Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN GEA


I.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat
menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare
yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang
berat (Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi
dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan
rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak
dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang
lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian
pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi.
Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus
(enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya
diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja,
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja
mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare
adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)
(Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali
atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
(Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali
(Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang
dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi
menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan
diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan
mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau
200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih
dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah
(Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume
tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare.
Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
B. Etiologi
Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
1. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
a) Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
b) Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau
water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
c) Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
d) Adenovirus (type 40, 41)
e) Small bowel structured virus
f) Cytomegalovirus
2.

Bakteri :

a) Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu


faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus
halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan
sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
b) Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan
dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan
aktifitas disakaridase.
c) Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus
halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin
memegang peranan.
d) Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel
epitel kolon.
e) Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan
2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan
diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
f) Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cellwall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi
dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan
neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
g) Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak
langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan
feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air.
Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to
person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus
dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile
enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative
colitis.
h) Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person
jarang terjadi.
i) V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat
mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya
enterotoksin yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti
accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua
toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.

j)

Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.


Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa
yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea

3.

Protozoa :
a) Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam
empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi
oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan
endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare
persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas
rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan
gembung.
b) Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
c) Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari
kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan
tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan
gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten
terhadap beberapa jenis antibiotik.
d) Microsporidium spp
e) Isospora belli
f) Cyclospora cayatanensis

4.

Helminths :
a) Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare.
b) Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus..

c) Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,


menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan
nyeri abdomen.
d) Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi
berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
1. Infeksi :
a) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
b) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
c) Parasit
Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
2. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Alergi: alergi makanan
4. Keracunan :
a) Keracunan bahan-bahan kimia
b) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
Jazad renik, Algae
Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
6. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas

Diare

Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :


1. Lama waktu diare
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah
lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya
sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa
terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2. Mekanisme patofisiologik
a) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
b) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c) Malabsorbsi asam empedu.
d) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
e) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f) Gangguan permeabilitas usus.
g) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
h) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
3. Penyakit infektif atau non-infektif.
4. Penyakit organik atau fungsional

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:


1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

1.
2.

3.

4.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.


4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
1. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan
disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan
oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
2. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.

C. Patosifiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak
dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,
aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006)

1.
2.

Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.


Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan
ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam
saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal
atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki
sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan
yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta
sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar
menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
a. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
b. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
c. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan
akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek
waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan
zat lain akan mengalami gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare,
maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara

2.

3.

langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormonhormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang
cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan
mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus
halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang
masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat
singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan
local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme
berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang
kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi,
yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan
hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek
langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan
antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus
merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari
hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekulmolekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi
diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat
terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi
karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam

lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam
lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..

PATHWAY DIARE

Pathway Diare

D. Tanda dan Gejala

1.

Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu


Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
Kram perut
Demam
Mual
Muntah
Kembung
Anoreksia
Lemah
Pucat
Urin output menurun (oliguria, anuria)
Turgor kulit menurun sampai jelek
Ubun-ubun / fontanela cekung
Kelopak mata cekung
Membran mukosa kering

2.

Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi
ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik
kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.
Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan
pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.

Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
3.

4.

Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:


Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir
ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam
laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001
cit Sinthamurniwaty 2006)

1) Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai
defisiensi cairan.
Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena
anoreksia atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
a)Pengeluaran usus yang berlebihan
Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh
berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya
hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus.
Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan
cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena
adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim
laktase (diare karena virus Rota)
b)Masukan cairan yang kurang karena :
Anoreksia
Muntah
Pembatasan makan (minuman)
Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
2) Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala
penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua,
karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari
berkurangnya masukan makanan.
Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien
mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa)
dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn
amino dan protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik
yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat
dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim
laktase.
Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:

Fermentasi karbohidrat
Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus
dan kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang
menyebabkan berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan
diperbanyak akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam
batas kecukupan walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme
dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya
50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan
memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita
dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui
ekskresi urine, peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera
dan diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan
bahwa diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c)Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga
dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat
dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus,
yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan
terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu
yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut
dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.
E. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada
usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996;
Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa
minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan
ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi
menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
a) Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah
mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.

b) Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
c) Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbstif.
d) Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika
pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72
jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e) Osmolalitas Feses
Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori.
Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal
adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion
organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa
jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan
normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
f) Pemeriksaan parasit atau telur pada feses
Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
g) Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam
folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau
hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol
mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit

adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau
obstruksi limfatik.
h) Tes Laboratorium lainnya
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP
(VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addisons disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid
syndrome).
i) Diare Factitia
Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH
yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap
penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya
Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2
SO4 dan Na2 PO4.
2.

