama
adalah bahwa Yahwe ingin menyatakan hakekat dan keberadaan-Nya sebagai "yang
imanens sekaligus yang transendens".
Imanensi (kedekatan Allah dengan manusia) Allah diungkapkan dengan
menggunakan silsilah (Allah Abraham, Ishak dan Yakub). Transendensi Allah diungkapkan
dalam ketaklayakan dan ketakmampuan Musa memandang nyala Api dari semak berduri
yang terbakar. Hal ini mengungkapkan bahwa Allah tidak mampu dijangkau oleh budi
insani. Karena itu keberadaan Allah selalu merupakan sebuah "mysterium tremendum et
fascinosum". Allah dialami sebagai sebuah misteri yang dasyat menakutkan sekaligus
menarik.
Menyebut dengan sia-sia adalah tindakan membohongi atau mendustai. Yang
termasuk dalam pengertian ini adalah tindakan sumpah palsu, menghojat, dan praktik magi.
Dalam Kitab Imamat pelanggaran terhadap larangan ini patut diberi sangsi dengan
hukuman rajam.
35
Allah sendiri yang menetapkannya. Ia sendiri memberi contoh dengan berisitrahat
pada hari ke tujuh. Perintah ini berhubungan dengan istirahat Sabat. Dalam kedua redaksi
baik Keluaran maupun Ulangan, firman atau perintah ini tidak mempunyai konotasi kultus.
Perintah ini secara sederhana memuat larangan bekerja dan diperintahkan untuk
beristirahat. Inilah dasar dari pengudusan hari Sabat.
Kitab Suci mengenangkan perbuatan penciptaan dan melihat hari Tuhan juga sebagai
satu peringatan akan pembebasan Israel dari perbudakan. Allah telah mempercayakan Sabat
kepada Israel supaya mereka mematuhinya sebagai tanda perjanjian yang tak terputuskan.
Sabat itu untuk Tuhan. Ia telah dikhususkan dan ditahbiskan untuk memuja Allah atas
karya penciptaan dan keselamatanNya. Pentingnya memelihara dan menguduskan hari
Sabath sebab Allah sendiri dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung
membebaskan Israel dari perhambaan dan menghantar mereka ke negeri peristirahatan dan
pembebasan. Kata ingatlah dipakai untuk menghindarkan bahaya profanasi hari Sabat. Hari
sabat harus dikuduskan.
Perbuatan Allah itu adalah contoh untuk perbuatan manusia. Allah berhenti pada
hari ke tujuh dan beristirahat. Sehubungan dengan ini perlulah disadari bahwa kehidupan
manusia tidak boleh hanya dilihat sebagai sebuah rangkaian/rentetan kesibukan. Manusia
perlu juga berdiam diri, beristirahat untuk memuliakan Tuhan dan memperoleh kesegaran
jasmani. Kerja tidak boleh memperbudak manusia. Manusia harus menjadi tuan atas kerja.
Perintah Sabat dirayakan oleh orang Katolik setiap hari Minggu sebagai hari
kebangkitan Yesus, yang memberikan hidup baru bagi para pengikut-Nya. Perayaan
Ekaristi hari Minggu merupakan pusat kehidupan Gereja. Hari itu harus dikuduskan bagi
Tuhan. Kekhasan perintah/firman ini terletak dalam alasannya. Kita menghormati Tuhan
dengan membebaskan diri dari segala urusan lain. Manusia juga perlu beristirahat, agar
dapat menikmati ketenangan dan kedamaian. Apabila Allah yang tidak pernah lelah,
digambarkan beristirahat pada hari ke tujuh sesudah Penciptaan semesta alam, betapa
perlunya manusia yang dilahirkan untuk hidup dalam kelelahan, bisa mendapat waktu
senggang pada hari ke tujuh. Hari Sabat atau Minggu juga merupakan kesempatan untuk
mengalami persekutuan antara umat, antara anggota keluarga, sahabat dan kenalan yang
sama-sama merayakan dan mengalami pembebasan, dalam suasana damai dan tenang.
36
dalam keluarga yang mempunyai beberapa tugas antara lain. Pertama, menghantar anak-
anak ke Upacara Liturgi, secara khusus pada pesta pondok Daun, memimpin upacara liturgi
(Ul. 31, 10-13). Kedua, memberikan Katekese, yakni menjelaskan arti Paskah sebagai
peringatan pengungsian /pembebasan dari Mesir (Ul. 6,20-24). Ketiga, menjalankan
sunat sebagai tanda perjanjian Yahwe dengan umatNya(Kej. 17,10). Keempat, ayah sebagai
“Goel” yaitu sebagai pembebas dan penyelamat orang tertindas, khususnya orang asing,
wanita dan yatim piatu (Im. 25, 46-48).
Perintah keempat ini menekankan penghargaan yang tinggi terhadap orang tua dan
kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Penghargaan dan penghormatan yang tinggi ini
didasarkan atas kenyataan bahwa orangtua telah memberikan segala sesuatu yang baik
kepada anaknya baik yang material maupun immaterial. Firman keempat ini juga bertujuan
untuk melawan tendensi paternalisme dalam hidup. Orangtua mempunyai peranan untuk
mengontrol dan membimbing anak-anaknya dalam berbagai tahap pertumbuhannya
menuju kematangan.
Selain itu, perintah keempat ini mengajarkan bahwa hukum dan peraturan yang
dikeluarkan oleh satu otoritas bukanlah alat atau sarana yang menindas, tetapi menuntun
orang kepada kebebasan. Jurang antar generasi harus diperkecil atau dipersempit atas dasar
sikap saling menghormati. Orangtua tidak boleh main kuasa. Orang atau generasi muda
harus selalu bersyukur kepada orangtua yang telah menjadi alat Tuhan yang memberikan
kehidupan bagi mereka. Hormat kepada orang tua tetap meliputi kewajiban menjamin
kehidupan generasi tua di segala bidang.
37
Tindakan atau aksi kekerasan, teror, penculikan, atau, peperangan, hukuman mati,
tidak memperhatikan/mempeduli kesehatan, tindakan-tindakan yang menentang kehidupan
sebagai produk kemajuan bioteknologi (eutanasia, abortus provocatus, dan rekayasa
genetika dilarang oleh Gereja. semuanya dilihat sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak
hidup manusia.
38
orang tuanya.Kunci Pemahaman Firman atau Perintah VII adalah kata kerja “ganab”
(mencuri) yang berarti menculik, merampok orang bebas. Sasaran utama perintah VII ini
adalah mereka yang melakukan tindakan penculikan atas manusia bebas. Tindakan ini patut
dihukum. Penculikan ini melanggar persekutuan Yahwe dan Umat Israel dan persekutuan
di antara umat Israel.
Perintah ini adalah jaminan perlindungan atas hak dasar manusia, terutama
menyangkut kebebasan. Sebenarnya di Israel perbudakan tidak dibenarkan. Israel sejak awal
memihak kepada para budak dengan sikap meringankan kehidupan mereka, atau
memperpendek masa perbudakannya. Perintah ini tidak saja terbatas pada jaminan
perlindungan hak, tetapi mencakupi juga jaminan keadilan sosial , yakni melindungi harta
milik sesama. Perlindungan harta benda milik sesama pun dilakukan demi kebebasan setiap
orang agar dapat berkembang semestinya. Hal ini merupakan salah satu pokok pewartaan
para nabi. Para nabi menentang orang-orang kaya yang memperkaya diri dengan
merugikan orang-orang kecil. Harta benda atau milik tidak pernah dilihat sebagai hal yang
mutlak, tetapi anugerah yang dipinjamkan Tuhan. Milik ini juga mempunyai nilai sosial.
Hak milik tidak boleh mendatangkan kesulitan bagi orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya(Ul. 24,12-13). Dengan kata lain Israel tidak boleh menggunakan miliknya
dengan sewenang-wenang.
39
milik. Segala sesuatu yang dimiliki oleh sesama tidak dapat diganggugugat dan mendapat
perlindungan. Perintah jangan mengingini rumah sesama mengandung dua larangan yakni,
larangan terhadap keinginan akan isteri sesama dan larangan terhadap keinginan akan harta
milik sesama. Perintah ini juga berhubungan dengan larangan berzinah dan mencuri.
Dalam dua larangan terdahulu yang dilarang adalah tindakan lahiriah. Dalam perintah
terakhir keinginan bathin akan isteri dan harta milik sesamapun tidak dibenarkan.
Perintah IX dan X tidak terikat pada satu sikap tetapi pada perbuatan nyata. Hal ini
diperjelas oleh kenyataan bahwa dekalog hanya berhubungan dengan tindakan hukuman
mati. Jadi kata menginginkan mencakupi segala tindakan jahat untuk memperoleh milik
sesama. Dua perintah terakhir ini mengingatkan bangsa Israel bahwa Yahwelah satu-
satunya pemilik dan penjamin keselamatan mereka terhdadap gangguan bangsa-bangsa
lain. Yahweh juga dilihat sebagai perlindungan atas hak-hak azasi manusia dalam hidup
keluarga, hak untuk hidup dan kebebasannya
BAB V
GEREJA
5.1. GEREJA
5.1.1. Gereja Menurut Kitab Suci
Kata Gereja yang sekarang digunakan dalam kehidupan Kristen mempunyai arti yang
cukup luas dan cukup rumit untuk meneliti sumber aslinya karena berasal dari beberapa
bahasa dan terjemahan.
1. Arti Gereja menurut Perjanjian Lama
a. asal kata
Kata Gereja berasal dari kata bahasa Portugis ‘Igreja’. Dalam perpindahan
bahasa, huruf ‘I’ dihilangkan. Kata tersebut mempunyai kaitan dengan kata Spanyol
‘Igresia’, Prancis ‘Eglise’, Latin ‘Ecclesia’ dan Yunani ‘Ekklesia. Semua kata tersebut
mempunyai arti yang sama yang dalam bahasa Indonesia disebut Gereja.
40
Kata ekklesia pertama-tama mempunyai arti yang bersifat profan: sidang,
perkumpulan,perhimpunan, peguyuban pada umumnya. Dalam terjemahaan alkitab
yang berbahasa Yunani, kata ekklesia diterjemahkan dari kata Ibrani ‘qahal’.
41
Kata misteri berasal dari bahasa yunani merupakan terjemahan dari kata Ibrani sod.
Sod mempunyai beberapa makna dasar: lingkungan sahabat; pertemuan yang agak intim
yang dilanjutkan dengan pembicaraan secara rahasia; hubungan Tuhan dengan manusia
yang begitu mesra dan yang dimaksudkan dengan hubungan itu adalah rencana Allah yang
diwahyukan kepada sahabatnya. Kata misteri juga berasal dari kata Aram ‘Raz’ yang berarti
suatu yang ilahi yang hanya diketahui oleh Allah dan oleh mereka yang diberitahu oleh
Allah. rahasia itu menyangkut apa yang akan terjadi kelak. Gereja disebut sakramen karena
mengungkapkan rahasia keselamatan Allah kepada kita umat manusia secara universal dan
merupakan tanda dan sarana kesatuan mesra umat manusia dengan Allah dan persatuan
seluruh umat manusia.
c) Gereja sebagai komunikasi dan kesatuan umat yang beriman kepada kristus. Arti ini
bertolak dari iman dan wahyu yang merupakan hal sangat dominan sampai terbentuknya
Gereja. iman dan wahyu dapat dimengerti sebagai hubungan timbal balik antara Allah dan
manusia. hubungan itu disebut wahyu kalau dilihat dari pihak Allah dan dinamakan iman
kalau dilihat dari pihak manusia. wahyu terpenuhi dalam diri Kristuss. Maka hubungan
manusia dengan Allah hanya dapat terjadi melalui kristus. dengan mengimani Yesus Kristus
orang wajib meneladani Kristus dan mencontohi sikap dasar dari hidupnya.
42
eskatologis. Kalau kehidupan Gereja digerakkan oleh Kristus maka sebagai umat Allah yang
keberadaannya dalam kesatuan dengan Kristus adalah terutama kesatuan iman.
43
5.2.2. Ajaran Gereja tentang sifat-sifat Gereja
1. Gereja adalah satu
Dengan sifat satu mengandung maksud bahwa karena Allah itu Esa dalam dirinya
sendiri dan unik, maka demikian juga Gereja-Nya. Sebab Gereja berasal dari Allah, maka
Gerejapun menjadi unik dan satu pula karena mengambil bagian pada kesatuan dan
keunikan Allah. kesatuan dalam Gereja itu diungkapkan dalam bentuk:
a) Kesatuan iman: iman Gereja didasarkan pada Kristus yang satu sama. Kristus yang
mulai telah menjadi pemimpin umat yang berziarah.
b) Kesatuan ibadat dan sakramen. Ibadat merupakan ungkapan iman. Pelaksanaan ibadat
merupakan prinsip kesatuan jemaat tertentu. Ibadat mempersatukan bukan karena
sifatnya sebagai ibadat, namun karena isinya dan ini direalisasikan dalam sakramen-
sakramen, yang merupakan bagian utamanya.
c) Gereja adalah suatu koinonia: Allah tidak bertindak karena terpaksa, sebagai suatu
keharusan. Ia memberikan karunia-karunianya secara bebas pula. Dari segi manusia,
Allah memperlakukan manusia dengan diberi kebebasan bukan dengan benda-benda.
2. Gereja adalah Kudus
Gereja disebut kudus karena Allah sendirilah yang hadir di dalamnya dalam Roh
Kudus. Gereja ada karena Dia. Karena Dia Gereja berkembang dan Dia pulalah yang
memberikan segala karunia serta menjadi prinsip dan sumber hidup segala pelayanan
anggotanya.
3. Gereja adalah Katolik
Kata katolik berasal dari bahasa Yunani yang artinya umum. Itu berarti terbuka untuk
siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Gereja dapat melindungi semua manusia pada
segala zaman dan segala tempat. Gereja mampu berkembang tanpa menyimpang dari
seluruh ajaran Gereja. gereja tidak memandang warna kulit, suku, keturunan dan budaya
anggota-anggotanya. Maka sebagai Gereja Katolik tidak selayaknya bersifat ekslusif, tetapi
justru harus bersikap inklusif.
