TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare
yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang
berat (Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi
dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan
rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak
dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang
lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian
pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi.
Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus
(enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya
diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja,
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja
mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare
adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)
(Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali
atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
(Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali
(Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang
dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi
menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan
diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan
mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau
200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih
dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah
(Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume
tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare.
Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
B. Etiologi
Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
1. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
a) Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
b) Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau
water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
c) Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
d) Adenovirus (type 40, 41)
e) Small bowel structured virus
f) Cytomegalovirus
2.
Bakteri :
j)
3.
Protozoa :
a) Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam
empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi
oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan
endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare
persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas
rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan
gembung.
b) Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
c) Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari
kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan
tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan
gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten
terhadap beberapa jenis antibiotik.
d) Microsporidium spp
e) Isospora belli
f) Cyclospora cayatanensis
4.
Helminths :
a) Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare.
b) Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus..
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
1. Infeksi :
a) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
b) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
c) Parasit
Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
2. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Alergi: alergi makanan
4. Keracunan :
a) Keracunan bahan-bahan kimia
b) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
Jazad renik, Algae
Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
6. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
1.
2.
3.
4.
C. Patosifiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak
dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,
aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006)
1.
2.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare,
maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
2.
3.
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormonhormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang
cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan
mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus
halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang
masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat
singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan
local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang
kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi,
yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan
hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek
langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan
antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus
merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari
hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekulmolekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi
diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat
terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi
karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam
lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam
lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..
PATHWAY DIARE
Pathway Diare
1.
2.
Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
3.
4.
1) Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai
defisiensi cairan.
Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena
anoreksia atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
a)Pengeluaran usus yang berlebihan
Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh
berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya
hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus.
Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan
cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena
adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim
laktase (diare karena virus Rota)
b)Masukan cairan yang kurang karena :
Anoreksia
Muntah
Pembatasan makan (minuman)
Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
2) Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala
penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua,
karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari
berkurangnya masukan makanan.
Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien
mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa)
dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn
amino dan protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik
yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat
dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim
laktase.
Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
Fermentasi karbohidrat
Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus
dan kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang
menyebabkan berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan
diperbanyak akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam
batas kecukupan walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme
dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya
50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan
memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita
dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui
ekskresi urine, peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera
dan diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan
bahwa diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c)Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga
dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat
dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus,
yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan
terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu
yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut
dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.
E. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada
usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996;
Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa
minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan
ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi
menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
a) Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah
mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
b) Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
c) Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbstif.
d) Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika
pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72
jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e) Osmolalitas Feses
Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori.
Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal
adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion
organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa
jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan
normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
f) Pemeriksaan parasit atau telur pada feses
Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
g) Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam
folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau
hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol
mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit
adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau
obstruksi limfatik.
h) Tes Laboratorium lainnya
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP
(VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addisons disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid
syndrome).
i) Diare Factitia
Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH
yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap
penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya
Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2
SO4 dan Na2 PO4.
2.
penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus
halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium
Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis
atau endokrin pancreas.
f) Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
1. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme
di usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada
ginjal rendah kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral.
False positif terjadi pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan
penggunaan NSAID.
Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari
karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan
intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam
setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi
lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan
Breath hydrogen.
2. Test Menilai Fungsi pancreas
Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk
pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada
insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang
digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda. CO ini
mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO
tidak diabsorbsi.
Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK
intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein
dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum
sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak adanya
peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi
menunjukkan insufisiensi pancreas.
3. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian
ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.
G. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare
tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare
dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah
tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke
sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum
: baik
Mata
: Normal
Rasa haus
: Normal, minum biasa
Turgor kulit
: kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun
: - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun
: 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum
: Gelisah, rewel
Mata
: Cekung
Rasa haus
: Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit
: Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum
: Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata
: Cekung
Rasa haus
: Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit
: Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
di infus.
ORALIT
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
a.Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
(oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau
dan terus diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur
Ddiberikan
Yang Disediakan
Setiap Bab
< 12 bulan
50-100 ml
400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun
100-200 ml
600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun
200-300 ml
800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa
300-400 ml
1.200-2.800 ml / hari
Cara memberikan oralit :
Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
300 ml
600 ml
1.200 ml
2.400 ml
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100
ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya
mengandung glukosa tidak boleh diberikan).
Umur
30 ml/kg BB
70 ml/kg BB
< 12 bulan
> 1 tahun
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
II.
1 jam pertama
jam pertama
5 jam kemudian
21/2 jam kemudian
Rehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan
infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A,
B, C untuk melanjutkan pengobatan.
Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat
> 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensimenurun pada
diare sedang .
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang >
9.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional
( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses
infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10.
Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
C. Rencana Keperawatan
NO
DIAGNOSA KEP
1.
NOC / TUJUAN
NIC / INTERVENSI
2.
Takikardi
Respirasi meningkat
Diraba hangat
Kulit memerah
3.
Tekanan
darah
dalam
ba Kelemahan
Monitor vital sign
Haus
tas normal
Monitor intake dan output
Penurunan turgor
Nadi teraba
Membran
mukosa Periksa serum, elektrolit dan membatasi
kulit
cairan bila diperlukan
Membran mucus /
lembab
Timbang popok
hypotension
Intake-output seimbang Pertahankan keakuratan catatan intake
dan output
dalam 24 jam
Serum, elektrolit dalam Pasang kateter bila perlu
Monitor status hidrasi (kelembaban
batas normal.
Hmt dalam batas normal
membrane mukosa, denyut nadi, tekanan
Tidak ada suara napas
darah)
Akral hangat
Nadi teraba
Membran
mukosa
lembab
Turgor kulit normal
Berat badan stabil dan
dalam batas normal
Kelopak mata tidak
cekung
Tidak demam
Tidak ada rasa haus
yang sangat
Tidak ada napas pen-dek
/kusmaul
6.