Pemeriksaan Penunjang Lain


a) Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap
absorbs kalsium.
b) Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada
usus halus.
c) Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone
laksatif.
d) Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala
sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam
memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat
menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube
dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan
suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa
diinjeksikan.
e) Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat
membantu dalam mengevaluasi Chrons disease, Limfoma atau sindroma
carcinoid. Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan
biopsy usus halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat

penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus
halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium
Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis
atau endokrin pancreas.
f) Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
1. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme
di usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada
ginjal rendah kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral.
False positif terjadi pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan
penggunaan NSAID.
Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari
karbohidrat, dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan
intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam
setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi
lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan
insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan
Breath hydrogen.
2. Test Menilai Fungsi pancreas
Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk
pembelahan B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada
insufisiensi pancreas berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang
digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop yang berbeda. CO ini
mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO
tidak diabsorbsi.
Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK
intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein
dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum
sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak adanya
peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi
menunjukkan insufisiensi pancreas.
3. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian
ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.
G. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE
(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare
tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare

dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah
tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke
sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum
: baik
Mata
: Normal
Rasa haus
: Normal, minum biasa
Turgor kulit
: kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun
: - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun
: 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum
: Gelisah, rewel
Mata
: Cekung
Rasa haus
: Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit
: Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum
: Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata
: Cekung
Rasa haus
: Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit
: Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
di infus.

ORALIT
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta

menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).


Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.

ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare
dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
a.Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
(oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau
dan terus diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur
Ddiberikan
Yang Disediakan
Setiap Bab
< 12 bulan
50-100 ml
400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun
100-200 ml
600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun
200-300 ml
800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa
300-400 ml
1.200-2.800 ml / hari
Cara memberikan oralit :
Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun

Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua


Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit
(sesendok teh tiap 1-2 menit)
Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan
cairan lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
Teruskan pemberian ASI
Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan
susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur
dengan kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh
minyak sayur tiap porsi.
Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.
Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau
anak mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali,
makan minum sedikit, demam, tinja berdarah
b.Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB
dalam 3 jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau
memudahkan dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur
< 1 tahun
1-5 tahun > 5tahun Dewasa
Jumlah oralit

300 ml

600 ml

1.200 ml

2.400 ml

Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100
ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya
mengandung glukosa tidak boleh diberikan).
Umur

30 ml/kg BB

70 ml/kg BB

< 12 bulan
> 1 tahun

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

II.

1 jam pertama
jam pertama

5 jam kemudian
21/2 jam kemudian

Rehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan
infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A,
B, C untuk melanjutkan pengobatan.
Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama

2.
3.

4.

5.

6.
7.
8.

kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat
> 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensimenurun pada
diare sedang .
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang >

9.

2 dt, kemerahan pada daerah perianal.


i) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban /
sungai / kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan,
alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan /
minum di warung ?
c) Pola eleminasi
d) Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
e) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
f) Pola aktifitas dan latihan : travelling
g) Pola tidur dan istirahat
h) Pola kognitif dan perceptual
i) Pola toleransi dan koping stress
j) Pola nilai dan keyakinan
k) Pola hubungan dan peran
l) Pola persepsi diri dan konsep diri
m) Pola seksual dan reproduksi

B. Diagnosa Keperawatan
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional
( keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses
infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10.
Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
C. Rencana Keperawatan

NO

DIAGNOSA KEP

1.

Diare b.d faktor psikologis (stress, cemas),


faktor situasional (keracunan,
kontaminasi,
pem-berian
makanan
melalui
selang,
penyalahgunaan laksatif,
efek samping obat,
travelling, malab-sorbsi,
proses infeksi, parasit,
iritasi)

NOC / TUJUAN

NIC / INTERVENSI

Setelah dilakukan tindakan Manajemen Diare (0460)


perawatan selama X 24 Identifikasi faktor yang mungkin mejam pasien tidak me-ngalami
nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan,
diare / diare berkurang,
selang makanan, dll )
Evaluasi efek samping obat
dengan criteria :
Ajari pasien menggunakan obat diare
dengan tepat (smekta diberikan 1-2 jam
Bowel Elemination (0501)
setelah minum obat yang lain)
Frekuensi bab normal <
Anjurkan pasien / keluarga untuk men3 kali / hari
catat warna, volume, frekuensi, bau,
Konsistensi feses normal
konsistensi feses.
(lunak dan berbentuk)

Dorong klien makan sedikit tapi sering


Gerakan usus tidak me(tambah secara bertahap)
ningkat (terjadi tiap 10
Batasan karakteristik :

Anjurkan klien menghindari makanan


-30 detik)
Bab > 3 x/hari
yang berbumbu dan menghasilkan gas.
Konsistensi encer / Warna feses normal
Sarankan klien untuk menghindari ma Tidak ada lendir, darah
cair
kanan yang banyak mengandung laktosa.
Suara usus hiperaktif Tidak ada nyeri

Monitor tanda dan gejala diare


Tidak ada diare
Nyeri perut
Anjurkan klien untuk menghubungi pe Tidak ada kram
Kram
Gambaran
peristaltic
tugas setiap episode diare
Observasi turgor kulit secara teratur
tidak tampak
Bau fese normal (tidak Monitor area kulit di daerah perianal dari
iritasi dan ulserasi
amis, bau busuk)
Ukur diare / keluaran isi usus
Timbang Berat Badan secara teratur
Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala
diare menetap.
Kolaborasi dokter jika ada peningkatan
suara usus
Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala
diare menetap.
Anjurkan diet rendah serat
Anjurkan untuk menghindari laksatif
Ajari klien / keluarga bagaimana memelihara catatan makanan
Ajari klien teknik mengurangi stress
Monitor keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi (1100)
Hindari makanan yang membuat alergi

Hindari makanan yang tidak bisa ditoleransi oleh klien


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori dan jenis
makanan yang dibutuhkan
Berikan makanan secara selektif
Berikan buah segar (pisang) atau jus
buah
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan kien dan bagaimana cara makannya
Bowel Incontinence Care (0410)
Tentukan faktor fisik atau psikis yang
menyebabkan diare.
Terangkan penyebab masalah dan alasan
dilakukan tindakan.
Diskusikan prosedur dan hasil yang
diharapkan dengan klien / keluarga
Anjurkan klien / keluarga untuk mencatat
keluaran feses
Cuci area perianal dengan sabun dan air
dan keringkan setiap setelah habis bab
Gunakan cream di area perianal
Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering

2.

Perawatan Perineal (1750)


Bersihkan secara teratur dengan teknik
aseptik
Jaga daerah perineum selalu kering
Pertahankan klien pada posisi yang
nyaman
Berikan obat anti nyeri / inflamasi
dengan tepat
Hipertermi b.d dehidrasi, Setelah dilakukan tindakan Pengaturan Panas (3900)
peningkatan metabolik, perawatan selama X 24 Monitor suhu sesuai kebutuhan
inflamasi usus
jam suhu badan klien normal, Monitor tekanan darah, nadi dan
dengan criteria :
respirasi

Monitor suhu dan warna kulit


Batasan karakteristik :
Monitor dan laporkan tanda dan gejala
Suhu tubuh > normal Termoregulasi (0800)
hipertermi
Kejang
Suhu kulit normal

Takikardi
Respirasi meningkat
Diraba hangat
Kulit memerah

Suhu badan 35,9C- Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang


37,3C
adekuat
Tidak ada sakit kepala
Ajarkan klien bagaimana mencegah
Tidak ada nyeri otot
panas yang tinggi
Tidak ada perubahan Berikan obat antipiretik
Berikan obat untuk mencegah atau
war-na kulit
Nadi, respirasi dalam bamengontrol menggigil
tas normal
Hidrasi adekuat
Pengobatan Panas (3740)
Pasien
menyatakan Monitor suhu sesuai kebutuhan
nya-man
Monitor IWL
Tidak menggigil
Monitor suhu dan warna kulit
Tidak
iritabel
/ Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
gragapan / kejang
Monitor derajat penurunan kesadaran
Monitor kemampuan aktivitas
Monitor leukosit, hematokrit
Monitor intake dan output
Monitor adanya aritmia jantung
Dorong peningkatan intake cairan
Berikan cairan intravena
Tingkatkan sirkulasi udara dengan
kipas angin
Dorong atau lakukan oral hygiene
Berikan obat antipiretik untuk
mencegah pasien menggigil / kejang
Berikan obat antibiotic untuk
mengobati penyebab demam
Berikan oksigen
Kompres dingin diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan 39C atau
lebih
Kompres hangat diselangkangan,
dahi dan aksila bila suhu badan <
39C
Anjurkan klien untuk tidak memakai
selimut
20. Anjurkan klien memakai baju
berbahan dingin, tipis dan menyerap
keringat
Manajemen Lingkungan (6480)

Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi


Berikan tempat tidur dan kain / linen yang
bersih dan nyaman
Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)
Anjurkan klien untuk mencuci tangan
sebelum makan
Gunakan sabun untuk mencuci tangan
Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan perawatan
Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai
dengan SOP
Berikan perawatan kulit di area yang
odem
Dorong klien untuk cukup istirahat
Lakukan pemasangan infus dengan
teknik aseptik
Anjurkan koien minum antibiotik
sesuai
advis
dokter

3.

Kekurangan volume cairan b.d intake kurang,


kehilangan
volume
cairan aktif, kegagalan
dalam
mekanisme
pengaturan

Setelah dilakukan tindakan M Monitor Cairan (4130)


perawatan selama X 24 Tentukan riwayat jenis dan banyaknya
jam kebutuhan cairan dan
intake cairan dan kebiasaan eleminasi
faktor
resiko
yang
elektrolit adekuat, dengan Tentukan
kriteria :
menyebabkan ketidakseimbangan cairan
(hipertermi, diu-retik, kelainan ginjal,
Hidrasi (0602)
muntah, poliuri, diare, diaporesis,
Batasan karakteristik :
Hidrasi kulit adekuat
terpapar panas, infeksi)

Menimbang BB secara teratur

Tekanan
darah
dalam
ba Kelemahan
Monitor vital sign
Haus
tas normal
Monitor intake dan output
Penurunan turgor
Nadi teraba
Membran
mukosa Periksa serum, elektrolit dan membatasi
kulit
cairan bila diperlukan
Membran mucus /
lembab

Jaga keakuratan catatan intake dan


Turgor kulit normal
kulit kering
output
Nadi meningkat, te- Berat badan stabil dan
Monitor membrane mukosa, turgor kulit
dalam batas normal
kanan darah menu-

run, tekanan nadi


menurun
Penurunan pengisian
kapiler
Perubahan
status
mental
Penurunan urin output
Peningkatan konsentrasi urin
Peningkatan
suhu
tubuh
Hematokrit meningkat
Kehilangan berat badan mendadak.

Kelopak mata tidak cekung


Fontanela tidak cekung
Urin output normal
Tidak demam
Tidak ada rasa haus
yang sangat
Tidak ada napas pendek
/ kusmaul

dan rasa haus


Monitor warna dan jumlah urin
Monitor distensi vena leher, krakles,
odem perifer dan peningkatan berat
badan.
Monitor akses intravena
Monitor tanda dan gejala asites
Catat adanya vertigo
Pertahankan aliran infuse sesua advis
dokter

Balance Cairan (0601)


Manajemen Cairan (4120)
Tekanan darah normal
Timbang berat badan dan monitor ke Nadi perifer teraba
Tidak terjadi ortostatik
cenderungannya.

Timbang popok
hypotension
Intake-output seimbang Pertahankan keakuratan catatan intake
dan output
dalam 24 jam
Serum, elektrolit dalam Pasang kateter bila perlu
Monitor status hidrasi (kelembaban
batas normal.
Hmt dalam batas normal
membrane mukosa, denyut nadi, tekanan
Tidak ada suara napas
darah)

Monitor vital sign


tambahan
Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke BB stabil
Tidak ada asites, edema
lebihan cairan (krakles, edema perifer,
distensi vena leher, asites, edema pulmo)
perifer
Tidak ada distensi vena Berikan cairan intravena
Monitor status nutrisi
leher
Berikan intake oral selama 24 jam
Mata tidak cekung
Berikan cairan dengan selang (NGT) bila
Tidak bingung
Rasa haus tidak berlebihperlu
Monitor respon pasien terhadap terapi
an
Membrane mukosa lemelektrolit

Kolaborasi dokter jika ada tanda dan


bab
Hidrasi kulit adekuat
gejala kelebihan cairan
Manajemen Hipovolemia (4180)
Monitor status cairan intake dan output
Pertahankan patensi akses intravena
Monitor Hb dan Hct
Monitor kehilangan cairan (muntah dan
diare)

Monitor tanda vital


Monitor respon pasien terhadap
perubahan cairan
Berikan cairan isotonic / kristaloid (NaCl, RL, Asering) untuk rehidrasi ekstraseluler
Monitor tempat tusukan intravena dari
tanda infiltrasi atau infeksi
Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
Anjurkan klien untuk menghindari mengubah posisi dengan cepat, dari tidur ke
duduk atau berdiri
Monitor berat badan secara teratur
Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor
kulit menurun, pengisian kapiler lambat,
membrane mukosa kering, urin output
menurun, hipotensi, rasa haus meningkat,
nadi lemah.
Dorong intake oral (distribusikan cairan
selama 24 jam dan beri cairan diantara
waktu makan)
Pertahankan aliran infus
Posisi pasien Trendelenburg / kaki elevasi
lebih tinggi dari kepala ketika hipotensi
jika perlu
Monitoring Elektrolit (2020)
Monitor elektrolit serum
Kolaborasi dokter jika ada ketidakseimbangan elektrolit
Monitor tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit (kejang, kram perut,
tremor, mual dan muntah, letargi, cemas,
bingung, disorientasi, kram otot, nyeri
tulang, depresi pernapasan, gangguan
ira-ma jantung, penurunan kesadaran :
apa-tis, coma)
Manajemen Elektrolit (2000)
Pertahankan cairan infuse yang mengandung elektrolit

Monitor kehilangan elektrolit lewat suction nasogastrik, diare, diaporesis


Bilas NGT dengan normal salin
Berikan diet makanan yang kaya kalium
Berikan lingkungan yang aman bagi klien
yang mengalami gangguan neurologis
atau neuromuskuler
Ajari klien dan keluarga tentang tipe,
penyebab, dan pengobatan ketidakseimbangan elektrolit
Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala
ketidakseimbangan elektrolit menetap.
Monitor respon klien terhadap terapi
elektrolit
Monitor efek samping pemberian suplemen elektrolit.
Kolaborasi dokter pemberian obat yang
mengandung elektrolit (aldakton, kalsium
glukonas, Kcl).
Berikan suplemen elektrolit baik lewat
oral, NGT, atau infus sesuai advis dokter
4.

