A. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi” yang
berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen
(Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan
air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah
berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia,
2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-
anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan
cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat
berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua
(USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang
abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare
setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang
berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare
biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan
Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak
dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan buang air
besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling
sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang
anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus
dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa
terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare Akut
dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih
dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward,
1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24
jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per
hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla,
2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi,
volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya
sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan
konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
B. KLASIFIKASI
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase
tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda
tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
b. Mekanisme patofisiologi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih
dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah,
demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan
kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam
batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah, terasa
haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun,
tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak
ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan
nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat
cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis,
kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan
kulit yang dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab
diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan
manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atauwater
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Cytomegalovirus
b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border
atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses
perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan
menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih
belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan
kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor
virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas
endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang
bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri
ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to personjarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, sepertiaccessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens
toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang
dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan
terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum jelas,
tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-
oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status
imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik,
diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat
terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,
nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri
perut dan gembung.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk
intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan
inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat
menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal,
1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
d. Keracunan :
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
D. EPIDEMIOLOGI
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa
perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare
perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan
pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari pada bayi
yang diberi AsI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman ,
karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada
suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau
pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja
bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada
anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi
bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman
diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan
dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna.
Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas
pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 citSinthamurniwaty 2006)
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus
ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan
ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran
gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau
longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif
osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara
per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan
tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal,
sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia
lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga
terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001),
Komplikasi Diare yaitu:
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan atau
steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang mungkin menggambarkan
absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan
defisiensi terisolasi terhadap absorbs kalsium.
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus halus.
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,
melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinis untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi di
abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan bagian usus
halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30
menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan
suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika diindikasikan.
Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis..
I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain
yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru
lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui
mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan
diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan
makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok
yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
d. Mencuci Tangan
e. Menggunakan Jamban
2. Penyehatan Lingkungan
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan
rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun
program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit
merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus.
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak
diare.
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan
3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan,
kebiasan cuci tangan,
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala,
lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek samping obat,
kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit)
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi, tidak
familiar dengan sumber informasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
M. PERENCANAAN KEPERAWATAN
3. Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)
4 PK: Syok Setelah dilakukan tindak- 1. Kaji dan catat status perfusi perifer.
. hipovolemia b.d an / penanganan selama Laporkan temuan bermakna : ekstremitas
dehidrasi 1 jam diharapkan klien dingin dan pucat, penurunan amplitude
mempunyai perfusi yang nadi, pengisian kapiler lambat.
adekuat, dengan criteria :
2. Pantau tekanan darah pada interval
sering ; waspadai pada pembacaan lebih
dari 20 mmHg di bawah rentang normal
Kriteria hasil :
klien atau indicator lain dari hipotensi :
- Amplitudo nadi pusing, perubahan mental, keluaran urin
perifer meningkat menurun.
- Mampu
mengontrol ver-bal
- Melaporkan stress
/ ce-masnya berkurang
- Mengungkapkan
mene-rima keadaan
- Mencari informasi
ber-kaitan dengan
penyakit dan pengobatan
- Memanfaatkan
dukungan social
- Melaporkan
penurunan stres fisik
- Melaporkan
peningkatan kenyamanan
psikisnya
- Mengungkapkan
membu-tuhkan bantuan
- Melaporkan
perasaan ne-gatifnya
berkurang
- Menggunakan
strategi ko-ping efektif
Bayi : < 25 - Tidak ada retraksi 9 Catat karakteristik dan durasi batuk
atau > 60 dada
10 Monitor secret di saluran napas
1-4 th : < 20 - Tidak ditemukan
11 Monitor adanya krepitasi
atau > 30 dispneu
12 Monitor hasil roentgen thorak
5-14 th : < 14 - Dispneu saat
atau > 25 aktivitas ti-dak 13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift
ditemukan atau jaw thrust bila perlu
> 14 th : < 11
atau > 24 - Napas pendek- 14 Resusitasi bila perlu
pendek ti-dak ditemukan
- Kedalaman 15 Berikan terapi pengobatan sesuai advis
nafas - Tidak ditemukan (oral, injeksi, atau terapi in-halasi)
taktil fremitus
Volume tidal de-
wasa saat istira-hat - Tidak ditemukan
Cough Enhancement (3250)
500 ml suara napas tambahan
1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas
Volume tidal ba-
vital, dan inspirasi maksimal
yi 6-8 ml/kg BB
2 Dorong pasien melakukan nafas
- Penurunan
dalam, ditahan 2 detik lalu batuk 2-3 kali
kapasitas vital
3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa
- Timing rasio
kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan dan
ba-tukkan di akhir ekspirasi
Aktivitas :
3. Rekam EKG
6. Monitor hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku
Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika