Anda di halaman 1dari 22

BAB 1 PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki tuntutan untuk menyembah dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah diciptakan sehingga manusia dapat bertahan hidup dan melestarikan populasinya. Manusia memiliki kepercayaan yang berbeda-beda. Walaupun kepercayaan manusia banyak yang berbeda tetapi dari seluruh kepercayaan tersebut memiliki satu tujuan yang jelas. Kepercayaan dan agama memberikan segala sesuatu penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang harus bersyukur kepada, Dia dan memiliki potensi untuk besikap baik atau bersikap buruk, bersikap jujur atau dusta dan dalam diri manusia selalu terdapat aspek hawa nafsu, dan rasa ingin berkuasa. Semua sikap yang telah disebutkan dapat dikendalikan oleh manusia tersebut apabila manusia tersebut mempelajari agama sejak usia dini. Sangat bagus apabila sejak dunia dini manusia telah diperkenalkan agama dalam kehidupan mereka karena pada masa kecil lah otak manusia sangat mudah menyerap ilmu pengetahuan dan mempelajari kehidupan sehingga pengetahuan masa kecil lah yang akan mempengaruhi kehidupan mereka kedepan . B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah yang bertemakan Agama, Arti dan ruang lingkupnya dan Hubungan Manusia dengan Allah SWT sebagai berikut. 1. Apa pengertian agama dan jelaskan tentang ruang lingkupnya? 2. Jelaskan hubungan manusia dengan Allah SWT? C. Tujuan Setelah membaca makalah ini diharapkan :

1. Dapat menjelaskan pengertian agama dan ruang lingkupnya 2. Dapat menjelaskan hubungan manusia dengan Allah SWT

BAB II PEMBAHASAN A. Agama, Arti dan Ruang Lingkupnya Perkataan agama berasal dari bahasa Sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Agama diartikan haluan, peraturan, jalan, atau kebaktian kepada Tuhan. Ada bermacam-macam teori mengenai kata agama. Salah satu diantaranya mengatakan, akar kata agama adalah gam yang mendapat awalan a dan akhiran a. Sehingga menjadi a-gam-a. Akar itu kadang-kadang mendapat awalan I dengan akhiran yang sama, sehingga menjadi i-gam-a, kadangkadang mendapat awalan u dengan akhiran yang sama, sehingga menjadi u-gama. Bahasa Sansekerta yang menjadi asal perkataan agama, termasuk serumpun dengan bahasa Indo-Jerman, bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Belanda kita temukan kata-kata ga, gaan, dan dalam bahasa inggris kata go yang artinya sama dengan gam; pergi . Namun, setelah mendapat awalan dan akhiran a pengertiannya berubah menjadi jalan. Dalam hubungan dengan makna perkataan di atas (agama, igama, dan ugama) dalam bahasa Bali ketiganya mempunyai makna berikut. Agama artinya peraturan, tata cara, upacara dalam hubungan manusia dengan raja; Igama artinya peraturan, tata cara, upacara dalam berhubungan dengan dewa-dewa; sedang Ugama ialah peraturan, tata cara dalam berhubungan antar manusia. Ketiga kata kini dipakai dalam tiga bahasa: agama dalam bahasa Indonesia, igama dalam bahasa Jawa, dan ugama dalam bahasa Melayu (Malaysia). Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Selain dari arti agama yang telah disebutkan di atas, menurut teori, ada beberapa arti lain yang dikandung oleh perkataan agama. Salah satu diantaranya adalah tradisi atau kebiasaan. Yang dimaksud adalah tradisi atau kebiasaan dalam