PK: Syok hipovolemia Setelah dilakukan tindak-an /


b.d dehidrasi
penanganan selama 1 jam
diharapkan klien mempunyai
perfusi
yang
adekuat,
dengan criteria :
Kriteria hasil :
Amplitudo nadi perifer
meningkat
Pengisian kapiler singkat
(< 2 detik)
Tekanan darah dalam
rentang normal
CVP > atau = 5 cm H2O
Frekuensi jantung teratur
Berorientasi
terhadap
waktu, tempat, dan orang
Keluaran urin > atau = 30
ml/jam

Kaji dan catat status perfusi perifer.


Laporkan temuan bermakna : ekstremitas
dingin dan pucat, penurunan amplitude
nadi, pengisian kapiler lambat.
Pantau tekanan darah pada interval
sering ; waspadai pada pembacaan lebih
dari 20 mmHg di bawah rentang normal
klien atau indicator lain dari hipotensi :
pusing, perubahan mental, keluaran urin
menurun.
Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien
pada
posisi
telentang
untuk
meningkatkan aliran balik vena. Ingat
bahwa tekanan darah > atau = 80/60
mmHg untuk perfusi koroner dan arteri
ginjal yang adekuat.
Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk
menentukan keadekuatan aliran balik
vena dan volume darah; 5-10 cm H2O

Akral hangat
Nadi teraba
Membran
mukosa
lembab
Turgor kulit normal
Berat badan stabil dan
dalam batas normal
Kelopak mata tidak
cekung
Tidak demam
Tidak ada rasa haus
yang sangat
Tidak ada napas pen-dek
/kusmaul

Takut b.d tindakan invasif, hospitalisasi, pengalaman lingkungan yang


kurang
bersahabat.
(00148)

biasanya dianggap rentang yang adekuat.


Nilai
mendekati
0
menunjukkan
hipovolemia, khususnya bila terkait
dengan
keluaran
urin
menurun,
vasokonstriksi, dan peningkatan frekuensi
jantung
yang
ditemukan
pada
hipovolemia.
Observasi terhadap indicator perfusi
serebral menurun : gelisah, konfusi,
penurunan tingkat kesadaran. Bila
indicator positif terjadi, lindungi klien dari
cidera dengan meninggikan pengaman
tempat tidur dan menempatkan tempat
tidur pada posisi paling rendah.
Reorientasikan klien sesuai indikasi.
Pantau terhadap indicator perfusi arteri
koroner menurun : nyeri dada, frekuensi
jantung tidak teratur.
Pantau hasil laboratorium terhadap BUN
(>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl)
meninggi ; laporkan peningkatan.
Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama Natrium
(>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L).
Waspadai
tanda
hiperkalemia
:
kelemahan otot, hiporefleksia, frekuensi
jantung tidak teratur. Juga pantau tanda
hipernatremia, retensi cairan dan edema.
Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan
jumlah cairan tergantung pada jenis syok
dan situasi klinis klien : RL, Asering
Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU

Setelah dilakukan tindak-an Coping enhancement (5230)


keperawatan selama X 24 Kaji respon takut pasien : data objektif
jam rasa takut klien
dan subyektif
Jelaskan klien / keluarga tentang proses
berkurang, dengan criteria :
penyakit
Terangkan klien / keluarga tentang
Fear control (1404) :

6.

Batasan karakteristik :
Panik
Teror
Perilaku
menghindar
atau
menyerang
Impulsif
Nadi, respirasi, TD
sistolik meningkat
Anoreksia
Mual, muntah
Pucat
Stimulus sebagai ancaman
Lelah
Otot tegang
Keringat meningkat
Gempar
Ketegangan meningkat
Menyatakan takut
Menangis
Protes
Melarikan diri

Klien tidak menyerang


atau menghindari sumber
yang menakutkan
Klien menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi takut
Klien mampu mengontrol
respon takut
Klien tidak melarikan diri
Durasi takut menurun
Klien kooperatif saat dilakukan perawatan dan
pengobatan

Cemas orang tua b.d


perkembangan penyakit
anaknya (diare, muntah,
panas, kembung)

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama X
per-temuan
kecemasan
orang
tua
berkurang,

Anxiety control (1402)


Tidur pasien adekuat
Tidak ada manifestasi
fisik
Tidak ada manifestasi
perilaku
Klien mau berinteraksi
sosial

semua pemeriksaan dan pengobatan


Sampaikan
sikap
empati
(diam,
memberikan sen-tuhan, mengijinkan
mena-ngis, berbicara dll)
Dorong orang tua untuk selalu menemani
anak
Berikan pilihan yang realistis tentang
aspek perawatan
Dorong klien untuk melakukan aktifitas
sosial dan komunitas
Dorong penggunaan sumber spiritual

Anxiety Reduction (5820)


Jelaskan semua prosedur termasuk
perasaan yang mungkin dialami selama
menjalani prosedur
Berikan objek yang memberikan rasa
aman
Berbicara dengan pelan dan tenang
Membina hubungan saling percaya
Jaga peralatan pengobatan di luar
penglihatan klien
Dengarkan klien dengan penuh perhatian
Dorong klien mengungkapkan perasaan,
persepsi dan takut secara verbal
Berikan aktivitas / peralatan yang menghibur untuk mengurangi ketegangan
Anjurkan klien menggunakan teknik
relaksasi
Anjurkan orang tua untuk membawakan
mainan kesukaan dari rumah
Mengusahakan untuk tidak mengulang
pengambilan darah
Libatkan orang tua dalam perawatan dan
pengobatan
Berikan lingkungan yang tenang
Batasi pengunjung
Coping enhancement (5230)
Kaji respon cemas orang tua
Jelaskan orang tua tentang proses
penyakit anaknya

dengan criteria:
Batasan karakteristik :
Orang tua sering
bertanya
Orang tua mengungkapkan perasaan
cemas
Khawatir
Kewaspadaan meningkat
Mudah tersinggung
Gelisah
Wajah tegang, memerah
Kecenderungan menyalahkan orang lain

Bantu orang tua untuk mengenali


penyebab diare.
Terangkan orang tua tentang prosedur
pemeriksaan dan pengobatan
Beritahu dan jelaskan setiap perkembangan penyakit anaknya
Dorong penggunaan sumber spiritual

Anxiety control (1402)


Tidur adekuat
Tidak ada manifestasi
fisik
Tidak ada manifestasi
perilaku
Mencari informasi untuk Anxiety Reduction (5820)
mengurangi cemas
Jelaskan semua prosedur termasuk pera Menggunakan teknik resaan yang mungkin dialami selama menlaksasi untuk mengurangi
jalani prosedur
cemas
Berikan objek yang dapat memberikan ra Berinteraksi sosial
sa aman
Berbicara dengan pelan dan tenang
Membina hubungan saling percaya
Aggression Control (1401)
Menghindari kata yang 5 Dengarkan dengan penuh perhatian
Ciptakan suasana saling percaya
meledak-ledak
Menghindari
perilaku Dorong orang tua mengungkapkan perasaan, persepsi dan cemas secara verbal
yang merusak
Mampu mengontrol ung- Berikan peralatan / aktivitas yang menghibur untuk mengurangi ketegangan
kapan verbal
Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi
Coping (1302)

Berikan lingkungan yang tenang, batasi


Mampu mengidentifikasi
pengunjung
pola koping yang efektif
dan tidak efektif
Mampu mengontrol verbal
Melaporkan stress / cemasnya berkurang
Mengungkapkan menerima keadaan
Mencari informasi berkaitan dengan penyakit
dan pengobatan
Memanfaatkan dukungan
social
Melaporkan penurunan
stres fisik
Melaporkan peningkatan

kenyamanan psikisnya
Mengungkapkan membutuhkan bantuan
Melaporkan
perasaan
ne-gatifnya berkurang
Menggunakan strategi
ko-ping efektif
7

Kurang pengetahuan klien / orang tua tentang


diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi,
tak familier dengan sumber informasi.
Batasan Karakteristik :
Mengungkapkan
ma-salah
Tidak tepat mengikuti perintah
Tingkah laku yang
berlebihan (histeris,
bermusuhan, agitasi,
apatis)

Setelah dilakukan penjelasan Teaching : Disease Process (5602)


selama X pertemuan Berikan penilaian tentang tingkat
klien / orang tua mengetahui
pengetahuan klien / orang tua tentang
dan memahami tentang
proses penyakitnya
penya-kitnya,
dengan Jelaskan patofisiologi diare dan bacriteria :
gaimana hal ini berhubungan dengan
ana-tomi dan fisiologi dengan cara yang
Knowledge
:
Disease
sesuai.

Gambarkan tanda dan gejala yang biasa


Process (1803) :
muncul pada diare dengan cara yang
Mengetahui jenis / nama
sesuai
penyakitnya

Gambarkan proses penyakit diare dengan


Mampu menjelaskan procara yang sesuai
ses penyakit
Mampu menjelaskan fak- Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
tor resiko
Mampu
menjelaskan Bantu klien / orang tua mengenali faktor
penyebab diare
efek penyakit

Berikan
informasi
upaya-upaya
Mampu menjelaskan tanmencegah diare : selalu merebus air
da dan gejala penyakit
Mampu
menjelaskan
minum, mencuci tangan sebelum makan,
tidak makan di sembarang tempat,
komplikasi
Mampu menjelaskan bamerebus dot / botol susu sebelum
gaimana mencegah komdigunakan, memperhatikan kebersihan
plikasi
lingkungan dll
Berikan informasi pada klien / orang tua
tentang kondisi / perkembangan
Knowledge : Health bekesehatan dengan tepat
havors (1805)

Sediakan
informasi tentang pengukuran
Mampu
menjelaskan
diagnostik yang tersedia
pola nutisi yang sehat

Diskusikan perubahan gaya hidup yang


Mampu menjelaskan akmungkin diperlukan untuk mencegah
tifitas yang bermanfaat
komplikasi di masa yang akan datang dan
Mampu
menjelaskan
atau proses pengontrolan penyakit
cara pencegahan diare

Mampu menjelaskan teknik manajemen stress


Mampu
menjelaskan
efek zat kimia
Mampu menjelaskan bagaimana mengurangi resiko sakit
Mampu menjelaskan bagaimana
menghindari
lingkungan yang berbahaya (sanitasi kurang)
Mampu
menjelaskan
cara pemakaian obat
sesuai resep

Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan
Gambarkan pilihan rasional rekomendasi
manajemen terapi / penanganan
Dukung klien/ orang tua untuk mengeksplorasikan atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat
Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan dengan cara yang tepat
Instruksikan klien / orang tua mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
Kuatkan informasi yang disediakan tim
kesehatan yang lain dengan cara yang
tepat

Teaching Procedur / Treatment (5618)


Informasikan kepada klien dan orang tua
kapan prosedur pengobatan akan dilaksanakan
Informasikan seberapa lama prosedur
pengobatan akan dilakukan
Informasikan tentang peralatan yang
akan digunakan dalam pengobatan
Informasikan kepada orang tua siapa
yang
akan
melakukan
prosedur
pengobatan
Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan
prosedur pengobatan
Anjurkan kepada klien untuk kooperatif
saat dilakukan prosedur pengobatan
Jelaskan tentang perasaan yang mungkin
akan dialami selama dilakukan prosedur
pengobatan
8.

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway manajemen ( 3140)
b.d hiperventilasi
perawatan selama X 24 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift
jam pola nafas efektif,
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan klien untuk memaksimalkan
Batasan karakteristik :
dengan criteria :
Penurunan tekanan
ventilasi

inspirasi / ekspirasi
Penurunan ventilasi
per menit
Penggunaan otot nafas tambahan
Pernafasan
nasal
fla-ring
Dispneu
Ortopneu
Penyimpangan dada
Nafas pendek
Posisi tubuh menunjukkan posisi 3 poin
Nafas pursed-lip (dengan bibir)
Ekspirasi
memanjang
Peningkatan diameter anterior-posterior
Frekuensi nafas
Bayi : < 25
atau > 60
1-4 th : < 20
atau > 30
5-14 th : < 14
atau > 25
14 th : < 11
atau > 24
Kedalaman nafas
Volume tidal dewasa saat istirahat 500 ml
Volume tidal bayi 6-8 ml/kg BB
Penurunan
kapasitas vital
Timing rasio

Respiratory status : Airway Identifikasi pasien perlunya pemasangan


patency (0410) :
jalan napas buatan
Pasang mayo bila perlu
Suara napas bersih
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Tidak ada sianosis
Keluarkan secret dengan batuk atau
Tidak sesak napas
Irama
napas
dan
suction

Auskultasi suara napas , catat adanya


frekuensi napas dalam
suara tambahan
rentang nor-mal
Pasien tidak merasa ter- Kolaborasi pemberian bronkodilator bila
perlu
cekik
Monitor respirasi dan status oksigen
Tidak ada sianosis
Tidak gelisah
Sputum berkurang
Respirasi Monitoring (3350)
Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan
Respiratory
status
:
usaha napas
ventilation (0403)
Catat gerakan dada apakah simetris, ada
Respirasi dalam rentang
penggunaan otot tambahan, dan retraksi

Monitor crowing, suara ngorok


normal
Ritme dalam batas Monitor pola napas : bradipneu, takipneu,
kusmaull, apnoe
normal
Dengarkan suara napas : catat area yang
Ekspansi dada simetris
Tidak ada sputum di
ventilasinya menurun / tidak ada dan
jalan napas
catat adanya suara tambahan
Tidak ada penggunaan K/p suction dengan mendengarkan suara
otot-otot tambahan
ronkhi atau crakles
Tidak ada retraksi dada
Monitor peningkatan gelisah, cemas, air
Tidak ditemukan dispneu
hunger
Dispneu saat aktivitas ti- Monitor kemampuan klien untuk batuk
dak ditemukan
efektif
Napas pendek-pendek ti- Catat karakteristik dan durasi batuk
Monitor secret di saluran napas
dak ditemukan
Tidak ditemukan taktil Monitor adanya krepitasi
Monitor hasil roentgen thorak
fremitus
Tidak ditemukan suara Bebaskan jalan napas dengan chin lift
atau jaw thrust bila perlu
napas tambahan
Resusitasi bila perlu
Berikan terapi pengobatan sesuai advis
(oral, injeksi, atau terapi in-halasi)
Cough Enhancement (3250)
Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital,

