Anda di halaman 1dari 201

BAB I

APA ITU AGAMA?

1.1. AGAMA
1.1.1. Pengertian Agama
Memang, upaya mendefinisikan agama itu
sesuatu yang selalu problematis. Alasannya adalah
bahwa fenomen agama itu sendiri adalah sesuatu
yang sangat kompleks dan meliputi berbagai
kontur hidup manusia. Padahal, proses
mendefinisikan selalu berarti membatasi. Karena
itu, suatu definisi agama akan cendrung
membatasi diri pada sejumlah matra tertentu dari
fenomen agama sehingga sebuah definisi yang
memadai tentang agama memang sulit ditemukan.
Sekalipun demikian, berikut adalah beberapa
model definisi yang kiranya bisa membantu kita
untuk memahami apa itu agama. Kita berusaha
mendekati makna agama itu pertama-tama dari
makna katanya, lalu bergerak ke makna yang lebih
luas.

1.1.1.1. Arti Etimologis dan Leksikal Agama

1
Kata agama berasal dari kata bahasa Sanskerta
a-gam-a,. menurut Kitab Samdarigama, a adalah
awalan yang berarti tidak, gama berarti pergi atau
berjalan. a sebagai akhiran menunjuk pada sifat.
Jadi secara etimologis, agama berarti keadaan
tidak pergi, tetap dan kekal. Agama lalu diartikan
sebagai pedoma menuju kekekalan. Menurut
Kitab Sunarigama, a berarti hampa atau kosong.
Ga brarti tempat, dan ma berarti terang, matahari.
Artinya pengajaran yang menguraikan tata cara
yang semuanya penuh misteri karena Tuhan
dianggap bersifat rahasia.
Dalam bahasa Gereja di Barat, agama dinamai
religio (Latin), Religione (Italia), Religion (Jerman
dan Inggris) dan goddienst (Belanda). Bahasa
Inggris religion, adalah terjemahan dari bahasa
Latin Religio. Etimologi kata religio tidak terlalu
jelas. Ada ahli yang mengaitkannya dengan kata
Latin religare yang berarti mengikat kembali atau
menghimpun kembali. Yang lain mengira kata ini
berasal dari kata relegere, yang berarti membaca
atau memperhatikan kembali sesuatu dengan
cermat. Ada pula yang mengaitkannya dengan
kata reeligare, yang berarti memilih kembali.
Religio berarti suatu keutamnaan yang

2
membimbing manusia untuk menghunjukkan
hormat bakti yang sepatutnya kepada-Nya.
Menurut Thomas Aquinas, agama dilihat sebagai
keterarahan manusia kepada Allah secara
bear.Meskipun interpretasi mengenai arti awal
dari kata ini berbeda-beda, dalam interpretasi
yang berbeda-beda itu ada pula satu kesamaan.
Agama selalu dimengerti dalam kaitannya dengan
keterarahan manusia kepada Allah.
Ensiklopedi Indonesia memberikan enam
buah pengertian dari kata agama:
1. Hubungan manusia dengan kekuasaan di
luar dirinya dan di luar pengalamannya.
2. Kelempok kepercayaan yang berdasar
pada wahyu Tuhan.
3. Kebiasaan-kebiasaan, tradisi berdasarkan
ajaran Kitab Suci;
4. Kepecayaan dan kesadaran manusia akan
adanya Tuhan yang Maha Esa.
5. Hukum dan juga jalan;
6. Menurut Islam: agama adalah apa yang
disyariatkan Allah dengan perantaraan
nabi-nabinya.
Secara umum agama dimengerti sebagai
hubungan antara manusia dengan suatu

3
kekuasaan luar atau relasi manusia dengan
sesuatu yang di luar pengalamannya. Kekuasaan
itu bersifat suci dan menumbuhkan rasa takluk
dalam diri manusia dan malah menarik manusia
kepadanya. Dalam hidup manusia sang kuasa
menjadi menjadi tumpuan harapan, bukit batu,
pokok kepercayaan, dan karenanya patut
dihormati dan dicintai.

1.1.1.2. Definisi Substantif dan Fungsional


Agama
Ada dua model definisi agama yang bisa
digunakan untuk memahami makna agama, yakni
definisi substantif dan definisi fungsional.
a)Definisi Substantif
Tipe definisi ini coba menjawabi pertanyaan
tentang apa itu agama? Dalam upaya menjawab
pertanyaan itu, ia coba memberi definisi tentang
agama berdasarkan muatan, isi atau ciri-ciri
kunci agama. Unsur-unsur ini lalu menjadi
kategori untuk menetapkan entahkah sebuah
fenomen itu betul sebuah fenomen agama atau
tidak. Contoh klasiknya adalah definisi agama
menurut Spiro. Baginya, agama adalah suatu
institusi yang terdiri dari interaksi yang terpolakan

4
secara kultural – dengan keberadaan yang supra-
human yang secara kultural dipostulatkan.
Dalam definisi di atas, tersirat tiga elemen
kunci dari sebuah fenomen agama: institusi,
interaksi yang terpolakan dan pengakuan
adanya makhluk suprahuman. Bagi Spiro,
istilah institusi itu meliputi berbagai aspek yang
telah melembaga seperti kepercayaan, pola
tindakan atau sistem nilai kolektif. Sedangkan
interaksi yang terpolakan itu terutama menyata
dalam pelbagai praktek keagamaan dan dalam
ethos hidup tertentu. Sedangkan makluk supra-
human (yang diimani) itu pada dasarnya
bersifat transenden atau supra-empiris. Ia ada
dalam lingkungan adikodrati atau kosmos ilahi.
Ia diimani sebagai yang punya kuasa (kekuatan
yang lebih besar) atas manusia.

b)Definisi Fungsional
Tipe definisi ini menekankan apa yang
dibuat agama (untuk manusia). karena itu,
agama didefinisikan menurut fungsi sosialnya.
Isi dan praktik kepercayaan lalu kurang
diperhatikan ketimbang efeknya. Contohnya
adalah definisi Geertz. Baginya, agama adalah

5
suatu sistem simbol-simbol, yang belaku untuk
menetapkan suasana batin dan motivas-
motivasi yang kuat, yang meresapi, dan yang
tahan lama dalam diri manusia dengan
merumuskan konsepsi-konsepsi tentang suatu
tatanan umum eksistensi dan membungkus
konsep-konsep itu dengan semacam pancaran
faktualitas, sehingga suasana hati dan motivasi-
motivasi itu tampak khas realistis.
Definisi ini memiliki dua ide kunci yang
perlu dijelaskan. Pertama, dalam agama ada
konsep tentang suatu tatanan yang umum
tentang keberadaan dan realismenya.
Keberadaan tatanan umum itu atau nomos itu
meliputi atau mengatasi keberadaan segala
sesuatu yang lain. Keberadaan dari nomos ini
lebih didasarkan pada klaim iman. Dengan kata
lain, dalam agama, ia diklaim sebagai seuatu
yang riil; sebuah pancaran faktualitas. Klaim itu
dibagun atau diperteguh oleh praktik-praktik
dan ajaran-ajaran (kepercayaan) agama. Kedua,
fungsi utama agama adalah sebagai pemberi
makna yang ultim. Klaim iman atau nomos di
atas dibangun agar manusia bisa memberi
makna terhadap pelbagai pengalaman hidupnya

6
yang tercecer. Dengan demikian, segala yang
nampak lepas-lepas dan mungkin chaos
nampak ada dalam orde tertentu.
Ide tentang kebangkitan, misalnya, mungkin
bisa dilihat sebagai sebuah tatanan umum dari
hidup orang beriman. Realisme keberadaanya
lebih didasarkan pada klaim iman. Ia
diperteguh, misalnya, melalui ajaran-ajaran dan
ritus-ritus sekitar kematian. Dengan kata lain,
ide tentang kebangkitan itu membantu orang
untuk memberi makna baru terhadap pelbagai
peristiwa kematian.

1.1.1.3. Kesimpulan
Agama selalu berkaitan dengan seluruh aspek
kehidupan manusia, baik vertikal maupun
horizontal. Dengan berbagai doktrin dan kegiatan
kultusnya agama memberi gambaran tentang
Allah, tentang manusia di depan Allah, dan
tentang dunia ciptaan, serta hubungan ketiganya.
Sedangkan dengan ajaran moralnya agama
memberi petunjuk tentang tingkah laku sebagai
orang beragama dalam menjalin relasi dengan
Tuhan, sesama dan dunia ciptaan sehingga
manusia itu dapat terarah kepada tujuan akhir

7
hidupnya, yakni Tuhan sendiri. Karena itu setiap
agama pada dasarnya mempunyai tujuan yang
sama, yakni mengarahkan manusia yang
kontingens – berarti hidup manusia di dunia
bersifat sementara dan berlalu dalam waktu –
kepada Allah esa yang kudus, transendens,
misterius dan abadi.

1.1.2. Empat Aspek Agama


Aspek-aspek yang dimaksudkan di sini adalah
pelbagai unsur pembentuk sebuah agama; yang
dengannya kelompok-kelompok agama bisa
mengorganisir diri. Rasanya, ada empat aspek
agama yang paling universal dan bisa membawahi
aspek-aspek agama yang lainnya. Patut dicatat,
bahasan tentang keempat aspek agama ini lebih
didasarkan pada ide Joakim Wachs. Dalam
sumber-sumber yang lain, anda mungkin
menemukan unsur-unsur yang lain; seperti
simbol-simbol keagamaaan. Akan tetapi saya
hanya akan lebih mendasarkan diri pada ide Wach
karena di samping universalitasnya, dalam ide
Wachs, unsur-unsur itu bisa dihubungkan secara
logis.

8
1.1.2.1. Pengalaman Keagamaan
a)Hakekat pengalaman keagamaan
Pengalaman keagamaan itu bisa dilihat
sebagai segala bentuk keterlibatan subjektif
dengan yang ilahi atau konfrontasi personal
dengan realitas ultim. Ada tiga hal yang perlu
diingat dari definisi demikian.
Pertama, biarpun secara prinsipiil bersifat
personal-subjektif, pengalaman ini juga punya
matra sosialnya. Ada dua alasan untuk itu.
Pertama, ia selalu dikomunikasikan melalui
pelbagai ekspresi agama, knhususnya melalui
ritus dan ajarannya. Dengan itu ada dampak
sosialnya. Kedua, umumnya, settingnya adalah
pelbagai upacara komunal dan simbol
konvensional yang ada dalam tradisi
keagamaan. Setting inilah yang memberi dasar
menafsir pengalaman itu.
Kedua, pengalaman ini bisa bervariasi dalam
kadan intensitas dan isinya. Kadar intensitasnya
bisa merentang dari sekedar rasa damai dan
terpesona yang momental hingga pengalaman
mistik yang paling dalam. Rasanya, tiap agama
memberikan tekanan yang berbeda atas intesitas
pengalaman ini. Dari segi isi, pengalaman ini

9
bisa merentang dari pelbagai pengalaman/rasa
nikmat (rasa damai, aman, harmonis dan
gembira) hingga pelbagai pengalaman yang
menakutkan. Isi dari pengalaman ini rupanya
amat ditentukan oleh citra dari objek sembahan
yang diajarkan atau diimani. Misalnya,
mengimani sosok Allah punya kuasa untuk
menolong membuat orang bisa merasa aman;
terlepas dari apa yang terjadi di sekitarnya.
Ketiga, pengalaman ini umumnya terwujud
dalam an alternate state of consciousness. Ini
adalah situasi di mana kesadaran seseorang
relatif ‘jauh’ dari lingkungan realitas hariannya.
Orang sepertinya terserap dalam realitas ilahi.
b)Kriteria Pengalaman Religius yang Sejati
1)Ia merupakan respons terhadap suatu
realitas ultim. Itu berarti bahwa dalam
pengalaman itu, seseorang berhadapan
bukan hanyad engan sebuah fenomen yang
(tunggal dan ) terbatas, baik yang material
ataupun yang nonmaterial. Sebaliknya, di
situ, ia berhadapan dengan sesuatu yang
mengalasi dan mengkondisikan segala
sesuatu dan yang membangun dunia
pengalaman kita. Karena itu, ia cendrung

10
bertahan dan sekali dialami orang akan terus
merindukan kelanjutannya.
2)Ia adalah pengalaman seluruh diri
(keberadaan) yang total dan integral.
Artinya, pengalaman itu melibatkan satu
pribadi yang utuh. Ia tidak hanya
melibatkan afeksi, tetapi juga akal budi dan
kehendak.
3)Ia adalah pengalaman manusia yang paling
intens dan eksistensial. Di dalamnya tidak
ada lagi konflik antara pelbagai isnting atau
dorongan-dorongan dasariah. Dengan
demikian, ketaatan religius akan mengatasi
segala loyalitas yang lain.
4) Ia bersifat praktis. Artinya, ia mengandung
imperatif-imperatif moral. Ia selalu punya
‘misi’ khusus. Dengan demikian, ia bukan
sekedar suatu pengalaman estetis yang
intens melainkan juga merupakan
pengalaman moral.

1.1.2.2. Kepercayaan
Kepercayaan adalah ekspresi kognitif
(intelektual, konseptual) dari pengalaman
keagamaan. Ini ada karena ada pengalaman itu.

11
Seseorang menangkap atau mengalami suatu
realitas ultim. Pengalamannya lalu dituangkan
dalam bentuk ajaran.
Ada dua bentuk formal dari kepercayaan,
yakni mitos dan doktrin. Mitos adalah pelbagai
paradigma tentang pengalaman manusia atau
aspek-aspek hidup, misalnya kelahiran, kelahiran
kembali, asal-usul suku. Dalam mitos ada
artikulasi konsep-konsep manusia tentang realitas.
Doktrin adalah upaya sistematis untuk
menyatukan dan mengkoordinir pelbagai konsep
yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan.
Ia bisa merupakan sistematisasi pelbagai mitos.
Yang pasti perkembangan doktrin mengundang
reaksi dan protes. Karena itu, dia bisa berubah
menjadi semacam pengakuan iman. Kredo ini
merupakan bentuk yang paling formal dari
kepercayaan.
Menyangkut isinya, kepercayaan sering
mengandung pelbagai ajaran tentang hakekat dan
atribut dari realitas ultim, yakni keallahan Allah;
hakekat, asal dan tujuan dunia; dan hakekat
manusia. isi kepercayaan ini lalu berkembang
menjadi teologi, kosmologi, antropologi dan
eskatologi.

12
1.1.2.3. Ritus atau Upacara Keagamaan
Secara umum, ritus bisa dilihat sebagai pola
tingkahlaku atau tindakan yang sering diulang.
Seperti dalam agama, ia sering dilaksanakan pada
waktu yang pas dan sering ia menggunakan
simbol-simbol. Ritus itu punya dua arti. Pertama,
ia bisa merupakan sebuah terminasi yang aktif
dari transformasi simbolis dari pengalaman
keagamaan. Kedua, ritus merupakan bentuk-
bentuk kegiatan kultis yang khas dan memiliki
matra edukatif, yang melaluinya, kehadiran yang
ilahi diakui. Ritus adalah tindakan-tindakan
simbolis yang menghadirkan atau
mengejawantahkan makna.

1.1.2.4. Komunitas Kultis


Komunitas kultis atau religius adalah ekspresi
sosiologis dari kepercayaan dan pengalaman
keagamaan. Ia ada karena pengalaman religius
juga meningkatkan kesadaran anggota sebagai
anggota suatu kelompok tertentu, menciptakan
rasa kekitaan dan kebersamaan sebagai kelompok.
Dari situ muncul rasa identitas bersama di atas.
Menurut bentuknya, ia bisa formal atau pun

13
informal. Kelompok formal dengan organisasinya
yang ketat, seperti Gereja. kelompok ini sangat
esensial untuk menopang kepercayaan dan norma-
norma, dan dengan itu, keberlangsungan dari
agama yang bersangkutan. Hanya saja, ada dua
catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, sebagai suatu pranata sosial, setiap
komunitas religius selalu berciri hierarkis atau
memiliki struktur. Struktur itu bisa bervariasi
sesuai dengan tahap diferensiasinya sepeti
menurut kriteria alamiah (sex, umur, kharisma,
keahlian) atau diferensiasi struktural. Pembedaan
ini memberikan diversitas fungsi.
Kedua, menyangkut dua implikasi dari corak
hierarkis di atas. Implikasi pertama, tiap
komunitas selalu ada tiga unsur: aturan, otoritas,
dan kepemimpinan. Aturan agama punya fungsi
regulatif. Ia beri ruang sekaligus untuk kebebasan
dan disiplin. Otoritas dan kepemimpinan
sebetulnya dua hal yang sama tetapi ditinjau dari
aspek yang berbeda. Otoritas lebih bernuansa
personal; sedangkan kepemimpinan lebih
bernuansa institusional. Implikasi keduanya
adalah bahwa seperti yang nampak dalam sejarah
agama-agama, perkembangan agama sering

14
didasari oleh konflik antara ketiga unsur di atas
dengan anti-tesisnya. Dalamnya ada konflik antara
pengalaman hidup dan otoritas, antara
spiritualitas dan disiplin dan antara nabi dan
imam. Konflik-konflik bisa muncul justru karena
struktur itu berada sekaligus secara objektif
(dalam realitas) dan secara subjektif (dalam
kesadaran pada aktor sosial). Kesenjangan antara
keduanya akan menjadi potensi untuk konflik.
Hanya saja, ia baru menjadi konflik yang terbuka
kalau ada situasi yang memungkinkan.

1.1.3. Fungsi Agama


1.1.3.1. Pemberi Makna
Di sini, agama tampil untuk memberi makna
terhadap pelbagai peristiwa hidup manusia. Ini
dibuat agama melalui world-viewnya. Di sini
agama tampil sebagai satu sistem penjelasan.
Dalam proposisi Berger, agama adalah langit suci
yang diciptakan untuk memberi struktur atas
pengalaman manusia. Dalam perannya yang
demikian, agama bisa menjadi sumber kekuatan,
penghiburan, peneguhan atau dukungan

15
emosional agar manusia bisa menghadapi badai
hidup. Dalam proses ini, agama bisa
menyanggupkan manusia untuk menerima apa
yang tidak dapat diterima: kekecewaan, frustrasi,
penderitaan, tragedi dan kematian, khususnya hal-
hal yang tidak diantisipasi, diharapkan dan
terjawab.

1.1.3.2. Sebagai Basis Solidaritas dan Kontrol


Sosial
Rasanya hal ini bisa dibuat agama akrena dua
hal berikut: pertama, karena agama memiliki
aturan yang bersifat regulatif. Dengan itu, ia bisa
mencegah anggota masyarakat agar tidak
menyimpang dari hidup sosial dan menjaga agar
mereka tidak teralienasi. Bahkan, dengan
internalisasi yang memadai tentang aturan itu,
rasa bersalah bisa diperhalus. Dengan demikian,
kohesi, keteraturan dan stabilitas masyarakat bisa
dipertahankan. Kedua, karena agama
memungkinkan keseringan interaksi dari para
aktor sosial yang sama (dalam pandangan hidup
dan pengalaman keagamaan). Ini umumnya
terjadi melalui upacara-upacara keagamaan.
Dengan itu, kohesi sosial diciptakan. Karena

16
fungsinya ini, ia bisa menjadi dasar pembenaran
atas norma-norma dan nilai-nilai masyarakat.

1.1.3.3. Fungsi Kritis dan Profetis


Di samping memberikan legitimasi, agama juga
bisa menantang dan merubah tatanan sosial yang
ada. Ini terutama dibuat melalui fungsi kritis-
profetisnya. Fungsi ini sudah selalu muncul dalam
sejarah agama-agama, khususnya dalam yudaisme
dan kekristenan tradisi keagamaan itu berada
dalam tendensi untuk mendukung status quo.
Banyak gerakan sosial yang radikal bersumber
pada agama. Salah satu contoh yang paling jelas
adalah teologi pembebasan di Amerika Latin yang
menghendaki perubahan radikal bagi yang miskin
dan tertindas. Hal itu demikian karena seperti
yang ditegaskan oleh Gustavo Guttierez dalam
pengantar edisi revisi dari A Theology of Liberation,
rahim historis dari teologi pembebasan adalah
kehidupan kaum miskin. Perubahan radikal ini
dirasa mendesak karena memang komunitas
agama adalah juga sebuah komunitas moral:
budaya tanding atau antitesis untuk tatanan sosial
yang ada.

17
1.1.3.4. Memberikan Identitas Kelompok
Fungsi ini cuma melengkapi fungsi-fungsi yang
lain di atas. Orang Flores, misalnya, selalu
mengidentikkan dirinya dengan Katolik dan Aceh
dengan Islam. Karena itu, identitas seseorang bisa
dikaitkan dengan komunitas agama di mana ia
adalah anggotanya. Dalam masyarakat yang
pluralistik seperti Indonesia, khususnya di kota-
kota, agama menjadi sumber pemaknaan
kelompok, pemberi arti dan pemersatu. Identitas
etnis dikuatkan oleh institusi agama. Sisi negatif
dari peranan integratif ini adalah bahwa agama
bisa melegitimasi status-quo dan ‘mengucilkan
orang luar’ (menciptakan gap sosial).

1.2. Hakekat Terdalam Agama Kristen


1.2.1. Rujukan Alkitabiah
Sejumlah teks biblis berbicara perihal agama:
 Perihal kewajiban dalam agama: ingatlah,
jangan kamu melakukan kewajiban agamamu
di hadadapan orang supaya dilihat mereka,
karena jika demikian, kamu tidak beroleh
upah dari Bapamu yang di sorga (Mt 6:1).
 Perihal pengadilan agama yang akan dialami
utusan Yesus: tetapi waspadalah terhadap

18
semua orang; karena ada yang akan
menyerahkan kamu kepada majelis agama dan
mereka akan menyesah kamu di rumah
ibadatnya (Mt 10:7).
 Perihal perselisihan dalam hal keyakinan
iman: mereka hanya berselisih paham dengan
dia tentang soal-soal agama mereka dan
tentang seorang bernama Yesus, yang sudah
mati, sedangkan Paulus katakan dengan pasti,
bahwa Ia hidup (Kis 25:19).
 Perihal keunggulan Paulus selagi masih
menganut agama Yahudi: dan di dalam agama
Yahudi aku lebih maju dari banyak teman
yang sebaya dengan aku di antara bangsaku,
sebagai orang sangat rajin memelihara adat
istiadat nenek moyangku (Gal 1:14).
 Perihal kejahatan manusia menjelang akhir
zaman: manusia akan mencintai dirinya
sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan
membual dan menyombongkan diri, mereka
akan menjadi pemfitnah, mereka akan
berontak terhadap orangtua dan tidak tahu
berterima kasih, tidak mempedulikan agama,
tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai,
suka menjelekkan orang, tidak dapat

19
mengekang diri, tidak suka yang baik (2 Tim
3:2-3).
Teks-teks di atas menjelaskan bahwa agama
adalah jalan hidup dan keyakinan batiniah
seseorang, yang membuahkan ketenangan jiwa
bagi penganutnya walau mungkin juga mengalami
derita karenanya. Kualitas hidup seseorang pun
diukur oleh kesetiaan menjalankan ajaran
agamanya.

1.2.2. Agama Kristen


Agama Kristen adalah agama pewahyuan karena
umat Kristen percaya bahwa Allah membuka
komunikasi dengan umat manusia lewat kata dan
perbuatan-Nya yang memuncak dalam diri Yesus
Kristus, Putra-Nya. Kata dan perbuatan Allah
dalam sejarah penyelamatan tertuang dalam Kitab
Suci orang Kristen.

1.2.2.1. Kekhasan Agama Kristen


Menurut Karl Rahner, agama Kristen memiliki
kekhasan sebagai berikut:
1. Agama Kristen memandang dirinya
sebagai agama universal, diperuntukkan
bagi segenap umat manusia. maka misi

20
orang Kristen adalah membawa membawa
berita keselamatan kepada seluruh lapisan
masyarakat di seantero jagat raya hingga
akhir zaman (Mt 28:16-20). Agama Kristen
berpegang teguh pada keyakinan bahwa
dalam dirinya terjalin relasi yang benar
antara Allah dengan manusia, sebab relasi
itu dibangun oleh Allah sendiri.
2. Agama Kristen adalah agama historis
yang diwahyukan. Ini berarti hal-hal nyata
yang disajikannya dan kebenaran yang
diwartakannya berada di dunia ini, terjadi
dalam kurun waktu dan tempat yang
secara konkret merekah dalam diri Yesus
Kristus.
3. Agama Kristen adalah agama dogmatis
sebab memiliki ajaran kepercayaan yang
dibakukan dalam bahasa manusia.
kebenaran-kebenaran yang telah
dirumuskan tidak berubah atau lekang
dalam perubahan sejarah tetapi
pengungkapannya bisa semakin diperjelas
sesuai dengan kondisi dan situasi pada
masanya.

21
4. Agama Kristen bercorak Eskatologis
karena membimbing manusia ke arah
penyelesaian sejarah, di mana pewahyuan
kemualiaan Allah akan berakhir. Itulah
sebabnya Gereja menyebut dirinya
musafir yang sedang berziarah menuju
keabadian.
5. Agama Kristen adalah agama yang
rasional sebab tidak henti-hentinya
merefleksikan hidup dan aksinya secara
kritis.

1.2.2.2. Hakekat Agama Kristen


1. Allah berkarya dalam diri manusia
2. Berkat rahmat Allah, segenap ciptaan
teristimewa ciptaan yang dikaruniai Roh
diundang Allah untuk mengambil bagian
dalam kehidupan dan kemuliaan-Nya. Allah
tidak hanya mencipta, tetapi juga
mengkomunikasikan dirinya lewat kata dan
perbuatan dan menyatakan kemuliaan serta
kehidupannya yang terdalam.
3. Manusia diberi kebebasan untuk menerima
atau menolak komunikasi diri Allah.

22
4. Sejarah penyelamatan dan pewahyuan diri
Allah memuncak dalam diri Yesus Kristus.
5. Yesus adalah garansi, manifestasi, dan revelasi
historis dari pihak Allah.
6. Manusia yang berdosa mendapat penebusan
berkat Yesus Kristus.
7. Kristus menginginkan adanya persekutuan
dari mereka yang telah memperoleh
penebusannya dan mengambil bagian dalam
kehidupan ilahi-Nya serta mengaku diri
sebagai murid-Nya.
8. Orang Kristen dilengkapi dengan keutamaan:
iman, harapan dan cinta kasih.
9. Arah perziarahan orang Kristen adalah
memandang Allah dari wajah ke wajah.
Dalam Injil orang Kristen ada banyak teks yang
mengungkapkan hakekat terdalam agama atau
iman orang Kristen. Antara lain kita temukan
dalam Injil Yohanes beberapa ucapan berikut yang
Yesus katakan kepada orang Yahudi: “Barangsiapa
mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia
yang mengutus Aku, ia tidak dikutuk hukum,
sebab ia sudah pindah dari alam maut ke dalam
hidup...Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-
Ku sendiri...Aku tidak menuruti kehendak-Ku

23
sendiri..Aku mempunyai kesaksian lebih penting
dari Yohanes, yakni segala pekerjaan yang
diserahkan Bapa kepada-Ku supaya Aku
melaksanakannya”. “Barangsiapa percaya kepada-
Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada
Dia yang telah mengutus Aku; dan barang siapa
melihat Aku, ia melihat Dia yang telah mengutus
Aku. Aku telah datang ke dunia sebagai terang,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku
jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jika
seorang mendengar perkataan-Ku tetapi tidak
melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya,
sebab Aku datang bukan untuk menghakimi
dunia, melainkan untuk menyelamatkannya”.
Teks-teks yang dikutip di atas mengungkapkan
kebenaran terdalam iman orang Kristen.
Keselamatan manusia dapat dicapai oleh iman
atau kepercayaan kepada Allah dan kepada kata-
kata atau ajaran Yesus yang diutus Allah kepada
manusia. Iman akan Allah itu harus ditunjukkan
dalam ketaatan menjalankan kehendak Allah yang
disampaikan kepada manusia lewat Yesus.
Selanjutnya dalam Injil Yohanes dikatakan bahwa
inti kehendak Allah itu adalah agar para pengikut
Kristus hendaknya saling mengasihi. Karena itu,

24
selain ajaran tentang iman akan Allah, ajaran iman
paling mendasar dalam agama Kristen adalah
mengenai cinta kasih Allah terhadap manusia dan
ciptaan-Nya. Sedangkan ajaran moral paling
mendasar adalah cinta terhadap Allah, terhadap
sesama, dan dunia ciptaan sebagai jawaban
terhadap cintah Allah itu.

25
BAB II
WAHYU DAN IMAN

2.1. Pengantar
Wahyu adalah dasar iman manusia. Di dalam
wahyu, Allah menyapa manusia, memperkenalkan
diri-Nya kepada manusia dan mengajak manusia
ikut serta dalam kehidupan Allah sendiri.
Tanggapan manusia yang diharapkan oleh Allah
sebagai jawaban atas wahyu-Nya ialah iman
kepercayaan sebagai penyerahan diri manusia
kepada Allah. Bila wahyu berarti bahwa Allah
menyapa manusia dan iman berararti bahwa
manusia menjawab Allah secara positif. Dengan
demikian jelas bahwa wahyu dan iman
merupakan paham yang korelatif.

2.2.WAHYU
2.2.1. Hakekat Wahyu
Wahyu adalah suatu fakta, karena pada
kenyataannya, Allah memang telah mewahyukan
diri-Nya dan menyatakan rahasia kehendak-Nya
melalui Kristus. Wahyu adalah komunikasi
pribadi antara Allah yang transenden dengan

26
manusia yang di bumi ini. Wahyu menurut
pandangan Kristiani adalah Allah
memperkenalkan diri-Nya sendiri dan rencana
penyelamatan-Nya. Jadi wahyu pada hakekatnya
merupakan penganugerahan diri Allah kepada
manusia.

2.2.2. Sifat-sifat yang mendasar dari wahyu


Kita sudah melihat bahwa wahyu merupakan
komunikasi antara Allah yang disurga dengan
manusia yang di bumi. Ini berarti bahwa Allah
yang transenden itu melangkah keluar dari rahasia
ada-Nya dan masuk ke tengah-tengah umat
manusia untuk bergaul dengannya dan berfirman
kepadanya di dalam peristiwa-peristiwa sejarah.
Dengan demikian dapat dibedakan antara empat
aspek yang terdapat pada peristiwa wahyu
sebagai penganugerahan diri Allah kepada
manusia.
1. Aspek misteri ilahi yaitu tindakan Allah yang
transenden
Wahyu itu misteri karena merupakan tindakan
Allah sendiri yaitu suatu aktivitas transenden
yang berisikan kehendak atau rencana Allah
untuk menyelamatkan manusia.

27
menyelamatkan di sini berarti
menganugerahkan kepada manusia
kebahagiaan yang penuh.
2. Aspek historis yaitu peristiwa sejarah
Tindakan Allah yang bebas, kekal dan
transenden mempunyai efek temporal.
Artinya wahyu juga bersifat sejarah. Rencana
Allah menyelamatkan manusia diwujudkan
dalam rupa turun-tangan Allah dalam sejarah.
3. Aspek pengetahuan,yaitu kesaksian,
pewartaan dan ajaran
Supya manusia dapat menanggapi rencana
penyelamatan Tuhan dan menerima secara
bebas dengan tahu dan mau, ia harus
mengenal rencana itu. Oleh karena itu
terdapat juga segi pengetahuan [ada wahyu.
4. Aspek personal, yaitu pertemuan pribadi
antara Allah dan manusia
Wahyu berupa pengetahuan tidak boleh
dipisahkan dari pribadi Allah sebagai subjek
yang menyampaikan pengetahuan itu. Apa
yang akhirnya mau dicapai dengan wahyu
justru pertemuan intersubjektif antara Allah
yang membuka diri kepada manusia dan

28
orang beriman yang menanggapi pewahyuan
diri Allah.
2.2.3. Asal-usul dan Maksud-tujuan Wahyu
Fakta wahyu yakni berpalingnya Allah kepada
manusia, terjadi semata-mata karnea prakarsa dari
Allah sendiri. Asal-usul wahyu itu adalah inisiatif
Allah yang bebas. Allah sendirilah yang dengan
bersabda menghentikan keheningan, tanpa
dipaksa oleh apa atau siapa pun jug, dan tanpa
kewajiban apa pun terhadap manusia. semata-
mata karena terdorong oleh kebaikan dan
kebijaksanaan-Nya, Allah yang tak terhingga
kesempurnaan-Nya itu memanggil manusia untuk
bercakap-cakap dengan-Nya.
Allah mewujudkan diri dengan tujuan
mengundang manusia untuk ikut serta dalam
persekutuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Allah yang kasih adanya masuk dalam arus cinta
kasih yang mengalir antara ketiga Pribadi Ilahi.
Dan sebagaimana Allah Tritunggal merupakan
tujuan akhir bagi manusia yang diterima oleh
Allah dalam persekutuan-Nya, begitu pula
Trinitas terlibat dalam proses wahyu seluruhnya,
dari awal sampai akhir.

29
2.2.4. Puncak Wahyu
Apabila wahyu pada hakekatnya merupakan
pemberian diri Allah yang mempersatukan kita
dengan-nya, wahyu dalam arti penuh terjadi di
mana ada persatuan penuh Allah dengan manusia.
kita ini baru sedang dalam perjalan. Namun
demikian sudah ada manusia yang sudah bersatu
penuh dengan Allah, yaitu Yesus dari Nazaret. Dia
adalah kepenuhan Wahyu, sebab dalam Dialah
berdiam secara jasmaniah kepenuhan ke-Allah-an.
Kristus disebut sebagai puncak wahyu karena
Kristus itu Putera Allah sendiri, Sabda Allah
sendiri, Sabda kekal Allah yang diutus kepada
kita. Seluruh diri Kristus dan seluruh hidup-Nya
merupakan pelaksanaan kehadiran Allah di
tengah-tengah manusia. hidup manusia Yesus
sepenuhnya selaras dengan Allah. maka wahyu
Allah dalam arti penuh adalah Diri Yesus yang
bersatu dengan Allah, Diri Yesus yang berkat
kebangkitan-Nya kini ada di dalam kemuliaan
Allah Bapa.

2.3. IMAN
2.3.1. Pengertian Iman

30
Secara etimologis, kata iman dalam bahasa
Indoensia diadopsi dari kata Arab ‘iman’ dan kata
Ibrani ‘aman’. Iman berarti percaya. berpaling
kepada, menganggap pasti. Iman adalah rahmat
ilahi dan penyerahan diri kepada Allah Tritunggal.
Iman adalah jawaban atas panggilan yang diterima
dengan dengan penuh percaya. Dengan mengikuti
panggilan itu, orang diterangi sehingga semakin
mengerti dan mengetahui besarnya cinta ilahi.
Iman adalah keutamaan kodrati artinya suatu
rahmat ilahi yang tidak dapat diusahakan manusia
atas kehendaknya sendiri.
Dalam Kamus Teologi, iman diartikan sebagai
“kebenaran objektif yang diwahyukan, yang
dipercaya (fides quae) atau penyerahan diri secara
pribadi kepada Allah. Orang dapat beriman
karena bantuan Roh Kudus. Iman adalah
tanggapan yang bebas, bertanggung jawab, dan
utuh.” Tradisi katolik sudah lama membedakan
antara tindakan iman dan isi iman. Tindakan
iman merupakan penerimaan Allah dan kasih
Allah yang diwahyukan kepada kita dalam
pribadi Yesus. Tindakan iman mencakup
perjumpaan pribadi dengan Allah yang membuat
orang memercayakan diri, percaya, menyerah dan

31
mencintai. Dalam injil Sinoptik, iman kepada
Yesus selalu menyangkut kepercayaan diri secara
pribadi yang mendalam. Dengan demikian tindak
iman merupakan saat Allah menjadi nyata dalam
diri seseorang dan ia mencapai hubungan pribadi
dengan Allah dan dengab Yesus.
Iman adalah tanggapan dari pihak manusia
terhadap Allah yang mewahyukan atau
memberikan diri-Nya kepada manusia. Dalam
konteks ini hal yang dituntut dari pihak manusia
adalah kepatuhan akal budi dan kehendak untuk
menerima wahyu Allah sebagai kebenaran. Dalam
perjumpaan dengan Allah ini, manusia tetap
manusia dan Allah tetap Allah. Menurut Konsili
Vatikan II, pewahyuan diri Allah menuntut
ketaatan penuh dari manusia, sebab sikap seperti
ini saja yang pantas berhadapan dengan
pewahyuan Allah. Dengan demikian, iman dilihat
sebagai penyerahan diri secara total kepada Allah,
bukan karena terpaksa tetapi karena sukarela.

2.3.2. Iman Menurut Kitab Suci


Iman, dalam perspektif Perjanjian Lama,
berarti percaya dan taat kepada Allah yang
mewahyukan diri kepada manusia. Kisah para

32
leluhur bangsa Israel menunjukkan bahwa iman
adalah hal yang menjadi basis atau fundamen
relasi dengan Yahweh. Kerena iman, Abraham taat
ketika dipanggil Allah. Ia menyerahkan seluruh
hidupnya ke dalam rencana Allah. Jaminan hidup
Abraham adalah kepercayaan yang total kepada
Allah. Ketika bangsa Israel dipilih dan khususkan
oleh Allah sebagai bangsa pilihan, Allah meminta
mereka untuk mengandalkan dan mendasarkan
seluruh hidup mereka pada-Nya. Perjanjian
antara bangsa Israel dengan Allah di Sinai
merupakan perjanjian istimewa yang menentukan
Israel sebagai bangsa yang khusus bagi Allah.
Mereka akan tetap menjadi bangsa pilihan kalau
merka tetap menjadi kesetiaan iman kepada Allah.
Iman dalam dalam Injil Sinoptik berhubungan
dengan Yesus Kristus. Iman berarti
mempercayakan diri kepada Yesus. Yesus adalah
pewahyuan diri Allah yang sangat istimewa bagi
manusia. Pewahyuan itu bertujuan untuk
mewartakan keselamatan kepada manusia. Hal itu
menuntut tanggapan dari pihak manusia. Karena
itu, dalam Injil Sinoptik, iman selalu menyangkut
kepercayaan diri secara pribadi yang mendalam.
Banyak kisah dalam Perjanjian Baru yang

33
menunjukkan pentingya iman kepada Yesus.
Semua orang yang percaya kepada Yesus
mendapatkan apa yang mereka harapkan dari
Yesus. Misalnya, seorang wanita yang sakit
pendarahan (Mrk 5:28); perwira dengan hamba
yang sakit (Mat 8: 5-13); dan ayah yang anaknya
kerasukan setan (Mrk 9:24).
Rasul Paulus melihat bahwa iman merupakan
syarat pembenaran dan hidup manusia. Allah
dilihat sebagai sumber keselamatan. Sikap yang
dituntut dari pihak manusia berhadapan dengan
kekuatan Allah yang menyelamatkan ini adalah
percaya. Iman adalah syarat mutlak dalam
berhadapan dengan keselamatan dari Allah. Iman
adalah syarat pertama untuk manifestasi
kebenaran Allah. Iman pula yang menjadi kondisi
hidup orang beriman.
Iman, menurut penulis surat kepada umat
Ibrani, adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita
harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang kita
lihat” (Ibr 11:1). Iman bukan hanya sebatas
pernyataan belaka. St. Yakobus melihat bahwa
iman yang sejati harus dinyatakan dalam tindakan
atau perbuatan.

34
2.1.3. Iman Menurut Dokumen Gereja
Katekismus Gereja Katolik mengartikan iman
sebagai penyerahan total dan absolut kepada
Allah. Penyerahan diri itu didasarkan atas
kenyataan bahwa Allah berinisiatif mewahyukan
diri kepada manusia. Katekismus Gereja Katolik
no. 150 mengartikan iman sebagai: Ikatan pribadi
manusia dengan Allah dan persetujuan secara
bebas terhadap segala kebenaran yang
diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi
dengann Allah dan persetujuan terhadap
kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen
berbeda dengan kepercayaan yang diberikan
kepada seorang manusia. Menyerahkan diri
seluruhnya kepada Allah dan mengimani secara
absolut apa yang Ia katakan adlaah tepat dan
benar.
Konsili Vatikan II mengartikan iman dalam
hubungannya dengan penerimaan atau tanggapan
terhadap pewahyuan diri Allah melalui Sabda-
Nya. Dalam Dei Verbum, Konsili Vatikan II
menyatakan: Kepada Allah yang menyampaikan
wahyu manusia wajib menyatakan ketaatan iman.
Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan
diri seutuhnya kepada Allah, dengan

35
mempersembahkan kepatuhan akal budi serta
kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang
mewahyukan dan dengan secara sukarela
menerima sebagai kebenaran wahyu yang
dikurniakan oleh-Nya.

2.2. Ciri-ciri Iman


Katekismus Gereja Katolik menumuskan enam
ciri iman Kristen Katolik. Pertama, iman adalah
rahmat. Ciri ini menekankan dimensi dari atas.
Hal ini berkaitan dengan iman sebagai anugerah
Allah. Dalam konteks ini, Allah yang berinisiatif
menyatakan diri-Nya kepada manusia. Kedua,
iman adalah suatu kegiatan manusiawi. Ciri
berkaiatann dengan dimensi dari bawah, yakni
tangggapan manusia terhadap pewahyuan diri
Allah. Dalam hal ini, man adalah suatu kegiatan
manusiawi. Ketiga, iman dapat dimengerti. Akal
budi memungkinkan manusia memahami apa
yang diterima atau diyakininya. Kita percaya
karena Allah yang mewahyukan diri itu benar.
Keempat, iman itu bebas. Supaya iman itu
manusiawi, manusia wajib secara sukarela
menjawab Allah dengan beriman. Dalam hal ini,

36
manusia tidak dipaksakan untuk beriman. Yesus
memanggil semua orang untuk bertobat, tetapi ia
tidak memaksakannya. Kelima, iman menuntut
ketabahan. Iman adalah suatu anugerah rahmat
yang Allah berikan kepada manusia. Manusia
yang meneriman anugerah ini harus selalu
berusaha untuk memupuknya dengan selalu setia
kepada Sabda Allah. Keenam, iman sebagai awal
kehidupan abadi. Iman membuat kita menikmati
sebelumnya kegembiraan dan cahaya pandangan
Allah yang menyelamatkan, yang adalah tujuan
dari penjalanan duniawi kita. Teladan kesetiaan
iman dapat kita jumpai dalam dua tokoh yang
dikisahkan dalam kitab Suci, yakni Abraham dan
Bunda Maria.

37
BAB III
KITAB SUCI SEBAGAI DASAR DAN SUMBER
AJARAN
AGAMA KATOLIK

3.1. Kitab Suci atau Alkitab Sebagai Wahyu Ilahi


Salah satu hal mendasar yang perlu kita
ketahui adalah Kitab Suci atau Alkitab sebagai
dasar ajaran dan pewartaan Gereja. Segala ajaran
Gereja Katolik berdasarkan wahyu/ pernyataan
Allah yang disampaikan kepada kita melalui Kitab
Suci. Dalam kitab suci sendiri aktivitas Allah
dibedakan dalam Sabda dan Perbuatan. Sabda itu
mengatakan tentang diri Allah, manusia dan
dunia. Di dalamnya Allah menyatakan kehendak-
Nya untuk menyelamatkan manusia. Kitab Suci

38
juga mengisahkan perbuatan Allah yakni karya
penyelamatan-Nya. Perjanjian Lama mengisahkan
perbuatan Allah ajaib Allah terhadap bangsa
Israel, sedangkan Perjanjian Baru tentang ajaran
dan karya Yesus Kristus. Dalam diri Yesus, Allah
yang menjadi manusia, tampaklah cinta Allah
kepada segala manusia.

3.2. Apa itu Alkitab atau Kitab Suci?


Untuk memahami secara lebih komprehensif
tentang Kitab Suci atau Alkitab, maka di bawah ini
akan dijelaskan apa sebenarnya Alkitab itu.
Alkitab adalah Kitab Suci orang Kristen. Kata
Alkitab berasal dari bahasa Arab dan secara
harafiah berarti buku. Meskipun kata ini bisa
berarti “Kitab Suci” dalam pemakaiannya kata ini
digunakan oleh orang Arab khususnya untuk
menunjukkan Kitab Suci orang Kristen. Penganut
agama Kristen di dunia Arab biasanya disebut:
ahal Alkitab, artinya umat yang memiliki Kitab
Suci. Di Indonesia kata Alkitab dipakai untuk
menyebut nama Kitab Suci orang Kristen (Katolik
dan Protestan).
1.Alkitab adalah suatu buku yang unik

39
Alkitab adalah suatu buku dan sebagai buku
dapat ditempatkan di antara atau di samping
buku-buku yang lain. Kita dapat
membandingkan Alkitab dengan buku-buku
lain untuk lebih menyadari ciri-cirinya yang
khas. Kita dapat mengatakan bahwa Alkitab
adalah buku yang unik. Keunikan ini nampak
dalam beberapa hal berikut:
a)Judul Alkitab kita ambil dari bahasa Arab.
Barangkali ada gunanya untuk melihat judul
ini dalam bahasa lain. Dalam bahasa Yunani
Alkitab disebut Biblia artinya kitab-kitab (bdk 2
Tim 4:13). Nama ini kemudian dilatinkan dan
kemudian menjadi bentuk tunggal Biblia
artinya Kitab. Nama Latin ini kemudian
diambil alih oleh banyak bahasa Eropa
lainnya seperti Inggris (Bible), Belanda (Bijbel),
Jerman (Bibel) dan Italia (Bibblia). Melihat kata
Yunaninya jelas bahwa Alkitab sebagai buku
sebenarnya tidak terdiri dari satu buku saja,
tetapi dari banyak “buku”. Jumah buku yang
membentuk Alkitab ada 73 buah. Dengan
demikian kita dapat menyebut Alkitab
sebagai suatu perpustakaan kecil.
b)Alkitab kita adalah suatu terjemahan. Dalam

40
bahasa aslinya, Alkitab sebenarnya ditulis
dalam tiga bahasa, yakni Ibrani, Aram dan
Yunani.
c) Sebagai kesatuan atau satu buku Alkitab
tidak mencantumkan penulisnya, namun
Alkitab tidak jatuh atau turun dari langit.
Alkitab benar-benar ditulis oleh manusia.
Nama penulis yang disebut hanya terdapat
dalam sejumlah kecil kitab.
d) Karena ada penulis, maka dengan
sendirinya buku-buku ini ditulis dalam aneka
ragam gaya bahasa. Jenis kesusasteraannya
pun ada bermacam-macam. Ada prosa, puisi,
cerita, hukum, pidato, kotbah, surat,
nyanyian, otobiografi dan sebagainya.
Pendeknya ada suatu kekayaan bentuk dan
jenis kesusasteraan yang luar biasa.

2. Alkitab adalah buku Gereja, buku imannya


Buku yang unik ini ternyata tidak dapat
dipisahkan dari Gereja. Alkitab adalah buku
Gereja, buku iman. Gerejalah yang telah
mengumpulkan kitab-kitab yang
beranekaragam ini menjadi satu karena dia
telah melihat bahwa di dalamnya terkandung

41
kesaksian imannya yang paling otentik.
Alkitab tidak dapat dipisahkan dari Gereja,
dari suatu umat yang percaya. Alkitab kita
terima dari Gereja. Gerejalah yang
menyaksikan bahwa buku ini adalah Kitab
Sucinya.

3. Alkitab adalah buku kesaksian tentang


Allah dan jawaban manusia
Alkitab adalah buku Iman Gereja dan hal
yang paling mendasar dari pengakuan iman ini
ialah bahwa Allah telah menyatakan diriNya
kepada manusia dalam sejarah. Seluruh
Alkitab menyaksikan hal ini. Tetapi Alkitab
bukan saja menyaksikan karya Allah, tetapi
juga jawaban manusia baik secara bersama
maupun secara perorangan terhadap karya
Allah tersebut. Tidak ada buku yang demikian
menyadarkan kita akan kehadiran Allah dan
karya-Nya dalam sejarah daripada Alkitab.

4. Alkitab adalah Sabda Allah dalam bahasa


manusia
Akhimya, Alkitab adalah Sabda Allah dalam
bahasa manusia. Kita perlu mengerti
pengakuan Iman ini dengan baik karena

42
kerapkali orang mengalami kesukaran bahkan
ragu-ragu apabila membaca teks-teks tertentu
dan menanyakan apakah ini Sabda Allah atau
tidak. Sebagian besar teks Kitab Suci
berbentuk cerita dan kerapkali orang menjadi
bingung dan menanyakan apa yang
disabdakan Allah dalam berita tersebut
berbicara langsung pada pembaca atau
pendengar sekarang. Alkitab adalah Sabda
Allah, karena Dia memberi kesaksian tentang
Allah, tentang karya-Nya dan Sabda-Nya
Kesaksian apa yang diberikan tentang Allah
dan jenis kesaksian itu telah kita lihat di atas.
Puncak dari kesaksiannya tentang Allah ialah:
tentang Yesus yang adalah Sabda Allah sendiri
dalam daging atau kelemahan wujud manusia
(Yoh. 1:1-18).

6. Alkitab disebut juga ‘Perjanjian’


Alkitab disebut “Perjanjian” oleh karena
berisikan “perjanjian Allah dengan manusia”.
Dalam Alkitab diceritakan dan dipikirkan
segala sesuatu yang berkaitan dengan
perjanjian itu, yaitu Allah dan manusia, setia
dan/atau tidak setia pada perjanjian itu;
bagaimana perjanjian itu terlaksana atau tidak

43
terlaksana. Kata “perjanjian” dipakai untuk
mengatakan bahwa antara Allah dan manusia
terjalin hubungan istimewa, bukan hubungan
alamiah saja.

3.3. Cara Mengutip Kitab Suci


Kitab Suci sekarang terbagi atas bab-bab dan
ayat-ayat. Pembagian ini tidak asli karena baru
dibuat para ahli sekitar tahun 1500 Mas.
Tujuannya memudahkan orang mengutip Kitab
Suci dan menolong pembaca untuk
menemukannya kembali dalam Alkitab. Cara
mengutipnya adalah sebagai berikut:
a)Kej 5:9 : artinya kitab Kejadian bab 5, ayat
9
b)Kej 5:9-20 : artinya kitab Kejadian bab 5, ayat
9 - 20
c) Kej 5:9.11-15 : artinya kitab Kejadian bab 5,
ayat 9 dilanjutkan ayat 11-15
d) Kej 5-6 : artinya kitab Kejadian bab 5
sampai bab 6
e)Kej 5:1-6:10 : artinya kitab Kejadian bab 5
ayat 1 sampai bab 6, ayat 10
f) Kej 5:4; 7:4 : artinya kitab Kejadian bab 5,
ayat 4 dan bab 7, ayat 4

44
g)Kej 5:4; Kel 4:5 : artinya kitabKejadian bab5,
ayat 4 dan kitab Keluaran bab 4, ayat 5.

3.4. Bahasa-bahasa asli Kitab Suci


Alkitab yang kita miliki adalah sebuah
terjemahan yang dibuat atas dasar Alkitab asli
yang ditulis dalam bahasa-bahasa lain. Bahasa-
bahasa asli Kitab Suci ada tiga yaitu Bahasa Ibrani,
Aram dan Yunani. Perjanjian Baru seluruhnya
ditulis dalam bahasa Yunani. Sebagian besar
Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani.
Bahasa ini termasuk rumpun bahasa-bahasa yang
disebut “bahasa Semit” yang dipakai bangsa-
bangsa yang berkediaman di kawasan Timur
Tengah (kecuali Turki). Bahasa Ibrani cukup
berdekatan dengan bahasa Aram dan Arab.
Bahasa Ibrani Kitab Suci ialah bahasa Ibrani kuno.

3.5. Perjanjian Lama


3.5.1. Istilah Perjanjian
Istilah “Perjanjian Lama” kemungkinan berasal
dari St. Paulus (2 Kor 3:14). Istilah ini mungkin
dibentuk berdasarkan pandangan Yeremia (Yer
31:34). Perjanjian Lama adalah perjanjian yang
diikat Tuhan dan umat Israel di Sinai (Kel 19-24).
Sedangkan Perjanjian Baru adalah perjanjian yang

45
diikat Tuhan dengan seluruh umat manusia
dengan Kristus (Luk 22:20). Kata perjanjian
dipakai untuk menunjukkan jalinan istimewa
antara Allah dengan manusia.

3.5.2. Pembagian Perjanjian Lama


Urutan dan pengelompokkan kitab-kitab dalam
Septuaginta berbeda dengan yang terdapat dalam
kanon Yamnia. Urutan dan pengelompokkan itu
tidak dibuat menurut sejarah terjadinya dan
penerimaannya sebagai kanonik, tetapi menurut
jenis kesusasteraan dan isinya. Berikut ini dapat
dilihat secara lengkap urutan dan
pengelompokkan kitab-kitab Perjanjian Lama
menurut tradisi Kristen (Gereja Katolik):
A. Kelompok Pentateukh
Termasuk kelompok ini adalah: Kejadian
(Genesis); Keluaran (Eksodus); Imamat
(Levitikus); Bilangan (Numeri); Ulangan
(Deuteronomium). Kitab-kitab ini memandang
ke masa lampau ke awal mula dunia dan Israel.
Pada umumnya kitab-kitab ini berbentuk cerita
dan hukum.
B.Kelompok kitab-kitab Sejarah

46
Termasuk dalam kelompok ini adalah: Yosua;
Hakim-hakim; Rut; 1,2 Samuel, 1,2 Raja-raja; 1,2
Tawarikh; Ezra; Nehemia; Ester; Tobit; Yudith;
1,2 Makabe. Kitab-kitab sejarah pada dasarnya
menceritakan apa yang lampau yakni karya
Allah kepada bangsa Israel dan reaksi atau
bagaimana bangsa Israel menghayati
panggilannya.
C. Kelompok kitab-kitab Kebijaksanaan
dan Nyanyian.
Termasuk dalam kelompok ini adalah: Ayub;
Mazmur; Amsal; Pengkotbah; Kidung Agung;
Kebijaksanaan Salomo; Yesus bin Sirakh. Kitab-
kitab ini pada dasarnya merefleksikan hidup
ini, yakni bagaimana menghayati hidup secara
benar. Jadi kitab-kitab ini melihat ke arah yang
sekarang, mengajar kita bagaimana menghayati
hidup ini, sehingga sering pula disebut kitab
didaktis. Hampir sebagian besar kitab-kitab ini
berbentuk puisi.

D. Kelompok kitab-kitab Kenabian.


Kelompok ini meliputi: Yesaya; Yeremia;
Ratapan; Barukh; Yehezkiel; Daniel; Hosea;
Yoel; Amos; Obaja; Yunus; Mikha; Habakuk;

47
Zefanya; Hagai; Zakharia; Maleakhi; Nahum.
Kitab-kitab kenabian berbicara tentang karya
Allah di masa yang akan datang berdasarkan
kenyataan dan pengalaman yang sekarang dan
karya Allah di masa lampau. Pada umumnya
kitab-kitab ini berbentuk puisi.

3.5.2.1. Kelompok Pentateukh


Tradisi Yahudi menyebut kelima kitab Perjanjian
Lama Kitab Taurat, Hukum taurat Musa atau Kelima
Kitab Musa. Kata “Taurat” atau “torah” (bhs Ibrani)
mempunyai arti, hukum, pengajaran dan nasihat.
Tradisi Kristen menyebut kelima kitab pertama
Perjanjian Lama dengan Pentateukh artinya kitab
yang terdiri dari lima gulungan (Penta=lima;
teukh=gulungan). Disebut gulungan karena
dahulu kitab-kitab tersebut berbentuk gulungan
yang dijahit dengan kulit (Yer 36:2).

1. KITAB KEJADIAN
Kitab pertama Pentateukh ialah kitab Kejadian
yang bercerita tentang awal mula dunia dan awal
mula bangsa Israel (asal usul bangsa Israel).
Bagian pertama kitab ini (Kej 1-11) berisi kisah-
kisah mengenai penciptaan dunia dan manusia,

48
dosa manusia pertama, air bah yang
menghancurkan manusia yang berdosa.
Selanjutnya cerita tentang keturunan Nuh
memenuhi dunia, sederetan genealogi (silsilah)
dan akhirnya perpecahan umat manusia dalam
kisah Menara Babel. Bagian Kedua (Kej 12-15)
menceritakanAbraham nenek moyang bangsa
Israel. Bagian ketiga (Kej 26-36) bersi kisah
mengenai Abraham, Ishak dan Yakub, anak Ishak
yang juga bernama Israel. Bagian keempat (Kej 37-
50) berisi kisah mengenai Yusuf dan saudara-
saudaranya. Yusuf yang dijual ke Mesir oleh
saudara-saudaranya malahan menjadi perdana
Menteri Firaun di Mesir.

2. KITAB KELUARAN
Kitab Keluaran merupakan titik tolak sejarah
iman dan bangsa Israel yang sesungguhnya.
Sebelum pengalaman pembebasan dari Mesir ini,
tradisi yang ada lebih merupakan tradisi suku atau
klan dalam suatu suku. Sesudah pengalaman
pembebasan tersebut, perkembangan kehidupan
bangsa dan iman terukir dalam rumusan
pengalaman terhadap Allah yang setia memenuhi
janji-Nya. Semenjak peristiwa pembebasan itulah

49
menjadi jelas dua hal berikut: Allah yang satu
disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah
Yakub menjadi Allah bangsa; Bangsa yang satu ini
yakin akan pilihan Allah, baik dalam suka
maupun dalam duka. Peristiwa sejarah lalu
menjadi cermin yang cemerlang akan karya agung
Allah bagi suatu bangsa.

3. KITAB IMAMAT
Kitab Imamat berisi terutama hukum Imamat.
Hukum itu mengatur perilaku imam yang
melayani ibadat di kenisah dengan amat tertib.
Ibadat kurban dan persembahan yang diperlukan
dalam perayaan besar bangsa, hanya bisa
didatangkan dari lingkungan para peternak besar
atau petani unggul. Tema utama kitab Imamat
adalah ibadah. Di dalamnya digambarkan ibadah
ilahi yang harus dilaksanakan oleh Harun dan
para imam keturunannya. Ibadah umat harus
dilaksanakan secara benar sesuai dengan
kehendak Allah. Diberikan peraturan-peraturan
rinci mengenai binatang korban dan persembahan
yang lain; mengenai pengudusan imam; mengenai
kebersihan ritual dan mengenai perayaan tahunan
hari Pendamaian.

50
4. KITAB BILANGAN
Kitab Bilangan menceritakan kisah tinggalnya
umat Israel di padang gurun selama 40 tahun,
sejak keluar dari Mesir sampai mereka masuk ke
tanah terjanji. Kecuali itu ada juga bagian yang
berisi hukum yang tersebar di seluruh buku. Masa
40 tahun itu adalah masa “pengembaraan”,
meskipun sebenarnya sebagian besar waktu itu
dilewatkan di sekitar oase Kadesh yang terletak di
bagian timur laut Semenanjung Sinai. Kehidupan
selama 40 tahun itu digambarkan sebagai masa
yang berat, masa ketika umat Israel merasa tidak
puas dan kurang percaya kepada Allah, sekalipun
Allah selalu dekat dengan umat-Nya.

5. KITAB ULANGAN
Tiga puluh bab pertama kitab Ulangan berupa
pidato-pidato Musa yang ditujukan kepada
umatnya, ketika mereka bersiap-siap untuk masuk
ke tanah terjanji. Tema utama kitab Ulangan
adalah kasih Allah kepada umat-Nya. Yang
membuat Allah memilih Israel dan menjadikannya
milik-Nya adalah kasih-Nya. Kasih-Nya sangat
besar, bahkan Allah adalah Allah yang cemburu

51
dan tidak memperbolehkan Israel memiliki allah-
allah lain. Kasih Allah yang dialami umat Israel
menuntut balasan, yaitu umat harus setia kepada
perjanjiannya dengan mentaati hukum-hukum-
Nya.

3.5.2.2. KELOMPOK KITAB SEJARAH


1. KITAB YOSHUA
Kitab ini disebut Kitab Yosua karena tokoh
utama di dalam kitab ini adalah Yosua. Kitab ini
melanjutkan kisah yang terdapat dalam kitab
Bilangan. Kitab ini menjelaskan dua hal mendasar.
Pertama, Tuhanlah menuntun bangsa Israel
memasuki Tanah Terjanji. Tanah suci, tanah air
untuk Umat Allah sesungguhnya merupakan
milik dan anugerah Tuhan semata-mata. Bukan
bangsa Israel merebut tanah airnya, melainkan
Tuhan mengambil milik-Nya sendiri dan
mempercayakannya kepada umat-Nya. Dengan
cara itu Tuhan memenuhi janji-Nya kepada nenek
moyang Israel. Kedua, Tuhanlah membagi-
bagikan tanahNya yang suci. Menurut kitab
Yosua, Tuhan sendiri melalui Yosua dan Eleazar
membagikan Tanah Terjanji yang telah direbut
umat dibawah pimpinan Yosua. Hal ini berarti

52
Tuhan memberikan tanah kepada masing-masing
suku sesuai dengan kehendakNya sebagai
anugerah. Dengan demikian, Kitab Yosua mau
menyampaikan pesan bahwa melalui peristiwa ini
Tuhan melaksanakan janjiNya. Dalam perebutan
itu ternyata Tuhan kembali melimpahkan
anugerahNya kepada umat pilihanNya. Sebagai
jawaban, umat harus menyatakan ketaatan dan
kesetiannya.

2. KITAB HAKIM-HAKIM
Kitab ini disebut hakim-hakim karena bercerita
tentang tokoh-tokoh yang disebut Hakim. Kata
hakim disini lebih dimaksudkan sebagai
pemimpin sipil dan militer. Kitab ini meneruskan
kisah yang diceritakan dalam kitab Yosua. Situasi
zaman Hakim. Situasi Israel pada zaman hakim
sangat kacau. Hal ini terjadi karena mereka
barusan menetap di negeri yang baru dan
seringkali mendapat serangan dari penduduk asli.
Mereka belum memiliki pemimpin yang mampu
mempersatukan mereka atau pemerintahan pusat
yang mampu mengatur kehidupan seluruh suku.
Masing-masing suku mengatur hidupnya
sendiri.Hal yang mempersatukan mereka pada

53
zaman ini bukan pemerintah melainkan iman yang
sama, yakni iman akan Yahwe. Penyusun kitab ini
berhasil membuat kumpulan cerita pendek dan
menjadikannya sebagai kisah sejarah
penyelamatan Allah. Pahlawan salah satu suku
dianggap sebagai pahlawan nasional dan menjadi
penyelamat umat Allah yang sedang berada dalam
cengkeraman musuh. Hakim-hakim itu diutus
oleh Tuhan sendiri dan dilengkapi dengan daya
ilahi untuk melaksanakan tugas yang
dipercayakan Tuhan.Tindakan mereka tidak
hanya berlaku untuk satu suku tetapi untuk
seluruh umat. Melalui para hakim berulangkali
Tuhan menyelamatkan umat-Nya.

3. KITAB SAMUEL
Kitab Samuel terdiri dari dua kitab yakni 1
Samual dan 2 Samuel. Kitab ini meneruskan cerita
dalam Kitab Hakim-hakim. Kitab Samuel
mengisahkan terbentuknya Kerajaan Israel.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Daud. Daud adalah tokoh
utama dalam Kitab Samuel. Dalam diri Raja Daud
cita-cita bangsa Israel tentang seorang raja
mencapai pemenuhannya. Daud dijadikan sebagai

54
model raja penyelamat pada masa yang akan
datang. Untuk mendalami Kitab Samuel, kita akan
mendekat beberapa tokoh penting yang
ditampilkan di dalam kitab ini, dan sekaligus
mencari pesan yang mau disampaikan penulis
melalui tokoh-tokoh ini.

4. KITAB RAJA-RAJA
Kitab raja-raja sebenarnya memuat kisah tentang
kegagalan sistem kerajaan dan bangsa Israel.
Dalam 1 Raj 1-11 dikisahkan tentang pemerintahan
dan karya Raja Salomo, pengganti Raja Daud
sesuai dengan janji Allah. Dalam 1 Raj 12-14
dikisahkan tentang pecahnya kerajaan menjadi
dua yakni Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan. 1
Raj 15-2 Raj 25 diceritakan tentang Kerajaan Utara
dan Kerajaan Selatan (Kerajaan Utara disebut
Kerajaan Israel dengan ibukotanya Samaria;
Kerajaan Selatan disebut Kerajaan Yuda dengan
ibukotanya Yerusalem. Kerajaan Utara mencakup
sepuluh suku, sedangkan Kerajaan Selatan hanya
mencakup dua suku). Sejarah yang ditulis adalah
sejarah keagamaan. Sejarah ini mau
mengungkapkan rencana dan tindakan Allah
dalam kejadian-kejadian sejarah bangsa Israel.

55
3.5.2.3. KELOMPOK KITAB KARYA AHLI
TARIKH: KITAB TAWARIKH, EZRA DAN
NEHEMIA
1. KITAB TAWARIKH
Kitab Tawarikh bersama dengan Kitab Ezra
dan Nehemia dapat dikelompokkan dalam satu
kelompok. Judul “Tawarikh” berarti kisah
kejadian di masa lampau. Judul ini cocok dengan
isinya, karena kitab ini menceritakan kembali dan
melanjutkan kisah yang sudah ada dalam Kitab
Samuel dan Kitab Raja-Raja. Penulis
menghubungkan kisahnya dengan awal umat
manusia melalui sejumlah daftar keturunan (1
Taw 1-9). Melalui daftar keturunan tersebut
kedudukan masing-masing umat Allah
diteguhkan.

2. KITAB EZRA DAN NEHEMIA


Kitab ini menceritakan dua tokoh yakni Ezra
dan Nehemia serta situasi umat Israel yang
kembali dari pembuangan di Babel. Situasi orang
Israel yang kembali dari pembuangan sangat
kacau karena mereka merasa tidak puas dengan
keadaannya. Kondisi semacam inilah yang

56
kemudian berhasil diatasi oleh Ezra dan Nehemia.
Ezra dan Nehemia berhasil menggembleng suatu
umat baru. Umat yang terbentuk oleh Ezra dan
Nehemia adalah suatu umat yang memiliki
kesadaran diri yang mendalam. Di satu pihak,
mereka sadar akan kedosaannya (Ezr 9; Neh 9). Di
pihak lain, mereka insaf bahwa mereka adalah
umat pilihan Tuhan, suatu umat yang kudus.

3.5.2.3. KITAB-KITAB HIKAYAT


PENGHARAPAN
1. KITAB RUT
Kitab ini berkisah tentang seorang wanita
bersama suami dan kedua anaknya yang terpaksa
mengungsi ke luar negeri karena Israel
mengalami masa paceklik. Boas memperistri Rut
dan mendapat seorang anak laki-laki. Anak itu
diangkat oleh Naomi menjadi cucu suaminya dan
anak puteranya bekas suami Rut. Kemudian
dalam cerita ini ditambahkan daftar keturunan
Daud. Rut wanita Moab itu lalu menjadi moyang
raja Daud dan moyang Mesias kelak.

2. KITAB TOBIT

57
Kitab ini merupakan riwayat hidup yang
menyajikan sebuah drama keluarga dengan akhir
yang bahagia. Drama itu dipentaskan di antara
orang-orang Yahudi dalam pembuangan di negeri
Asyur, di kota Ninive. Pelaku utamanya adalah
seorang Yahudi yang saleh dan bijaksana,
namanya Tobit. Pelaku kedua adalah anak laki-
laki Tobit, bernama Tobia. Pelaku ketiga adalah
seorang puteri yang bernama Sara. Dia cantik dan
baik hati, namun tertimpa kemalangan karena
dirinya dirasuki oleh roh jahat. Selain itu masih
ada pelaku lain yakni malaikat Rafael.

3. KITAB YUDIT
Kitab Yudit bercerita tentang seorang janda,
dengan kekuatan sendiri mengalahkan Holofernes,
panglima raja Nebukadnezar. Yudit adalah
seorang janda yang cantik dan takwa, tinggal di
kota Betulia. Kota berbenteng itu mengemban
tugas menjaga pintu masuk ke Yerusalem, pusat
dan jantung umat Israel yang baru saja kembali
dari pembuangan. Tentara Holofernes akhirnya
mengepung benteng terakhir bagi Yerusalem,
yakni kota Betulia. Penduduknya yang kelaparan
dan kehausan sudah mau menyerah. Dalam situasi

58
semacam ini tampillah Yudit. Dia menawarkan
diri untuk mengalahkan Holofernes. Dengan
kecantikannya dia membujuk dan merangsang
Holofernes.Namun sebelum terjadi apa-apa, Yudit
telah memenggal kepala Holofernes pada malam
hari ketika dia mabuk. Kepala Holofernes dibawa
ke Betulia. Yudit merancang siasat untuk
menyerang kota Yerusalem. Para serdadu
Holofernes dibunuh dan sisanya melarikan diri.
Yudit bersama pasukannya berpawai keliling kota
untuk bersyukur kepada Allah.

4. KITAB ESTER
Latar belakang kitab ini adalah situasi orang
Yahudi di perantauan yang sangat dibenci dikejar-
kejar dan dibunuh secara masal. Dengan latar
belakang semacam ini, kitab Ester mau memberi
kekuatan kepada umat Allah yang sedang
terancam. Pikiran yang dikemukakan oleh kitab
ini adalah kekerasan dan kebencian menelorkan
kekerasan dan kebencian.

5. KITAB - KITAB MAKABE


Meski penulis 1 Makabe menceritakan dengan
panjang lebar peperangan dan percaturan politik,

59
namun tujuan utamanya ialah mengisahkan
sejarah keagamaan. Kemalangan yang menimpa
bangsanya diartikan penulis sebagai hukuman
atas dosa mereka. Kemenangan para pejuang
Yahudi selalu dihubungkan dengan Allah yang
terus menerus mendampingi mereka. Tuhan
adalah Allah yang setia kepada umat-Nya dan
senantiasa melindungi mereka dari pengaruh
kuasa jahat.

3.5.2.4. KELOMPOK KITAB-KITAB


KEBIJAKSANAAN DAN NYANYIAN
1. Kelompok Kitab Kebijaksanaan
a. KITAB AYUB
Allah dan kebijaksanaanNya adalah suatu
rahasia yang tidak dapat diselami manusia.
Manusia manapun tidak boleh memberanikan
diri untuk mencocokkan Tuhan dengan pikiran
dan gambarannya sendiri. Tuhan tidak mungkin
dipahami sepenuhnya oleh manusia. Maka Ayub
dan sahabat-sahabatnya, meski mengalami bahwa
pemahaman dan gambarannya tentang Tuhan
tidak lengkap dan utuh; mereka harus siap sedia
untuk meninggalkan pemahaman dan gambaran
yang manusiawi itu. Dan justru dalam

60
kesimpulan itulah terletak ajaran pokok seluruh
kitab Ayub.

b. KITAB PENGKOTBAH
Pendirian Pengkotbah hampir sama dengan
pendirian Kitab Ayub. Pengkotbah percaya
bahwa Tuhanlah penyelenggara segala sesuatu,
meskipun manusia tidak sampai memahaminya.
Rahasia Allah tidak terjangkau oleh manusia.
Sama seperti Pengkotbah kita juga berada dalam
kegelapan hidup dan kita hanya bisa berdiri
tegap dan bertahan. Kita hanya bisa percaya
kepada Tuhan yang akan memberi hidup abadi
dan membangkitkan kita dari kematian.
c.KITAB AMSAL
Tema prolog amsal tidak lain adalah pujian
dan pengagungan kebijaksanaan itu sendiri (bdk
1:7). Dalam undangan kepada kebijaksanaan itu,
selalu dikemukakan tentang berkat-berkat yang
akan diperoleh seperti: pengetahuan tentang
Tuhan dan perlindungan, pengertian tentang
kebenaran, keadilan dan kejujuran,
perlindungan dari pergaulan orang jahat (2:12-
15) dan terutama perlindungan dari perempuan
jalang (2:16-19). Menarik bahwa dari 9 bab ini

61
terdapat tiga wejangan yang panjang tentang
menjauhi perempuan jalang (5:1-23; 6:20-35; 7:1-
27). Mungkin perempuan jalang yang
dimaksudkan disini adalah kebebalan.

d. KITAB YESUS BIN SIRAKH


Bagian pertama kitab ini banyak membicarakan
kebijaksanaan hidup, yakni bagaimana harus
bertingkahlaku dalam menghadapi aneka
kenyataan hidup. Banyak tema yang sudah
diungkapkan dalam amsal, terdapat juga disini.
Namun disini terdapat tema-tema baru yang
belum disinggung sebelumnya seperti: hidup
gandol pada orang kaya (29:21-28); kesehatan
badan (30:14-25); etiket di meja makan (31:12-
32:13); mimpi (34:1-8); dokter (38:1-15); pekerja-
pekerja kasar (38:24-34); ahli kitab (38:24. 39:1-11);
rasa malu (41:14-42:8); ayah dan anak gadisnya
yang mulai remaja (42:9-14). Selain itu perlu
dicatat ajaran kitab ini mengenai membalas
dendam dan mengampuni sesama (28:1-7).
Pandangannya sudah sangat mendekati
pandangan doa Bapa Kami.

e. KEBIJAKSANAAN SALOMO

62
Puji-pujian kebijaksanaan merupakan inti kitab
kebiajksanaan. Disini pengarang memberitahukan
bagaimana kejadian kebijaksanaan dan
rahasianya. Pengarang dengan jelas
mengidetikkan dirinya dengan Raja Salomo.
Salomo adalah raja yang terkenal dengan
kebijaksanaannya. Namun dia tidak dilahirkan
sebagai orang bijak. Dia menjadi bijak karena doa
permohonannya yang terus menerus sehingga dia
dianugerahi pengertian atau roh kebiajksanaan.
Bagi kebijaksanaan merupakan nilai hidup yang
tinggi baka sifatnya.

2. KELOMPOK KITAB NYANYIAN


1)KITAB MAZMUR
Kitab Mazmur termsuk kelompok kitab
nyanyian.Apakah mazmur itu? Kata Mazmur
berasal dari kata Bahasa Ibrani, dari kata
“mizmor” artinya “pujian”. Dalam Bahasa
Yunani dikenal dengan istilah “Psalmos” artinya
nyanyian yang diiringi dengan kecapi. Dalam
Alkitab Ibrani, kata mazmur dipakai sebagai
judul untuk 57 mazmur (mis mzm 3-6.8).
Mazmur bukanlah judul asli kitab ini dalam
bahasa Ibrani. Judul ini diambil dari terjemahan

63
Septuaginta yang menamakan kitab ini sebagai
“Psalmos atau Psalmoi”. Dalam bahasa aslinya
kitab mazmur diberi judul “tehilim” artinya
nyanyian pujian. Mazmur adalah nyanyian iman
atau denyut jantung jawaban iman Israel dalam
bentuk puisi kepada Tuhan Penyelamat.
2)KITAB KIDUNG AGUNG
Memang pada pokoknya Kidung Agung
adalah sekumpulan lagu cinta. Kidung Agung
memuji dan meluhurkan cintakasih yang
mempersatukan pria dan wanita. Cintakasih
adalah sesuatu yang sangat berharga. Kidung
Agung adalah tempat yang tepat untuk lagu
cinta ini dalam Kitab Suci. Sebab dengan
membaca dan merenungkan lagu-lagu cinta itu
sebagai firman Tuhan, maka orang beriman akan
dicegah dari salah paham dan penyalahgunaan
cinta birahi.

3.5.2.5. KELOMPOK KITAB KENABIAN


1. KITAB NABI YESAYA

64
Kitab Yesaya dibagi dalam tiga kelompok.
Kelompok 1, Yesaya 1-39 berisikan pewartaan
yang langsung berasal dari nabi Yesaya sendiri;
Kelompok 2, Yesaya 40-55 berisikan
pewartanaan seorang nabi dari pembuangan,
lazim disebut Deutero Yesaya; Kelompok 3,
Yesaya 56-66 berisikan kumpulan nubuat-
nubuat dari seorang nabi sesudah pembuangan,
lazim disebut Trito Yesaya.

2. KITAB YEREMIA
Kitab Yeremia terdiri dari empat bagian:
bagian pertama, Yer 1-25, memuat nubuat-
nubuat berupa ancaman yang ditujukan kepada
umat Israel; bagian kedua, Yer 26-45,
menyajikan cerita-cerita tentang nabi Yeremia;
bagian ketiga, Yer 46-51, memuat nubuat-
nubuat berupa ancaman terhadap bangsa lain;
bagian keempat, Yer 52, merupakan sebuah
tambahan.
3. KITAB RATAPAN
Kitab Ratapan merupakan kumpulan lima
lagu ratapan atas kematian bangsa Isarael.
Lagu-lagu ini dipanjatkan kepada Tuhan
sebagai suatu doa. Yang khusus ditangisi adalah

65
kota Yerusalem sebagai pusat umat Allah,
dengan Bait Allah sebagai intinya.
4. KITAB BARUKH
Kitab Baruk mengungkapkan kesadaran
umat Allah dan menyadarkan para anggotanya
bahwa karena dosa dan penyelewengan maka
dihukum Allah dengan adil (4:10 dst). Umat
harus mengakui kebijaksanaan Allah dalam
Taurat (3:37 dst). Jika sungguh percaya dan
bertobat serta kembali kepada Hikmat
kebijaksanaan, maka Allah akan memulihkan
keadaan umatNya. Dewa-dewi tidak
mempunyai daya sama sekali dan tidak dapat
dibandingkan dengan satu-satunya Allah sejati,
yakni Allah Israel.
5. KITAB NABI YEHEZKIEL
Nabi sangat menonjolkan dosa yang ada
dikalangan umat. Walaupun demikian, Tuhan
tetap mengasihi dan merawat bangsa Israel yang
dipandang sebagai isteri-Nya yang tidak setia
(Yeh 16). Kedosaan Israel adalah bahwa Israel
telah jatuh dalam dosa pemujaan berhala dan
pelanggaran hukum Taurat, khususnya
berkaitan dengan hal haram dan halal, najis dan
tahir serta hukum Sabbath. Kedosaaan umat ini

66
berlawan dengan kekudusan Allah. Kekudusan
Allah adalah bahwa Allah melampaui segala
sesuatu, Allah yang tidak terikat atau terkurung
oleh apapun. Maka Allah tidak hanya hadir di
Bait Allah, tetapi juga di tengah kaum buangan
di Babel. Allah yang Mahakudus itu tidak
berada jauh dari umat-Nya. Kehadiran Allah
bukan atas dasar kesucian atau jasa umat. Dosa
umat tidak dapat menyingkirkan Allah. Allah
telah menghukum umat yang berdosa dan yang
murtad, namun Dia tetap tidak meninggalkan
mereka.
6. KITAB DANIEL
Bagian pertama (1-6) berisikan sekumpulan
cerita mengenai tokoh utama yakni Daniel dan
tiga temannya. Hal yang diceritakan disini
sebenarnya terjadi di tanah pembuangan Babel,
pada zaman Raja Nebukadnzar dan Raja Darius.
Bagian kedua (7-12) berisikan kumpulan
sejumlah penglihatan pada masa yang sama.
Penglihatan itu bagi kita sekarang sukar
dipahami sebab penuh dengan kiasan, ibarat,
angka dan gambaran yang aneh-aneh.
Penglihatan itu berupa ramalan masa depan
termasuk ramalan akhir zaman. Ramalan itu

67
ditujukan kepada orang yang hidup di hari
kemudian di negeri Palestina.
7. KITAB NABI HOSEA DAN AMOS
Amos dan Hosea tampil pada waktu dan
tempat yang sama, yakni pada masa
pemerintahan Yerobeam II, di wilayah Kerajaan
Israel (Kerajaan Utara). Nabi Amos lebih dulu
tampil daripada Nabi Hosea. Pada zaman
tampilnya kedua tokoh ini, Kerajaan Utara
sedang mengalami zaman kejayaan dan
kemakmuran. Namun kejayaan dan
kemakmuran ini membawa akibat buruk, yakni
kemerosotan dalam bidang tata masyarakat dan
keagamaan. Dalam bidang keagamaan, terjadi
penyelewengan, yakni ibadat yang dirayakan di
Betel dan Dan. Pada kedua tempat ibadat ini
terdapat patung lembu jantan. Ibadat Kerajaan
Utara nampak sudah bercampur dengan
penyembahan dewa-dewi kafir (praktek
sinkretisme).
8. KITAB NABI MIKHA: Berlaku adil dan
mencintai kesetiaan
Nabi Mikha adalah seorang nabi yang
berkarya pada masa yang sama dengan nabi
Yesaya. Nabi Mikha berkarya sekitar tahun 721.

68
Pada tahun ini Kerajaan Utara ditaklukan oleh
Babel dan seluruh penduduknya dibawa ke
Assyur. Sementara nabi Yesaya berkarya di kota
Yerusalem, nabi Mikha berkarya di daerah
pedalaman. Hal ini nampak dalam gaya bahasa
Mikha. Kitab Nabi Mikha tersusun rapih.
Susunan diatur sedemikian rupa sehingga
bagian yang berisikan ancaman selalu disusul
dengan bagian yang berisikan janji keselamatan
(1:2-3:12; 4:1-5: 14; 6:1-7:6; 7:7-20). Kekhasan lain
adalah ancaman selalu diberi bentuk
pengadilan: Tuhan menuntut umatNya di
depan pengadilanNya (1:1-7; 6:1-16).

9. KITAB NABI ZEFANYA, NAHUM DAN


HABAKUK
Ketiga nabi kecil ini boleh dibicarakan
bersama-sama sebab ketiganya melaksanakan
tugas pada waktu yang susul menyusul dan
sebagian karya mereka sejalan dengan karya
Nabi Yeremia. Nabi Zefanya tampil sekitar
tahun 630 seb.Mas, disusul Nabi Yeremia yang
berkarya selama 40 tahun. Nabi Nahum
membawakan nubuatnya sekitar tahun 613

69
seb.Mas, sedangkan Nabi Habakuk tampil
sekitar tahun 600 seb.Mas. Ketika ketiga nabi ini
tampil di panggung pewartaan, kekuasaan
Timur Tengah saat itu beralih dari Kerajaan
Assyur kepada Kerajaan Babel. Pada tahun 612
ibukota Ninive direbut seperti yang
dinubuatkan oleh Nabi Nahum. Sejak saat itu
kekuasaan kerajaan Babel semakin meningkat
dan mendesak Kerajaan Yehuda yang menjadi
taklukannya. Daerah Yehuda itulah yang
menjadi tempat karya ketiga nabi ini. Dalam
Kerajaan Yehuda sendiri terjadi peralihan dari
raja Yosia kepada penggantinya. Raja Yosia
melancarkan pembaharuan agama dan politik,
namun hasilnya gagal. Nabi Zefanya tampil
sebelum pembaharuan itu, yakni sekitar tahun
622 seb Mas. Nabi Habakuk tampil pada masa
pemerintahah raja Yoyakim (sekitar tahun 600).
10. KITAB NABI OBAJA: Tuhanlah yang
empunya kerajaan
Ketika Yerusalem pada tahun 586 seb. Mas
direbut dan dihancurkan orang Babel, bangsa-
bangsa tetangga merasa sangat senang.
Khususnya bangsa-bangsa bersaudara seperti
Edom keturunan Esau, turut merampas dan

70
merampok. Mereka malah menduduki sebagian
wilayah bangsa Yehuda. Para pengungsi dari
Yerusalem yang terkepung tidak diterima
dengan baik, malah dijadikan budak. Nada
nubuat itu sangat mirip dengan nada nubuat
Nahum. Dengan panas dan berapi-api nabi
menyuarakan rasa kesal dan bencinya. Rasa
permusuhan antara bangsa Israel dan bangsa
Edom memang tidak baru terasa dalam tradisi
kenabian. Nabi Amos (1:11-12) sudah
menyuarakannya, dan nabi-nabi lain
mengulanginya (Yes 34:5-17; 63:1-6; Yer 49:7-22;
Ob 1:1-10; Yeh 25:12-14; Mal 1:2-5; Rat 4:21).
Namun nabi Obaja tidak mewartakan
permusuhan dan kebencian, melainkan
kebesaran Tuhan Allah Israel.
11. KITAB NABI HAGAI DAN ZAKHARIA
Nabi Hagai dan Zakaria adalah orang
sezaman dan tampil dalam situasi dan kondisi
Israel yang sama. Karena itu keduanya dapat
ditampilkan secara bersama-sama. Kedua nabi
itu berhasil mengobarkan semangat kaum
buangan yang barusan kembali, seperti
dikatakan oleh Ezra (bdk Ezr 5:1-6:14). Dalam
usahanya mengobarkan semangat bangsa

71
Yahudi, nabi Hagai dan Zakharia bertumpuh
pada karya yang sudah dimulai oleh nabi
Yehezkiel pada kaum buangan. Hagai dan
Zakharia kurang dipengaruhi oleh nabi
Deutero-Yesaya. Nabi Yehezkiel di masa
pembuangan sudah menggariskan dan
menggambarkan umat baru yang perlu dibina
setelah masa pembuangan. Umat baru itu
hendaknya menjadi suatu umat yang kudus dan
rajin beribadat dalam Bait Allah yang baru.
Maka pada jemaat baru itu, unsur utama yang
harus diperhatikan adalah ibadat dalam Bait
Allah, aturan tentang tahir dan najis, halal dan
haram. Perugas-petugas baru dalam lingkungan
umat Allah yang baru itu adalah para imam,
sedangkan raja sudah disingkirkan oleh
Yehezkiel. Nabi mencita-citakan suatu
pemerintahan teokrasi yang dipimpin oleh para
imam, yang sekaligus bertanggungjawab atas
pembinaan akhlak umat Allah.
12. KITAB NABI MALEAKHI
Dalam kitab ini terkumpul enam nubuat: 1:2-
5; 1:6-14+2:1-9; 2:10-16; 2:17-3:5; 3:6-13; 3:13-
18+4:1-6. Semua nubuat dalam kitab ini disusun
dalam bentuk dialog. Nabi dan Allah berbicara

72
dan orang-orang lain menanggapinya. Situasi
umat Israel pada zaman nabi Maleakhi tidak
beres. Rakyat lalu memberikan sumbangan bagi
ibadat, acuh tak acuh terhadap penyelenggaraan
ilahi, tidak segan memperisteri orang asing dan
menceraikan isteri bangsa Yahudi.
13. KITAB NABI YOEL
Pada zaman Noel ada bencana alam yang
melanda Israel. Ada bencana kelaparan dan
paceklik. Karena itu ibadat korban menjadi
terancam karena orang Israel mengalami
kekurangan makanan. Bencana ini mendorong
nabi Yoel untuk mengajak dan mengerahkan
para imam dan umat untuk mengadakan
upacara perkabungan dan pertobatan. Nabi
sangat memperhatikan ibadat dalam Bait Allah.
Bencana itu oleh nabi diartikan sebagai hukuman
Tuhan. Umat harus bertobat, dan bagi yang
bertobat dijanjikan pemulihan dan kesejahteraan.
14. KITAB NABI YUNUS
Kitab Yunus mau mengajar, menegur, dan
memperbaiki Umat Israel yang picik hati yang
dilambangkan oleh Yunus. Pada zaman itu Orang
Yahudi tidak hanya merasa diri sebagai Umat
Pilihan, tapi juga berpendapat bahwa mereka

73
adalah satu-satunya umat yang dikasihi Tuhan.
Allah tidak dapat mengasihi orang-orang jahat
(dilambangkan dengan kota Ninive). Maka
penulis kitab Yunus mau menegaskan bahwa
belaskasihan Allah merangkum semua manusia,
dan kasihNya tidak terbatas. Kitab Yunus
menentang kepicikan dan fanatisme orang
beragama yang cendrung menganggap dirinya
sebagai satu-satunya sasaran kasih Allah.
Pandangan yang benar adalah bahwa kasih Allah
merangkum semua orang tanpa pembedaan,
apapun suku dan agamanya.

3.6. PERJANJIAN BARU


3.6.1. NAMA DAN ISI KITAB SUCI
PERJANJIAN BARU
a)Nama
Anda pasti sudah mengetahui bahwa Kitab
Suci umat Katolik dibagi dua bagian yaitu
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Nama
“Perjanjian Baru” tidak ada dalam Alkitab
sebagai nama sebuah kitab. Nama Perjanjian
Baru dibuat sejalan dengan Kitab Suci umat
Israel (dan umat Kristen), sebab Kitab Suci itu
oleh Paulus disebut Perjanjian Lama (bacalah 2

74
Kor 3:14). Dengan Perjanjian Baru dilawankan
dengan Perjanjian Lama.Nama Perjanjian Baru,
menunjuk kepada seluruh isi alkitab jilid kedua
yang secara khusus menjadi Alkitab umat
Kristen. Isinya memang mengenai “Perjanjian
Baru” (bdk Luk 22:20; 1 Kor 11:25), yang oleh
Allah diikat dengan umat manusia melalui
Yesus Kristus. Perjanjian itu melanjutkan dan
bahkan meningkatkan perjanjian antara Allah
dengan Umat Israel. Oleh karena umat Israel
tidak setia, maka Allah memperbaharui dan
meningkatkannya dalam Yesus Kristus, Putera-
Nya. Perjanjian Baru itu tidak akan batal lagi
(baik dari pihak Allah atau manusia), karena itu
Perjanjian Baru itu juga disebut Perjanjian
Kekal, sebab hubungan Allah dengan manusia
di dalam Yesus Kristus tidak akan pernah putus
atau batal.
b) Isi
Kitab Suci Perjanjian Baru terdiri dari 27
tulisan. Semua tulisan itu dengan caranya
masing-masing berbicara tentang Yesus Kristus,
karya-Nya, tuntutan-Nya, hidup-Nya dan
sebagainya. Dari segi isi kita dapat

75
mengelompokkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke
dalam empat kelompok, yaitu:
1) Injil-injil
Kitab Suci Perjanjian Baru dibuka dengan
keempat Injil yang sebagian besar berupa
cerita-cerita. Cerita itu langsung mengenai
Yesus Kristus yang hidup di dunia mulai dari
kelahiran-Nya sampai dengan sengsara,
wafat, kebangkitan, penampakan-Nya
sesudah bangkit dari antara orang mati dan
kenaikan-Nya ke surga. Di dalamnya juga
berisi sabda-sabda-Nya dan karya-karya-Nya
selama hidup di dunia.
2) Kisah Para Rasul
Sesudah keempat Injil dikemukakan
sebuah tulisan yang diberi judul Kisah Para
Rasul. Kitab ini biarpun berjudul Kisah Para
Rasul tidak pertama-tama berisi tentang kisah
rasul-rasul Yesus, melainkan bercerita tentang
munculnya jemaat pertama/jemaat rasuli dan
perkembangannya selama kurang lebih 30
tahun. Tokoh utama kitab ini adalah Petrus
dan Paulus. Kisah Para Rasul berakhir dengan
cerita mengenai Paulus yang ditahan di
Roma.

76
3) Surat-surat
Sesudah Kisah Para Rasul ada 21 tulisan
yang disebut “surat”. Kata surat ini dipakai
dalam arti yang luas, karena jika diteliti
dengan benar ada beberapa karangan tidak
sungguh-sungguh berupa surat, melainkan
kumpulan nasihat atau petuah, misalnya
Yakobus, 1 Yohanes dan Ibrani. Surat yang
paling panjang adalah surat Paulus kepada
jemaat di Roma (16 bab), sedangkan yang
sangat pendek adalah Filemon dan 3 Yohanes
(hanya beberapa ayat saja). Pada umumnya
surat-surat ini berisi: Jawaban atas
permasalahan atau pertanyaan yang dihadapi
oleh jemaat atau orang tertentu; Ajaran-ajaran
dan nasihat-nasihat yang relevan untuk
kehidupan jemaat atau orang yang dituju oleh
surat tersebut
4) Wahyu
Tulisan terakhir dari Perjanjian Baru adalah
kitab Wahyu yang ditujukan kepada Yohanes.
Kitab ini berisi tentang serangkaian
penglihatan mengenai hal ihwal umat kristen
dan dunia seluruhnya ke masa depan, masa
terakhir. Kitab ini banyak menggunakan

77
lambang-lambang, sehingga tidak mudah
untuk dimengerti.

3.6.2. BAHASA DAN NASKAH-NASKAH


1) Bahasa
KS PB aslinya tidak ditulis ke dalam bahasa
kita, bahasa Indonesia, melainkan seluruh kitab
yang termasuk Perjanjian Baru sebagaimana yang
kita miliki sekarang, aslinya ditulis dalam Bahasa
Yunani.
2) Naskah
Naskah yang asli sudah hilang, yang tertua
adalah Sinaiticus (disimpan di London,
ditemukan di Gunung Sinai. Naskah ini ditulis
sekitar abad keempat. Naskah lain adalah
Vaticanus (sebab tersimpan di perpustakaan di
Vatikan). Naskah ini memuat hampir semua
Kitab Suci Perjanjian Baru, ditulis sekitar abad
keempat (300-350 Mas).

3) Pembagian teks
Semua kitab yang termasik Perjanjian Baru
mula-mula ditulis tanpa tanda baca tanpa
pembagian bab dan ayat. Pembagian ke dalam
bab-bab seperti yang kita miliki sekarang

78
dilakukan sekitar tahun 1200 dan diperkirakan
mulai digunakan oleh seorang Uskup dari
Canterbury Inggris yang bernama Stephanus
Langton. Pembagian ke dalam ayat-ayat pertama
dipakai dan dicetak oleh penerbit Robert
Stephanus di Paris pada tahun 1551.

3.6.3. TERJADINYA KITAB SUCI


PERJANJIAN BARU
Proses terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Baru
memerlukan waktu kurang lebih 80 tahun,
memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan
proses terjadinya Kitab Suci Perjanjian Lama yang
memerlukan waktu 1000 tahun lebih. Tulisan-
tulisan yang sekarang diterima sebagai Kitab Suci
dan termasuk ke dalam Perjanjian Baru tidak
langsung diakui atau diterima sebagai Kitab Suci
atau kitab kanonik. Itulah sebabnya pada bagian
ini kita akan membahas proses terbentuknya Kitab
Suci, pembentukan daftar resmi, kanon Kitab Suci
Perjanjian Baru, kitab apokrif dan Kitab Suci
sebagai firman Allah.

79
3.6.4. TULISAN-TULISAN PERJANJIAN BARU
3.6.4.1. INJIL
3.6.4.1.1. Arti Injil
Kata Injil adalah kata Arab, yang
diaslinya dari kata Yunani euaggelion. Kata
euanggelion, berasal dari kata eu=baik dan
aggello=mengabarkan, euaggelion=kabar
baik. Dari kata benda euanggelion”dibuat
dua kata kerja yaitu: “euaggelizesthai”dan
“euaggelizein”, yang artinya “menginjili”,
sedangkan kata “euaggelistes”adalah
“penginjil”.
Kata euaggelion, sebelum dipakai oleh
orang Kristen, oleh masyarakat Yunani
dipakai dalam arti: Kabar baik yang dibawa
oleh utusan (kabar kelahiran, kabar
kemenangan perang, pemilihan gubernur
dan sebagainya); Upah atau hadiah yang
diberikan kepada utusan yang membawa
kabar baik, misalnya seorang budak diberi
hadiah kebebasan karena telah
menyampaikan kabar baik tentang
kemenangan perang; Pemberian-pemberian
kurban yang dipersembahkan kepada
dewa- dewi karena datangnya kabar baik,

80
yang biasanya adalah kabar kemenangan
atau kabar yang menggembirakan.
Dalam Perjanjian Lama, kata Injil
merupakan terjemahan dari kata Ibrani
besorah. Pada awalnya kata besorah berarti
kabar baik yang berkaitan dengan
kemenangan. Kata itu dipakai dalam
lingkup politik, untuk mewartakan
kemenangan atas lawan-lawan (Lih 2 Sam
18:19). Mulai abad ke VI-V seb. Mas, kata
ini mulai dipakai dalam makna keagamaan
dan pertama kali dipakai Deutero Yesaya:
Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-
bukit kedatangan pembawa berita, yang
mengabarkan berita damai dan memberitakan
kabar baik, yang mengabarkan berita selamat
dan berkata kepada Sion: Allahmu itu Raja (Yes
52:7; bdk 40:9). Dalam teks ini kata
besorah/Injil diartikan sebagai kabar baik
tentang karya keselamatan Tuhan sebagai
Raja.
Kata Injil dan menginjil dalam Perjanjian
Baru pertama-tama mempunyai arti yang
sama dengan Perjanjian Lama yaitu kabar
baik, khususnya mengenai kemuliaan Allah

81
sebagai Raja. Yesus berkata: Äku harus
Yesus berkata: “Aku harus memberitakan
Injil Kerajaan Allah” (Luk 4:43). Injil berarti
khabar baik, berita gembira tentang Allah.
Kata Injil dipakai oleh para rasul atau
murid-murid Yesus, dan kata Injil ini selalu
dikaitkan dengan kabar baik dalam
hubungannya dengan karya keselamatan
yang dilaksanakan oleh dan dalam Yesus.

3.6.4.1.2. YESUS MENURUT KEEMPAT


INJIL
1. YESUS MENURUT INJIL MARKUS
1.Yesus Tukang kayu, Orang Nazaret, Anak
Maria dan seorang Manusia
Menurut Markus Yesus pertama-tama adalah
seorang tukang kayu. Yesus disebut orang
Nazaret karena berasal dari sana.Yesus adalah
seorang manusia yang hatinya mudah tergerak
oleh belas kasihan (1:41) yang dapat berkata
keras (1:4), marah dan sedih (3:5) heran (6:6),
menaruh kasih (10:21), dan menyayangi anak-
anak (9:36; 10:16). Yesus adalah sungguh-
sungguh manusia.

82
2.Yesus Rabbi atau Guru
Markus tahu bahwa murid-muridnya yang
pertama mengikuti-Nya sebagai Rabbi atau
Guru dan inilah anggapan umum terhadap
Yesus. Gelar Rabbi adalah gelar kehormatan
yang diberikan sebagai pengakuan akan
wibawa pribadi-Nya, yang praksis sama dengan
Guru (4:38; 5:35).

3.Yesus Tuhan
Bagi Markus Tuhan adalah Bapa (bdk 5:19).
Wanita Kanaan menyebut Yesus Tuhan sekedar
untuk sopan santun (7:28). Gelar itu juga
dipakai oleh Yesus untuk menyebut dirinya
sendiri (11:3). Kalau gelar itu dimengerti dalam
rangka masuknya Yesus ke Yerusalem memang
mempunyai warna Mesianis. Namun pada
umumnya gelar Tuhan dalam Markus untuk
memperlihatkan gelar yang sedikit lebih tinggi
daripada gelar Guru.

4.Yesus Anak Daud dan Kristus


Gelar Yesus sebagai Anak Daud yang
dipakai oleh Bartimeus orang buta itu (10:47 dst)
mengungkapkan harapan Israel dengan sangat

83
baik, bahwa Yesus adalah Mesias keturunan
Daud yang memenuhi harapan Israel. Hanya
saja gelar ini dengan mudah dimengerti dalam
garis mesianisme politik, maka perlu penjelasan.
Yesus tidak menyangkal bahwa diri-Nya adalah
Mesias keturunan Daud, tetapi juga
menunjukkan bahwa Mesias adalah lebih
daripada itu. Dia adalah Mesias menurut
rencana Allah yang sudah dinubuatkan dalam
Kitab Suci (bdk 8:31).

5.Yesus Anak Allah


Pada waktu dibaptis, oleh Allah Yesus
diperkenalkan sebagai Putra-Nya. Sejak awal
penampilan-Nya, Yesus telah menunjukkan
bahwa Dia bertindak dengan wewenang dan
wibawa ilahi. Ajaran-Nya yang baru didasarkan
pada wibawa-Nya sendiri dan bukan pada
wibawa Musa atau tradisi Yahudi.

6.Yesus Anak Manusia


Gelar ini menunjukkan aspek transcendental
pribadi Yesus. Dalam Injil Markus gelar tersebut
dipakai oleh Yesus sendiri. Dengan gelar Anak
Manusia dimaksudkan tokoh pada akhir zaman

84
(eskatologis) yang turun dari dunia ilahi sebagai
hakim. Dengan demikian gelar Yesus sebagai
Anak Manusia berarti: Dia adalah Hakim Akhir
zaman, yang memiliki kuasa Ilahi, dan diutus
Bapa untuk menyelamatkan manusia melalui
sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.

7.Yesus, Hamba Yahweh yang Menderita


Injil Markus memperlihatkan model
pelaksanaan perutusan Yesus ialah Hamba
Yahwe seperti dinubuatkian oleh kitab Yesaya
(Yes 42:1-9; 52:13-53:12). Suara surgawi pada
waktu Yesus dibaptis dan dalam peristiwa
transfigurasi menunjukkan jalan mana yang
harus ditempuh Yesus, yaitu Hamba yang
melayani. Lebih lanjut dalam nubuat
sengsaranya (8:31; 9:31; 10:33 dst) berhubungan
dengan hamba Yahweh. Artinya Yesus akan
menyerahkan hidupnya demi keselamatan
orang lain. Berkaitan dengan gelar ini ada dua
hal yang mau ditonjolkan yaitu, pertama, Yesus
sebagai Mesias akan melaksanakan tugasnya
sebagai Hamba yang melayani, kedua, Yesus
bersedia mengorbankan hidup-Nya demi
keselamatan manusia.

85
8. Yesus Kristus, Anak Allah yang Tersalib
Yesus adalah Anak Allah, Anak Manusia.
Kedatangan-Nya dengan mulia dan kuasa
sebagai hakim dan juru selamat (13:27) tidak
lama lagi dinantikan (13:26; 14:62). Tetapi tidak
boleh dilupakan bahwa Anak Manusia yang
berkuasa dan jaya itu tidak lain dari Anak
Manusia yang di dunia (2:10.28) melayani,
menderita dan mati (9:12; 10:34). Itulah jalan
menuju kemuliaan dan kejayaan-Nya. Yesus,
Anak Manusia yang di dunia direndahkan,
ternyata Anak Allah yang tersalib.

2. YESUS MENURUT INJIL MATIUS


1.Yesus, Sang Guru
Matius menampilkan Yesus pertama-tama
sebagai Guru, bahkan satu-satunya guru, sedang
kita semua adalah murid-murid-Nya (23:8).
Sebagai guru Yesus memberikan pengajaran dan
pengetahuan kepada murid-Nya mengenai
Kerajaan Allah.

2.Yesus, Mesias yang dijanjikan kepada umat


Israel, Anak Daud yang diurapi (Kristus)

86
Yesus adalah pemenuhan janji Allah kepada
bangsa Israel, sebagaimana diwartakan dalam
Perjanjian Lama. Dengan demikian Yesus adalah
Mesias. Itulah sebabnya Matius banyak kali
mengutip Perjanjian Lama untuk menunjukan
bahwa Yesus memenuhi harapan Israel dan
nubuat Perjanjian Lama.

3.Yesus, Musa Baru


Bagi bangsa Israel Musa adalah salah satu
tokoh utama di samping Daud dan Abraham.
Musa adalah pembebas, yang membebaskan
bangsa Israel dari perbudakan di Mesir (bdk Kel 2-
15). Maka jika Yesus disebut Musa baru berarti ia
adalah tokoh yang memimpin pembebasan dari
perbudakan dosa secara definitif (2:13-15). Ia pula
yang memaklumkan hukum baru di atas gunung
(5-7). Ia adalah guru kebenaran yang mengajar
bagaimana caranya hidup dalam Kerajaan Allah.

4.Yesus, Hamba Tuhan


Matius merupakan satu-satunya penginjil yang
secara eksplisit menerapkan nyanyian Hamba
Yahwe pada Yesus (12:18 = Yes 42:1; 8:17=Yes
53:4). Dalam Mat 12:16-21 kutipan dipakai untuk

87
menerangkan bagaimana Yesus dalam karya-Nya
yang menakjubkan, tetap menyatakan diri sebagai
hamba yang rendah hati dan lemah lembut.

5.Yesus, Anak Manusia


Gelar ini berlatar belakang pada kitab Daniel bab 7
yang menggambarkan seorang tokoh surgawi,
yang diberi kekuasaan oleh Allah menjadi hakim.
Orang Yahudi sangat mengharapkaan kedatangan
tokoh tersebut sebagamana terungkap dalam
tradisi Apokaliptik. Bagi Matius, Yesus adalah
Anak Manusia yang diharapkan tersebut.
Kedatangan Anak Manusia sama artinya dengan
saat di mana Kerajaan Allah secara definitif masuk
ke dalam sejarah. Ini semua terjadi pada peristiwa
kebangkitan. Kebangkitan adalah pelantikan Yesus
sebagai Anak Manusia yang diberi kuasa di surga
dan di bumi (28:18).

6.Yesus, Anak Allah


Sejak awal injilnya Matius mengajak para
pembaca untuk mengakui bahwa dalam diri
Yesus, orang yang secara lahirlah itu sama dengan
orang lain, tersembunyi misteri pewahyuan yang
paling dalam: bahwa Ia adalah Anak Allah.

88
Rahasia Yesus sebagai Anak Allah itu akhirnya
dinyatakan sendiri oleh Bapa dalam peristiwa
baptisan: Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah
Aku berkenan (3:17). Ketika Ia tampil di depan
umum, Ia dikenal pula sebagai Anak Allah (14:33).
Orang-orang yang dikatakan dalam 14:33 adalah
wakil jemaah yang menyembah Yesus sebagai
Anak Allah. Pengakuan Petruspun berbunyi:
Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup (16:16).
Pengakuan itu adalah pewahyuan Bapa kepada
Petrus (16:17). Gelar Anak Allah juga terungkap
dalam perintah perutusan pada akhir Injil (28:19).

7.Yesus, Tuhan yang Menyertai Gereja-Nya


Sejak permulaan, Yesus ditampilkan oleh
Matius sebagai Tuhan yang mulia yang disembah
oleh jemaat. Banyak peristiwa yang dikisahkan
dalam Injil sesungguhnya berlatar belakang situasi
jemaat: orang majus yang menyembah kanak-
kanak Yesus (2:2-11); para murid yang dalam
angin ribut berteriak kepada Tuhan memohon
pertolongan(14:33). Dengan cara itu Matius
menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang
terus melanjutkan karya penyelamatan-Nya,
khususnya dalam jemaat.

89
3. YESUS MENURUT INJIL LUKAS
1. Yesus Tuhan, Raja Mesias
Elisabeth menyebut Maria dengan sebutan “Ibu
Tuhanku”(1:43). Sebutan ini berarti mau
mengatakan bahwa bayi yang dikandung Maria
adalah Tuhan. Jelaslah bahwa Yesus adalah
Tuhan.

2. Yesus Tuhan, Penyelamat


Tiga kali dalam tulisan Lukas Yesus disebut
Juruselamat (2:11; Kis 5:31; 13:23). Di samping
sebutan eksplisit tersebut, ada beberapa
pernyataan yang mengemukakan gagasan
penyelamatan (1:69.71.77; 2:30; 19:9). Sebutan
Juruselamat ini juga erat kaitannya dengan
sebutan Yesus sebagai Tuhan yang nampak dalam
karya-Nya.

3. Yesus Tuhan, Guru bagi Gereja


Yesus Tuhan aktif berkarya dalam pewartaan
sabda dan perutusan para pelayan. Dalam kisah
Yesus mengunjungi Maria dan Marta (10:38-42),
dua kali Yesus disebut Tuhan. Tuhan yang
bersabda memiliki wibawa yang jauh melebihi

90
wibawa orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (11:39-
52). Dengan wibawa-Nya Yesus memberi “kunci
pengetahuan baru”(11:52) untuk hidup dalam
Gereja.

4. Yesus Anak Allah


Ketika Yesus disidang di hadapan Mahkamah
Agama dan diminta untuk mengatakan apakah Ia
Mesias, Yesus ternyata tidak memberikan
tanggapan (22:66-71). Yesus malah berbicara
tentang Anak Manusia yang mulai sekarang sudah
duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahatinggi
(22:69). Dalam arti umum sebutan Anak- Allah
dapat dipakai siapa saja di Israel. Namun dengan
latar belakang Perjanjian Lama yang sangat kuat
(Yes 43:10; 46:4; 48:12), Yesus menyatakan diri-Nya
dengan cara seperti itu sama dengan
menyejajarkan diri dengan Allah.

5. Yesus Nabi
Yesus adalah nabi. Kematian-Nya pun adalah
kematian seorang nabi (13:33). Kisah utama yang
menampilkan Yesus sebagai nabi dalam Luk 7:11-
50. Sebagai nabi Yesus diutus untuk menyatakan
Allah. Allah itu murah hati kepada semua orang.

91
Kemurahan hati Allah inilah yang dinyatakan
Yesus dalam memberi hidup pemuda yang mati
dan pengampunan kepada perempuan yang
berdosa.

6. Yesus Tuhan selalu berbaik hati dan berbelas


kasih
Lukas sangat memperlihatkan Yesus sebagai
tokoh yang selalu baik hati dan berbelas kasih.
Kalaupun Yesus mengecam manusia dan
mengancamkan dengan hukuman, namun itupun
didorong oleh kasih-Nya (23:8dst). Yesus berbelas
kasih terutama terhadap mereka yang di salah satu
bidang hidup lemah dan tidak berdaya.

7. Yesus, Manusia di hadapan Allah


Meskipun Lukas mengutamakan gelar-gelar
Yesus sebagai Kristus dan Tuhan, namun ia tidak
mengesampingkan begitu saja gambar Yesus
sebagai manusia yang sempurna. Yesus
menghayati semua yang diwartakan-Nya dengan
sempurna. Dengan demikian Ia adalah “model,
typos” manusia yang sempurna, yang sudah
diciptakan secara baru oleh roh dan hidup
menurut kehendak Bapa. Arah hidup-Nya adalah

92
melaksanakan kehendak Bapa-Nya (2:49). Murid-
murid-Nya begitu terkesan, sehingga mereka pun
ingin diikutsertakan dalam misteri hubungan-Nya
dengan Bapa (11:1).

4. POKOK-POKOK TEOLOGIS INJIL


YOHANES
1.Yesus Kristus
Injil keempat bermaksud agar iman akan Yesus
Kristus terus dipelihara dan diteguhkan. Yesus
Kristus itulah yang harus diimani. Dengan
demikian Yesus Kristus menjadi titik tolak dan
pusat teologi Injil Yohanes. Yesus adalah Mesias:
pembawa keselamatan yang dijanjikan dalam
Alkitab dan diharapkan oleh umat Yahudi.
Kemesiasan Yesus terletak dalam hal memberi
kesaksian tentang kebenaran. Dengan kata lain
kemesiasan Yesus merupakan pernyataan Allah
(8:40). Kemesiasan Yesus secara penuh nampak
dalam gelar kedua yaitu Yesus sebagai Anak
Allah. Pengakuan iman Kristen memaklumkan
mesianisme Yesus melebihi semua pengharapan-
pengharapan Yahudi. Misteri iman Gereja purba
adalah Firman yang menjelma sebagai Anak
Tunggal Bapa (1:14; bdk 1 Yoh 1:3; 3:8.23). Iman

93
akan Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah
mempunyai kekuatan penyelamatan; dalam nama-
Nya orang beriman memperoleh keselamatan.
2.Aktualisasi Eskatologi
Dalam rumusan dasar soteriologis
barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh
hidup yang kekal terlihat teologi Yohanes
yakni aktualisasi eskatologi. Semula di luar
tulisan-tulisan Yohanes “hidup abadi”
adalah konsep eskatologis yang menunjuk
masa depan. Tetapi dalam Yohanes “hidup
abadi” dimengerti dalam arti bahwa
anugerah keselamatan sudah hadir.
Hakekat keselamatan sudah dapat dicapai
dalam iman akan Yesus Kristus. Yohanes
juga melihat peristiwa eskatologis di masa
depan (lih 6:39.40.44.54; 12:48; kebangkitan
badan dan pengadilan menurut perbuatan,
5:28-29; juga “hidup abadi”dalam arti masa
depan, 12:25). Logos hadir dalam Yesus di
dunia, kekuasaan Tuhan yang ditinggikan
dan dimuliakan. Dia sudah hadir dalam
firman dan karya keselamatan-Nya. Dalam
Yohahes, Kristus adalah sungguh-sungguh
‘kekinian eskatologis.’

94
3. Mistik dan Etik
Apa yang disebut mistik dalam Yohanes,
nampak dalam istilah-istilah “en”(dalam) dan
“menein en”(tinggal dalam) Kristus dan melalui
Dia dalam Allah, dalam perspektif teologi Yohanes
mendapat arti yang khusus. Kesatuan antara orang
beriman dengan Kristus bukanlah mistisisme di
luar waktu (lepas dari sejarah), melainkan
merupakan pelaksanaan penuh dari persahabatan
Yesus dengan murid-murid-Nya yang
dimungkinkan sesudah kemuliaan-Nya.
4. Eklesiologi dan Misiologi (Gereja dan
Perutusan)
Murid-murid dalam Injil Yohanes adalah wakil
dari Gereja dengan tugas perutusannya (bdk 4:38;
17:18.20-21). Murid-murid nampak sebagai
kawanan orang beriman yang diserahkan Bapa
kepada Anak (10:1-18.26-29 dan dalam gambaran
pokok anggur dengan carang-carangnya, 15:1-8).
Hal itu dikisahkan sedemikian rupa sehingga
termasuk orang-orang beriman kemudian.
5. Sakramen
Ajaran tentang Pembaptisan dan Ekaristi dapat
dijumpai dalam bab 3 dan 6 (barangkali juga

95
dalam pembasuhan kaki dan dalam 19:34-35). Teks
19:34-35 memperlihatkan bahwa bagi Yohanes
sakramen-sakramen ini berasal dari penderitaan
dan kematian Yesus. Teks 1 Yoh 5:6-7 berbicara
tentang air dan darah. Hal ini bisa dikaitkan juga
dengan kedua sakramen ini.

3.6.4.2. KISAH PARA RASUL


Pokok-pokok ajaran Kisah Para Rasul:
1. Keselamatan
Kristus, dan hanya Kristus yang membawa
keselamatan (4:12). Keselamatan itu adalah
hasil dari penyaliban, kebangkitan dan
peninggian Kristus (5:30-31). Keselamatan
dilukiskan sebagai pengampunan dosa
disertai dengan tobat (5:30-31; 10:43; 26:18).
Keselamatan diperoleh dengan iman (2:21;
10:43; 13:39) yang diungkapkan dalam
pembaptisan (2:38; 8:38; 16:31-33).
2. Kristologi
Biarpun di dalam Kisah Para Rasul tekanan
pada Roh Kudus, tetapi di dalamnya kita juga
dapat menemukan ajaran tentang Kristus atau
kristologi. Kristologi dalam Kisah Para Rasul

96
sungguh-sungguh mengungkapkan iman para
rasul.
3. Sakramentologi
Sakramen Permandian sebagai sakramen
pertama. Para Rasul nampaknya hanya
dibaptis dalam Roh Kudus (1:5) dalam
peristiwa pentakosta. Akan tetapi untuk
semua orang Kristen lain berlakukan
pembaptisan dalam air dan Roh. Sakramen
penguatan sebagai sakramen inisiasi yang
kedua dalam Kis 8:15-17. Ekaristi kudus
disebut “pemecahan roti”(2:42).
4. Roh Kudus
Roh Kudus adalah Roh Yesus. Kisah Para
Rasul juga disebut “Injil Roh Kudus”, artinya
Kabar Baik mengenai Roh Kudus dan
berisikan Roh Kudus. Peranan dan kedudukan
aktual Yesus kini dilaksanakan oleh Roh-Nya.
Roh Kudus adalah daya penggerak
penyebaran Injil sampai ke ujung bumi.
5. Eklesiologi
Para pengikut Yesus pada mulanya diberi
sebutan “mereka yang mengikuti jalan”.
Kemudian di Antiokhia pengikut “jalan” ini
untuk pertama kalinya disebut

97
“Kristen”(11:26), artinya pengikut Kristus,
atau milik Kristus. Murid-murid Yesus juga
disebut “Gereja” (ekklesia). Dalam Perjanjian
Lama istilah ini berarti Umat Allah, terutama
selama berada di padang gurun (7:38).

3.6.4.3. SURAT-SURAT
3.6.4.3.1. SURAT-SURAT PAULUS
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terkumpul 14
kitab yang dikelompokkan ke dalam surat-surat
Paulus. Dari 14 surat ini surat Ibrani tidak
memakai nama Paulus dan dewasa ini para ahli
yakin bahwa surat Ibrani jelas tidak berasal dari
Paulus. Dengan demikian ada 13 surat yang
memakai nama Paulus sebagai penulis. Namun
demikin tidak semua surat yang memakai nama
Paulus sesungguhnya berasal dari Paulus. Dari 13
surat yang memakai nama Paulus, menurut para
ahli yang pasti berasal dari Paulus adalah: 1
Tesalonika; 2 Tesalonika; 1 Korintus; 2 Korintus;
Galatia; Roma; Filipi; Kolose; Filemon. Dari 13
surat yang memakai nama Paulus, menurut para
ahli yang tidak berasal dari Paulus adalah: 1
Timotius; 2 Timotius; Titus. Ada satu surat yang
masih diperdebatkan, ada yang berpendapat dari

98
Paulus ada pula yang berpendapat tidak dari
Paulus, yaitu surat Efesus.

3.6.4.3.2. SURAT-SURAT KATOLIK


Ketujuh surat Perjanjian Baru yaitu Surat
Yakobus, Surat pertama dan kedua Petrus, surat
pertama, kedua dan ketiga Yohanes serta surat
Yudas dikelompokkan ke dalam kelompok surat-
surat Katolik. Untuk itu perlu dimengerti apa yang
dimaksudkan dengan istilah “Katolik”. Ada dua
kemungkinan. Pertama, tulisan-tulisan itu disebut
“Katolik” oleh karena dialamatkan kepada umum
(kata “Katolik” berarti umum) dan tidak ditujukan
kepada jemaat tertentu. Jika dalam arti demikian
maka istilah ‘Katolik’ hanya dapat dikenakan pada
Yak, 2 Ptr, 1 Yoh dan Yud. Tetapi tidak dapat
dikenakan pada 2 Yoh (yang dialamatkan kepada
jemaat tertentu yaitu Ibu yang terpilih dan anak-
anaknya), 3 Yoh (yang dialamatkan kepada orang
tertentu yaitu Gayus dan 1 Ptr yang dialamatkan
kepada sejumlah orang Kristen di daerah tertentu,
kepada orang-orang pendatang di Pontus, Galatia,
Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia. Kedua,
Kemungkinan kedua, kata “Katolik” harus

99
dimengerti bahwa surat-surat tersebut oleh umat
Kristen “umum” diterima sebagai Kitab Suci.

3.6.4.4. KITAB WAHYU


Kitab Wahyu membaca kenyataan dunia dan
sejarahnya dalam terang iman, artinya dalam
rangka karya penyelamatan Allah. Kitab Wahyu
memandang sejarah sebagai peperangan antara
kekuatan kebaikan melawan kekuatan jahat.
Peperangan itu terjadi di dunia dalam tingkat
manusia. Sejarah umat manusia ini menjadi
perhatian utama kitab Wahyu. Hanya saja realitas
itu mengatasi kekuatan manusia: ada kekuatan
jahat yang semakin muncul, dalam berbagai
macam tingkatan wujudnya dan seringkali
dikemukakan dalam bentuk lambang-lambang
binatang; di lain pihak ada malaikat-malaikat yang
ikut campur tangan dalam sejarah menjadi
pengantara antara Allah dan manusia dalam
peperangan melawan kekuatan jahat.

100
BAB IV
SEPULUH PERINTAH ALLAH

4.1. Gambaran Umum tentang Sepuluh Perintah


Allah
Istilah dekalog (dekalogos) untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh Klemens dari
Alexandria. Term dekalog digunakan untuk
mengungkapkan Sepeluh Perintah Allah yang
terdapat dalam Kitab Keluaran 20: 2-17. Angka 10
adalah lambang kesempurnaan atau kepenuhan.
Dalam dekalog Allah hadir sepenuhnya dan
menyatakan cintaNya kepada umat Israel dan
umat Israel juga menyatakan cintanya sepenuhnya
kepada Yahwe.
Dewasa ini kita memiliki dua redaksi dekalog
yang terdapat dalam dua kitab, yaitu Kitab
Keluaran 20: 2-17 dan Kitab Ulangan 5:6-21. Teks
dekalog dalam Kitab Keluaran berasal dari tradisi
Elohista, sedangkan teks dekalog dalam Kitab
Ulangan berasal dari tradisi Deuteronomis. Hal ini
mengisyartakan bahwa rumusan dekalog
mengalami proses peredaksian. Meskipun

101
dirumuskan secara sedikit berbeda dalam dua
kitab itu, namun isinya tetap sama. Selain
mengalami, proses predaksian, dekalog itu juga
dipengaruhi oleh tradisi bangsa sekitar Israel.
Tekanan utama dalam dekalog adalah perjanjian
antara Allah dengan umat Israel. Bangsa sekitar
Israel juga mengenal adanya peraturan atau
perjanjian antara raja yang menang dengan raja-
raja dengan kalah. Karena itu, dekalog hendaknya
dilihat dalam keseluruhan eksistensi dan sejarah
perkembangan situasi dan iman umat Israel. Ia
tidak boleh dipandang terbatas pada peristiwa
theofani (penampakan diri Allah di Sinai).
Perbedaan tradisi yang menghasilkan atau
yang meredaksi rumusan dekalog meyebabkan
adanya perbedaan rumusan dalam beberapa
perintah yang terdapat dalam dakalog. Perbedaan
itu bisa kita lihat misalya, motivasi beristirahat
pada hari Sabat. Dalam Keluaran, istirahat pada
hari Sabat dihubungkan dengan Karya Penciptaan
Allah. Sedangkan istirahat pada hari Sabat dalam
kitab Ulangan berkaitan dengan kehidupan orang
Israel di tanah perbudakan Mesir. Perintah yang
sama juga dikemukakan dengan cara yang
berbeda. Kitab Keluaran mewajibkan untuk

102
merayakan Sabat, sementara Kitab Ulangan
memerintahkan mentaati perintah hari ke tujuh.
Dalam perintah terakhir, Kitab Ulangan
menempatkan wanita sebelum rumah sebagai
obyek, sementara Kitab Keluaran menyebut
wanita dan menempatkannya di antara barang-
barang yang dimiliki.
Selain ada perbedaan, kita juga melihat
adanya kesamaan dalam kedua teks yang memuat
dekalog. Kesamaan antara keduanya terletak pada
beberapa hal. Pertama, kedua perintah pertama
(larangan tentang menyembah dewa lain dan
membuat patung dewa-dewa lain) diungkapkan
sebagai kata-kata Allah dalam persona pertama,
sedangkan yang lain hanya sebagai kata-kata para
nabi, pewarta kehendak Allah yang muncul dalam
Persona III. Kedua, hanya dua perintah (istirahat
Sabat dan menghormati orang tua) dirumuskan
dalam bentuk positip, sedangkan selebihnya
diungkapkan dalam bentuk negatif, yakni berupa
larangan. Ketiga, beberapa perintah diformulasikan
secara singkat dan padat, sedangkan yang lainnya
mempunyai formulasi yang lebih analitis dan
terikat pada motivasi-motivasi tertentu.

103
Perjanjian di Sinai merupakan puncak dari
perjalanan Israel menuju Tanah Terjanji. Allah
mengikat relasi-Nya dengan Israel dalam sebuah
perjanjian. Perjanjian menjadi dasar relasi antara
Allah dengan umat Israel. Isi pokok perjanjian itu
adalah bahwa Allah membuat Israel menjadi
bangsa-Nya dan Allah menjadi pelindung dan
penjamin dasar hidup mereka. Dari pihak Israel
juga dituntut kesetiaan. Israel harus percaya
bahwa hanya Allah satu-satunya yang dapat
meyelamatkan mereka. Itu berarti bahwa jati diri
bangsa Israel ditentuka oleh perjanjian. Kesetiaan
pada perjanjian menjadi conditio sine quo non untuk
melanggengkan relasi dengan Allah.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita melihat
bahwa dekalog yang terdapat dalam Kitab
Keluaran dan Ulangan itu bukan sesuatu yang
dirumuskan sekali jadi, tetapi melewati proses
peredaksian dan didasarkan atas sumber yang
beerbeda. Dengan demikian dekalog tidak
terbentuk sebagai suatu yang tertutup dalam
dirinya sendiri. Dia tidak memiliki asal yang
otonom. Dekalog terbentuk dalam proses
perkembangan dan bergantung pada banyak
sumber atau tradisi.

104
4.2. Bentuk Perumusan Dekalog
Dekalog adalah bentuk perintah langsung
yang mengandung tuntutan absolut. Bentuk ini
disebut bentuk apodiktis. Dalam arti bahwa
perumusan perintah dalam dekalog itu tidak
didasarkan atas deskripsi dan analisis kasus
tertentu lalu dirumuskan larangan berbdasarkan
analisis kasus itu. Bentuk perintah dalam dekalog
itu langsung atau apodiktif. Dekalog dirumuskan
dalam bentuk negatip (larangan) kecuali perintah
III dan IV.
Dekalog dibuka dengan pendahuluan di mana
Yahwe menyatakan diri-Nya. Pendahuluan ini
disusul dengan prolog historis berupa dasar
Perjanjian yakni karya agung Allah atau magnalia
Dei dan sejarah terbentuknya Umat Israel,
menyusul 10 Firman atau Perintah. Prolog historis
ini sangat penting untuk menyadarkan bangsa
Israel akan keberpihakan Allah terhadap sejarah
hidup mereka. Allah telah membebaskan mereka
dari perbudakan Mesir. Peristiwa historis ini harus
menjadi tanda besar mengingatkan Israel akan
cinta dan perhatia Allah kepada mereka.

105
Perintah-perintah ini dibagi atas dua bagian.
Yang pertama, hukum yang mengatur hubungan
Israel dengan Yahweh (perntah I-III). Yang kedua,
hukum yang mengatur hubungan antara sesama
Israel (IV-X). Ketaatan terhadap kesepuluh hukum
Allah merupakan jawaban dari pihak manusia
terhadap janji Allah. Pembagian ini membantu kita
untuk membuat refleksi atas segala tindakan kita.
Dengan pembagian seperti ini kita akan bisa
melihat pola hidup kita dengan Allah dan juga
dengan sesama.

4.3. Penguraian Tiap-Tiap Perintah atau Firman


Secara garis besar, tiga perintah atau firman
pertama berkaitan dengan kewajiban manusia
dalam relasi dengan Allah. Yahwe adalah Allah
yang Maha Kudus. Karena itu Israel sebagai
umat-Nya harus menunjukkan sikap yang pantas
dan layak dalam berelasi dengan-Nya. Israel
harus memberikan penyembahan yang ekslusif,
yakni hanya kepada Yahwe. Tujuh perintah
berikutnya (perintah IV-X) mengantur pola hidup
bangsa Israel dalam hubungan dengan sesama.
Arus pemikiran yang utama dalam ketujuh
perintah ini adalah cinta kasih kepada sesama.

106
Kepatuhan kepada Allah yang digariskan dalam
perintah pertama sampai ketiga harus
diwujudnyatakan dalam cinta kasih dan
penghargaan terhadap martabat sesama.

4.3.1. Firman I: Jangan Menyembah Berhala,


Berbaktilah kepada-Ku saja dan Cintailah
Aku Lebih dari Segala Sesuatu.
Perintah I menyatakan eksklusivitas Yahwe
bagi Israel. Latar belakang dari larangan ini
adalah lingkungan politheistis yang mengitari
bangsa Israel. Bila Israel memahami Yahwe
dengan segala karya Agung yang membebaskan
mereka dari Mesir dan menuntun mereka ke tanah
terjanji, maka mereka tidak akan mungkin
memalingkan diri dari pada Yahwe dan
menyembah dewa/i bangsa kafir.
Pernyataan ini tidak bermaksud mengingkari
eksistensi realitas ilahi lainnya, tetapi secara
implisit menyebutnya. Larangan ini mengeluarkan
dewa-dewa lain sebagai obyek sembahan bangsa
Israel. Hal ini tidak hanya bermaksud menekankan
iman kepada Yahwe yang bersifat monoteistis,
tetapi juga monolatria yakni penghormatan dan
penyembahan hanya kepada Yahwe sebagai satu-

107
satuNya realitas ilahi, yang pertama dan yang
terakhir bagi bangsa Israel.
Allah tidak menghendaki Israel
mempersempit kehadiran-Nya dalam patung yang
mereka hasilkan. Perintah ini bertentangan dengan
tendensi bangsa-bangsa tetangga Israel yang
dalam pertemuan dan ibadahnya menghadirkan
secara penuh dewa/inya berupa lukisan dan
patung. Perintah ini ingin melindungi kebebasan
Yahwe. Bagi Israel menghadirkan Allah dalam
bentuk lukisan dan patung berarti memperkecil
peranan Yahwe. Allah menjadi obyek karya
manusia sampai manusia dapat menguasainya.
Melukiskan dan membuat patung Yahwe berarti
membatasiNya dalam rupa atau wujud-wujud
tertentu. Hal ini bertentangan dengan eksistensi
Allah sendiri yang tak terbatas. Yahwe bukanlah
Allah yang dapat dikuasai oleh manusia.
Sehubungan dengan Pemakaian gambar dan
patung dalam Gereja dimengerti dalam artian
simbolis yang melambangkan sejumput realitas
ilahi yang dapat dimengerti dan dialami oleh
manusia. Orang Katolik sama sekali tidak
bermaksud untuk menyembah patung dan
menyamakannya dengan Allah. Semua istilah,

108
kata, ungkapan religius, dan filosofis hanyalah
merupakan bantuan, usaha untuk mengalami dan
merasakan realitas ilahi yang jauh mengatasi dan
tak terjangkau budi. Dengan memandangnya, kita
lebih mudah dapat mengenangkan kehidupan dan
teladannya bagi kita.
Dalam pemahaman Gereja, perintah ini secara
serentak adalah sebuah perintah positip dan
larangan negatip. Secara positip perintah ini
melukiskan sebuah praktik kebajikan religus dan
secara negatip ia melarang segala dosa yang
bertentangan dengan agama. Kebajikan moral
yang lahir dari perintah ini adalah kita diarahkan
untuk memberi kepada Allah Ibadah yang
menjadi hakNya. Hak Allah berakar pada
kekuasaan mutlaknya atas kita.
Gereja Katolik membedakan Ibadah
penyembahan (adoration) yang diberikan kepada
Allah dan penghormatan (veneration) yang
diberikan kepada para malaikat dan orang kudus.
Hanya Allah yang harus disembah karena
kemuliaanNya yang tak terbatas. Para kudus
berhak dihormati hanya karena kedekatannya
dengan Tuhan. Yang paling penting adalah bahwa
penghormatan tersebut bertujuan untuk selalu

109
mengenangkan kebajikan-kebajikan mereka dan
mencontohi teladan hidup mereka yang baik,
tanpa menggantikan Allah dan PutraNya Yesus
sebagai Penebus dan Penyelamat satu-satunya.

4.3.2. Firman II: Jangan Menyebut nama Tuhan


AllahMu, dengan Tidak Hormat
Perintah ini bermaksud melindungi nama
Yahwe bukan saja dari sumpah palsu, tetapi dari
segala bentuk penyalahgunaan, seperti praktik
magis, profanasi yang ilahi, dan ristus-ritus
takhyul. Nama selalu menunjukkan pribadi,
hakekat dari sesuatu, atau seseorang. Menyebut
nama berarti menghadirkan pribadi terntentu
dengan kekuatannya. Menyebut nama Yang Ilahi
berarti menghadirkan Yang Ilahi. Karena Yang
Ilahi itu mahakudus maka nama-Nya hanya
diucapkan dan diupacarakan dalam ibadah.
Bagi Israel penyebutan nama Yahwe terjadi
pada peristiwa Teofani. Yahwe menyebut dirinya
sebagai "Aku adalah Aku" (ego sum qui sum). Hal
ini menjelaskan keberadaan Yahwe dalam konteks
persektuan dan kesetiaan. Maksud penyampaian
nama adalah bahwa Yahwe ingin menyatakan

110
hakekat dan keberadaan-Nya sebagai "yang
imanens sekaligus yang transendens".
Imanensi (kedekatan Allah dengan manusia)
Allah diungkapkan dengan menggunakan silsilah
(Allah Abraham, Ishak dan Yakub). Transendensi
Allah diungkapkan dalam ketaklayakan dan
ketakmampuan Musa memandang nyala Api dari
semak berduri yang terbakar. Hal ini
mengungkapkan bahwa Allah tidak mampu
dijangkau oleh budi insani. Karena itu keberadaan
Allah selalu merupakan sebuah "mysterium
tremendum et fascinosum". Allah dialami sebagai
sebuah misteri yang dasyat menakutkan sekaligus
menarik.
Menyebut dengan sia-sia adalah tindakan
membohongi atau mendustai. Yang termasuk
dalam pengertian ini adalah tindakan sumpah
palsu, menghojat, dan praktik magi. Dalam Kitab
Imamat pelanggaran terhadap larangan ini patut
diberi sangsi dengan hukuman rajam.

4.3.3. Firman III: Kuduskanlah Hari Tuhan


Allah sendiri yang menetapkannya. Ia sendiri
memberi contoh dengan berisitrahat pada hari ke
tujuh. Perintah ini berhubungan dengan istirahat

111
Sabat. Dalam kedua redaksi baik Keluaran
maupun Ulangan, firman atau perintah ini tidak
mempunyai konotasi kultus. Perintah ini secara
sederhana memuat larangan bekerja dan
diperintahkan untuk beristirahat. Inilah dasar dari
pengudusan hari Sabat.
Kitab Suci mengenangkan perbuatan
penciptaan dan melihat hari Tuhan juga sebagai
satu peringatan akan pembebasan Israel dari
perbudakan. Allah telah mempercayakan Sabat
kepada Israel supaya mereka mematuhinya
sebagai tanda perjanjian yang tak terputuskan.
Sabat itu untuk Tuhan. Ia telah dikhususkan dan
ditahbiskan untuk memuja Allah atas karya
penciptaan dan keselamatanNya. Pentingnya
memelihara dan menguduskan hari Sabath sebab
Allah sendiri dengan tangan yang kuat dan lengan
yang teracung membebaskan Israel dari
perhambaan dan menghantar mereka ke negeri
peristirahatan dan pembebasan. Kata ingatlah
dipakai untuk menghindarkan bahaya profanasi
hari Sabat. Hari sabat harus dikuduskan.
Perbuatan Allah itu adalah contoh untuk
perbuatan manusia. Allah berhenti pada hari ke
tujuh dan beristirahat. Sehubungan dengan ini

112
perlulah disadari bahwa kehidupan manusia tidak
boleh hanya dilihat sebagai sebuah
rangkaian/rentetan kesibukan. Manusia perlu juga
berdiam diri, beristirahat untuk memuliakan
Tuhan dan memperoleh kesegaran jasmani. Kerja
tidak boleh memperbudak manusia. Manusia
harus menjadi tuan atas kerja.
Perintah Sabat dirayakan oleh orang Katolik
setiap hari Minggu sebagai hari kebangkitan
Yesus, yang memberikan hidup baru bagi para
pengikut-Nya. Perayaan Ekaristi hari Minggu
merupakan pusat kehidupan Gereja. Hari itu
harus dikuduskan bagi Tuhan. Kekhasan
perintah/firman ini terletak dalam alasannya. Kita
menghormati Tuhan dengan membebaskan diri
dari segala urusan lain. Manusia juga perlu
beristirahat, agar dapat menikmati ketenangan
dan kedamaian. Apabila Allah yang tidak pernah
lelah, digambarkan beristirahat pada hari ke tujuh
sesudah Penciptaan semesta alam, betapa
perlunya manusia yang dilahirkan untuk hidup
dalam kelelahan, bisa mendapat waktu senggang
pada hari ke tujuh. Hari Sabat atau Minggu juga
merupakan kesempatan untuk mengalami
persekutuan antara umat, antara anggota keluarga,

113
sahabat dan kenalan yang sama-sama merayakan
dan mengalami pembebasan, dalam suasana
damai dan tenang.

4.3.4. Perintah IV: Hormatilah Ayahmu dan


Ibumu
Perintah ini berhubungan dengan tuntutan
untuk memberikan sikap yang sepantasnya
kepada orangtua. Secara sosiologis, perintah ini
berhubungan erat dengan pola hidup masyarakat
Israel yang menganut pola keluarga besar. Setiap
individu bergantung sepenuhnya pada keluarga.
Orang tua tinggal bersama anak-anak . Tradisi
kehidupan masyarakat dipelihara dan dijamin
oleh kepala keluarga. Di sini peran orangtua atau
ayah sebagai kepala keluarga penting.
Karakter sosial perintah ini terdapat dalam
kewajiban menghormati dan memelihara orang
tua pada senja usianya, ketika mereka sudah tidak
dapat bekerja dan mencari rezeki sendiri.
Perawatan orang tua yang sudah lanjut usia dapat
merupakan suatu beban ekonomis yang dapat
berlangsung bertahun-tahun, bagi anak-anak dan
generasi yang produktip. Inilah yang menjadi
maksud utama asli dari perintah ini, bukannya

114
kewajiban menuruti orang tua, melakukan
kehendak mereka, melainkan hormat, setia dan
bersyukur atas jasa mereka.
Secara teologis, kewajiban menghormati orang
tua juga berangkat dari peranan orangtua dalam
hidup keagamaan sebagai “Pater Familias”. Pater
familias adalah wakil Allah dalam keluarga yang
mempunyai beberapa tugas antara lain. Pertama,
menghantar anak-anak ke Upacara Liturgi, secara
khusus pada pesta pondok Daun, memimpin
upacara liturgi (Ul. 31, 10-13). Kedua, memberikan
Katekese, yakni menjelaskan arti Paskah sebagai
peringatan pengungsian /pembebasan dari
Mesir (Ul. 6,20-24). Ketiga, menjalankan sunat
sebagai tanda perjanjian Yahwe dengan
umatNya(Kej. 17,10). Keempat, ayah sebagai
“Goel” yaitu sebagai pembebas dan penyelamat
orang tertindas, khususnya orang asing, wanita
dan yatim piatu (Im. 25, 46-48).
Perintah keempat ini menekankan
penghargaan yang tinggi terhadap orang tua dan
kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Penghargaan
dan penghormatan yang tinggi ini didasarkan atas
kenyataan bahwa orangtua telah memberikan
segala sesuatu yang baik kepada anaknya baik

115
yang material maupun immaterial. Firman
keempat ini juga bertujuan untuk melawan
tendensi paternalisme dalam hidup. Orangtua
mempunyai peranan untuk mengontrol dan
membimbing anak-anaknya dalam berbagai tahap
pertumbuhannya menuju kematangan.
Selain itu, perintah keempat ini mengajarkan
bahwa hukum dan peraturan yang dikeluarkan
oleh satu otoritas bukanlah alat atau sarana yang
menindas, tetapi menuntun orang kepada
kebebasan. Jurang antar generasi harus diperkecil
atau dipersempit atas dasar sikap saling
menghormati. Orangtua tidak boleh main kuasa.
Orang atau generasi muda harus selalu bersyukur
kepada orangtua yang telah menjadi alat Tuhan
yang memberikan kehidupan bagi mereka.
Hormat kepada orang tua tetap meliputi
kewajiban menjamin kehidupan generasi tua di
segala bidang.

4.3.5. Perintah V: Jangan Membunuh


Perintah ini dirumuskan secara singkat dan
dalam bentuk negatif. Firman ini berhubungan
erat dengan kepentingan dasar manusia akan
keterjaminan hal hidupnya. Firman V membela

116
dan melindungi kehidupan dari pembunuhan dan
segala bentuk agresi terhadap hidup.
Membunuh manusia lain berlawanan dengan
hukum moral yang umum. Perintah ini ingin
melawan sikap main hakim sendiri, dengan
menumpahkan darah orang. Firman ini
mengandung larangan terhadap pembunuhan
secara lalim dan tak sah. Ada tiga tindakan
pembunuhan lalim dan yang tak sah. Pertama,
membunuh lawan yang menimbulkan kerugian
bagi umat pilihan. Kedua, tindakan membunuh
diri sendiri. Hidup itu milik Tuhan dan hanya
dipinjamkan kepada manusia untuk waktu yang
terbatas (pengkotbah 12, 6-7). Ketiga, penindasan
ekonomis dan yuridis: pemerkosaan hak hidup
dan hak azasi. Tuhan menentang pertumpahan
darah (Hos. 4, 1-2; Yes. 1, 17; Mikh. 3, 2-4).
Firman ini menegaskan dan mengakui Yahwe
sebagai pemberi hidup. Allah memiliki hak
istimewa atas hidup manusia. Karena itu, hanya
Allah yang berhak mengambil kembali hidup itu
dari manusia. Selain itu, firman ini juga
menekankan pengakuan dan penghormatan
manusia sebagai ciptaan Allah bersifat universal.

117
Para nabi memperluas arti tindakan
membunuh yang mencakupi tindakan menindas
orang dengan ganas, melawan hak dan
kedudukan sosialnya, dan mengurangi
kesempatan hidupnya. Tindakan-tindakan
tersebut sama dengan penumpahan darah (Hos 4:
2; Yes 1: 15-17; Mikh 3: 3). Dalam Perjanjian Baru,
Firman ini lebih diperdalam lagi. Sifat dendam
dan kemarahan dilihat sebagai pembunuhan (Mt.
5, 22). Sikap tidak memperhatikan orang orang
yang menderita dan seharusnya ditolong juga
dapat dipandang sebagai pembunuhan (Luk 10:
31-32).
Tindakan atau aksi kekerasan, teror,
penculikan, atau, peperangan, hukuman mati,
tidak memperhatikan/mempeduli kesehatan,
tindakan-tindakan yang menentang kehidupan
sebagai produk kemajuan bioteknologi (eutanasia,
abortus provocatus, dan rekayasa genetika
dilarang oleh Gereja. semuanya dilihat sebagai
bentuk pelanggaran terhadap hak hidup manusia.

4.3.6. Firman atau Perintah VI: Jangan Berzinah


Larangan berzinah dalam firman kelima ini
tidak mengandung konsep perkawinan monogami

118
atau poligami. Struktur sosial bangsa Israel
memperbolehkan tindakan poligami karena
ketegaran hati bangsa itu. Hal ini berlaku terutama
dalam hubungan dengan masalah perceraian (bdk.
Mk. 10, 1-9; Mt. 19, 18, 18-19) Karena poligami
ditolerir maka “na’ap” atau berzinah lebih
menggambarkan ketidaksetiaan isteri terhadap
suaminya.
Maksud utama Firman VI adalah melindungi
kebahagiaan perkawinan dan keluarga. Kitab Suci
menunjukkan penghargaaan bangsa Israel
terhadap perkawinan. Keluarga menjadi dasar
pembentukan kehidupan bersama. Keluarga
adalah tempat anak-anak dapat bertumbuh dan
berkembang dengan penuh kebebasan menuju
kepada kedewasaan. Perkembangan itu
hendaknya terjadi dalam suasana hubungan
personal yang mesrah.
Perkawinan dalam Kitab Suci disebutkan
sebagai lambang yang paling tepat perjanjian dan
persektuan Allah/Yahwe dengan umat-Nya. Israel
digambarakan sebagai isteri yang senantiasa tidak
setia kepada Yahwe dan melacurkan dirinya
kepada dewa-dewi bangsa kafir. Namun Yahwe

119
tetap setia mencintai Israel. Kesetiaan Allah
mengundang kesetiaan umatNya.
Firman ini bertujuan menjaga kehidupan
bersama pria dan wanita, yang adalah gambaran
kesetiaan Allah, agar jangan hancur karena
egoisme. Penyelewengan dan perceraian memang
yang mencirikan kelemahan manusiawi akan tetap
mewaranai perkawinan. Namun iman dan
kepercayaan kepada Tuhan memberikan kekuatan
yang menjadi bantuan yang berarti bagi
berlangsungnya cinta dan kesetiaan hidup
perkawinan. Perintah ini bermaksud untuk
melindungi dan membela hak manusia dalam
hidup perkawinan, dan melawan tindakan seksual
yang tidak teratur. Merusakan perkawinan sesama
adalah tindakan atau perbuatan terlarang.
Dasar teologis larangan berzinah adalah
keluhuran martabat perkawinan. Model
perkawinan adalah persekutuan cinta Yahwe dan
Umat Israel. Ini terutama menjadi pokok
pewartaan para nabi untuk menekankan kesetiaan
Israel kepada Yahwe. Konsekensinya adalah
bahwa suami dan isteri dalam perkawinan
dipanggil untuk menghayati persekutuan cinta
dengan Yahwe. Perzinahan dilihat sebagai

120
pelanggaran atas hukum Tuhan. Firman ini dalam
perkembangannya artinya berhubungan erat
dengan etika seksual dan perkawinan. Yesus
memberikan koreksi atas perlakuan yang tidak
seimbang antara pria dan wanita, suami dan isteri.
Yesus ingin memulihkan perintah Allah ini sesuai
dengan kehendak Allah pada mulanya. Para nabi
mengecam praktik perzinahan. Nabi Natan dalam
2 Sam. 12, 1-3 mengecam Daud karena merampas
Batsyeba istri Uria. Dalam Hosea 4:1-11, nabi
menentang para imam dan bangsa yang tidak
setia.

4.3.7. Firman VII: Jangan Mencuri


Mencuri dalam konteks Israel adalah
penculikan seorang manusia bebas untuk dijual
kepada orang lain. Yang dimaksudkan dengan
orang bebas adalah pria dewasa. Sedangkan
manusia yang tidak bebas terdiri dari wanita atau
isteri karena mereka sudah terikat dengan
suaminya; para budak yang terikat dengan
majikannya; dan anak-anak yang terikat pada
orang tuanya.Kunci Pemahaman Firman atau
Perintah VII adalah kata kerja “ganab” (mencuri)
yang berarti menculik, merampok orang bebas.

121
Sasaran utama perintah VII ini adalah mereka
yang melakukan tindakan penculikan atas
manusia bebas. Tindakan ini patut dihukum.
Penculikan ini melanggar persekutuan Yahwe dan
Umat Israel dan persekutuan di antara umat Israel.
Perintah ini adalah jaminan perlindungan atas
hak dasar manusia, terutama menyangkut
kebebasan. Sebenarnya di Israel perbudakan tidak
dibenarkan. Israel sejak awal memihak kepada
para budak dengan sikap meringankan kehidupan
mereka, atau memperpendek masa
perbudakannya. Perintah ini tidak saja terbatas
pada jaminan perlindungan hak, tetapi mencakupi
juga jaminan keadilan sosial , yakni melindungi
harta milik sesama. Perlindungan harta benda
milik sesama pun dilakukan demi kebebasan
setiap orang agar dapat berkembang semestinya.
Hal ini merupakan salah satu pokok pewartaan
para nabi. Para nabi menentang orang-orang
kaya yang memperkaya diri dengan
merugikan orang-orang kecil. Harta benda atau
milik tidak pernah dilihat sebagai hal yang mutlak,
tetapi anugerah yang dipinjamkan Tuhan. Milik
ini juga mempunyai nilai sosial. Hak milik tidak
boleh mendatangkan kesulitan bagi orang lain

122
dalam memenuhi kebutuhannya(Ul. 24,12-13).
Dengan kata lain Israel tidak boleh menggunakan
miliknya dengan sewenang-wenang.

4.3.8. Firman VIII: Jangan Bersaksi Dusta


Struktur sosial bangsa Israel sudah mengenal
Badan Peradilan. Badan peradilan terdiri dari
orang-orang tua, para imam yang dipilih sebagai
wakil dari suku-suku atau kelompok atau
golongan, dan para saksi. Proses pengadilan biasa
terjadi di depan pintu gerbang kota.
Perintah ini melarang kesaksian palsu yang
diberikan dalam sidang pengadilan terhadap
sesama. Dalam kehidupan masyarakat Israel
seringkali orang dipanggil untuk memberikan
kesaksian untuk membela atau melawan sesama.
Kesaksian orang-orang yang mengenal baik si
tertuduh sangat mempengaruhi dan menentukan
hukuman yang diberikan kepada si tertuduh.
Dengan demikian perintah ini bermaksud untuk
melindungi hak sesama.Larangan untuk tidak
mengucapkan saksi dusta menekankan sikap
ketulusan hati dalam memberikan kesaksian yang
benar dan jujur di depan pengadilan dengan
tujuan: mempertahankan kehormatan, hak azasi

123
yang bersangkutan (saksi); mempertahankan
nama baik seseorang terhadap fitnahan yang
ditujukan kepadanya.
Firman ini ditujukan berlaku juga bagi sikap
atau tindakan yang melawan setiap kebohongan
dan dusta. Hal ini dilarang karena berlawanan
dengan moral persekutuan Yahwe dan Umat Israel
sendiri; berlawanan dengan kultus, secara khusus
kekudusan hidup. Bagi Israel hidup adalah sebuah
ibadah/kultus penyerahan diri pada Allah sumber
kebenaran. Dalam konteks eskatologis saksi dusta
berlawanan dengan janji keselamatan.
Keselamatan akan terwujud apabila bangsa Israel
bertindak benar sesuai dengan ketetapan Yahwe.

4.3.9. Firman IX dan X: Janganlah Mengingini


Milik Sesamamu Manusia. Janganlah
Mengingini Istri Sesamamu atau Segala Sesuatu
yang Menjadi Miliknya
Penggabungan kedua perintah ini dibuat
berdasarkan asal mula terjadinya, sebagai
perwujudan dari perintah “jangan mengingini
rumah sesamamu, ...” (Kel 20:17). Kedua perintah
atau firman ini merupakan perluasan dari perintah
tersebut di atas. Kata rumah di sini mencakupi

124
seluruh isinya: isteri, budak laki dan perempuan,
hewan piaraan dan harta milik. Segala sesuatu
yang dimiliki oleh sesama tidak dapat
diganggugugat dan mendapat perlindungan.
Perintah jangan mengingini rumah sesama
mengandung dua larangan yakni, larangan
terhadap keinginan akan isteri sesama dan
larangan terhadap keinginan akan harta milik
sesama. Perintah ini juga berhubungan dengan
larangan berzinah dan mencuri. Dalam dua
larangan terdahulu yang dilarang adalah tindakan
lahiriah. Dalam perintah terakhir keinginan bathin
akan isteri dan harta milik sesamapun tidak
dibenarkan.
Perintah IX dan X tidak terikat pada satu sikap
tetapi pada perbuatan nyata. Hal ini diperjelas
oleh kenyataan bahwa dekalog hanya
berhubungan dengan tindakan hukuman mati.
Jadi kata menginginkan mencakupi segala
tindakan jahat untuk memperoleh milik sesama.
Dua perintah terakhir ini mengingatkan bangsa
Israel bahwa Yahwelah satu-satunya pemilik dan
penjamin keselamatan mereka terhdadap
gangguan bangsa-bangsa lain. Yahweh juga
dilihat sebagai perlindungan atas hak-hak azasi

125
manusia dalam hidup keluarga, hak untuk hidup
dan kebebasannya

BAB V
GEREJA

5.1. GEREJA

126
5.1.1. Gereja Menurut Kitab Suci
Kata Gereja yang sekarang digunakan dalam
kehidupan Kristen mempunyai arti yang cukup
luas dan cukup rumit untuk meneliti sumber
aslinya karena berasal dari beberapa bahasa dan
terjemahan.
1. Arti Gereja menurut Perjanjian Lama
a. asal kata
Kata Gereja berasal dari kata bahasa
Portugis ‘Igreja’. Dalam perpindahan bahasa,
huruf ‘I’ dihilangkan. Kata tersebut
mempunyai kaitan dengan kata Spanyol
‘Igresia’, Prancis ‘Eglise’, Latin ‘Ecclesia’ dan
Yunani ‘Ekklesia. Semua kata tersebut
mempunyai arti yang sama yang dalam bahasa
Indonesia disebut Gereja.
Kata ekklesia pertama-tama mempunyai arti
yang bersifat profan: sidang,
perkumpulan,perhimpunan, peguyuban pada
umumnya. Dalam terjemahaan alkitab yang
berbahasa Yunani, kata ekklesia diterjemahkan
dari kata Ibrani ‘qahal’.

b. Arti Kata ‘qahal’

127
Qahal berarti bangsa yang dihimpun oleh
Yahweh, yang dipadukan oleh aturan-aturan
dari Yahweh dan yang mengambil bagian
dalam perjanjian dengan-Nya. Dengan kata
lain, umat yang menjawab panggilan Yahweh.

c. Arti kata Sinagoga


Kata qahal juga diterjemahkan dengan
sinagoge atau ochlos. Sinagoge juga merupakan
terjemahan dari kata Ya’ad dan Edah. Ya’ad
berarti menunjuk, menentukan,
mengumumkan keputusan atau ketentuan
yang harus dilaksanakan. Edah berarti
kelompok orang tertentu yang meninggalkan
mesir dan merayakan pesta paskah. Sinagoge
menunjuk kepada sifat keagamaan umat
Yahweh dan juga kenangan akan peristiwa
besar dalam sejarah keselamatan dalam
perjanjian Israel. Umat Israel yang
dibangkitkan Yahweh dan diberi hidup baru
setelah meninggalkan panggung sejarah.

2. Arti Gereja menurut Perjanjian Baru


Dalam Perjanjian Baru terdapat kata yang
kini diterjemahkan Gereja, yaitu Synagoge dan

128
ekklesia yang masing-masing dari bahasa
Ibrani dan Yunani. Sinagoge berarti pertemuan
dan kelompok para pengikut Yesus. Dalam injil
sinagoge berarti tempat pertemuan jemaat
Yahudi atau jemaat yahudi itu sendiri mewakili
seluruh bangsa Yahudi. Ekklesia berarti jemaat
Kristus.
Dalam tulisan rasul Paulus, Gereja dipakai
untuk menyatakan: pemenuhan panggilan
Allah bertolak dari pewartaan Yesus Kristus;
orang-orang yang terpilih dalam Allah; jemaat
dalam Kristus atau dari Kristus; tubuh atau
bangunan yang merupakan pernyataan
Kerajaan Kristus dan Kristus kepalanya. Dalam
Injil Matius, Gereja diartikan sebagai sejumlah
orang yang hidup dan bertemu di suatu tempat
serta memandang diri mereka sebagai Israel
sejati karena disatukan oleh Yesus sang Mesias.
Dalam pengertian eskatologis Gereja
dinyatakan oleh Matius sebagai perhimpunan
umat Allah yang benar.
Injil Lukas menggunakan kata ekklesia
terutama dalam Kisah Para Rasul. Menurut
Lukas, Gereja adalah jemaat pengikut Kristus
yang terwujud dalam setiap tempat, namun

129
tetap satu. Rasul Yakobus menggunakan kata
ekklesia dalam arti teknis yaitu sebagai suatu
perkumpulan lokal yang diorganisir secara
jelas dengan pola sinagoga Yahudi. Dalam
surat ibrani, Gereja berarti perayaan kultis.
Gereja menunjuk kepada jemaat Allah yang
bersatu dengan Bapa di surga dalam
kesempurnaan.

5.1.2. Makna Gereja Menurut Pengajaran Gereja


Refleksi baru tentang Gereja ditemuakan dalam
Konsili Vatikan II terutama yang tertuang dalam
Konstitusi Dogmatis tentang Gereja yang dikenal
dengan Lumen Gentium. Pengajaran Gereja
tentang Gereja kurang lebih diungkapkan
demikian.
a) Gereja sebagai misteri
Kata misteri berasal dari bahasa yunani
merupakan terjemahan dari kata Ibrani sod. Sod
mempunyai beberapa makna dasar: lingkungan
sahabat; pertemuan yang agak intim yang
dilanjutkan dengan pembicaraan secara rahasia;
hubungan Tuhan dengan manusia yang begitu
mesra dan yang dimaksudkan dengan hubungan
itu adalah rencana Allah yang diwahyukan

130
kepada sahabatnya. Kata misteri juga berasal dari
kata Aram ‘Raz’ yang berarti suatu yang ilahi yang
hanya diketahui oleh Allah dan oleh mereka yang
diberitahu oleh Allah. rahasia itu menyangkut apa
yang akan terjadi kelak. Gereja disebut sakramen
karena mengungkapkan rahasia keselamatan
Allah kepada kita umat manusia secara universal
dan merupakan tanda dan sarana kesatuan mesra
umat manusia dengan Allah dan persatuan
seluruh umat manusia.

b) Gereja sebagai sakramen keselamatan


Gereja tampil sebagai sakramen keselamatan
bagi umat manusia karena dipenuhi dengan hidup
Yesus Kristus oelh Roh Kudus. Yang dimaksudkan
dengan sakramen keselamatan adalah kesatuan
umat manusia dengan Allah dan persatuan umat
manusia. dalam rangka sejarah keselamatan Allah,
keselamatan berarti Allah memanggil mereka yang
penuh keperacayaan mengarahkan pandangannya
kepada Yesus penyelamat dan dasar persatuan
serta kedamaian dan tiap orang menjadi sakramen
yang kelihatan dari kesatuan menyelamatkan itu.
Gereja disebut sakramen keselamatan karena
imannya akan Yesus Kristus. gereja tidak dapat

131
memperoleh keselamatan dari dirinya seneiri. Inti
proses penyelamatan itu adalah pada Kritus.

c) Gereja sebagai komunikasi dan kesatuan umat


yang beriman kepada kristus. Arti ini bertolak dari
iman dan wahyu yang merupakan hal sangat
dominan sampai terbentuknya Gereja. iman dan
wahyu dapat dimengerti sebagai hubungan timbal
balik antara Allah dan manusia. hubungan itu
disebut wahyu kalau dilihat dari pihak Allah dan
dinamakan iman kalau dilihat dari pihak manusia.
wahyu terpenuhi dalam diri Kristuss. Maka
hubungan manusia dengan Allah hanya dapat
terjadi melalui kristus. dengan mengimani Yesus
Kristus orang wajib meneladani Kristus dan
mencontohi sikap dasar dari hidupnya.

d) Gereja sebagai Tubuh Kristus


Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium
melihat Gereja sebagai tubuh kristus. tubuh kristus
berarti kesatuan antara warga gereja dengan
kristus yang dijembatani oleh Roh Kudus. Kendati
ada kesatuan, namun antara Kristus dan Gereja

132
ibarat mempelai di mana dari kepribadian masing-
masing dalam kekhususan dan perbedaan
terlaksana kesatuan cinta kasih di mana kristus
memberikan kekayaannya kepada Gereja dan
gereja menanggapinya dengan iman.

e) Gereja sebagai umat Allah


Paham ini berarti Gereja dipanggil dan
dipersatukan oleh Allah. Istilah umat Allah
berlatar belakang sejarah keselamatan yang
terbentang mulai dari panggilan Abraham dalam
perjanjian lama sampai dengan Perjanjian Baru.
Jadi Gereja dipandang dallam sejarah keselamatan.
Dalam kenyataannya Gereja hidup dalam dunia
profan dam sekular dan sedang dalam perjuangan
yang digerakkan oleh Roh Kudus dalam satu Roh
untuk menemukan jalan kepada Bapa. Dengan
demikian Gereja sebagai umat Allah juga bersifat
eskatologis. Kalau kehidupan Gereja digerakkan
oleh Kristus maka sebagai umat Allah yang
keberadaannya dalam kesatuan dengan Kristus
adalah terutama kesatuan iman.

5.2. SIFAT-SIFAT GEREJA

133
Sifat adalah suatu keadaan yang terdapat pada
suatu barang, benda atau bentuk tertentu. Dalam
pengertian ini yang dimaksudkan dengan sifat-
sifat Gereja adalah sesuatu yang memberi
kekhasan atau warna yang tertentu sehingga
Gereja sebagai suatu lembaga berbeda dengan
lembaga lain yang sudah ada. Demikian dengan
Gereja Katolik mempunyai sifat tertentu yang
keadaannya memang berbeda dengan Gereja-
gereja lain yang ada di dunia ini.

5.2.1. Sifat-sifat Gereja dalam Kitab Suci


5.2.1.1. Dalam Perjanjian Lama
Sifat-sifat Gereja dalam Perjanjian lama adalah:
a) Kudus: mereka yang karena kasih karunia
Allah telah mengakui dosanya, dilepaskan dan
diselamatkan ialah kaum miskin yang
terendahkan yang ditinggikan.
b) Katolik: universalime keselamatan. Penataan
dunia kerajaan Allah tidak terbatas pada Israel,
melainkan harus meliputi seluruh bumi. Dan
pewartaan Yesaya justru ditujukan kepada
bangsa-bangsa yang jauh. Semua harus
mengakui Yahweh.

134
5.2.1.2. Dalam Perjanjian Baru
Menurut matius, sifat Gereja adalah: 1) Katolik:
komunitas murid Yesus yang universal, Gereja
yang meliputi semua bangsa. 2) Satu: yesus
menjadi titik pusat yang akan hadir terus-menerus
sampai akhir zaman. 3) Apostolik: permandian
dan pengajaran sejak semual disampaikan oleh
para murid. Menurut Lukas, sifat-sifat Gereja
adalah: 1) Katolik: gereja dimasukkan dalam
keseluruhan rencana Allah serta sejarah
keselamatan dan menggantikan Israel sehingga
kedatangan Yesus yang kedua, Gereja ini terdiri
dari orang Yahudi dan bukan Yahudi. 2) Kudus:
Gereja yesus Kristus yang dibimbing oelh Roh
Kudus yang berkarya melalui tanda dan sabdanya.
3) Apostolik: para rasul setelah wafat dan
kebangkitan Yesus memainkan peranan yang
menentukan sebagai rasul, sebagai saksi-saksi
karya TuhanYesus serta kebangkitan-Nya. Para
rasul bertindak sebagai penjaga ajaran, pendiri
serta pemimpin Gereja. menurut Yohanes, sifat-
sifat Gereja adalah: 1) satu: anggota gereja
diberikan oleh Allah kepada Yesus. Mereka itu
dipilih oleh Yesus dan bahwa mereka dapat
menjadi murid bersumber pada pengurbanan

135
Yesus bagi mereka. Mereka itulah Gereja Yesus. 2)
Katolik: keanggotaan Gereja ini bersifat universal
dna dipenuhi dalam kesatuan mereka dalam
Yesus. Dalam kesatuan ini mereka melanjutkan
perutusan Yesus ke dalam dunia untuk membawa
dunia kepada iman.
Menurut Paulus, sifat-sifat Gereja adalah: 1)
satu: biarpun Gereja sudah dipilih dan ditentukan
sejak kekal, namun didasarkan atas penyerahan
diri Yesus, disalibkan dan bangikit dari antara
orang mati dan yang menampakkan diri dalam
kemuliaan-Nya. Yesus kristus adalah titik pusat
yang menyatakan diri kepada Gereja dan Gereja
berada di bawah sabda-Nya, menerima dorongan
dan hukum cinta kasih serta didoakan oleh-Nya.
2) Kudus: gereja yang diartikan sebagai
peguyuban orang yang percaya akan karya Roh,
di tengah jemaah diutus Allah, atau Kristus itu
yang berkarya di dalam Roh Kudus. Oleh Roh
Kudus anggota Gereja dikuduskan atau menjadi
orang kudus.

5.2.2. Ajaran Gereja tentang sifat-sifat Gereja


1. Gereja adalah satu

136
Dengan sifat satu mengandung maksud bahwa
karena Allah itu Esa dalam dirinya sendiri dan
unik, maka demikian juga Gereja-Nya. Sebab
Gereja berasal dari Allah, maka Gerejapun menjadi
unik dan satu pula karena mengambil bagian pada
kesatuan dan keunikan Allah. kesatuan dalam
Gereja itu diungkapkan dalam bentuk:
a) Kesatuan iman: iman Gereja didasarkan pada
Kristus yang satu sama. Kristus yang mulai
telah menjadi pemimpin umat yang berziarah.
b) Kesatuan ibadat dan sakramen. Ibadat
merupakan ungkapan iman. Pelaksanaan
ibadat merupakan prinsip kesatuan jemaat
tertentu. Ibadat mempersatukan bukan karena
sifatnya sebagai ibadat, namun karena isinya
dan ini direalisasikan dalam sakramen-
sakramen, yang merupakan bagian utamanya.
c) Gereja adalah suatu koinonia: Allah tidak
bertindak karena terpaksa, sebagai suatu
keharusan. Ia memberikan karunia-karunianya
secara bebas pula. Dari segi manusia, Allah
memperlakukan manusia dengan diberi
kebebasan bukan dengan benda-benda.
2. Gereja adalah Kudus

137
Gereja disebut kudus karena Allah sendirilah
yang hadir di dalamnya dalam Roh Kudus. Gereja
ada karena Dia. Karena Dia Gereja berkembang
dan Dia pulalah yang memberikan segala karunia
serta menjadi prinsip dan sumber hidup segala
pelayanan anggotanya.
3. Gereja adalah Katolik
Kata katolik berasal dari bahasa Yunani yang
artinya umum. Itu berarti terbuka untuk siapa saja,
di mana saja, dan kapan saja. Gereja dapat
melindungi semua manusia pada segala zaman
dan segala tempat. Gereja mampu berkembang
tanpa menyimpang dari seluruh ajaran Gereja.
gereja tidak memandang warna kulit, suku,
keturunan dan budaya anggota-anggotanya. Maka
sebagai Gereja Katolik tidak selayaknya bersifat
ekslusif, tetapi justru harus bersikap inklusif.
4. Gereja yang bersifat Apostolik
Gereja yang apostolik maksudnya gereja yang
didirikan dan berasal dari tradisi para rasul.
Pengalaman hidup beriman dalam dunia
perjanjian baru merupakan pengalaman iman para
rasul yang berkontak dengan Yesus selama hidup-
Nya di Palestina. Itu berarti bahwa kelompok

138
Katolik ini melanjutkan tradisi yang telah
diletakkan oleh para rasul.

5.3. TUGAS GEREJA


Gereja melanjutkan dan mengambil bagian
dalam tritugas Kristus, yakni tugas nabi, imami
dan rajawi. Tugas nabi adalah tugas pewartaan;
tugas imami adalah tugas pengudusan atau
perayaan; dan tugas rajawii adalah tugas
melayani.
1. Tugas mewartakan
Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah
tampak secara konkret manusiawi. Penampakan
itu merupakan puncak sejarah pewahyuan Sabda
Allah. sebelum Kristus, Sabda Allah terutama
diwarnai oleh janji, sedangkan sesudah
penjelmaan ada juga sifat janji namun yang lebih
menonjol adalah sifat kesaksian. Janji yang telah
terpenuhi dalam Yesus Kristus harus disaksikan
sampai kepenuhannya dalam Kerajaan Bapa.
Dalam kesaksian itu, Kristus, Sabda Sejati hadir di
dalam sejarah manusia sebagai sarana
keselamatan.
Bentuk baru sabda itu adalah Gereja. kristus,
Sabda Allah, menciptakan Gerjea. Lewat Gereja Ia

139
bisa hadir dan berbicara dalam sejarah umat
manusia. di pihak lain, Gereja tidak lain adalah
jawaban atas panggilan Yesus kristus. Seluruh
hidup dan keberadaannya merupakan jawaban.
Maka sesungguhnya bisa dikatakan bahwa Gereja
seluruhnya adalah sabda. Di dalamnya Sabda
Allah yang abadi bergema. Karfena itu dapat
dikatakan bahwa Gereja seluruhnya merupakan
pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus,
Sabda dan Wahyu Allah.
2. Tugas Pengudusan
Konsili Vatikan II menyebut Gereja sebagai
persekutuan iman, harapan dan cinta kasih,
persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus
dengan iman dan cinta kasih. Maka sesungguhnya
Roh Kuduslah yang menciptakan persekutuan
umat beriman dengan menghimpun mereka
dalam Kristus, sebagai prinsip kesatuan Gereja,
sebab oleh Roh Kudus kasih Allah dicurahkan ke
dalam hati kita. Konsili juga mengajarkan bahwa
Gereja dibentuk karena perpaduan unsur
manusiawi dan ilahi. Kesatuan Gereja bukan
hanya karya Roh Kudus, tetapi juga hasil
komunikasi antarmanusia, khususnya perwujudan
komunikasi iman di antara para anggota Gereja.

140
Dalam liturgi Gereja merayakan pengudusan umat
manusia. liturgi tidak hanya menawarkan aneka
bentuk dan rumusan doa, tetapi mau menjadi
tempat orang merasakan dan menghayati
komunikasi dengan Bapa, bersama Putra dan Roh
Kudus.
3. Tugas melayani
Gereja adalah persatuan orang beriman,
komunikasi iman. Dalam proses komunikasi iman
itu dibedakan dua macam: pengajaran dan
perayaan. Yang satu komunikasi dengan kata-kata,
baik dalam katekese biasa maupun dalam
pengajaran pimpinan Gereja yang resmi; yang lain
komunikasi iman dalam ibadat bersama. Yang
pokok bukanlah rumusan iman atau kebaktian,
melainkan penghayatan dan pengamalan iman.
Bahkan gereja wajib mengakui iman di muka
orang-orang sebab berkat iman kita menerima
pengertian tentang makna hidup kita yang fana.
Iman menyinari segala sesuatu dengan cahaya
yang baru dan memaparkan renana ilahi tentang
seluruh panggilan manusia. pengakuan iman saja
tidak cukup. Gereja juga harus menunjukkan
pelayanan kepada sesama. Gereja harus
mengambil bagian dalam tugas melayani umat

141
manusia agar bisa mencapai kebahagian sejati dan
kesatuan dengan Allah.

BAB VI
SAKRAMEN-SAKRAMEN DALAM GEREJA
KATOLIK

6.1. Pengertian Sakramen


Secara etimologis kata Sakramen berasal dari
kata Latin, sacramentum (sacer/sacrum), berarti
“sesuatu yang menjadikan kudus atau keramat”,
juga “semua hal yang berhubungan dengan yang
kudus”. Dalam bahasa Latin pada abad kedua
sakramen (sacramentum) dipakai untuk
menterjemah kata Yunani: mysterion yang artinya:
rahasia (misteri). Dalam Kitab Suci, kata
sacramentum itu sama sekali tidak mempunyai arti
sebagaimana yang dipahami oleh teologi skolastik
atau bahkan kebanyakan umat beriman hingga
saat ini, yang memahami sakramen dalam arti
ketujuh macam sakramen. Perjanjian Baru
menggunakan kata mysterion. Kata ini digunakan

142
untuk menjelaskan rencana keselamatan Allah
yang dipenuhi atau terlaksana dalam diri Yesus
Kristus. Pemahaman umat Kristiani pada abad-
abad awal tentang istilah kata mysterion-
sacramentum sebatas pada rencana keselamatan
Allah dan perwujudannya dalam sejarah
kehidupan umat Kristiani.
Sakramen adalah tanda dan sarana yang
diadakan oleh Kristus dan Gereja, yang
mengungkapkan dan sekaligus menguatkan iman,
menyatakan penyerahan diri kepada Allah dan
sekaligus membuahkan pengudusan manusia,
serta mengandung daya yang amat berguna untuk
menghidupkan, menguatkan dan mewujudkan
persekutuan dengan Gereja (Kan. 840). Dari
definisi ada tiga unsut penting berkaitan dengan
Sakramen.
1)Suatu tanda dan sarana pengungkap dan
sekaligus penguat iman.
2)Suatu karya Kristus bersama Gereja, yang
menghubungkan manusia dengan Allah dan
menduskan manusia sendiri.
3)Sesuatu yang amat berdaya guna untuk
pembangunan Gereja.

143
6.2. Macam-macam Sakramen
Ada tujuh sakramen dalam Gereja Katolik:
Pembaptisan, Penguatan; Ekaristi; Pengakuan
Urapan Orang Sakit, Tahbisan dan Perkawinan.
Ketujuh sakramen ini mencakup semua tahap dan
saat-saat penting hidup kristiani. Mereka
memberikan kelahiran dan pertumbuhan,
penyembuhan dan perutusan kepada iman orang
kristen.

1. Sakramen Pembaptisan
Sakramen pembaptisan diartikan sebagai jalan
masuk seseorang kepada sakramen-sakramen
lainnya, diperlukan, sekurang-kurangnya di dalam
kerinduan, untuk keselamatan, pembebasan dari
dosa-dosa, melahirkan kembali sebagai anak
Allah, menjadikannya serupa dengan Kristus,
yang tidak dapat dihilangkan oleh apa pun,
menggabungkannya pada Gereja dan diberikan
dengan cara penyucian dengan air yang disertai
dengan rumusan kata-kata yang harus ada (Kan
849). Efek pertama yang dihasilkan oleh sakramen
pembaptisan adalah pengampunan dosa, sesuai
dengan rumusan syahadat: “satu pembaptisan
akan penghapusan dosa”, dan pemberian hidup

144
baru sebagai orang yang telah dibebaskan dari
dosa. Pembaptisan suci adalah dasar seluruh
hidup kristen,pintu masuk menuju kehidupan
dalam roh (vitae spiritualis ianua) dan menuju
sakramen-sakramen yang lain.

2. Sakramen Krisma
Sakramen Penguatan adalah sakramen yang
memberikan meterai dan dengannya orang yang
telah dibaptis melanjutkan perjalanan inisiasi
Kristiani dan diperkaya dengan anugerah Roh
Kudus serta dipersatukan secara lebih sempurna
dengan Gereja, menguatkan dan semakin
mewajibkan mereka untuk dengan perkataan dan
perbuatan menjadi saksi-saksi Kristus,
menyebarkan dan membela iman. Bersama
dengan pembaptisan dan Ekaristi, Sakramen
Penguatan membentuk sakramen-sakramen
inisiasi kristen. Penerimaan sakramen Penguatan
diperlukan untuk melengkapii sakramen
Pembaptisan. Berkat sakramen Penguatan mereka
terikat pada Gereja secara lebih sempurna, dan
diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus yang
istimewa. Dengan demikian mereka semakin
diwajibkan untuk menyebarluaslkan dan membela

145
iman sebagai saksi Kristus yang sejati, dengan
perkataan maupun perbuatan.

3. Sakramen Ekaristi
Sakramen Ekaristi adalah sakramen yang
paling agung. Di dalam sakramen Ekaristi Kristus
Tuhan sendiri hadir, memberikan diri-Nya dan
disambut oleh yang menerima-Nya. Daya
sakramen ini membuat Gereja tetap hidup dan
berkembang. Sebagai korban perjamuan, berupa
kenangan akan kematian dan kebangkitan Kristus,
di mana korban salib diulang kembali sepanjang
zaman. Sakramen ini merupakan puncak dan
sumber seluruh ibadat dan hidup kristiani.
Sakramen ini menandakan dan menghasilkan
kesatuan umat Allah serta membangun Tubuh
Kristus. Semua sakramen dan seluruh kegiatan
kerasulan Gereja berhubunagn erat dengan
Ekaristi dan sekaligus tertuju kepadanya.
Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup
kristiani. Sakamen-sakramen lainnya, begitu pula
semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan
berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan
terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci
tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni

146
Kristus sendiri. Keikutsertaan dalam kehidupan
ilahi dan kesatuan umat Allah membuat Gereja
mejadi Gereja. keduanya ditandai dengan penuh
arti dan dihasilkan secara mengagumkan oleh
Ekatisti. Di dalamnya memuncakk tindakan yang
olehnya Allah telah menguduskan dunia di dalam
Kristus dan bersama Dia kepada Bapa dalam Roh
Kudus.

4. Sakramen Tobat
Mereka yang menerima Sakramen Tobat
memperoleh pengampunan dan belas kasih Allah
atas pernghinaan mereka terhadap-Nya. Sekalipun
mereka didamaikan dengan Gereja, yang telah
mereka lukai dengan berdosa, yang membantu
pertobatan mereka adalah cnta kasih, teladan serta
doa-doanya.
Orang menamakan Sakramen Tobat karena ia
melaksanakan secara sakrametal panggilan Yesus
untuk bertobat, untuk bangkit kembali dan
kembali kepada Bapa, dari siapa orang telah
menjauhkan diri karena dosa. Sakramen ini
disebut juga sakramen pemulihan karena ia
menyatakan langkah pribadi dan gerejani demi
pertobatan, penyesalan, dan pemulihan warga

147
kristen yang berdosa. Sarkamen ini juga disebut
sakramen pengakuan karena penyampaian,
pengakuan dosa di depan imam adalah unsur
hakiki dari sakramen ini.

5. Sakramen urapan Orang Sakit


Melalui perminyakan suci orang sakit dan doa
para imam, seluruh Gereja menyerahkan mereka
yang sakit kepada Tuhan yang bersengsara dan
telah dimuliakan, supaya Ia menyembuhkan dan
menyelamatkan mereka. Bahkan Gereja
mendorong mereka untuk secara bebas
mengungkapkan diri dengan sengsara dan wafat
Kristus, dan dengan demikian memberi
sumbangan bagi kesejahteraan umat Allah.
Penyakit dapat menyebabkan asa takut, sikap
menutup diri malahan kadang-kadang rasa putus
asa dan pemberontakan terhadap Allah. Tetapi ia
juga dapat membuat orang menjadi lebih matang,
dapat membuka matanya untuk apa yang tidak
penting dalam kehidupannya, sehingga ia
berpaling kepada hal-hal penting. Seringkali
penyakit membuat orang mencari Allah dan
kembali lagi kepada-Nya. Belaskasihan Kristus
kepada orang sakit dan penyembuhan segala

148
macam penyakit yang dilakukan-nya merupakan
tanda-tanda bahwa Allah telah melawat umat-Nya
dan bahwa kerajaan Allah sudah dekat sekali.
Yesus mempunyai kuasa, bukan saja untuk
menyembuhkan tetapi juga untuk mengampuni
dosa.

6. Sakramen Tahbisan
Tahbisan adalah sakramen, yang olehnya
perutusan yang dipercayakan Kristus kepada
rasul-rasul-Nya dilanjutkan di dalam Gereja
sampai akhir zaman. Dengan demikian ia adalah
sakramen pelayanan apostolik. Ia mencakup tiga
tahap: episkopat, presbiterat dan diakonat.
Sakramen tahbisan disebut juga dengan nama
ordinasi. Dasarnya adalah bahwa dalam
kebudayaan Roma klasik, kata ordo dipakai untuk
lembaga-lembaga sipil, terutama lembaga
pemerintahan. Ordonatio berarti penggabungan di
dalam satu ordo. Di dalam Gereja ada lembaga-
lembaga yang – berdasarkan Kitab Suci – oleh
tradisi dinamakan sejak dulu kata ‘taxeis’ dalam
bahasa Yunani dan ordines dalam bahasa Latin.
Dengan demikian liturgi berbicara mengenai ordo
episcoporum, ordo presbyterorum dan ordo

149
diaconorum. Penggabungan ke dalam salah satu
golongan Gereja ini terjadi dalam satu ritus yang
dinamakan ordonatio, satu tindakan liturgis dan
religius yang dapat meruakan satu tahbisan, satu
pemberkatan atau satu sakramen. Sekarang kata
ordonatio dikhususkan untuk tindakan
sakramental yang menggabungkan seseorang ke
dalam golongan para uskup, imam dan diakon. Ia
melebihi satu pilihan biasa, satu penentuan,
delegasi atau pengangkatan oleh persekutuan,
karena ia memberi anugerah Roh Kudus yang
menyanggupkan orang untuk melaksanakan
kuasa kudus (sacra potestas), yang hanya dapat
diberikan oleh Kristus sendiri melalui Gereja-Nya.
Ordonatio dinamakan juga dengan tahbisan
(consecratio) karena ia teridiri dari pemilihan dan
pengangkatan yang dilakukan Kristus sendiri
demi pelayanan di dalam Gereja, peletakan tangan
oleh uskup dan doa tahbisan merupakan tanda-
tanda yang kelihatan dari konskrasi ini.

7. Sakramen Perkawinan
Perjanjian perkawinan dengan mana pria dan
wanita membentuk antar mereka kebersamaan
seluruh hidup dari sifat kodratinya terarah kepada

150
kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan
pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan
antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke
martabat sakramen. Perkawinan bukankah suatu
isntitusi manusiawi semata-mata, walaupun dalam
lintasah sejarah ia mengalami perubahan, tetapi
mengungkapkan kesatuan dengan Allah. Tuhan
yang telah menciptakan manusia karena cinta,
juga memanggil dia untuk mencinta, suatu
panggilan kodrati dan mendasar setiap manusia.

6.3. Sakramen Ekaristi sebagai Sakramen yang


Paling Agung
6.3.1. Perayaan Ekaristi
6.3.1.1. Pengertian Ekaristi
Ada banyak istilah yang dipakai dalam Gereja
Katolik untuk menyebut Ekaristi. Istilah-istilah itu
adalah perayaan Ekaristi, misa kudus, pemecahan
roti, perjamuan Tuhan, sacrificium dan oblatio.
Pada satu sisi, Banyaknya istilah iyang muncul itu
menunjuk realitas bahwa ada begitu banyak
pemahaman dan pengartian jemaat atas Ekaristi,
dan pada sisi lain juga mengungkapkan realitas
bahwa Ekaristi merupakan misteri yang tidak

151
pernah habis digali dan dinyatakan secara habis
oleh satu istilah saja.
Dari sekian banyak istilah, dua istilah yang
paling populer, yakni Misa dan Ekaristi. Pertama,
kata misa berasal rumusan pembubaran dalam
bahasan Latin, “ite misa est”, yang berarti:
pergilah, kalian diutus! Sejak abad V perayaan
Ekaristi disebut misa. Istilah ini digunakan untuk
menunjuk seluruh Perayaan Ekaristi dengan mau
menekankan aspek perutusan untuk melayani
Tuhan dan sesama serta mewartakan kabar baik
kepada segala bangsa.
Kedua, kata Ekaristi berasal dari bahasa Yunani
Eucharistia, yang berarti puji syukur. Eucharistia
merupakan terjemahan Yunani untuk kata Yahudi
birkat yang dalam perjamuan Yahudi merupakan
doa puji syukur sekaligus permohonan atas karya
penyelamatan Allah. Istilah perayaan Ekaristi
merupakan istilah yang sangat bagus untuk
digunakan. Istilah ini mau menekankan makna
Ekaristi sebagai puji syukur atas karya
penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus. Maka,
bilamana kita kita menggunakan istilah Ekaristi,
hendaknya kita menyadari bahwa istilah ini
menekankan segi isi dari apa yang dirayakan,

152
yaitu puji dan syukur atas karya penyelamatan
Allah melalui Kristus bagi kita.

6.3.1.2. Ekaristi sebagai Perayaan


Pedoman Misale Romawi No. 16 menjelaskan
bahwa perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus
sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara
hierarkis. Baik bagi Gereja universal dan Gereja
partikular, maupun bagi setiap orang beriman,
Ekaristi merupakan pusat seluruh kehidupan
Kristen. Sebab dalam perayaan Ekaristi terletak
puncak karya Allah menguduskan dunia dan
puncak karya manusia memuliakan Bapa lewat
Kristus, Putra Allah dalam Roh Kudus. Perayaan
Ekaristi merupakan pengenangan misteri
penebusan sepanjang Tahun.
Kitab Hukum Kanonik No. 899 menjelaskan
tentang hakekat perayaan Ekaristi Kudus sebagai
berikut: pertama, perayaan Ekaristi itu
sesungguhnya adalah perbuatan Kristus sendiri
bersama-sama dengan Gereja. Kedua, di dalam
perayaan Ekaristi, melalui pelayanan yang
dilaksanakan oleh imam, Kristus Tuhan yang
sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan
anggur, mempersembahkan diri-Nya kepada

153
Allah Bapa dan menyerahkan diri-Nya sebagai
santapan Rohani kepada umat beriman yang
melibatkan dirinya di dalam upacara korban
Kristus itu. Ketiga, di dalam perjamuan Ekaristi
umat Allah dihimpun bersama uskup atau imam
yang merima mandat dari uskup, yang memimpin
dan sekaligus melakukan sesuatu perbuatan yang
khas dan sekaligus mengatasnamai Kristus.
Keempat, di dalam perjamuan Ekaristi semua
umat beriman yang hadir dan bersama-sama
mengambil bagian masing-masing dengan caranya
yang khas sesuai dengan keanekaragaman
tahbisan dan peran liturgis yang dimainkan.
Kelima, perayaan Ekaristi hendaklah dirancang
sedemikian rupa sehingga semua orang yang
mengambil bagian di dalamnya memperoleh apa
yang dimaksudkan oleh Kristus ketika Ia
mendirikan Upacara Korban Ekaristi.
Lumen Gentium mengartikan Ekaristi sebagai
“Sumber dan puncak hidup iman Kristiani”.
Dikatakan demikian karena seluruh hidup kita
merupakan persembahan dan kebaktian kepada
Allah. Ekaristi disebut sebagai puncak, karena
Ekaristi merupakan kepenuhan pengungkapan,
dan Ekaristi disebut sebagai sumber, karena

154
Ekaristi menjadi dasar bagi seluruh pengungkapan
resmi Gereja. Santo Paulus menganjurkan supaya
kita mempersembahkan diri sebagai persembahan
yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan
kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati
(bdk.Rom 12:1).

6.3.1.3. Bagian-bagian Perayaan Ekaristi


6.3.1.3.1. Ritus Pembuka
Ritus pembuka meliputi bagian-bagian yang
mendahului Liturgi Sabda, yaitu perarakan
masuk, lagu pembuka, tanda salib, salam, kata
pengantar, pernyataan tobat, Tuhan Kasihanilah,
Kemuliaan dan doa pembuka. Tujuan semua
bagian ini adalah mempersatukan umat yang
berhimpun dan mempersiapkan mereka, supaya
dapat mendengar Sabda Allah dengan penuh
perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak.
Bagian-bagian dari Ritus pembuka:
1. Lagu Pembuka
2. Tanda Salib
3. Salam Pembuka
4. Upacara Tobat
5.Tuhan Kasihanilah
6. Kemuliaan

155
7. Doa Pembuka

6.3.1.3.2. Liturgi Sabda


Dalam perayaan Ekaristi, Liturgi Sabda
merupakan bagian sangat penting berkaitan
dengan liturgi Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi,
Kristus menampakkan diri secara makin penuh
dan makin jelas. Dalam liturgi Sabda Kristus
nampak jelas dalam diri umat yang berkumpul
atas nama-Nya. Dalam liturgi Sabda, Ia tidak
hanya hadir tetapi Ia mulai berbicara kepada kita.
Karena itu, perlu banyak iman, cinta kasih,
kerinduan untuk memasang telinga dan
meningkatkan perhatian, sebab yang berbicara
adalah Allah. Arti Liturgi Sabda menjadi lebih
jelas lagi, jika kita perhatikan apa yang
berlangsung sesudahnya. Kristus sendiri
mengumpulkan kita di Gereja. Sabda Kristus itu
menuntut aga kita dalam bagian misa berikutnya
mengambil sikap yang semestinya terhadap fakta
yang terjadi di altar. Fakta itu adalah Tubuh dan
Darah Kristus.
Allah sungguh-sungguh hadir dan bersabda
kepada kita pada kesempatan Liturgi Sabda ini.
Keseluruhan simbol Mimbar Sabda, pembacaan

156
atau homili mengungkapkan kehadiran Allah di
tengah umat-Nya, yang mencipta dan membentuk
umat sebagai persekutuan beriman dengan daya
kekuatan Sabda-Nya. Pada saat ini Allah hadir dan
menantang umat untuk memberi jawaban.
Kesediaan mendengar dan merenungkan sabda
adalah bentuk dari jawaban itu. Tanggapan ini
tampak juga dalam pengakuan iman dan doa-doa
permohonan. Unsur-unsur liturgi sabda adalah:
1. Bacaan Pertama
2. Mazmur Tanggapan
3. Bacaan Kedua
4. Alleluya dan Bait Pengantar Injil
5. Injil
6. Homili
7. Credo
8. Doa Umat

6.3.1.3.3. Liturgi Ekaristi


Unsur-unsur liturgi Ekaristi:
1)Persiapan Persembahan
Dalam bagian ini kita mempersiapkan bahan-
bahan persembahan untuk kurban syukur
Yesus Kristus dan kita mempersiapkan diri

157
untuk mengambil bagian dalam kurban
syukur itu. Persembahan yang sesungguhnya
adalah persembahan Yesus Kristus Imam
Agung kita. Persembahan itu merupakan
kurban syukur yang disampaikan kepada
Allah Bapa demi keselamatan kita. Unsur-
unsur persiapan persembahan adalah:
a)Perarakan Persembahan
b)Nyanyian Persembahan
c) Persiapan Altar
d) Pencampuran Air dengan Anggur
e)Pendupaan
f) Pembasuhan tangan Imam
g)Doa Persiapan Persembahan
2)Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung adalah bagian inti
perayaan Ekaristi. Bagian ini adalah
persembahan atau kurban dan doa dengan nada
syukur. Maka tepatlah kalau kita menggunakan
nama kurban syukur atau Doa Syukur Agung
untuk bagian ini. Kurban syukur ini pertama-
tama adalah kurban syukur Yesus Kristus Sang
Imam Agung kita. Pada saat ini kurban Yesus
Kristus hanya satu satu itu dan sekali terjadi
dihadirkan kembali, dialami ayas cara tak

158
berdarah. Kurban Kristus yang dulu pernah
nampak dalam bentuk penyerahan tubuh dan
penumpahan darah di kayu salib kini hadir
kembali dalam bentuk yang amat sederhana:
roti dan anggur. Kurban syukur ini adalah
kurban Yesus Kristus untuk keselamatan kita.
Kita tidak membawa kurban syukur kita sendiri,
tetapi kita mengambil bagian dalam kurban
syukur Yesus Kristus.
Seluruh doa syukur agung merupakan
kenangan (anamnesis) akan kehadiran Yesus
Kristus yang berkurban dan bersyukur. Di
dalam doa syukur agung kita alami pertama-
tama kegiatan Kristus yang menyelamatkan
manusia sebagai puncak karya penyelamatan
dan alasa dasar bagi manusia untuk bersyukur.
Unsur-unsur Doa Syukur Agung:
a)Prefasi (Ucapan Syukur)
b)Aklamasi Umat (Kudus)
c) Doa Epiklesis
d) Kisah Institusi
e)Seruan Anamnesis
f) Doa Kurban
g)Epiklesis Untuk Persatuan Umat
h) Doa Permohonan

159
i) Doksologi dan Amin

3)Upacara Komuni
Inti bagian komuni adalah penghayatan
persatuan persaudaraan dalam iman akan
Yesus Kristus. komuni bukanlah pertama-
tama tindakan menerima atau menyambut
Tubuh dan Darah Yesus Kristus, tetapi
mengalami persatuan persaudaraan dalam
Yesus Kristus dan bersama saudara-saudari
seiman. Menerima komuni berarti mengalami
persatuan persaudaraan beriman. Unsur-
unsur upacara komuni:
1) Bapa Kami
2) Salam Damai
3) Pemecahan Roti
4) Pencampuran Roti dengan Anggur
5) Anak Domba Allah
6) Ajakan Menyambut Tubuh-Darah
Kristus
7) Pembagian Tubuh dan Darah Kristus
8) Nyanyian Komuni
9) Pembersihan Peralatan Altar
10) Doa Pribadi atau Lagu Syukur

160
6.3.1.3.4. Ritus Penutup
Dalam bagian ini seluruh jemaah mendapat
amanat perutusan untuk memperlihatkan buah-
buah dari Sakramen Ekaristi dalam hidup sehari-
hari. Maka perutusan adalah bagian ini dari
bagian ini. Perutusan dan berkat sebagai bagian
inti dari bagian ini mengingatkan kita akan
pentingnya hubungan antara perayaan Ekaristi
dengan hidup harian. Unsur-unsur bagian ritus
penutup:
1)Pengumuman
2)Salam dan Berkat
3)Pengutusan
4)Penghormatan Altar
5)Nyanyian Penutup

161
BAB VII
MARIA SEBAGAI MODEL KESETIAAN
ORANG BERIMAN KRISTIANI

7.1. Pengantar
Tema ini akan dijabarkan dalam dua subtema.
Pertama, kita akan menjelaskan tentang Maria
sudut pandang biblis atau Kitab Suci, secara
khusus kesaksian para penulis Perjanjian Baru.
Kedua, kita akan berbicara tentang Maria dari
perspektif dokumen resmi Gereja Katolik.
Sehubungan dengan ini, uraian akan dipusatkan

162
pada empat dogma mariologis; pandangan
konstitusi dogmatis Lumen Gentium dan Ensiklik
Redemptoris Mater.

7.2 Kesaksian Kitab Suci


7.2.1 Maria Dalam Injil Mateus
Penginjil Matius menampilkan Maria dalam
dua tahap, yaki pada masa kanak-kanak Yesus dan
ketika Yesus berkarya di depan publik. Munculnya
pribadi Maria dalam masa kanak-kanak Yesus
ditemukan dalam bab 1:1-25 dan 2:1-23. Dalam
kisah tentang silsilah Yesus, Maria muncul pada
bab 1:16. Ayat ini dilihat sebagai persiapan misteri
penjelmaan yang terjadi di luar pehitungan
manusia. Maria ditampilkan sebagai cincin
terakhir sebuah rantai yang dimulai dengan
rencana keselamatan dalam Perjanjian Lama dan
pelaksanaan keselamatan dalam Perjanjian Baru.
Maria adalah saksi kesetiaan Allah pada janji-Nya.
Kesaksian Matius menyatakan bahwa terwujudlah
janji Allah. Mesias yang lahir dari bunda Maria
adalah Yesus Kristus, penyelamat seluruh umat
manusia. Dalam masa kehidupan Yesus di depan
umum, Matius menampilkan Maria sebagai
pribadi yang mengikuti Sang Sabda (12:46-50).

163
7.1.2 Maria Dalam Injil Markus
Markus menampilkan dua kisah tentang Maria.
Kisah pertama tentang Maria dalam injil ini dapat
ditemukan dalam bab 3:31-35. Dalam perikop ini,
penginjil memperlihatkan bahwa tuntutan misi
dan perutusan Yesus melebihi kewajiban terhadap
keluarga. Maria ditampilkan sebagai murid yang
setia mengikuti Yesus dalam ziarah menuju
Yerusalem surgawi. Dalam ziarah ini, Maria
adalah saudara seiman bagi umat Putranya. Maria
adalah ibu, citra dan saudara seiman. Kisah kedua
tentang Maria dalam injil Markus dapat
ditemukan dalam bab 6:3. Perikop ini dilihat
sebagai salah satu dasar keyakinan Gereja bahwa
Maria itu tetap perawan. Panggilan dan
peranannya berkaitan langsung dengan
penjelmaan, dengan karya Roh Kudus dan
keselamatan.

7.2.3. Maria Dalam Perspektif Lukas


Bila dibandingkan dengan tiga penginjil yang
lain (Markus, Mateus dan Yohanes), penginjil
Lukas memiliki bahan atau kisah cukup banyak

164
tentang Maria. Ada beberapa perikop dalam injil
Lukas yang menampilkan pribadi Maria.

a. Lukas 1:26-56
Dalam perikop ini, Maria digambarkan sebagai
pribadi yang secara definitif diantar memasuki
misteri Kristus melalui peristiwa Kabar Malaikat.
Hal ini terjadi di Nazaret, dalam suatu realitas
konkret sejarah Israel. Malaikat menyebut Maria
sebagai “yang penuh rahmat”. Penuh rahmat
berarti diubah seluruhnya oleh rahmat Tuhan.
Artinya Maria telah disucikan seluruhnya oleh
Tuhan sendiri. Dengan demikian Maria
dikuduskan bukan baru pada saat menerima kabar
gembira, melainkan sejak awal mula konsepsinya
di dalam rahim ibunya, Allah telah menguduskan
dan membebaskannya dari segala noda dosa.
Pada saat Maria menerima kabar dari malaikat
Gabriel, ia dipanggil untuk melakukan suatu
tindakan iman yang bersifat pribadi. Maria
dipanggil untuk menjadi bagian dari rencana
keselamatan Allah. Ini memerlukan iman yang
besar untuk memberikan jawaban yang tepat.
Maria berusaha mengerti maksud Allah untuk
memahami bagaimana hal itu menjadi mungkin.

165
Maria memahami bahwa jawabannya harus lahir
dari bagian terdalam kehidupan iman. Ia
menjawabi dengan suatu tindakan iman yang
pribadi, “Terjadilan padaku menurut
perkataanmu” (Luk 1:38).
Fiat Maria mewakili suatu jawaban iman yang
pernah diucapkan bangsanya untuk meneguhkan
perjanjian, yakni ketaatan dan kesetiaan kepada
Yahwe. Maria menjadi kenisah dan Tabut
Perjanjian Baru. Kidung Maria merupakan
ungkapan iman berciri pujian dan syukur.
Menurut gambaran Lukas bab 1 Maria memang
percaya sepenuh-sepenuhnya pada Allah. Justru
karena kepercayaannya ini, ia dipuji bahagia (Luk
1:45).

b. Lukas 2:21-40
Teks ini merupakan sebuah kisah panggilan
seperti yang dapat kita lihat dalam diri Zakharia.
Penyerahan diri Maria yang total kepada
kehendak Allah pasti membawa konsekuensi yang
berat bagi ziarah imannya. Penyerahan diri yang
total itu mengandung makna bahwa Maria akan
meneriman segala konsekuensi yang dihadapi
karena imannya itu.

166
c. Lukas 2:41-52
Kebersamaan Yesus dengan Maria sebelum
Yesus menjalankan karya-Nya di depan umum
adalah dalam perayaan Paskah di Yerusalem.
Dalam Kisah ini, Lukas menampilkan Maria yang
terus maju dalam ziarah imannya. Ia sudah lama
hidup bersama Sang Sabda dan merenungkan
semua peristiwa bersama Sang Sabda itu di dalam
hatinya. Pemilihan Allah terhadap Yesus makin
jelas. Manusia pertama yang diizinkan mengenal
Kristus adalah Maria. Meskipun demikian, hidup
Yesus tetap misteri bagi manusia. Hanya Allah
Bapa-Nya yang mengenal Dia secara sempurna.
Meskipun Yesus tetap misteri baginya, ia tetap
setia mengikuti ziarah imannya.

7.2.4. Maria Dalam Injil Yohanes


Penginjil Yohanes menampilkan dua peristiwa
penting tentang Maria, yakni pesta perkawinan di
Kana dan salib. Di sini kita melihat bahwa
Yohanes merefleksikan peran Maria dalam
perjalanan misioner Yesus. Berbeda dengan Lukas
dan Mateus yang memberikan tekanan pada
penjelasan tentang asal usul Yesus, Ia memulai

167
injilnya dengan suatu refleksi teologis yang sangat
mendalam, yakni peristiwa inkarnasi Allah. Dalam
peristiwa inkarnasi ini Maria tentu memiliki peran
yang sangat penting. Nampaknya Yohanes melihat
bahwa penjelasan tentang asal usul Yesus sudah
dikenal publik. Dalam injilnya, Yohanes
menampilkan Maria sebagai orang yang setia
dalam perjalanan karya misioner Yesus. Maria
ditampilkan pada awal pernyataan kuasa Yesus
sebagai Anak Allah dalam pesta di Kana (Yoh 2:1-
11) dan Maria yang mengikuti Yesus sampai di
puncak karya misionernya, yakni salib (Yoh 19:25-
27).

7.2.5 Kisah Para Rasul 1:14


Dalam Kisah Para Rasul, Maria ditampilkan
sebagai ibu yang setia berdoa bersama para murid.
Kedudukan Maria sesudah kenaikan Yesus ke
surga adalah berada dalam dan bersama dengan
Gereja yang dikepalai para rasul. Maria
mempersatukan para murid Yesus. Maria menjadi
pemersatu bagi Gereja. Iman Maria bersifat
eklesial dan komunal.

7.2.6. Maria Dalam Surat-surat Paulus

168
Dalam Galatia 4:4, Maria dilihat sebagai
pribadi yang terlibat dalam sejarah keselamatan.
“Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah
mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.”
Meskipun Maria bergantung pada Putranya, tetapi
dalam arti tertentu rencana penyelamatan itu
bergantung pada Maria, yakni dalam
kesediaannya menjadi bunda penebus. Kesediaan
Maria membuka kemungkinan bagi universalitas
keselamatan. Maria adalah jaminan realitas
peristiwa inkarnasi. Kesediaan Maria menjadi
Bunda Yesus berarti memberi kesempatan pada
Allah untuk masuk dalam situasi dan mengalami
sejarah manusiawi. Maria turut berpartisipasi
dalam misteri penjelmaan diri Allah menjadi
manusia.

7.3. Dogma-Dogma Gereja Mengenai Maria


7.3.1.Dogma Maria Bunda Allah
Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria
dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai
Bunda Allah. Bahkan dapat dikatakan bahwa
seluruh gelar tentang Maria bersumber pada
kenyataan bahwa Maria adalah Bunda Allah,

169
bunda Sang Pen ebus. Oleh karena itu, semua
gelar Maria senantiasa bersumber pada misteri
Inkarnasi Kristus. Jadi, seluruh gelar Maria adalah
untuk semakin memperkuat pengajaran tentang
Inkarnasi Kristus.
Dogma Maria Bunda Allah sudah dinyatakan
dalam konsili Efesus pada tahun 431. Dogma
muncul di tengah arus kuatnya ajaran Nestorius
yang menolak ajaran tentang Maria Bunda Allah.
St. Sirilus dari Alexandria melawan Nestorius atau
mempertahankan ajaran iman Katolik tentang
Bunda Maria sebagai Bunda Allah. Untuk
melawan ajaran Nestorius ini, Sirilus menekankan
kesatuan dari keilahian dan kemanusiaan Kristus.
Dengan demikian, Dogma Maria Bunda Allah
didasarkan atas relasi khusus dengan Yesus,
Putera Allah. Maria sebagai Bunda Allah karena
mengandung dan melahirkan Putera Allah.
Kemajuan refleksi tentang Maria tidak
terlepas dari kemajuan dalam bidang kristologi.
Refleksi kristologi selalu mempunyai implikasinya
terhadap pandangan tentang Maria. Kalau Yesus
benar-benar Allah, maka ibu Yesus juga menjadi
Ibu Allah. Maka sejak abad IV Maria mulai disebut
"theo-tokos", "Dei-Genitrix", artinya yang

170
melahirkan Allah. Dalam bahasa Latin sebutan
“Dei-Genitrix” ini diterjemahkan dengan “Mater
Dei”, Bunda Allah. Sejak abab IV gelar itu menjadi
lazim dipakai. Istilah itu tidak mengatakan bahwa
Allah mempunyai ibu, tetapi manusia yang adalah
Allah tentu saja mempunyai ibu. Dogma
mariologis ini hanya d apat dibenarkan dan
dipahami dalam rangka dogma kristologis.
Maksudnya, dogma mariologis ini didasarkan atas
suatu keyakinan mendasar tentang Allah yang
inkarnatif, Allah yang menjelma menjadi manusia.

7.3.1.2. Maria Tetap Perawan


Dogma yang kedua adalah dogma Maria Tetap
Perawan. Gereja Katolik mengajarkan bahwa
Maria tetap perawan sebelum, pada saat dan
sesudah melahirkan Yesus. Dogma ini tentu
menimbulkan perdebatan yang serius. Dasar
persoalannya adalah bahwa doktrin seperti ini
bertentangan dengan fakta biologis bahwa orang
yang sudah melahirkan anak tentu kehilangan
keperawanannya. Diskusi seputar dogma ini
semakin serius karena mereka yang menegasikan
ajaran ini mendasarkan keberatannya pada Kitab
Suci. Jika orang yang mendukung ajaran ini

171
melihat dasar keyakinannya dalam Kitab Suci,
demikian juga mereka yang menolaknya
merujukkan penolakannya pada Kitab Suci.
Contoh teks yang biasa diangkat adalah Matius
13:55, Markus 6:3 “Bukankah Ia ini anak tukang
kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-
saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?”.
Mereka melihat bahwa kata saudara-saudara ini
menunjukkan bahwa Maria memiliki lebih dari
satu anak. Para pendukungan dogma Maria tetap
perwan berusaha menjernihkan penafsiran yang
dangkal dari penentangnya dan merujuk kepada
teks-teks tertentu dalam Kitab Suci yang intinya
memperlihatkan bahwa peristiwa mengandung
dan melahirkan Yesus adalah rencana Allah.
St. Ignasius dari Antiokhia adalah teolog
pertama yang muncul pada abad II yang
memberikan perhatian pada tema mariologis.
Refleksi teologisnya didasarkan atas Gal 4:4
“Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah
mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.
Pikiran pokok dalam ayat ini adalah penjelmaan
Putra Allah, yang lahir dari seorang perempuan.
Pembicaraannya tentang Maria berkaitan erat

172
dengan upaya untuk membela ajaran iman Katolik
tentang kemanusiaan Yesus.
Perlu diingat bahwa tradisi mengenai
mengandung Yesus oleh perawan Maria pertama-
tema mengenai Yesus Kristus, bukan Maria.
"Conceptio virginalis" pertama-tema termasuk
kristologi, bukan mariologi. Tetapi secara tak
langsung ajaran itu juga mengatakan sesuatu
tentang Maria. Sebagai perawan ia menjadi ibu,
sehingga ia ibu-perawan. Ia perawan dalam
keibuannya dan tidak terlepas darinya. Sebagai
perawan Maria mengandung Yesus.
Keperawanan Maria tidak langsung
dihubungkan dengan panggilannya sebagai bunda
Allah. Konsili vatikan II menghubungkannya
dengan imannya, “ dalam iman dan ketaatan ia
melahirkan Putra Bapa sendiri di dunia dan itu
tanpa mengenal pria, dalam naungan Roh kudus,
sebagai hawa yang baru, karena percaya akan
utusan Allah, dengan iman yang tidak tercemar
oleh kebimbangan (LG 63). Iman berarti
penyerahan kepada Allah dan penyerahan Maria
yang total terungkap dalam keperawanannya.
Dalam keperawanan Maria tampak bahwa Kristus
dan kelahirannya merupakan misteri iman. Oleh

173
karena itu, Gereja menegaskan bahwa martia itu
“pola teladan Gereja yang mengagumkan dalam
iman dan cinta kasih (Lg 53 dan 63). Keperawanan
Maria berhubungan dengan keibuannya, sejauh ia
melahirkan Anak Allah sebab “ia percaya bahwa
apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan
terlaksana (Luk 1:45).
Maria sebagai perawan mengandung Yesus
hanya karena diminta Allah, jadi sebelum menikah
dan berkumpul dengan suaminya. Itu juga
disarankan Mat 1:18.25. Nahkah ini
menggambarkan yufuf gelisah oleh karena calon
istrinya hamil sebelum menikah secara resmi.
Maka keperawanan merupakan akibat dipilihnya
Maria menjadi ibu Yesus Kristus. Menurut
gambaran Injil Lukas Maria sepenuh-penuhnya
merelakan diri bagi maksud Allah. Meskipun
belum menikah ia menyetujui (Luk 1:38) maksud
Allah dan sebulat-bulatnya menjadi hamba Allah.
Kerelaaan itulah yang merupakan dimensi
spiritual keperawanan Maria ditinjau dari sisi
Maria. Ia merelakan dirinya dan seluruh hidupnya
untuk melayani rencana Allah. Mengingat bahwa
anak Maria, Yesus, menjadi juruselamat umat
manusia, maka termasuk ibu-Nya merelakan diri

174
bagi penyelamatan dunia, berarti kerajaan Allah.
Maka Maria perawan spiritual atau fisik demi
kerajaan Allah (mt 19:12). Oleh karena Allah
melalui anak Maria mau menyelamatkan dunia
dan mewujudkan Kerajaan-Nya maka Maria
sebagai hamba Allah dengan rela menjadi ibu-
perawan, yang mengandung juru selamat itu.
Penegasan bahwa Maria adalah perawan
tidak didasarkan atas suatu pengamatan ilmiah
tetapi dijabarkan dari iman Kristen, dari iman
yang mengenai relasi antara Allah dan manusia.
Allah tidak memperlakukan manusia sebagai
benda mati, tetapi makhluk yang bebas. Manusia
itulah yang diikutsertakan dalam karya
penyelamatan, yang secara unggul dan malah
tunggal diikutsertakan adalah ibu Yesus, yang
sebagai ibu mempunyai relasi tunggal dengan
anaknya, juru selamat dunia. Sebulat-bulatnya dan
secara ekslusif Maria merelakan diri. Sikap
dinamik itulah keperawanan spiritual Maria.
Dimensi fisik biologi terlebih berkaitan dengan
dimensi kristologis, tetapi dari segi mariologi juga
dimensi itu berperan sebagai tanda keperawanan
spiritual.

175
Relevansi teologis ajaran tentang keperawan
tetap itu terletak dalam hal ini: karya
penyelamatan Allah dapat mencetuskan dari
pihak manusia suatu tanggapan dan penyertaan
aktif yang bulat menyeluruh, sehingga orang yang
bersangkutan tidak sempat melibatkan diri dalam
suatu yang tidak secara langsung berhubungan
dengan karya itu. Maria dinilai sebagai seorang
yang sepenuh-penuhnya Kristen, yang
merealisasikan segala kemungkinan yang
terkandung dalam iman Kristen, termasuk
keperawanan tetap yang dianjurkan dan
dipraktekkan Yesus dan Paulus (Bdk 1 Kor 7:7-
8.26.32.34.40) sebagai suatu kemungkinan.
Selayaknya itu terwujud pada diri dan kehidupan
ibu Yesus, akibat realisasi keibuan yang memang
unik. Dalam rangka perkawinan Maria tetap
perawan secara spiritual dan fisik.

7.3.1.3. Maria Dikandung Tanpa Noda


Pada tanggal 8 Desember 1854 Paus Pius IX
menetapkan dogma tentang Maria yang
dikandung tanpa noda dosa asal dan bebas dari
dosa serta dari kecendrungan untuk berbuat dosa.
Inti dari dogma ini adalah Maria mengandung

176
dalam keadaan perawan. Paus Pius IX
menetapkan doga tentang Maria tetap perawan
dalam Bulla Ineffabilitas Deus. Dalam Bulla ini
dinyatakan bahwa Maria adalah puncak dari
kemenangan ilahi. Bunda Maria adalah Yerusalem
baru, ciptaan baru, kediaman baru, dan harapan
suatu manusia baru.
Maria dikandung tanpa dosa karena ia
menjadi Bunda Kristus. Sejak awal hidupnya ia
dipersiapkan bagi tugas dan panggilan yang luhur
itu. Maria suci dan tidak bercela di hadapan Allah.
Ia dipilih dari semua manusia dan dipeuhi dengan
rahmat. Ia diberkati di antara semua perempuan
dan Allah mengerjakan perbuatan besar
kepadanya.
Kesuician Maria berhubungan langsung baik
dengan keperawanannya maupun dengan
keibuannya. Maka dalam Gereja “Menjadi lazim
untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan
tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga,
bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk
baru oleh Roh Kudus (LG 56). Keibuannya terjadi
karena naungan Roh Kudus, yang adalah Roh
kesucian dan Maria dengan sepenuhnya
menyerahkan diri kepada karya Roh itu dengan

177
menjwab kepada malaikat, “jadilah pada menurut
perkataanMu” (Luk 1:38). Iman akan karya Allah
itu membuatnya suci secara total. Itu berarti
bahwa “tidak pernah terkena oleh segala cemar
dosa asal” (LG 59). Sejak kandungannya Maria
sudah menjadi kekasih Allah.

7.3.1.4. Maria Diangkat ke Surga


Paus Pius XII menetapkan dogma Maria
diangkat ke surge pada tanggal 1November 1950
dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus
(Allah yang Maha Murah). Konstitusi berbicara
tentang dogma Maria diangkat ke surge. Dalam
konstitusi ini ditandaskan bahwa Maria diangkat
ke surga karena teladan hidupnya. Misteri Maria
diangkat ke surga berhubungan langsung dengan
kebangkitan Yesus.
Dogma Maria diangkat ke surga dikeluarkan
oleh Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950
dengan konsitusi apostolik Munificentissimus Deus
(Allah yang Mahamurah). Dogma ini tidak
didasarkan hanya pada satu privilegium saja,
misalnya Keibuan Ilahi, Tak Bernoda, Tetap
Perawan, melainkan pada kehidupan dan peranan
bersama Kristus. Maria diangkat ke surga karena

178
kesatuannya yang sempurna dengan Sang Putra.
Kristus mengalamai kebangkitan dari antara orang
mati. Misteri Maria diangkat ke surga
berhubungan langsung dengan kebangkitan
Yesus. Kemenangan Yesus atas maut berlangsung
bukan hanya di dalam kebangkitan pribadinya
melainkan juga di dalam kebangkitan definitif
segenap umat manusia.
Penetapan ajaran resmi Gereja tentang Maria
diangkat ke surga didasarkan atas empat
pertimbangan teologis. Pertama, pantaslah Santa
Perawan Maria diikutsertakan dalam kemuliaan
Putranya. Yesus naik ke surga dengan jiwa dan
badannya, maka hal ini berlaku juga untuk Maria.
Kedua, dalam hidupnya Maria diikutsertakan
secara penuh dalam karya penyelamatan Yesus
Kristus. Karena itu Maria jugapantas
diikutsertakan dalam kebangkitan, juga sebelum
akhirat. Ketiga, dogma Maria diangkat ke surga
memiliki dasar biblis, yakni dalam penggambaran
Maria sebagai Bunda Yesus, tetap perawan dan
serba suci. Keempat, Gereja sudah memandang hal
ini berabad-abad lamanya sebagai pokok iman.
“Akhirnya perawan tak bernoda,yang tidak
pernah terkena oleh segala cemar dosa asal,

179
sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di
dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di
surge berserta badan dan jiwanya. Ia telah
ditinggikan oleh Tuhan sebagai ratu alam semesta,
supya secara lebih penuh menyerupai puteranya,
Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan
dosa dan maut” (LG 59). Terangkatnya perawan
tersuci adalah suatu keikutsertaan yang istimewa
pada kebangkitan puteranya dan satu antisipasi
dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.

7.3.2. Dokumen-Dokumen Gereja Tentang Maria


7.3.2.1. Lumen Gentium: Maria Perawan Dan
Bunda Allah Dalam Misteri Kristus Dan
Gereja
Konsili Vatikan II menyajikan pandangan
tentang Bunda Maria dalam Konstitusi Dogmatis
Lumen Gentium,khususnya dalam bab delapan.
Maksud konsili menetapkan pandangan tentang
Bunda Maria dijelaskan dalam Lumen Gentium no.
54. Maka sementara menguraikan ajaran tentang
Gereja, tempat penebus ilahi melaksanakan
penyelamatan, Konsili suci hendak menjelaskan
dengan cermat baik peran Santa Perawan dalam
misteri Sabda yang menjelma serta Tubuh Mistik-

180
Nya, maupun tugas-tugas mereka yang sudah
ditebus terhadap Bunda Allah, Bunda Kristus dan
Bunda orang-orang terutama yang beriman.
Doktrin tentang Maria dimulai dengan
menampilkan gagasan tentang hubungan antara
misteri penyelamatan Allah dengan peran spesifik
Maria dalam tata keselatan itu Dalam artikel ini
dijelaskan bahwa keselamatan hanya bersumber
pada Allah. Allah menyelamatkan manusia hanya
karrena kasih yang begitu besar kepada manusia.
Tindakan penyelamatan Allah dinyatakan secara
sempurna dalam melalui Yesus Kristus. Manusia
memahami rencana keselamatan Allah karena
Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia.
Dalam peristiwa inkarnasi, Maria mengambil
peran yang sangat istimewa. Kesediaan Maria
untuk menjadi ibu bagi Sang Sabda membuka
kemungkinan bagi universalitas keselamatan
Allah (art.52) Kesediaan Maria untuk menjadi
Bunda Allah berarti memberi kesempatan pada
Allah untuk masuk dalam situasi dan mengalami
sejarah manusia. Dengan demikian, Maria
memiliki partisipasi yang sanagt istimewa dalam
mewujudkan rencana keslamatan Allah bagi
manusia.

181
Maria adalah Bunda Allah dan anggota Gereja.
Kesediaan Maria untuk mengandung dan
melahirkan Sang Sabda memungkinkan Maria
mendapat rahmat yang istimewa yakni peran
sebagai Bunda Allah. Maria sebagai Bunda Allah
menunjuk pada pribadi Maria sebagai Ibu Yesus.
Sebutan Maria sebagai Bunda Allah
mengungkapkan relasi yang tak terceraikan antara
keilahian dan kemanusiaan Kristus. Melalui
peristiwa inkarnasi, Allah memberi tempat yang
istimewa kepada Maria. Ia diangkat menjadi
Bunda Allah. Sebagai anggota Gereja, Maria
mengantar semua anggota Gereja kepada kesatuan
dengan Puteranya. Ia adalah anggota Gereja yang
unggul melampaui anggota lainnya karena
kesempurnaan imannya.
7.3.2.2. Redemtoris Mater: Santa Perawan Maria
Dalam Kehidupan Gereja Yang    Berziarah
Paus Yohanes Paulus II menuangkan
refleksinya tentang Maria dalam Ensiklik
Redemptoris Mater yang dikeluarkan pada tanggal
25 Maret 1987. Ia adalah paus yang memiliki
devosi yang sangat kuat terhadap Bunda Maria.
Kesetiaan dan ketekunan dalam tugas
kegembalaannya tidak terlepas dari penyerahan

182
dirinya pada perlindungan dan pertolongan
Bunda Maria. Dalam ensiklik Redemptoris Mater, ia
mengemukan beberapa pandangan yang
mendasar mengenai Maria, antara lain: Pertama,
Maria adalah wanita yang penuh rahmat. Dengan
salam malaikat, Maria secara definitif masuk
dalam misteri Kristus. Maria mendapat berkat
yang istimewa dari Allah. Maria dipanggil sebagai
wanita yang terberkati bukan hanya dalam
pewartaan malaikat, tetapi juga oleh Elisabeth.
Dalam salam malaikat dan Elisabet, Maria seakan-
akan mendapat nama baru “yang penuh rahmat”.
Maria mendapat berkat khusus karena Allah
memilih dia menjadi Bunda Putera-Nya.
Sebutan Maria sebagai yang penuh rahmat
menunjukkan pada pemilihan Maria sebagai
Bunda Putera Allah. Pemilihan Maria itu
seluruhnya bersifat istimewa dan unik. Dengan
itu, Maria juga mendapat tempat yang unik dan
istimewa dalam seluruh misteri Kristus. Maria
sebagai pribadi yang penuh rahmat karena
penjelmaan diri Putera Allah terjadi dalam dirinya.
Maria menjadi wanita yang terberkati karena
percaya. Maria hadir dalam misteri penyelamatan
karena dia percaya. Dalam menanggapi

183
pernyataan malaikat, Maria mempercayakan diri
sepenuhnya kepada Allah dengan menundukkan
akal budi dan kehendaknya. Hal ini menunjukkan
ketaatan iman kepada Allah. Dengan menerima
kabat malaikat, Maria menjadi Bunda Tuhan.
Misteri penjelmaan menjadi sempurna ketika
Maria mengucapkan fiat: “Jadilah padaku seperti
katamu itu”. Maria mengucapkan fiat ini dalam
iman. Dalam iman dia mempercayakan diri
kepada Allah tanpa batas apa pun.
Ketaatan iman Maria diuji dalam seluruh
perjalanan hidupnya. Maria mengikuti seluruh
jalan Putranya sampai pada peristiwa puncak
misi-Nya di dunia. Maria tidak pernah gagal
dalam imannya. Maria sebagai Bunda Yesus yang
setia menyertai-Nya sampai di kaki salib. Peran
keibuan Maria terletak dalam sikap imannya yang
setia mendengarkan dan melaksanakan kehendak
Allah. Maria disebut sebagai yang berbahagia
karena ia melaksanakan Firman Allah. Dengan
demikian, keibuan Maria bukan hanya dalam
daging tetapi juga dalam hal rohani.
Keibuan Maria ditunjukkan secara total. Ia
menyertai Yesus sampai di kaki salib. Penginjil
Yohanes menampilkan keibuan Maria dalam

184
perjamuan di Kana. Di sini Maria tampil sebagai
ibu yang percaya akan kekuasaan yang ada di
dalam diri Puteranya. Di sini ia tampil sebagai
Bunda Yesus pada awal kehidupan di depan
umum. Dalam peristiwa ini Yesus menyatakan
kemuliaan-Nya. Pada bagian lain Yohanes
memperkuat s ifat keibuan ini dalam peristiwa
puncak karya penyelamatan Yesus, yakni dalam
peristiwa salib. Kesatuan Maria dengan Putranya
sampai di salib karena Allah selalu menyertai dia.
Kekuatan Allah yang diwartakan oleh malaikat
Gabriel pada awal ziarah iman Maria mengikuti
Sang Sabda sungguh dirasakan Maria. kekuatan
Allah inilah yang memungkinkan Maria bertahan
dalam ziarah imannya. Di bawah kaki salib, Maria
menerima aspek baru keibuan Maria, yaklni
keibuan rohani bagi semua orang beriman kepada
Kristus.

185
186
BAB VIII
BERIMAN DALAM KONTEKS PLURALISME
AGAMA

8.1. MAKNA PLURALISME AGAMA


Pluralisme telah menjadi pengalaman
keseharian manusia.Wilayah yang dahulu dihuni
oleh orang dari satu agama saja sekarang menjadi
tempat pertemuan berbagai agama.Perjumpaan
agama-agama telah menjadi kenyataan yang kasat
mata dan menjadi fenomen yang tidak dapat
dibantah. Agama-agama tampaknya tidak bisa lagi
hidup sebagai sebuah “getho” yang terkucil dan
pada pihak lain agama-agama mulai berpikir dan
mengambil sikap terhadap agama-agama lainnya.

187
Dalam sejarah sikap ini telah terpatri dalam
beberapa kecenderungan antara lain: sikap
eksklusif, sikap inklusif/pluralis dan sikap
korelasional. Karena itu “pluralisme Agama” telah
menjadi perhatian para ilmuwan agama yang
dengan berani mencanangkan etika global atau
paradigma lintas batas yang patut mendapat
perhatian kita semua antara lain:
a. Allah itu sempurna dan hanya dialah yang
sempurna sedangkan yang lainnya tidak
sempurna. Karena Allah sempurna dia tidak
perlu dibela oleh manusia.Kalau ada yang
bersikeras bahwa ada lembaga yang sempurna
seperti Allah dia mengulangi dosa di kebun
firdaus yaitu “kecenderungan menjadi sama
dengan Allah” dan dengan demikian akan
menjadi sumber kekerasan atas nama agama.
b. Agama adalah sarana untuk lebih dekat
dengan yang Ilahi.Agama bukan tujuan dalam
dirinya sendiri.Karena agama adalah sarana
bukan tujuan maka sarana tersebut harus
mampu juga memperbaiki dirinya. Agama
harus dibersihkan dari “Fundamentalisme,
ekslusivisme, fanatisme, atau kekerasan atas
nama agama”.Setiap bentuk kekerasan atas

188
nama agama menurunkan martabat agama
apapun.
c. Dialog sejati akan mengusung nilai-nilai
kemanusiaan seperti bebas, hormat, setara
yang dewasa ini adalah bagian integral dari
masyarakat beradab. Agama yang tidak
mengusung dialog akan dengan sendirinya
terdepak dari dunia peradaban.
d. Agama diciptakan untuk manusia dan
manusialah yang membutuhkan agama bukan
sebaliknya.Prioritas manusia atau
“pemanusiaan manusia” lewat agama ini telah
merupakan landasan bersama kemanusiaan
global untuk berjuang membebaskan manusia
dari pelbagai belenggu sosial.
e. Setiap agama itu unik namun keunikan itu
diperoleh bukan lewat “eksklusi”(by
ecsclusion) melainkan lewat “relasi”(by
relation”). Semua agama boleh mencanangkan
keunikannya namun keunikan itu tidak dapat
diperoleh tanpa keunikan orang lain. Karena
itu tuntutan keunikan setiap agama harus
mengenyakan atau membuang jauh-jauh
pathologi yang disebut “pluralisme-fobia”atau

189
ketakutan terhadap pluralisme yang sehat dan
wajar.

8.2. TANTANGAN PLURALISME AGAMA


Memasuki medan pluralisme agama berarti
berjalan dalam kawasan yang penuh dengan
pertanyaan dan ketegangan.Semua agama
diwajibkan untuk merumuskan loyalitas kepada
agamanya sendiri sekaligus keterbukaan kepada
atau dialog agama lain.Agama-agama
mempunyai tugas untuk merumuskan
keberakaran sekaligus keterbukaan, meracik
jatidiri namun bukan sebuah fanatisme,
membangun sikap otonom sekaligus lintas batas,
menawarkan jatidiri lewat sikap atau perspektif
dialogal.Hal-hal seperti ini memang menjadi
tantangan sekaligus peluang untuk semua
agama tanpa kecuali. Tantangan-tantangan
akibat pluralisme Agama dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Hadirnya ketidakpastian teologis dimana
agama-agama itu mengarahkan loyalitas sikap
beragamanya. Bagaimana penganut sebuah
agama dikatakan “loyal” sekaligus “terbuka
dan dimurnikan” oleh agama lain. Masalah-

190
masalah yang timbul ini menyatakan secara
jelas kebutuhan akan hadirnya “teologi
agama-agama” agar umat beragama melihat
dan merayakan pluralisme sebagai ungkapan
keluasan dan kedalaman yang Ilahi yang
melampaui ruang dan waktu.
b. Sikap-sikap awal berhadapan dengan
pluralisme agama adalah “toleransi”. Namun
toleransi adalah sikap dimana orang
berkeyakinan bahwa agama lain “dibiarkan”
atau ‘tidak diganggu”.Dan seringkali toleransi
masih dilihat dan disalahpahami sebagai
penyamaan. Misalnya orang mengatakan:”kita
toleran karena semua agama pada hakikatnya
sama” atau “karena agama-agama itu hanya
jalan berbeda menuju tujuan yang sama”.
Mentoleransi pihak lain seperti yang
diungkapkan ini sebenarnya bukan toleransi
dan hal seperti ini masih terjadi di tengah
masyarakat. Kita baru berbicara mengenai
toleransi apabila kita bersedia menerima dan
mengakui sungguh-sungguh pluralisme
agama.Dengan ini berarti kita menerima
perbedaan.Toleransi berarti menerima saudara
atau kelompok saudara walaupun

191
pandangan,kepercayaan dan keyakinannya
berbeda.
c. Kesadaran personal-eksistensial bahwa ada
banyak agama membawa orang kepada
kesadaran historis bahwa semua agama
terbatas. Kesadaran sejarah menegaskan
bahwa sejauh setiap kenyataan itu
historis,kenyataan itu terbatas.Hal itu berarti
agama dipengaruhi dan dibatasi oleh konteks
historis itu. Karena itu pengetahuan kita selalu
merupakan pengetahuan yang terbatas dan
ditafsirkan.Dan karena pengetahuan itu selalu
ditafsirkan dan penafsiran selalu muncul dari
situasi historis partikular tempat kita
berada.Dengan kata lain dibutuhkan sebuah
keberanian untuk melempar jangkar ke
kedalaman dari aneka ragam titik pandang
yang berubah terus menerus.
d. Tantangan pluralisme agama yang kita
saksikan dalam sejarah Gereja misalnya
ditandai dengan beberapa posisi dasar yaitu:
Eksklusivisme, Inklusivisme dan pluralisme
dengan segala konsekwensi dan nuansanya.

8.3. PERKEMBANGAN AJARAN GEREJA

192
Konsili Vatikan II(1962-1965) harus dicatat
sebagai sebuah karya agung dan monumental,
sebuah temu wicara dan pencapaian rohani yang
tidak saja menawarkan ekologi pikiran yang
mencengangkan melainkan juga kesadaran atau
kecerdasan moral yang sangat mendalam. Konsili
mengubah peta hubungan antar-umat
beragama,baik pada tingkat lokal,regional bahkan
internasional.Konsili telah berhasil memukau
dunia dengan pelbagai penyataan profetisnya
lewat revolusi eklesiologis yang dicanangkannya
secara sadar.Bukan saja orang katolik yang
digerakan lewat dokumen-dokumennya
melainkan juga mereka yang beragama lain
merasa bahwa bahwa Vatikan II itu merupakan
sebuah pencapaian bersama.Muncul semangat
baru dalam menjalankan dialog antar umat-
beragama dan dialog telah dicerna sebagai sebuah
ungkapan penghayatan iman.Nampak jelas bahwa
dialog antar-umat beragama yang lahir dari
bingkai pluralisme agama itu tidak sekedar
menerima fakta fenomen banyaknya agama
melainkan “mengakui kenyataan bahwa simbol-
simbol agama manapun mengungkapkan
hubungan dengan Allah sekaligus mengakui

193
keterbatasan simbol-simbol tersebut dan karena
itu terbuka untuk diperkaya oleh dan
memperkaya simbol-simbol agama lain”.
Semangat Konsili ini memiliki basis historis
yang nyata. Konsili Vatikan II juga belajar dari
sejarah.Konsili Firenze tahun 1438-1455 yang telah
memaklumkan kalimat termashur yaitu “Extra
Ecclesiam nulla salus” atau di luar gereja tidak ada
keselamatan ditantang atau diperlunak juga
kemudian oleh beberapa Paus misalnya oleh Paus
Pius IX yang mengatakan:” Dalam Iman kita
harus berpegang bahwa di luar gereja apostolik
Romawi tidak mungkin orang diselamatkan…
namun begitu pula kita harus meyakini bahwa
kesalahan itu di mata Tuhan tidak terdapat pada
orang yang hidup dalam ketidaktahuan tak
teratasi mengenai agama yang benar”.Jadi tidak
ada orang yang masuk neraka kalau
ketidakberadaan dalam gereja itu adalah karena
tidak tahu.
Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II
menanggapi pluralisme agama dan dialog antara
umat beragama sambil menyatakan empat hal
berikut ini:

194
1. Orang di luar gerejapun dapat
diselamatkan(masuk surga) berkat rahmat
Yesus Kristus.(Lihat dok. Ad Gentes no.8 dan
Lumen Gentium no.15 dan 16).
2. Ensiklik “Ecclesiam Suam” yang diumumkan
Paus Paulus VI meletakan dasar pertama
tentang spiritualitas dialog dan secara
terperinci ensiklik ini mengutarakan empat
pilar dialog yaitu “dasar-dasar dialog, dialog
sebagai kerasulan, dialog keselamatan dan
lingkaran konsentris dengan siapa Gereja
harus berdialog. Dalam penjelasannya
mengenai dialog sebagai tugas kerasulan Paus
mengatakan bahwa setiap dialog memiliki tiga
ciri khas yaitu:”kejelasan, kelembutan hati
yang berseberangan dengan sikap menyerang
dan menuntut kerendahan hati, kepercayaan
dan kebijaksanaan yang meneguhkan
persaudaraan. Dialog harus menyingkirkan
kemunafikan, membongkar topeng,
persaingan, pengkhianatan dan tipu daya serta
mencegah pertikaian atau sengketa pelbagai
bentuk.
3. Gereja tetap memiliki kewajiban untuk
memaklumkan Injil ke seluruh dunia namun

195
pemakluman itu tidak boleh dilakukan lewat
cara-cara yang tidak wajar.Dengan ini mau
ditekankan bahwa Evangelisasi yang secara
tekstual dan harafiah berarti “kabar gembira”
tidak boleh berubah menjadi “kabar buruk”
bagi manusia.(Ad Gentes no.13).
4. Gereja mengakui hak atas kebebasan
beragama sebagai hak asasi manusia yang
tidak boleh dicemari.(Dignitatis
Humanae).Dalam upaya kemanusiaan
menyeluruh yang ditampakan gereja sikap
dialogis diarahkan gereja kepada siapa saja
tanpa peduli apakah mereka bersikap positif
atau menentang gereja.
Dengan dokumen Vatikan II ini hendak
ditandaskan bahwa Dialog antar-umat beragama
lebih menitikberatkan keinginan dan kebutuhan
untuk saling memahami dan saling menukar
pengalaman keagamaan yang telah dimiliki oleh
masing-masing tradisi pengikut agama-agama.
Berangkat dari kenyataan pluralisme agama
yang tidak dapat dibantah ini maka dapat
disimpulkan bahwa ada kebutuhan menciptakan
sebuah paradigma relasi antar-agama namun
bukanlah paradigma relasi yang bersifat

196
dominatif melainkan yang bersifat kolaboratif.
Relasi beradab yang dirumuskan Konsili Vatikan
II diatas ini tidak lain dari “Dialog”.
Anjuran agar kita tetap rendah hati
bukanlah sekedar basa basi saleh. Karena kita
manusia terbatas, terdistorsi oleh dosa dan
kepicikan, maka kita selalu dalam bahaya
menyimpang dari Sabda dan sapaan Ilahi.Yesus
Kristus adalah Allah yang sempurna namun kita
adalah manusia yang tidak sempurna dan kita
yang disinari Injilnya ini sama sekali tidak
sempurna. Mudah sekali kita sekarang ini untuk
denganb leluasa membeberkan sejarah Gereja
yang penuh dengan litania dosa,
kegelapan,kekerasan,kebodohan,kepicikan,salah
tafsir,kesombongan dan kemunafikan. Hal yang
sama berlaku untuk diri kita sendiri padahal kita
diutus menjadi saksi Kristus ditengah
masyarakat.

8.4. MERETAS DIALOGALITAS


Uraian di bawah ini merupakan aktivitas
“pembacaan ulang” terhadap tiga Nota Pastoral

197
KWI dalam terang perspektif societas dialogal.
Skema jalan pikirannya diajukan randomly untuk
menyimak kekayaan tiga dokumen Nota Pastoral
2003, 2004, dan 2006.
1) Definisi Gereja sebagai “sahabat”
Manusia itu memiliki “gerakan bersama” yang
indah dan memesona, namanya “gerakan
membangun masyarakat dialogal”. Dalam
terang “meretas societas dialogal”, bagaimana
Nota Pastoral KWI mendefinisikan kehadiran
Gereja Katolik di Indonesia? Nota 2004
menegaskan paradigma baru, yaitu “Gereja
adalah sahabat bagi semua”. Dengan “semua”
dimaksudkan pertama-tama tidak ada yang
dikecualikan. Namun demikian, eksistensi
sebagai sahabat akan menjadi konkret ketika
Gereja hadir di mana-mana dan melayani
mereka yang menderita, yang berada dalam
kesulitan, yang sedang mengalami jalan buntu
dan dilanda bencana. Tidak hanya itu.
Melainkan, Gereja juga menampilkan kesediaan
untuk bekerja bersama, berpartisipasi aktif
dalam merealisasikan program kerja konkret
membangun societas.
2) Dialogalitas adalah ekspresi kodrati manusia

198
Keindahan hidup manusia terletak pada
ekspresi kebersamaannya. Sebuah kesendirian,
bekerja sendirian atau menyingkirkan yang lain
adalah kenaifan. Kebersamaan yang paling
indah berada dalam ranah dialogal kehidupan.
Nota 2006 merincinya secara ringkas dalam
aktivitas-aktivitas “belajar bersama, berdiskusi,
bergerak dan berkolaborasi”
3) Dialogalitas memiliki keprihatinan bersama
Ciri khas societas dialogal adalah menaruh
keprihatinan bersama. Keadaban adalah perkara
tata hidup bersama yang mengatasi perhitungan
mayoritas minoritas.
4) Dialogalitas tak menafikan partisipasi siapa
pun, terutama warga biasa, rakyat miskin
Dalam konteks pembangunan ekonomi yang
berorientasikan kesejahteraan bersama, berlaku
mutlak prinsip tak menafikan peran kehadiran
siapa pun. Nota 2006 meletakkan potensi
partisipasi ekonomi warga biasa sebagai salah
satu komponen utama pembangunan ekonomi
nasional.
5) Dialogalitas memiliki fondasi prinsip
kebenaran dan keadilan

199
Jika politik dimaknai sebagai upaya untuk
menata kehidupan bersama, aktivitas berpolitik
sesungguhnya adalah aktivitas dialogal. Politik
yang benar adalah aktivitas dialog dengan
pondasi kokoh prinsip kebenaran dan keadilan.
6) Dialogalitas bermakna mendalam ketika
societas saling membantu dalam
keanekaragaman
Salah satu ungkapan “saling membantu” tidak
mesti berupa sebuah bentuk uluran tangan belas
kasih. Konsep dialogalitas menegaskan konsep
komunikasi kepercayaan. Ajaran Sosial Gereja
menyebut konsep itu sebagai subsidiaritas.
Orang kerap merasa terbantu, justru ketika
mendapatkan kepercayaan.
7) Dialogalitas mencegah kenaifan memandang
orang lain sebagai ancaman
Societas dialogal menegaskan pentingnya
aktivitas dialog. Barangkali tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa Nota Pastoral KWI hendak
menggariskan promosi ranah dialogalitas di
dalam tata hidup masyarakat. Masyarakat yang
cerdas adalah masyarakat yang berdialog.
8) Dialogalitas adalah rasionalitas

200
Makna mendalam dialogalitas adalah
rasionalitas. Artinya, ketika disposisi duduk
bersama, saling mendengarkan dan berdialog
dimungkinkan, terjadi gagasan-gagasan rasional
yang menggarap seluk-beluk perbaikan
kehidupan sehari-hari.
9) Societas dialogal mempromosikan kebijakan
non-diskriminatif
Hukum yang adil menegaskan tatanan baru
hidup bersama, menepis segala kemungkinan
diskriminatif terhadap yang lemah, kecil,
terpencil. Societas dialogal membuka segala
kemungkinan partisipasi yang menjangkau
keadilan bagi semua, keadilan yang tidak
disempitkan dalam paradigma utilitarian, the
greatest happiness for the greatest number. Prinsip
mayoritas minoritas merupakan prinsip yang
dalam ranah kehidupan bersama kita kerap
menepikan peran-peran mereka yang lemah.

201

Anda mungkin juga menyukai