agama Hindu-Budha. Sistem dan ruamg lingkup ajaran agama Islam berbeda dengan sistem ajaran agama Hindu-Budha. Ajaran agama Islam tidak berasal dari tradisi, tetapi dari Allah melalui wahyu-Nya,mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain dalam masyarakat dan dengan lingkungan hidupnya. Dalam bahasa aslinya agama Islam disebut din atau din al islam (baca: dinul Islam). Agama Islam kemudian disusul oleh agama Nasrani memasuki kepulauan Nusantara. Timbul istilah baru yaitu religion yang berasal dari kata relegere dalam bahasa latin. Artinya berpegang pada norma-norma. Istilah religion sekarang di Indonesia menjadi religi. Perkataan religi yang berasal dari Bahasa Latin itu erat hubungannya dengan sistem dan ruang lingkup antara manusia dengan Tuhan saja. Sistem dan ruang lingkup ajaran Nasrani dan Islam adalah berbeda, tetapi disebut dengan nama yang sama (Gazalba, 1975: 34). Bagi orang Eropa, religion hanyalah mengatur hubungan tetap (vertikal) antara manusia dengan Tuhan saja.

Artinya : sesungguhnya bagi Allah SWT tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) dilangit Menurut ajaran Islam, istilah din yang tercantum dalam Al-Quran (QS. Ali Imron (3): 5) mengandung pengertian pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat, termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya (horizontal). Kedua tata hubungan ini hablum minallah wa hablum minannas (QS. Ali Imran (3): 112)

merupakan komponen yang berjalan dan berjalin di dalam sistem ajaran Islam.

Artinya : mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayatayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka melampaui batas. Kita harus saling menghormati pemeluk agama lain yang sistem, ruang lingkup agama berbeda dengan yang kita peluk. Namun, perlu ditegaskan pula bahwa persamaan istilah untuk menyebut agama yang berbeda sistem dan ruang lingkupnya itu, tidak boleh dipahami atau dijadikan alasan untuk mengatakan bahwa semua agama sama. Tidak. Agama-agama tidak sama karena berbeda sistem, ruang lingkup dan klasifikasinya. Dengan mendasarkan pada perspektif fungsionalis, Thomas F. ODea mengungkapkan bahwa agama memiliki fungsi dalam menyediakan dua hal. Pertama, suatu cakrawala pandangan tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond). Kedua, sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan

keselamatan bagi manusia. Lebih jauh, dengan mendasarkan pada dua hal diatas, ia mengungkapkan enam fungsi agama sebagai berikut: a. Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang berada di luar jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, agama menyediakan sarana emosional penting yang membantu manusia dalam menghadapi ketidakpastian. b. Agama menawarkan suatu hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara peribadatan, karenanya agama memberikan dasar emosional bagi rasa aman baru dan identitas yang lebih kuat ditengah kondisi ketidakpastian dan ketidakmungkinan yang dihadapi manusia c. Agama mensucikan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas kepentingan individu dan disiplin kelompok diatas dorongan hati individu. Dengan demikian agama berfungsi untuk membantu pengendalian sosial, melegitimasi alokasi pola-pola masyarakat sehingga membantu ketertiban dan stabilitas. d. Agama juga melakukan fungsi yang bertentangan dengan fungsi sebaliknya, yaitu memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang sudah terlembaga bisa dikaji kembali secara kritis sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama agama yang menitikberatkan pada transendensi Tuhan dan pada masyarakat yang mapan. e. Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Melalui peranserta manusia dalam ritual agama dan doa, mereka juga melakukan unsur-unsur signifikan yang ada dalam identitasnya. Dalam periode perubahan dan mobilitas sosial yang berlangsung cepat, sumbangan agama terhadap identitas menjadi semakin tinggi. Salah satu contoh tentang hal ini dikemukakan oleh Will Herberg melalui studinya tentang sosiologi agama Amerika di tahun 1950-an, dimana salah satu cara penting dimana orang Amerika membentuk identitasnya adalah dengan menjadi salah satu anggota dari tiga agama demokrasi, yaitu: Protestan, katholik, dan Yahudi.