dan inspirasi maksimal


Dorong pasien melakukan nafas dalam,
ditahan 2 detik lalu batuk 2-3 kali
Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali,
dikeluarkan dengan pelan-pelan dan batukkan di akhir ekspirasi
Terapi Oksigen (3320)
Bersihkan secret di mulut, hidung dan trakhea / tenggorokan
Pertahankan patensi jalan nafas
Jelaskan pada klien / keluarga tentang
pentingnya pemberian oksigen
Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul
nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10 l/mnt, dll
Monitor aliran oksigen
Monitor selang oksigen
Cek secara periodik selang oksigen, air
humidifier, aliran oksigen
Observasi tanda kekurangan oksigen :
gelisah, sianosis dll
Monitor tanda keracunan oksigen
Pertahankan oksigen selama dalam transportasi
Anjurkan klien / keluarga untuk mengamati persediaan oksigen, air humidifier,
jika habis laporkan petugas
9.

Intoleransi aktivitas b.d


ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan
O2, kelemahan
Batasan Karakteristik :
Laporan kerja : kelelahan
dan
kelemahan
Respon
terhadap
akti-vitas
menunjukkan na-di

Setelah dilakukan tindakan Activity therapy (4310)


keperawatan selama x 24 Catat
frekuensi
jantung
irama,
jam,
klien
mampu
perubahan tekanan darah sebelum,
mencapai : activity toleransi ,
selama, setelah beraktivitas sesuai
dengan indikator :
indikasi
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan
Activity tolerance (0005)
berikan aktivitas senggang yang tidak
Saturasi oksigen dalam
berat
batas normal ketika Batasi pengunjung
Monitor / pantau respon emosi, fisik,
beraktivitas
sosial dan spiritual
HR dalam batas normal

Jelaskan pola peningkatan aktivitas


ketika beraktivitas

dan tekanan darah


abnormal
Perubahan EKG menunjukkan aritmia /
disritmia
Dispneu
dan
ketidak-nyamanan
yang sangat
Gelisah

Respirasi dalam batas


normal saat beraktivitas
Tekanan darah sistolik
dalam batas normal saat
beraktivitas
Tekanan darah diastolik
dalam batas normal saat
beraktivitas
EKG dalam batas normal
Warna kulit
Usaha bernafas saat
beraktivitas
Berjalan di ruangan
Berjalan jauh
Naik tangga
Kekuatan ADL
Kemampuan
berbicara saat latihan

secara bertahap
Bantu klien mengenal aktivitas dengan
penuh arti
Bantu klien mengenal pilihan untuk
baktivitas
Bantu klien mengenal dan memperoleh
akal, sumber yang dibutuhkan untuk
keinginan beraktivitas
Tentukan kien komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan atau jarak untuk aktivitas
Kolaborasi yang berhubungan dengan
fisik, terapi rekreasi, pengawasan
program aktivitas yang tepat
Bantu klien membuat rencana yang
khusus untuk pengalihan aktivitas rutin
tiap hari
Bantu klien / keluarga mengenal kekurangan mutu aktivitas
Latih klien / keluarga mengenai peran
fisik, sosial, spiritual , pengertian aktivitas
didalam pemeliharaan kesehatan
Bantu klien / keluarga menyesuaikan lingkungan dengan keinginan aktivitas
Berikan aktivitas yang meningkatkan
perhatian dalam jangka waktu tertentu
Fasilitasi penggantian aktivitas ketika
klien sudah melewati batas waktu, energi
dan pergerakan
Berikan lingkungan yang tidak berbahaya
untuk berjalan sesuai indikasi
Berikan bantuan yang positif untuk
partisipasi didalam aktivitas
Bantu klien menghasilkan motivasi sendiri
Monitor emosi, fisik, sosial, dan spiritual
dalam aktivitas
Bantu klien / keluarga monitor menapatkan kemajuan untuk mencapai tujuan

Dysrhythmia management (4090)


Aktivitas :

Mengetahui dengan pasti klien dan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit
jan-ung
Monitor dan periksa kekurangan oksigen
keseimbangan asam basa, elektrolit.
Rekam EKG
Anjurkan istirahat setiap terjadi serangan.
Catat frekuensi dan lamanya serangan .
Monitor hemodinamik.

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah disusun setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan
keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan
yaitu cara pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta penjelasan
untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independen,
dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan dengan tindakan
pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah tindakan keperwatan
yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus
perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat
psikomotor.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap
tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

F. Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberian makanan dan minuman
(misal oralit).
2. Ajarkan mengenai tanda tanda dehidrasi, ubun ubundan mata cekung, turgor kulit tidak
elastis, membran mukosa kering
3. Jelaskan obat obatan yang diberikan, efek samping dan kegunaannya.

III.

DAFTAR PUSTAKA
AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool
children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology, No. 22, 4046.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in an
Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF
CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 32413246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas
Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2:
Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan
Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL PATHOGENS
ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med. Hyg., 68(6) pp.
666670.
The Ohio State University
www.healthinfotranslations.com

Medical

Center.

2006.

Diarrhea.

Diakses

Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.

pada

Anda mungkin juga menyukai