Batasan karakteristik :
Panik
Teror
Perilaku
menghindar
atau
menyerang
Impulsif
Nadi, respirasi, TD
sistolik meningkat
Anoreksia
Mual, muntah
Pucat
Stimulus sebagai ancaman
Lelah
Otot tegang
Keringat meningkat
Gempar
Ketegangan meningkat
Menyatakan takut
Menangis
Protes
Melarikan diri
dengan criteria:
Batasan karakteristik :
Orang tua sering
bertanya
Orang tua mengungkapkan perasaan
cemas
Khawatir
Kewaspadaan meningkat
Mudah tersinggung
Gelisah
Wajah tegang, memerah
Kecenderungan menyalahkan orang lain
kenyamanan psikisnya
Mengungkapkan membutuhkan bantuan
Melaporkan
perasaan
ne-gatifnya berkurang
Menggunakan strategi
ko-ping efektif
7
Berikan
informasi
upaya-upaya
Mampu menjelaskan tanmencegah diare : selalu merebus air
da dan gejala penyakit
Mampu
menjelaskan
minum, mencuci tangan sebelum makan,
tidak makan di sembarang tempat,
komplikasi
Mampu menjelaskan bamerebus dot / botol susu sebelum
gaimana mencegah komdigunakan, memperhatikan kebersihan
plikasi
lingkungan dll
Berikan informasi pada klien / orang tua
tentang kondisi / perkembangan
Knowledge : Health bekesehatan dengan tepat
havors (1805)
Sediakan
informasi tentang pengukuran
Mampu
menjelaskan
diagnostik yang tersedia
pola nutisi yang sehat
Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan
Gambarkan pilihan rasional rekomendasi
manajemen terapi / penanganan
Dukung klien/ orang tua untuk mengeksplorasikan atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat
Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan dengan cara yang tepat
Instruksikan klien / orang tua mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
Kuatkan informasi yang disediakan tim
kesehatan yang lain dengan cara yang
tepat
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway manajemen ( 3140)
b.d hiperventilasi
perawatan selama X 24 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift
jam pola nafas efektif,
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan klien untuk memaksimalkan
Batasan karakteristik :
dengan criteria :
Penurunan tekanan
ventilasi
inspirasi / ekspirasi
Penurunan ventilasi
per menit
Penggunaan otot nafas tambahan
Pernafasan
nasal
fla-ring
Dispneu
Ortopneu
Penyimpangan dada
Nafas pendek
Posisi tubuh menunjukkan posisi 3 poin
Nafas pursed-lip (dengan bibir)
Ekspirasi
memanjang
Peningkatan diameter anterior-posterior
Frekuensi nafas
Bayi : < 25
atau > 60
1-4 th : < 20
atau > 30
5-14 th : < 14
atau > 25
14 th : < 11
atau > 24
Kedalaman nafas
Volume tidal dewasa saat istirahat 500 ml
Volume tidal bayi 6-8 ml/kg BB
Penurunan
kapasitas vital
Timing rasio
secara bertahap
Bantu klien mengenal aktivitas dengan
penuh arti
Bantu klien mengenal pilihan untuk
baktivitas
Bantu klien mengenal dan memperoleh
akal, sumber yang dibutuhkan untuk
keinginan beraktivitas
Tentukan kien komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan atau jarak untuk aktivitas
Kolaborasi yang berhubungan dengan
fisik, terapi rekreasi, pengawasan
program aktivitas yang tepat
Bantu klien membuat rencana yang
khusus untuk pengalihan aktivitas rutin
tiap hari
Bantu klien / keluarga mengenal kekurangan mutu aktivitas
Latih klien / keluarga mengenai peran
fisik, sosial, spiritual , pengertian aktivitas
didalam pemeliharaan kesehatan
Bantu klien / keluarga menyesuaikan lingkungan dengan keinginan aktivitas
Berikan aktivitas yang meningkatkan
perhatian dalam jangka waktu tertentu
Fasilitasi penggantian aktivitas ketika
klien sudah melewati batas waktu, energi
dan pergerakan
Berikan lingkungan yang tidak berbahaya
untuk berjalan sesuai indikasi
Berikan bantuan yang positif untuk
partisipasi didalam aktivitas
Bantu klien menghasilkan motivasi sendiri
Monitor emosi, fisik, sosial, dan spiritual
dalam aktivitas
Bantu klien / keluarga monitor menapatkan kemajuan untuk mencapai tujuan
Mengetahui dengan pasti klien dan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit
jan-ung
Monitor dan periksa kekurangan oksigen
keseimbangan asam basa, elektrolit.
Rekam EKG
Anjurkan istirahat setiap terjadi serangan.
Catat frekuensi dan lamanya serangan .
Monitor hemodinamik.
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah disusun setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan
keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan
yaitu cara pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta penjelasan
untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independen,
dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan dengan tindakan
pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah tindakan keperwatan
yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus
perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat
psikomotor.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.
F. Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberian makanan dan minuman
(misal oralit).
2. Ajarkan mengenai tanda tanda dehidrasi, ubun ubundan mata cekung, turgor kulit tidak
elastis, membran mukosa kering
3. Jelaskan obat obatan yang diberikan, efek samping dan kegunaannya.
III.
DAFTAR PUSTAKA
AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool
children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology, No. 22, 4046.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in an
Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF
CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 32413246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas
Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2:
Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan
Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL PATHOGENS
ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med. Hyg., 68(6) pp.
666670.
The Ohio State University
www.healthinfotranslations.com
Medical
Center.
2006.
Diarrhea.
Diakses
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.
pada