f. Agama juga berperan dalam memacu pertumbuhan dan kedewasaan individu, serta perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat. Dari keenam fungsi yang dijalankan oleh agama diatas, nampak bahwa agama memiliki peran yang urgen tidak hanya bagi individu tetapi sekaligus bagi masyarakat. Bagi individu, agama berperan dalam mengidentifikasikan individu dengan kelompok, menghibur ketika dilanda kecewa, memperkuat moral, dan menyediakan unsur-unsur identitas. Sedangkan bagi kehidupan bermasyarakat, agama berfungsi menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan mendukung pengendalian sosial, menopang nilai-nilai dan tujuan yang mapan, dan menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan. Hendropuspito setidaknya mencatat empat bentuk konflik sosial yang bersumber pada agama, yaitu: a. Perbedaan doktrin dan sikap mental Dalam konteks ini, konflik sebagai fakta sosial melibatkan minimal dua kelompok agama yang berbeda, bukan hanya sebatas konstruksi khayal semata melainkan sebagai sebuah fakta sejarah yang seringkali masih terjadi hingga saat ini. Konflik yang muncul lebih banyak disebabkan oleh adanya perbedaan doktrin yang kemudian diikuti oleh sikap mental yang memandang bahwa hanya agama yang dianutnya lah yang memiliki kebenaran (claim of truth) sedangkan yang lain sesat, atau setidaknya kurang sempurna. Klaim kebenaran inilah yang menjadi sumber munculnya konflik sosial yang berlatarbelakang agama, terlebih pada umumnya klaim kebenaran diikuti oleh munculnya sikap kesombongan religius, prasangka, fanatisme, dan intoleransi. Sikap-sikap tersebut sedikit banyak telah menutup sisi rasional yang sebenarnya bisa dikembangkan untuk membangun saling pengertian antar pemeluk agama. Seringkali sisi nonrasional dan supra-rasional, yang memegang peranan penting dalam agama, dijadikan sebagai senjata untuk menolak argumentasi rasional yang ada.

Kenyataan inilah yang turut memberikan kontribusi akan eksistensi sikapsikap tersebut. b. Perbedaan suku dan ras pemeluk agama Meskipun tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa agama memiliki peran dalam mempersatukan orang-orang yang memiliki perbedaan suku dan ras, namun kita juga tidak bisa membantah bahwa seringkali perbedaan suku dan ras menimbulkan konflik sosial. Apabila perbedaan suku dan ras saja telah cukup untuk memunculkan konflik sosial, maka masuknya unsur perbedaan agama tentunya akan semakin mempertegas konflik tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah bahwa bangsa kulit putih yang notabene beragama Kristen merasa menjadi bangsa pilihan yang ditugaskan untuk mempersatukan kerajaan Allah di dunia dengan menaklukkan bangsa lain yang non-Kristen. c. Perbedaan tingkat kebudayaan Sebagai bagian dari kebudayaan, agama merupakan faktor penting bagi pembudayaan manusia khususnya, dan alam semesta pada umumnya. Peter Berger menjelaskan fenomena ini dengan menegaskan bahwa agama merupakan usaha manusiawi dengan mana suatu jagad raya ditegakkan. Dengan kata lain, agama adalah upaya menciptakan alam semesta dengan cara yang suci. Dengan kerangka pemikiran bahwa agama memainkan peran dominan dalam menciptakan masyarakat budaya dan melestarikan alam semesta maka munculnya ketegangan yang disebabkan karena perbedaan tingkat kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari peran agama dalam menyediakan nilai-nilai yang disatu sisi mendorong pertumbuhan pemikiran bagi perkembangan budaya dan disisi lain justru menghambat dan mengekang pemikiran tersebut. Dengan demikian, bagaimana pemeluk suatu agama dalam memahami serta menafsirkan ajaran-ajaran agamanya akan sangat menentukan kemajuan atau kemunduran masyarakat pemeluknya dalam menghadapi fenomena kehidupan sosial yang berubah dengan sangat cepat. Salah satu kajian fenomenal terhadap fenomena ini adalah apa yang