4. Gereja yang bersifat Apostolik
Gereja yang apostolik maksudnya gereja yang didirikan dan berasal dari tradisi para
rasul. Pengalaman hidup beriman dalam dunia perjanjian baru merupakan pengalaman
iman para rasul yang berkontak dengan Yesus selama hidup-Nya di Palestina. Itu berarti
bahwa kelompok Katolik ini melanjutkan tradisi yang telah diletakkan oleh para rasul.
44
merupakan jawaban. Maka sesungguhnya bisa dikatakan bahwa Gereja seluruhnya adalah
sabda. Di dalamnya Sabda Allah yang abadi bergema. Karfena itu dapat dikatakan bahwa
Gereja seluruhnya merupakan pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda dan
Wahyu Allah.
2. Tugas Pengudusan
Konsili Vatikan II menyebut Gereja sebagai persekutuan iman, harapan dan cinta
kasih, persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus dengan iman dan cinta kasih. Maka
sesungguhnya Roh Kuduslah yang menciptakan persekutuan umat beriman dengan
menghimpun mereka dalam Kristus, sebagai prinsip kesatuan Gereja, sebab oleh Roh Kudus
kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita. Konsili juga mengajarkan bahwa Gereja dibentuk
karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi. Kesatuan Gereja bukan hanya karya Roh
Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antarmanusia, khususnya perwujudan komunikasi
iman di antara para anggota Gereja. Dalam liturgi Gereja merayakan pengudusan umat
manusia. liturgi tidak hanya menawarkan aneka bentuk dan rumusan doa, tetapi mau
menjadi tempat orang merasakan dan menghayati komunikasi dengan Bapa, bersama Putra
dan Roh Kudus.
3. Tugas melayani
Gereja adalah persatuan orang beriman, komunikasi iman. Dalam proses komunikasi
iman itu dibedakan dua macam: pengajaran dan perayaan. Yang satu komunikasi dengan
kata-kata, baik dalam katekese biasa maupun dalam pengajaran pimpinan Gereja yang
resmi; yang lain komunikasi iman dalam ibadat bersama. Yang pokok bukanlah rumusan
iman atau kebaktian, melainkan penghayatan dan pengamalan iman. Bahkan gereja wajib
mengakui iman di muka orang-orang sebab berkat iman kita menerima pengertian tentang
makna hidup kita yang fana. Iman menyinari segala sesuatu dengan cahaya yang baru dan
memaparkan renana ilahi tentang seluruh panggilan manusia. pengakuan iman saja tidak
cukup. Gereja juga harus menunjukkan pelayanan kepada sesama. Gereja harus mengambil
bagian dalam tugas melayani umat manusia agar bisa mencapai kebahagian sejati dan
kesatuan dengan Allah.
BAB VI
SAKRAMEN-SAKRAMEN DALAM GEREJA KATOLIK
45
Sakramen adalah tanda dan sarana yang diadakan oleh Kristus dan Gereja, yang
mengungkapkan dan sekaligus menguatkan iman, menyatakan penyerahan diri kepada
Allah dan sekaligus membuahkan pengudusan manusia, serta mengandung daya yang amat
berguna untuk menghidupkan, menguatkan dan mewujudkan persekutuan dengan Gereja
(Kan. 840). Dari definisi ada tiga unsut penting berkaitan dengan Sakramen.
1) Suatu tanda dan sarana pengungkap dan sekaligus penguat iman.
2) Suatu karya Kristus bersama Gereja, yang menghubungkan manusia dengan
Allah dan menduskan manusia sendiri.
3) Sesuatu yang amat berdaya guna untuk pembangunan Gereja.
1. Sakramen Pembaptisan
Sakramen pembaptisan diartikan sebagai jalan masuk seseorang kepada sakramen-
sakramen lainnya, diperlukan, sekurang-kurangnya di dalam kerinduan, untuk
keselamatan, pembebasan dari dosa-dosa, melahirkan kembali sebagai anak Allah,
menjadikannya serupa dengan Kristus, yang tidak dapat dihilangkan oleh apa pun,
menggabungkannya pada Gereja dan diberikan dengan cara penyucian dengan air yang
disertai dengan rumusan kata-kata yang harus ada (Kan 849). Efek pertama yang dihasilkan
oleh sakramen pembaptisan adalah pengampunan dosa, sesuai dengan rumusan syahadat:
“satu pembaptisan akan penghapusan dosa”, dan pemberian hidup baru sebagai orang yang
telah dibebaskan dari dosa. Pembaptisan suci adalah dasar seluruh hidup kristen,pintu
masuk menuju kehidupan dalam roh (vitae spiritualis ianua) dan menuju sakramen-
sakramen yang lain.
2. Sakramen Krisma
Sakramen Penguatan adalah sakramen yang memberikan meterai dan dengannya
orang yang telah dibaptis melanjutkan perjalanan inisiasi Kristiani dan diperkaya dengan
anugerah Roh Kudus serta dipersatukan secara lebih sempurna dengan Gereja, menguatkan
dan semakin mewajibkan mereka untuk dengan perkataan dan perbuatan menjadi saksi-
saksi Kristus, menyebarkan dan membela iman. Bersama dengan pembaptisan dan Ekaristi,
Sakramen Penguatan membentuk sakramen-sakramen inisiasi kristen. Penerimaan
sakramen Penguatan diperlukan untuk melengkapii sakramen Pembaptisan. Berkat
sakramen Penguatan mereka terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan diperkaya
dengan daya kekuatan Roh Kudus yang istimewa. Dengan demikian mereka semakin
diwajibkan untuk menyebarluaslkan dan membela iman sebagai saksi Kristus yang sejati,
dengan perkataan maupun perbuatan.
3. Sakramen Ekaristi
Sakramen Ekaristi adalah sakramen yang paling agung. Di dalam sakramen Ekaristi
Kristus Tuhan sendiri hadir, memberikan diri-Nya dan disambut oleh yang menerima-Nya.
Daya sakramen ini membuat Gereja tetap hidup dan berkembang. Sebagai korban
perjamuan, berupa kenangan akan kematian dan kebangkitan Kristus, di mana korban salib
46
diulang kembali sepanjang zaman. Sakramen ini merupakan puncak dan sumber seluruh
ibadat dan hidup kristiani. Sakramen ini menandakan dan menghasilkan kesatuan umat
Allah serta membangun Tubuh Kristus. Semua sakramen dan seluruh kegiatan kerasulan
Gereja berhubunagn erat dengan Ekaristi dan sekaligus tertuju kepadanya.
Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kristiani. Sakamen-sakramen lainnya, begitu
pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan berhubungan erat dengan Ekaristi suci
dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani
Gereja, yakni Kristus sendiri. Keikutsertaan dalam kehidupan ilahi dan kesatuan umat
Allah membuat Gereja mejadi Gereja. keduanya ditandai dengan penuh arti dan dihasilkan
secara mengagumkan oleh Ekatisti. Di dalamnya memuncakk tindakan yang olehnya Allah
telah menguduskan dunia di dalam Kristus dan bersama Dia kepada Bapa dalam Roh
Kudus.
4. Sakramen Tobat
Mereka yang menerima Sakramen Tobat memperoleh pengampunan dan belas kasih
Allah atas pernghinaan mereka terhadap-Nya. Sekalipun mereka didamaikan dengan
Gereja, yang telah mereka lukai dengan berdosa, yang membantu pertobatan mereka adalah
cnta kasih, teladan serta doa-doanya.
Orang menamakan Sakramen Tobat karena ia melaksanakan secara sakrametal
panggilan Yesus untuk bertobat, untuk bangkit kembali dan kembali kepada Bapa, dari
siapa orang telah menjauhkan diri karena dosa. Sakramen ini disebut juga sakramen
pemulihan karena ia menyatakan langkah pribadi dan gerejani demi pertobatan,
penyesalan, dan pemulihan warga kristen yang berdosa. Sarkamen ini juga disebut
sakramen pengakuan karena penyampaian, pengakuan dosa di depan imam adalah unsur
hakiki dari sakramen ini.
6. Sakramen Tahbisan
Tahbisan adalah sakramen, yang olehnya perutusan yang dipercayakan Kristus
kepada rasul-rasul-Nya dilanjutkan di dalam Gereja sampai akhir zaman. Dengan demikian
ia adalah sakramen pelayanan apostolik. Ia mencakup tiga tahap: episkopat, presbiterat dan
diakonat.
47
Sakramen tahbisan disebut juga dengan nama ordinasi. Dasarnya adalah bahwa dalam
kebudayaan Roma klasik, kata ordo dipakai untuk lembaga-lembaga sipil, terutama lembaga
pemerintahan. Ordonatio berarti penggabungan di dalam satu ordo. Di dalam Gereja ada
lembaga-lembaga yang – berdasarkan Kitab Suci – oleh tradisi dinamakan sejak dulu kata
‘taxeis’ dalam bahasa Yunani dan ordines dalam bahasa Latin. Dengan demikian liturgi
berbicara mengenai ordo episcoporum, ordo presbyterorum dan ordo diaconorum.
Penggabungan ke dalam salah satu golongan Gereja ini terjadi dalam satu ritus yang
dinamakan ordonatio, satu tindakan liturgis dan religius yang dapat meruakan satu
tahbisan, satu pemberkatan atau satu sakramen. Sekarang kata ordonatio dikhususkan
untuk tindakan sakramental yang menggabungkan seseorang ke dalam golongan para
uskup, imam dan diakon. Ia melebihi satu pilihan biasa, satu penentuan, delegasi atau
pengangkatan oleh persekutuan, karena ia memberi anugerah Roh Kudus yang
menyanggupkan orang untuk melaksanakan kuasa kudus (sacra potestas), yang hanya
dapat diberikan oleh Kristus sendiri melalui Gereja-Nya. Ordonatio dinamakan juga dengan
tahbisan (consecratio) karena ia teridiri dari pemilihan dan pengangkatan yang dilakukan
Kristus sendiri demi pelayanan di dalam Gereja, peletakan tangan oleh uskup dan doa
tahbisan merupakan tanda-tanda yang kelihatan dari konskrasi ini.
7. Sakramen Perkawinan
Perjanjian perkawinan dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka
kebersamaan seluruh hidup dari sifat kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami-istri
serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang-orang
yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen. Perkawinan bukankah suatu isntitusi
manusiawi semata-mata, walaupun dalam lintasah sejarah ia mengalami perubahan, tetapi
mengungkapkan kesatuan dengan Allah. Tuhan yang telah menciptakan manusia karena
cinta, juga memanggil dia untuk mencinta, suatu panggilan kodrati dan mendasar setiap
manusia.
48
mau menekankan makna Ekaristi sebagai puji syukur atas karya penyelamatan Allah
melalui Yesus Kristus. Maka, bilamana kita kita menggunakan istilah Ekaristi, hendaknya
kita menyadari bahwa istilah ini menekankan segi isi dari apa yang dirayakan, yaitu puji
dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Kristus bagi kita.
49
5. Tuhan Kasihanilah
6. Kemuliaan
7. Doa Pembuka
50
g) Doa Persiapan Persembahan
2) Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung adalah bagian inti perayaan Ekaristi. Bagian ini adalah
persembahan atau kurban dan doa dengan nada syukur. Maka tepatlah kalau kita
menggunakan nama kurban syukur atau Doa Syukur Agung untuk bagian ini. Kurban
syukur ini pertama-tama adalah kurban syukur Yesus Kristus Sang Imam Agung kita.
Pada saat ini kurban Yesus Kristus hanya satu satu itu dan sekali terjadi dihadirkan
kembali, dialami ayas cara tak berdarah. Kurban Kristus yang dulu pernah nampak
dalam bentuk penyerahan tubuh dan penumpahan darah di kayu salib kini hadir
kembali dalam bentuk yang amat sederhana: roti dan anggur. Kurban syukur ini adalah
kurban Yesus Kristus untuk keselamatan kita. Kita tidak membawa kurban syukur kita
sendiri, tetapi kita mengambil bagian dalam kurban syukur Yesus Kristus.
Seluruh doa syukur agung merupakan kenangan (anamnesis) akan kehadiran
Yesus Kristus yang berkurban dan bersyukur. Di dalam doa syukur agung kita alami
pertama-tama kegiatan Kristus yang menyelamatkan manusia sebagai puncak karya
penyelamatan dan alasa dasar bagi manusia untuk bersyukur. Unsur-unsur Doa Syukur
Agung:
a) Prefasi (Ucapan Syukur)
b) Aklamasi Umat (Kudus)
c) Doa Epiklesis
d) Kisah Institusi
e) Seruan Anamnesis
f) Doa Kurban
g) Epiklesis Untuk Persatuan Umat
h) Doa Permohonan
i) Doksologi dan Amin
3) Upacara Komuni
Inti bagian komuni adalah penghayatan persatuan persaudaraan dalam iman akan
Yesus Kristus. komuni bukanlah pertama-tama tindakan menerima atau menyambut
Tubuh dan Darah Yesus Kristus, tetapi mengalami persatuan persaudaraan dalam
Yesus Kristus dan bersama saudara-saudari seiman. Menerima komuni berarti
mengalami persatuan persaudaraan beriman. Unsur-unsur upacara komuni:
1) Bapa Kami
2) Salam Damai
3) Pemecahan Roti
4) Pencampuran Roti dengan Anggur
5) Anak Domba Allah
6) Ajakan Menyambut Tubuh-Darah Kristus
7) Pembagian Tubuh dan Darah Kristus
8) Nyanyian Komuni
9) Pembersihan Peralatan Altar
10) Doa Pribadi atau Lagu Syukur
51
ini dari bagian ini. Perutusan dan berkat sebagai bagian inti dari bagian ini mengingatkan
kita akan pentingnya hubungan antara perayaan Ekaristi dengan hidup harian. Unsur-unsur
bagian ritus penutup:
1) Pengumuman
2) Salam dan Berkat
3) Pengutusan
4) Penghormatan Altar
5) Nyanyian Penutup
BAB VII
MARIA SEBAGAI MODEL KESETIAAN
ORANG BERIMAN KRISTIANI
7.1. Pengantar
Tema ini akan dijabarkan dalam dua subtema. Pertama, kita akan menjelaskan
tentang Maria sudut pandang biblis atau Kitab Suci, secara khusus kesaksian para penulis
Perjanjian Baru. Kedua, kita akan berbicara tentang Maria dari perspektif dokumen resmi
Gereja Katolik. Sehubungan dengan ini, uraian akan dipusatkan pada empat dogma
mariologis; pandangan konstitusi dogmatis Lumen Gentium dan Ensiklik Redemptoris
Mater.
52
Penginjil Matius menampilkan Maria dalam dua tahap, yaki pada masa kanak-kanak
Yesus dan ketika Yesus berkarya di depan publik. Munculnya pribadi Maria dalam masa
kanak-kanak Yesus ditemukan dalam bab 1:1-25 dan 2:1-23. Dalam kisah tentang silsilah
Yesus, Maria muncul pada bab 1:16. Ayat ini dilihat sebagai persiapan misteri penjelmaan
yang terjadi di luar pehitungan manusia. Maria ditampilkan sebagai cincin terakhir sebuah
rantai yang dimulai dengan rencana keselamatan dalam Perjanjian Lama dan pelaksanaan
keselamatan dalam Perjanjian Baru. Maria adalah saksi kesetiaan Allah pada janji-Nya.
Kesaksian Matius menyatakan bahwa terwujudlah janji Allah. Mesias yang lahir dari bunda
Maria adalah Yesus Kristus, penyelamat seluruh umat manusia. Dalam masa kehidupan
Yesus di depan umum, Matius menampilkan Maria sebagai pribadi yang mengikuti Sang
Sabda (12:46-50).
a. Lukas 1:26-56
Dalam perikop ini, Maria digambarkan sebagai pribadi yang secara definitif diantar
memasuki misteri Kristus melalui peristiwa Kabar Malaikat. Hal ini terjadi di Nazaret,
dalam suatu realitas konkret sejarah Israel. Malaikat menyebut Maria sebagai “yang penuh
rahmat”. Penuh rahmat berarti diubah seluruhnya oleh rahmat Tuhan. Artinya Maria telah
disucikan seluruhnya oleh Tuhan sendiri. Dengan demikian Maria dikuduskan bukan baru
pada saat menerima kabar gembira, melainkan sejak awal mula konsepsinya di dalam rahim
ibunya, Allah telah menguduskan dan membebaskannya dari segala noda dosa.
Pada saat Maria menerima kabar dari malaikat Gabriel, ia dipanggil untuk melakukan
suatu tindakan iman yang bersifat pribadi. Maria dipanggil untuk menjadi bagian dari
rencana keselamatan Allah. Ini memerlukan iman yang besar untuk memberikan jawaban
yang tepat. Maria berusaha mengerti maksud Allah untuk memahami bagaimana hal itu
menjadi mungkin. Maria memahami bahwa jawabannya harus lahir dari bagian terdalam
kehidupan iman. Ia menjawabi dengan suatu tindakan iman yang pribadi, “Terjadilan
padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38).
Fiat Maria mewakili suatu jawaban iman yang pernah diucapkan bangsanya untuk
meneguhkan perjanjian, yakni ketaatan dan kesetiaan kepada Yahwe. Maria menjadi
kenisah dan Tabut Perjanjian Baru. Kidung Maria merupakan ungkapan iman berciri pujian
53
dan syukur. Menurut gambaran Lukas bab 1 Maria memang percaya sepenuh-sepenuhnya
pada Allah. Justru karena kepercayaannya ini, ia dipuji bahagia (Luk 1:45).
b. Lukas 2:21-40
Teks ini merupakan sebuah kisah panggilan seperti yang dapat kita lihat dalam diri
Zakharia. Penyerahan diri Maria yang total kepada kehendak Allah pasti membawa
konsekuensi yang berat bagi ziarah imannya. Penyerahan diri yang total itu mengandung
makna bahwa Maria akan meneriman segala konsekuensi yang dihadapi karena imannya
itu.
c. Lukas 2:41-52
Kebersamaan Yesus dengan Maria sebelum Yesus menjalankan karya-Nya di depan
umum adalah dalam perayaan Paskah di Yerusalem. Dalam Kisah ini, Lukas menampilkan
Maria yang terus maju dalam ziarah imannya. Ia sudah lama hidup bersama Sang Sabda dan
merenungkan semua peristiwa bersama Sang Sabda itu di dalam hatinya. Pemilihan Allah
terhadap Yesus makin jelas. Manusia pertama yang diizinkan mengenal Kristus adalah
Maria. Meskipun demikian, hidup Yesus tetap misteri bagi manusia. Hanya Allah Bapa-Nya
yang mengenal Dia secara sempurna. Meskipun Yesus tetap misteri baginya, ia tetap setia
mengikuti ziarah imannya.
54
untuk masuk dalam situasi dan mengalami sejarah manusiawi. Maria turut berpartisipasi
dalam misteri penjelmaan diri Allah menjadi manusia.
55
“Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”. Pikiran pokok dalam ayat ini adalah
penjelmaan Putra Allah, yang lahir dari seorang perempuan. Pembicaraannya tentang Maria
berkaitan erat dengan upaya untuk membela ajaran iman Katolik tentang kemanusiaan
Yesus.
Perlu diingat bahwa tradisi mengenai mengandung Yesus oleh perawan Maria
pertama-tema mengenai Yesus Kristus, bukan Maria. "Conceptio virginalis" pertama-tema
termasuk kristologi, bukan mariologi. Tetapi secara tak langsung ajaran itu juga
mengatakan sesuatu tentang Maria. Sebagai perawan ia menjadi ibu, sehingga ia ibu-
perawan. Ia perawan dalam keibuannya dan tidak terlepas darinya. Sebagai perawan Maria
mengandung Yesus.
Keperawanan Maria tidak langsung dihubungkan dengan panggilannya sebagai
bunda Allah. Konsili vatikan II menghubungkannya dengan imannya, “ dalam iman dan
ketaatan ia melahirkan Putra Bapa sendiri di dunia dan itu tanpa mengenal pria, dalam
naungan Roh kudus, sebagai hawa yang baru, karena percaya akan utusan Allah, dengan
iman yang tidak tercemar oleh kebimbangan (LG 63). Iman berarti penyerahan kepada Allah
dan penyerahan Maria yang total terungkap dalam keperawanannya. Dalam keperawanan
Maria tampak bahwa Kristus dan kelahirannya merupakan misteri iman. Oleh karena itu,
Gereja menegaskan bahwa martia itu “pola teladan Gereja yang mengagumkan dalam iman
dan cinta kasih (Lg 53 dan 63). Keperawanan Maria berhubungan dengan keibuannya,
sejauh ia melahirkan Anak Allah sebab “ia percaya bahwa apa yang dikatakan kepadanya
dari Tuhan, akan terlaksana (Luk 1:45).
Maria sebagai perawan mengandung Yesus hanya karena diminta Allah, jadi
sebelum menikah dan berkumpul dengan suaminya. Itu juga disarankan Mat 1:18.25.
Nahkah ini menggambarkan yufuf gelisah oleh karena calon istrinya hamil sebelum
menikah secara resmi. Maka keperawanan merupakan akibat dipilihnya Maria menjadi ibu
Yesus Kristus. Menurut gambaran Injil Lukas Maria sepenuh-penuhnya merelakan diri bagi
maksud Allah. Meskipun belum menikah ia menyetujui (Luk 1:38) maksud Allah dan
sebulat-bulatnya menjadi hamba Allah. Kerelaaan itulah yang merupakan dimensi spiritual
keperawanan Maria ditinjau dari sisi Maria. Ia merelakan dirinya dan seluruh hidupnya
untuk melayani rencana Allah. Mengingat bahwa anak Maria, Yesus, menjadi juruselamat
umat manusia, maka termasuk ibu-Nya merelakan diri bagi penyelamatan dunia, berarti
kerajaan Allah. Maka Maria perawan spiritual atau fisik demi kerajaan Allah (mt 19:12). Oleh
karena Allah melalui anak Maria mau menyelamatkan dunia dan mewujudkan Kerajaan-
Nya maka Maria sebagai hamba Allah dengan rela menjadi ibu-perawan, yang mengandung
juru selamat itu.
Penegasan bahwa Maria adalah perawan tidak didasarkan atas suatu pengamatan
ilmiah tetapi dijabarkan dari iman Kristen, dari iman yang mengenai relasi antara Allah dan
manusia. Allah tidak memperlakukan manusia sebagai benda mati, tetapi makhluk yang
bebas. Manusia itulah yang diikutsertakan dalam karya penyelamatan, yang secara unggul
dan malah tunggal diikutsertakan adalah ibu Yesus, yang sebagai ibu mempunyai relasi
tunggal dengan anaknya, juru selamat dunia. Sebulat-bulatnya dan secara ekslusif Maria
merelakan diri. Sikap dinamik itulah keperawanan spiritual Maria. Dimensi fisik biologi
terlebih berkaitan dengan dimensi kristologis, tetapi dari segi mariologi juga dimensi itu
berperan sebagai tanda keperawanan spiritual.
Relevansi teologis ajaran tentang keperawan tetap itu terletak dalam hal ini: karya
penyelamatan Allah dapat mencetuskan dari pihak manusia suatu tanggapan dan
56
penyertaan aktif yang bulat menyeluruh, sehingga orang yang bersangkutan tidak sempat
melibatkan diri dalam suatu yang tidak secara langsung berhubungan dengan karya itu.
Maria dinilai sebagai seorang yang sepenuh-penuhnya Kristen, yang merealisasikan segala
kemungkinan yang terkandung dalam iman Kristen, termasuk keperawanan tetap yang
dianjurkan dan dipraktekkan Yesus dan Paulus (Bdk 1 Kor 7:7-8.26.32.34.40) sebagai suatu
kemungkinan. Selayaknya itu terwujud pada diri dan kehidupan ibu Yesus, akibat realisasi
keibuan yang memang unik. Dalam rangka perkawinan Maria tetap perawan secara
spiritual dan fisik.
57
dalam kemuliaan Putranya. Yesus naik ke surga dengan jiwa dan badannya, maka hal ini
berlaku juga untuk Maria. Kedua, dalam hidupnya Maria diikutsertakan secara penuh
dalam karya penyelamatan Yesus Kristus. Karena itu Maria jugapantas diikutsertakan dalam
kebangkitan, juga sebelum akhirat. Ketiga, dogma Maria diangkat ke surga memiliki dasar
biblis, yakni dalam penggambaran Maria sebagai Bunda Yesus, tetap perawan dan serba
suci. Keempat, Gereja sudah memandang hal ini berabad-abad lamanya sebagai pokok iman.
“Akhirnya perawan tak bernoda,yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal,
sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan
di surge berserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai ratu alam
semesta, supya secara lebih penuh menyerupai puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang
telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59). Terangkatnya perawan tersuci adalah suatu
keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan puteranya dan satu antisipasi dari
kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.
58
7.3.2.2. Redemtoris Mater: Santa Perawan Maria Dalam Kehidupan Gereja
Yang Berziarah
Paus Yohanes Paulus II menuangkan refleksinya tentang Maria dalam Ensiklik
Redemptoris Mater yang dikeluarkan pada tanggal 25 Maret 1987. Ia adalah paus yang
memiliki devosi yang sangat kuat terhadap Bunda Maria. Kesetiaan dan ketekunan dalam
tugas kegembalaannya tidak terlepas dari penyerahan dirinya pada perlindungan dan
pertolongan Bunda Maria. Dalam ensiklik Redemptoris Mater, ia mengemukan beberapa
pandangan yang mendasar mengenai Maria, antara lain: Pertama, Maria adalah wanita yang
penuh rahmat. Dengan salam malaikat, Maria secara definitif masuk dalam misteri Kristus.
Maria mendapat berkat yang istimewa dari Allah. Maria dipanggil sebagai wanita yang
terberkati bukan hanya dalam pewartaan malaikat, tetapi juga oleh Elisabeth. Dalam salam
malaikat dan Elisabet, Maria seakan-akan mendapat nama baru “yang penuh rahmat”.
Maria mendapat berkat khusus karena Allah memilih dia menjadi Bunda Putera-Nya.
Sebutan Maria sebagai yang penuh rahmat menunjukkan pada pemilihan Maria
sebagai Bunda Putera Allah. Pemilihan Maria itu seluruhnya bersifat istimewa dan unik.
Dengan itu, Maria juga mendapat tempat yang unik dan istimewa dalam seluruh misteri
Kristus. Maria sebagai pribadi yang penuh rahmat karena penjelmaan diri Putera Allah
terjadi dalam dirinya.
Maria menjadi wanita yang terberkati karena percaya. Maria hadir dalam misteri
penyelamatan karena dia percaya. Dalam menanggapi pernyataan malaikat, Maria
mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah dengan menundukkan akal budi dan
kehendaknya. Hal ini menunjukkan ketaatan iman kepada Allah. Dengan menerima kabat
malaikat, Maria menjadi Bunda Tuhan. Misteri penjelmaan menjadi sempurna ketika Maria
mengucapkan fiat: “Jadilah padaku seperti katamu itu”. Maria mengucapkan fiat ini dalam
iman. Dalam iman dia mempercayakan diri kepada Allah tanpa batas apa pun.
Ketaatan iman Maria diuji dalam seluruh perjalanan hidupnya. Maria mengikuti
seluruh jalan Putranya sampai pada peristiwa puncak misi-Nya di dunia. Maria tidak
pernah gagal dalam imannya. Maria sebagai Bunda Yesus yang setia menyertai-Nya sampai
di kaki salib. Peran keibuan Maria terletak dalam sikap imannya yang setia mendengarkan
dan melaksanakan kehendak Allah. Maria disebut sebagai yang berbahagia karena ia
melaksanakan Firman Allah. Dengan demikian, keibuan Maria bukan hanya dalam daging
tetapi juga dalam hal rohani.
Keibuan Maria ditunjukkan secara total. Ia menyertai Yesus sampai di kaki salib.
Penginjil Yohanes menampilkan keibuan Maria dalam perjamuan di Kana. Di sini Maria
tampil sebagai ibu yang percaya akan kekuasaan yang ada di dalam diri Puteranya. Di sini ia
tampil sebagai Bunda Yesus pada awal kehidupan di depan umum. Dalam peristiwa ini
Yesus menyatakan kemuliaan-Nya. Pada bagian lain Yohanes memperkuat s ifat keibuan ini
dalam peristiwa puncak karya penyelamatan Yesus, yakni dalam peristiwa salib. Kesatuan
Maria dengan Putranya sampai di salib karena Allah selalu menyertai dia. Kekuatan Allah
yang diwartakan oleh malaikat Gabriel pada awal ziarah iman Maria mengikuti Sang Sabda
sungguh dirasakan Maria. kekuatan Allah inilah yang memungkinkan Maria bertahan
dalam ziarah imannya. Di bawah kaki salib, Maria menerima aspek baru keibuan Maria,
yaklni keibuan rohani bagi semua orang beriman kepada Kristus.
59
BAB VIII
BERIMAN DALAM KONTEKS PLURALISME AGAMA
60
mengambil sikap terhadap agama-agama lainnya. Dalam sejarah sikap ini telah terpatri
dalam beberapa kecenderungan antara lain: sikap eksklusif, sikap inklusif/pluralis dan sikap
korelasional. Karena itu “pluralisme Agama” telah menjadi perhatian para ilmuwan agama
yang dengan berani mencanangkan etika global atau paradigma lintas batas yang patut
mendapat perhatian kita semua antara lain:
a. Allah itu sempurna dan hanya dialah yang sempurna sedangkan yang lainnya tidak
sempurna. Karena Allah sempurna dia tidak perlu dibela oleh manusia.Kalau ada
yang bersikeras bahwa ada lembaga yang sempurna seperti Allah dia mengulangi
dosa di kebun firdaus yaitu “kecenderungan menjadi sama dengan Allah” dan
dengan demikian akan menjadi sumber kekerasan atas nama agama.
b. Agama adalah sarana untuk lebih dekat dengan yang Ilahi.Agama bukan tujuan
dalam dirinya sendiri.Karena agama adalah sarana bukan tujuan maka sarana
tersebut harus mampu juga memperbaiki dirinya. Agama harus dibersihkan dari
“Fundamentalisme, ekslusivisme, fanatisme, atau kekerasan atas nama
agama”.Setiap bentuk kekerasan atas nama agama menurunkan martabat agama
apapun.
c. Dialog sejati akan mengusung nilai-nilai kemanusiaan seperti bebas, hormat, setara
yang dewasa ini adalah bagian integral dari masyarakat beradab. Agama yang tidak
mengusung dialog akan dengan sendirinya terdepak dari dunia peradaban.
d. Agama diciptakan untuk manusia dan manusialah yang membutuhkan agama bukan
sebaliknya.Prioritas manusia atau “pemanusiaan manusia” lewat agama ini telah
merupakan landasan bersama kemanusiaan global untuk berjuang membebaskan
manusia dari pelbagai belenggu sosial.
e. Setiap agama itu unik namun keunikan itu diperoleh bukan lewat “eksklusi”(by
ecsclusion) melainkan lewat “relasi”(by relation”). Semua agama boleh
mencanangkan keunikannya namun keunikan itu tidak dapat diperoleh tanpa
keunikan orang lain. Karena itu tuntutan keunikan setiap agama harus mengenyakan
atau membuang jauh-jauh pathologi yang disebut “pluralisme-fobia”atau ketakutan
terhadap pluralisme yang sehat dan wajar.
61
b. Sikap-sikap awal berhadapan dengan pluralisme agama adalah “toleransi”. Namun
toleransi adalah sikap dimana orang berkeyakinan bahwa agama lain “dibiarkan”
atau ‘tidak diganggu”.Dan seringkali toleransi masih dilihat dan disalahpahami
sebagai penyamaan. Misalnya orang mengatakan:”kita toleran karena semua agama
pada hakikatnya sama” atau “karena agama-agama itu hanya jalan berbeda menuju
tujuan yang sama”. Mentoleransi pihak lain seperti yang diungkapkan ini
sebenarnya bukan toleransi dan hal seperti ini masih terjadi di tengah masyarakat.
Kita baru berbicara mengenai toleransi apabila kita bersedia menerima dan
mengakui sungguh-sungguh pluralisme agama.Dengan ini berarti kita menerima
perbedaan.Toleransi berarti menerima saudara atau kelompok saudara walaupun
pandangan,kepercayaan dan keyakinannya berbeda.
c. Kesadaran personal-eksistensial bahwa ada banyak agama membawa orang kepada
kesadaran historis bahwa semua agama terbatas. Kesadaran sejarah menegaskan
bahwa sejauh setiap kenyataan itu historis,kenyataan itu terbatas.Hal itu berarti
agama dipengaruhi dan dibatasi oleh konteks historis itu. Karena itu pengetahuan
kita selalu merupakan pengetahuan yang terbatas dan ditafsirkan.Dan karena
pengetahuan itu selalu ditafsirkan dan penafsiran selalu muncul dari situasi historis
partikular tempat kita berada.Dengan kata lain dibutuhkan sebuah keberanian untuk
melempar jangkar ke kedalaman dari aneka ragam titik pandang yang berubah terus
menerus.
d. Tantangan pluralisme agama yang kita saksikan dalam sejarah Gereja misalnya
ditandai dengan beberapa posisi dasar yaitu: Eksklusivisme, Inklusivisme dan
pluralisme dengan segala konsekwensi dan nuansanya.
62
kesalahan itu di mata Tuhan tidak terdapat pada orang yang hidup dalam ketidaktahuan tak
teratasi mengenai agama yang benar”.Jadi tidak ada orang yang masuk neraka kalau
ketidakberadaan dalam gereja itu adalah karena tidak tahu.
Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II menanggapi pluralisme agama dan dialog
antara umat beragama sambil menyatakan empat hal berikut ini:
1. Orang di luar gerejapun dapat diselamatkan(masuk surga) berkat rahmat Yesus
Kristus.(Lihat dok. Ad Gentes no.8 dan Lumen Gentium no.15 dan 16).
2. Ensiklik “Ecclesiam Suam” yang diumumkan Paus Paulus VI meletakan dasar
pertama tentang spiritualitas dialog dan secara terperinci ensiklik ini mengutarakan
empat pilar dialog yaitu “dasar-dasar dialog, dialog sebagai kerasulan, dialog
keselamatan dan lingkaran konsentris dengan siapa Gereja harus berdialog. Dalam
penjelasannya mengenai dialog sebagai tugas kerasulan Paus mengatakan bahwa
setiap dialog memiliki tiga ciri khas yaitu:”kejelasan, kelembutan hati yang
berseberangan dengan sikap menyerang dan menuntut kerendahan hati,
kepercayaan dan kebijaksanaan yang meneguhkan persaudaraan. Dialog harus
menyingkirkan kemunafikan, membongkar topeng, persaingan, pengkhianatan dan
tipu daya serta mencegah pertikaian atau sengketa pelbagai bentuk.
3. Gereja tetap memiliki kewajiban untuk memaklumkan Injil ke seluruh dunia namun
pemakluman itu tidak boleh dilakukan lewat cara-cara yang tidak wajar.Dengan ini
mau ditekankan bahwa Evangelisasi yang secara tekstual dan harafiah berarti “kabar
gembira” tidak boleh berubah menjadi “kabar buruk” bagi manusia.(Ad Gentes
no.13).
4. Gereja mengakui hak atas kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia yang tidak
boleh dicemari.(Dignitatis Humanae).Dalam upaya kemanusiaan menyeluruh yang
ditampakan gereja sikap dialogis diarahkan gereja kepada siapa saja tanpa peduli
apakah mereka bersikap positif atau menentang gereja.
Dengan dokumen Vatikan II ini hendak ditandaskan bahwa Dialog antar-umat
beragama lebih menitikberatkan keinginan dan kebutuhan untuk saling memahami dan
saling menukar pengalaman keagamaan yang telah dimiliki oleh masing-masing tradisi
pengikut agama-agama. Berangkat dari kenyataan pluralisme agama yang tidak dapat
dibantah ini maka dapat disimpulkan bahwa ada kebutuhan menciptakan sebuah
paradigma relasi antar-agama namun bukanlah paradigma relasi yang bersifat dominatif
melainkan yang bersifat kolaboratif. Relasi beradab yang dirumuskan Konsili Vatikan II
diatas ini tidak lain dari “Dialog”.
Anjuran agar kita tetap rendah hati bukanlah sekedar basa basi saleh. Karena kita
manusia terbatas, terdistorsi oleh dosa dan kepicikan, maka kita selalu dalam bahaya
menyimpang dari Sabda dan sapaan Ilahi.Yesus Kristus adalah Allah yang sempurna
namun kita adalah manusia yang tidak sempurna dan kita yang disinari Injilnya ini sama
sekali tidak sempurna. Mudah sekali kita sekarang ini untuk denganb leluasa
membeberkan sejarah Gereja yang penuh dengan litania dosa,
kegelapan,kekerasan,kebodohan,kepicikan,salah tafsir,kesombongan dan kemunafikan.
Hal yang sama berlaku untuk diri kita sendiri padahal kita diutus menjadi saksi Kristus
ditengah masyarakat.
63
Uraian di bawah ini merupakan aktivitas “pembacaan ulang” terhadap tiga Nota
Pastoral KWI dalam terang perspektif societas dialogal. Skema jalan pikirannya diajukan
randomly untuk menyimak kekayaan tiga dokumen Nota Pastoral 2003, 2004, dan 2006.
1) Definisi Gereja sebagai “sahabat”
Manusia itu memiliki “gerakan bersama” yang indah dan memesona, namanya
“gerakan membangun masyarakat dialogal”. Dalam terang “meretas societas dialogal”,
bagaimana Nota Pastoral KWI mendefinisikan kehadiran Gereja Katolik di Indonesia?
Nota 2004 menegaskan paradigma baru, yaitu “Gereja adalah sahabat bagi semua”.
Dengan “semua” dimaksudkan pertama-tama tidak ada yang dikecualikan. Namun
demikian, eksistensi sebagai sahabat akan menjadi konkret ketika Gereja hadir di mana-
mana dan melayani mereka yang menderita, yang berada dalam kesulitan, yang sedang
mengalami jalan buntu dan dilanda bencana. Tidak hanya itu. Melainkan, Gereja juga
menampilkan kesediaan untuk bekerja bersama, berpartisipasi aktif dalam
merealisasikan program kerja konkret membangun societas.
2) Dialogalitas adalah ekspresi kodrati manusia
Keindahan hidup manusia terletak pada ekspresi kebersamaannya. Sebuah kesendirian,
bekerja sendirian atau menyingkirkan yang lain adalah kenaifan. Kebersamaan yang
paling indah berada dalam ranah dialogal kehidupan. Nota 2006 merincinya secara
ringkas dalam aktivitas-aktivitas “belajar bersama, berdiskusi, bergerak dan
berkolaborasi”
3) Dialogalitas memiliki keprihatinan bersama
Ciri khas societas dialogal adalah menaruh keprihatinan bersama. Keadaban adalah
perkara tata hidup bersama yang mengatasi perhitungan mayoritas minoritas.
4) Dialogalitas tak menafikan partisipasi siapa pun, terutama warga biasa, rakyat
miskin
Dalam konteks pembangunan ekonomi yang berorientasikan kesejahteraan bersama,
berlaku mutlak prinsip tak menafikan peran kehadiran siapa pun. Nota 2006 meletakkan
potensi partisipasi ekonomi warga biasa sebagai salah satu komponen utama
pembangunan ekonomi nasional.
5) Dialogalitas memiliki fondasi prinsip kebenaran dan keadilan
Jika politik dimaknai sebagai upaya untuk menata kehidupan bersama, aktivitas
berpolitik sesungguhnya adalah aktivitas dialogal. Politik yang benar adalah aktivitas
dialog dengan pondasi kokoh prinsip kebenaran dan keadilan.
6) Dialogalitas bermakna mendalam ketika societas saling membantu dalam
keanekaragaman
Salah satu ungkapan “saling membantu” tidak mesti berupa sebuah bentuk uluran
tangan belas kasih. Konsep dialogalitas menegaskan konsep komunikasi kepercayaan.
Ajaran Sosial Gereja menyebut konsep itu sebagai subsidiaritas. Orang kerap merasa
terbantu, justru ketika mendapatkan kepercayaan.
7) Dialogalitas mencegah kenaifan memandang orang lain sebagai ancaman
Societas dialogal menegaskan pentingnya aktivitas dialog. Barangkali tidak berlebihan
bila dikatakan bahwa Nota Pastoral KWI hendak menggariskan promosi ranah
dialogalitas di dalam tata hidup masyarakat. Masyarakat yang cerdas adalah
masyarakat yang berdialog.
8) Dialogalitas adalah rasionalitas
64
Makna mendalam dialogalitas adalah rasionalitas. Artinya, ketika disposisi duduk
bersama, saling mendengarkan dan berdialog dimungkinkan, terjadi gagasan-gagasan
rasional yang menggarap seluk-beluk perbaikan kehidupan sehari-hari.
9) Societas dialogal mempromosikan kebijakan non-diskriminatif
Hukum yang adil menegaskan tatanan baru hidup bersama, menepis segala
kemungkinan diskriminatif terhadap yang lemah, kecil, terpencil. Societas dialogal
membuka segala kemungkinan partisipasi yang menjangkau keadilan bagi semua,
keadilan yang tidak disempitkan dalam paradigma utilitarian, the greatest happiness for
the greatest number. Prinsip mayoritas minoritas merupakan prinsip yang dalam ranah
kehidupan bersama kita kerap menepikan peran-peran mereka yang lemah.
65