NIM : 2020110030
Prodi : PAI ( B ) Non Reguler
Mata Kuliah : Epistemologi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Moch. Riow Badaruddin, S.T.,M.T.
PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah suatu pemikiran dan kajian kritis terhadap kepercayaan dan sikap yang sudah
dijunjung tinggi kebenarannya melalui pencarian dan analisis konsep dasar mengenai bidang
kegiatan pemikiran seperti: prinsip, keyakinan, konsep dan sikap umum dari suatu individu atau
kelompok untuk menciptakan kebijaksanaan dan pertimbangan yang lebih baik.
Seorang ahli filsafat, Karl Popper pernah berkata bahwa: Kita semua mempunyai filosofi yang
masih menjadi misteri dan tugas pokok utama dari filsafat adalah untuk menyelidiki berbagai
filosofi itu secara kritis.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami persoalan-
persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan
demikian filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, termasuk masalah kehidupan dalam bidang
pendidikan. Jawaban hasil pemikiran filsafat bersifat sistematis, integral, menyeluruh dan
mendasar.
Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ontologi, epistemologi
dan aksiologi (Jalaludin, 2007: 126).
Ontologi seringkali diidentifikasikan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-
filsafat atau filsafat yang pertama. Persoalan tentang ontologi menjadi pembahasan yang utama
dalam bidang filsafat, yang membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang
selanjutnya menjurus pada sesuatu kebenaran. Realitas dalam ontologi ini melahirkan
pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini?; apakah realitas yang
tampak ini sesuatu realita materi saja? Adakah sesuatu di balik realita itu? Apakah realitas ini
terdiri dari satu bentuk unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau pluralisme? Dalam
pendidikan, kegiatan membimbing anak untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran
tentang kebenaran yang berpangkal atas realita merupakan stimulus menyelami kebenaran tahap
pertama. Dengan demikian potensi berpikir kritis anak-anak untuk mengerti kebenaran telah
dibina sejak awal oleh guru di sekolah atau pun oleh orangtua.di keluarga.
Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang membahas dari
isi pikiran manusia, yaitu pengetahuan. Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan,
bagaimana mengetahui benda-benda. Pengetahuan ini berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti: cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan. Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari
pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia. Dengan demikian
epistemologi ini membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakekat pengetahuan yang
memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-
muridnya.
Aksiologi adalah bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai dan implikasi aksiologi
di dalam pendidikan ialah pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai (nilai
tindakan moral, nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio-politik) di dalam kehidupan
manusia dan membinanya ke dalam kepribadian anak.
A. SUBSTANSI DAN ESENSI
Substansi dapat ditafsirkan sebagai ‘yang membentuk sesuatu’ atau yang pada dasarnya
merupakan sesuatu atau dapat disempitkan menjadi itu. Pembahasan mengenai substansi akan
selalu terkait dengan esensi.
Esensi ialah hakekat barang sesuatu. Setiap substansi mengandung pengertian esensi; tetapi tidak
setiap esensi mengandung pengertian substansi.Aristoteles menunjukan bahwa substansi dapat
dikatakan merupakan sesuatu yang di dalamnya terwujud esensi. Substansi dipandang sebagai
sesuatu yang adanya terdapat di dalam dirinya sendiri.
Jika kita memperhatikan secarik kertas, kertas tersebut mempunyai kulitas-kualitas yang tertentu,
namun kertas tadi tidak nampak seperti kualitas-kualitas itu. Jika bangun kertas tersebut diubah,
kertas tadi tetap merupakan kertas. Karena itu yang dinamakan kertas bukanlah bangunnya, atau
warnanya, atau sesuatu kualitasnya yang lain yang dapat ditangkap oleh indera.
Yang dinamakan kertas ialah substansinya, yaitu kertas.Jadi kalau anda bertanya sekali lagi
kepada saya, mudah-mudahan John Locke bisa memberi jawaban, setelah lama berselang John
Locke menunjukan bahwa kita tidak akan dapat mengetahui substansi secara langsung,
melainkan secara tidak langsung. Karena itu ia menamakan substansi terdalam itu ”sesuatu yang
saya tidak tahu apa” Bentuk.
Bentuk ialah struktur.Perkataan ’bentuk’ mempunyai sejumlah makna. Salah satu diantaranya
dapat kita lihat dalam cara berikut ini. Jika kita memperhatikan sebuah meja kayu, kita akan
sependapat bahwa meja itu dapat dibedakan dua unsur yang kedua-duanya mutlak diperlukan
agar terdapat sebuah meja tersebut.
Pertama-tama ada kayunya. Jelas bahwa meja kayu ini tidak akan ada, jika tidak terbuat dari
kayu. Sebelumnya kita telah sepakat untuk menyebut kayu sebagai materi yang darinya meja itu
dibuat. Tetapi perhatikanlah bahwa kayu yang sama itu dapat dibuat menjadi kursi atau bahkan
tempat tidur.
Apa yang membedakan meja dengan kursi dan tempat tidur ialah strukturnya. Inilah yang kita
namakan bentuk. Harus diingat bahwa yang kita maksud bukan hanya bangunnya, karena meja
itu dapat mempunyai bangun yang berlainan.
Esensi yang tewujud dalam materi akan mempunyai bentuk yang khusus dan bentuk itu dapat
dicontoh. Perkataan ’bentuk’ kadang-kadang juga berarti pola barang sesuatu. Jika kita berbicara
tentang bentuk syair, yang kita maksudkan sebagai polanya yang dilawankan dengan isinya.
Pendapat dari Aristotles mengatakan bahwa realitas terdiri atas berbagai benda terpisah yang
menciptakan suatu kesatuan antara bentuk dan substansi. ”Substansi” adalah bahan untuk
membuat benda-benda, sedangkan ”bentuk” adalah ciri khas masing-masing benda. (red.saya
menganggap bahwa ’bahan, benda-benda, atau benda’, tidak berarti materi yang nyata saja,
melainkan memiliki arti luas sebagai ’sesuatu’).
Jika ayam mati dan tidak berkotek lagi bentuknya tidak ada lagi. Satu-satunya yang tinggal
hanyalah ’substansi’ ayam itu. Substansi selalu menyimpan potensi untuk mewujudkan ’bentuk’
tertentu.
Dapat kita katakan bahwa ’substansi’ selalu berusaha untuk mewujudkan potensi bawaan. Setiap
perubahan alam, masih menurut Aristoteles, merupakan perubahan substansi dari yang
”potensial” menjadi ”aktual”. Sebutir telur ayam mempunyai potensi untuk menjadi seekor
ayam. Ini tidak berarti bahwa semua telur ayam menjadi seekor ayam—banyak diantaranya
berakhir di atas meja sarapan sebagai telor ceplok, telor dadar, telor orak-arik, tanpa pernah
menjadikan nyata potensi mereka.