diungkapkan secara panjang lebar oleh Max Weber tentang pengaruh protestantisme dalam mendorong munculnya kapitalisme. d. Masalah mayoritas dan minoritas kelompok agama Dalam suatu masyarakat yang plural, masalah mayoritas dan minoritas seringkali menjadi faktor penyebab munculnya konflik sosial. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam melihat fenomena konflik mayoritas-minoritas, yaitu: (1) agama diubah menjadi suatu ideologi; (2) prasangka mayoritas terhadap minoritas atau sebaliknya; (3) mitos dari mayoritas. Sebagaimana yang biasa terjadi bahwa suatu kelompok agama yang mayoritas seringkali mengembangkan suatu bentuk ideologi yang bercampur dengan mitos yang penuh emosi sehingga sulit untuk dibedakan mana kepentingan politik dan mana kepentingan agama, telah menimbulkan suatu keyakinan bahwa kelompok mayoritas inilah yang memiliki wewenang untuk menjalankan segala aspek kehidupan di masyarakat. Kondisi seperti inilah yang pada akhirnya seringkali memunculkan prasangka dan tindakan sewenang-wenang terhadap kelompok minoritas yang akan bermuara pada timbulnya konflik sosial. Dari keempat bentuk konflik sosial yang bermuara pada permasalahan keagamaan diatas, kita bisa melihat bahwa betapa besar potensi konflik yang terkandung pada masalah-masalah keagamaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya perhatian terhadap potensi konflik dari agama memperoleh perhatian serius, termasuk dari kalangan peneliti sosial keagamaan dalam memberikan gambaran yang lebih detail dan komprehensif tentang fenomena keagamaan dengan memilih perspektif sosiologis yang paling sesuai dengan permasalahan keagamaan yang dihadapi. Ketepatan memilih perspektif tentu saja akan mampu menghadirkan gambaran riil dari permasalahan yang ada sehingga harapan untuk memunculkan berbagai soslusi alternatif bagi pemecahan masalah tersebut bisa lebih optimal. Agama the problem of ultimate concern : masalah yang mengenai kepentingan mutlak setiap orang. Oleh karena itu, menurut Paul Tillich, setiap orang yang beragama selalu berbeda dalam keadaan involved (terlibat) dengan

agama yang dianutmya. Memang, kata Profesor Rasjidi, manusia yang beragama itu aneh. Ia melibatkan diri dengan agama yang dipeluknya dan mengikatkan dirinya kepada Tuhan. Tetapi, bersamaan dengan itu ia merasa bebas, karena bebas menjalankan segala sesuatu menurut keyakinannya. Ia tunduk kepada Yang Maha Kuasa, tetapi (bersamaan dengan itu) ia merasa dirinya terangkat karena merasa mendapat keselamatan. Keselamatanlah yang menjadi tujuan akhir kehidupan manusia dan keselamatan itu akan diperolehnya melalui pelaksanaan keyakinan agama yang ia peluk (H.M. Rasjidi, Kuliah Hukum Islam, 1976). Karena agama mengenai kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah membuat sebuah definisi yang mencakup semua agama. Kesulitannya adalah karena setiap orang beragama cenderung memahami menurut ajaran agamanya sendiri dan ditambah dengan agama di dunia amat beragam. Jadi, agama ialah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan dia melalui upacara, menyembah dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu. Dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu di dalam masyarakat majemuk karena beragamnya agama di tanah air kita sikap yang perlu ditegakkan oleh pemeluk agama adalah agree in disagreement, sikap setuju (hidup bersama) dalam perbedaan. B. Hubungan Manusia dengan Allah SWT Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di tentukan oleh Allah swt.
1. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual

khusus, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT; demikian pula cara melakukan thawaf dan sai dalam haji beserta lafal bacaannya telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt.

2. Jenis ibadah yang kedua disebut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah

dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri dari jalan atau membantu orang yang kesusahan. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT. Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW.

Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air. Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (yah qurniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (yah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat. Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah), baik dengan cara yang ditentukan Allah SWT maupun yang tidak ditentukan, dan dengan mengacu kepada aturan quraniyah dan kauniyah. Setiap mukmin sangat dituntut untuk terus menjalin hubungan yang dekat dengan Allah Swt, itu sebabnya di dalam Islam ada perintah untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Semakin dekat hubungan seseorang dengan Allah, semakin kedudukannya di sisi Allah. Dengan dekatnya hubungan manusia kepada Allah dia selalu merasa dalam pengawasan Allah yang membuatnya tidak berani menyimpang dari jalan Allah. Dalam kehidupan ini ada banyak jalinan hubungan yang harus kita lakukan kepada Allah Swt, diantara sekalian banyak hubungan, dapat kita sederhanakan menjadi tiga bentuk hubungan kepada Allah yang harus kita pahami dengan sebaik-baiknya dan dapat kita wujudkan dalam kehidupan ini.
1. Hubungan Cinta

Rasa cinta pada segala sesuatu dalam kehidupan ini ada pada setiap orang karena hal itu memang diberikan Allah. Karena itu amat wajar kalau manusia mencintai sesuatu, baik berupa manusia seperti cinta kepada orang tua, anak, isteri, suami, saudara dan sebagainya. Begitu juga dengan cinta kepada harta, kedudukan dan seterusnya. Kecintaan kepada semua itu tidaklah dilarang di dalam Islam, tapi kecintaan pada semua itu tidak boleh melebihi kecintaan manusia kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan Allah, Allah berfirman yang artinya, "Katakanlah: Jika bapak-bapak, anakanak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaannya dan rumahrumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik" (QS 9:24).

Kecintaan yang sangat antara manusia dengan Allah merupakan bukti dari keimanannya yang benar, Allah berfirman :

"Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah" (QS 2:165).

Sementara di dalam hadits, Rasulullah Saw menerangkan keharusan seorang mu'min untuk mencintai beliau melebihi kecintaan pada anak, orang tua dan manusia lainnya, Rasul Saw bersabda, "Tidaklah beriman salah seorang kamu sampai aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya, akan lahir sifat ikhlas pada diri seorang muslim dan dengan keikhlasan itu, seberat apapun perintah Allah akan dilaksanakan dengan perasaan yang ringan, tapi tanpa kecintaan, seringan apapun perintah Allah akan terasa sebagai perintah yang berat. Hubungan Perdagangan

Perdagangan atau jual beli biasanya dikehendaki senang sama senang, penjual dapat untung, pembeli senang dengan apa yang telah dibelinya. Begitu juga dengan jual beli kepada Allah. Dalam hal ini Allah bertindak sebagai pembeli dan kita --kaum muslimin-- sebagai penjualnya. Allah membeli orang-orang yang beriman jiwa dan hartanya untuk diserahkan atau dikorbankan di jalan Allah dan Allah nanti akan membalas atau membayarnya dengan syurga. Dengan demikian, karena kita menghendaki dapat masuk ke dalam syurga, dalam hidup ini kita tidak boleh segan-segan untuk berkorban dengan harta bahkan dengan nyawa sekalipun dalam perjuangan menegakkan agama Allah. Allah berfirman, " Sesunggunya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi janji) yang benar dari Allah di dalam taurat, injil dan Al-Qur'an" (QS 9:111).

Orang yang mau berjual beli dengan Allah dengan mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah dipertegas lagi oleh Allah dengan mendapat jaminan tidak akan mendapatkan azab Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS 61:11-12).

3. Hubungan Amal

Amal atau kerja merupakan konsekuensi seorang mu'min daam hidupnya, karenanya banyak sekali ayat yang merangkai kata iman dan amal shaleh. Oleh karena itu dalam hubungannya dengan Allah Swt manusia juga harus menjalin hubungan amal yang dengan amal shaleh itu manusia nantinya akan dijuluki oleh Allah sebagai makhluk yang terbaik yang akan diberi balasan berupa syurga yang penuh dengan kenikmatan, Allah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah syurga, yang mengalir sungai-sungai dibawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhan-Nya" (QS 98:7-8).

Dalam beramal, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yakni lakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah, lakukan amal yang shaleh dengan cara-cara yang sesuai dengan syari'at Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul-Nya, lakukan pula amal shaleh itu dengan sesegera mungkin, janganlah merasa sudah banyak dengan amal shaleh yang kita lakukan meskipun pahalanya dilipatgandakan dan lakukan amal shaleh dengan tujuan yang satu, yakni mengharap ridha Allah Swt. Demikian tiga bentuk hubungan yang harus kita jalin kepada Allah Swt sebagai orang yang beriman.

Dalam beramal, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yakni lakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah, lakukan amal yang shaleh dengan cara-cara yang sesuai dengan syari'at Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul-Nya, lakukan pula amal shaleh itu dengan sesegera mungkin, janganlah merasa sudah banyak dengan amal shaleh yang kita lakukan meskipun pahalanya dilipat gandakan dan lakukan amal shaleh dengan tujuan yang satu, yakni mengharap ridha Allah Swt. Demikian tiga bentuk hubungan yang harus kita jalin kepada Allah Swt sebagai orang yang beriman.

Dalam beramal, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yakni lakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah, lakukan amal yang shaleh dengan cara-cara yang sesuai dengan syari'at Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul-Nya, lakukan pula amal shaleh itu dengan sesegera mungkin, janganlah merasa sudah banyak dengan amal shaleh yang kita lakukan meskipun pahalanya dilipat gandakan dan lakukan amal shaleh dengan tujuan yang satu, yakni mengharap ridha Allah Swt. Demikian tiga bentuk hubungan yang harus kita jalin kepada Allah Swt sebagai orang yang beriman.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Agama adalah kepercayalah kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Tuhan melalui upacara, menyembah, dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu. Sistem dan ruang lingkup ajaran agama Islam berbeda dengan sistem ajaran agama Hindu-Budha. Ajaran agama Islam tidak berasal dari tradisi, tetapi dari Allah melalui wahyu-Nya,mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain dalam masyarakat dan dengan lingkungan hidupnya. Prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah), baik dengan cara yang ditentukan oleh Allah maupun yang tidak ditentukan, dan dengan mengacu kepada aturan quraniyah dan kauniyah.

B.

Saran Mempelajari arti dari Agama dan ruang lingkupnya merupakan hal yang penting dan pokok bagi semua umat manusia. Sebab Agama merupakan bukti kepercayaan dari mereka yaitu umat yang beragama. Agama diartikan sebagai haluan, peraturan, jalan, atau kebaktian kepada Tuhan. Dengan mengerti dan memahami jelas arti , pengertian dan ruang lingkup dari agama maka kita tersadar dan dijauhkan dari perbuatanperbuatan yang tidak benar, perbuatan yang melanggar agama. Mengetahui jelas dari arti dan ruang lingkup agama maka akan terjalin sebuah kesatuan

yang kuat antar umat beragama dan stabilitas masyarakat dengan mendukung pengendalian sosial, menopang nilai - nilai dan tujuan yang mapan, dan menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan. Selain itu sebagai penyempurna dari ketakwaan kita sebagai umat yang beragama perlu kita memahami aspek lain mengenai hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat, termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya (horizontal). Agar tercapai sebuah kehidupan yang harmonis dan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA

Buku pendidikan Agama Islam. UNS. Program D2 PGSD Fakultas ________Keguruan dan Ilmu Pendidikan semester I/II 2 sks kampus VI Kebumen. Andry Pramudya diunduh dari http://konsepislam.blogspot.com/2011/10/hubungan-manusia-dengan-allah-swt.html pada tanggal 30 oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai