TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
Bayi dan anak dikatakan menderita diare apabila sudah buang air besar
lebih dari tiga kali perhari, sedangkan neonates dikatakan menderita diare
apabila sudah buang air besar empat kali dalam sehari. Sementara itu, orang
dewasa dikatakan menderita diare apabila sudah buang air besar sebanyak lebih
dari tujuh kali dalam 24 jam. Jenis-jenis diare antara lain :
a. Diare Akut
Diare cair akut adalah keluarnya tinja encer dan mungkin ada darah di
dalamnya. Kondisi umumnya berakhir dalam kurang dari 14 hari.
5
6
b. Disentri
Disentri adalah diare denan adanya daah dalam feses, frekuensi BAB
sering dan dengan kuantitas feses sedikit.
c. Diare Persisten
Diare pesisten adalah diare yang berakhir dalam 14 hari atau lebih dan
dimulai dari diare akut atau disentri (Ida Mardalena, 2018).
Sedangkan diare pada anak dan bayi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak.
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak
datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
b. Diare Kronis
Diare kronis adalah diare yang berlangsung selama 2 minggu atau
lebih. Diare kronis umunya bersifat menahun (Suharyono, 2012: p. 1-2).
3. Etiologi
Menurut Ida Mardalena (2018: p.122-124), faktor-faktor penyebab diare
diantaranya :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi virus
a) Rotravirus
(1) Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahului atau
disertai dengan muntah.
(2) Timbul sepanjang tahun, dan biasanya pada musim dingin.
(3) Dapat ditemukan demam atau muntah.
(4) Didapatkan penurunan HCC.
b) Enterovirus
(1) Biasanya timbul pada musim panas.
c) Adenovirus
(1) Timbul sepanjang tahun.
7
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diare antara lain :
a. Diare akibat bakteri Salmonella menimbulkan :
1) Naiknya suhu tubuh.
2) Konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak, terkadang
mengandung lendir dan darah.
3) Stadium prodromal berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit
kepala, nyeri, dan perut kembung.
b. Diare akibat bakteri Eschericia Coli menimbulkan :
1) Lemah.
2) Berat badan menurun drastis.
3) Mulas menetap pada pasien bayi.
9
5. Patofisiologi
Penyebab diare akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus
Enteris, Virus Norwalk), bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,
Eschericia Coli, Yersinia, dan lainnya), parasite (Biardia, Lambia,
Cryptoporisdium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana
merusak sel-sel atau melekat pada dinding usus penderita diare akut.
Penularan diare bisa melalui fekal maupun oral dari satu penderita ke
penderita lain. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen disebabkan oleh
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab
timbulnya diare adalah adanya gangguan osmotic. Hal tersebut berrti, makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus, kemudian isis rongga usus berlebihan sehingga timbulah diare. Selain itu,
muncul pula gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadilah diare. Gangguan mortilitas
usus mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Diare dapat menimbulkan gangguan lain seperti kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi). Kondisi ini mengganggu keseimbangan asam basa
10
6. Pathways
FAKTOR PENYEBAB
DIARE
Frekuensi BAB
meningkat
Distensi abdomen
Integritas Kulit
Kehilangan cairan
& elektrolit Mual muntah
Resiko
Gangguan kerusakan Nafsu makan
integritas menurun
Keseimbangan cairan
kulit
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
a. Pemeriksaan tinja
1) Makrokopis dan mikokopis
2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
3) Lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi bila diperlukan.
b. Pemeriksaan darah
1) pH darah dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor) dalam
serum untuk menentukan keseimbangan asam basa.
2) Kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
c. Intubasi duodenum (Duodenal Intubation)
Untuk mengetahui jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif,
terutama pada penderita diare kronik.
8. Derajat Diare
Dehidrasi merupakan salah satu komplikasi dari diare. Tingkat dari dehidrasi
pada diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2-5% dari berat badan atau rata-rata 25ml/kgBB.
Gambaran kliniknya antara lain turgor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung,
minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5-8% dari berat badan atau rata-rata 75ml/kgBB.
Gambaran kliniknya antara lain turgor kulit jelek, suara serak, penderita
jatuh pre syok, nadi cepat dan dalam, gelisah, sangat haus, pernafasan agak
cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8-10%dari berar badan atau rata-rata 125ml/kgBB.
Gambaran kliniknya antara lain seperti tanda-tanda dehidrasi sedang
13
9. Komplikasi
Komplikasi dari diare menurut Ida Mardalena (2018: p. 126) antara lain :
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ida Mardalena (2018: p. 127-128), penatalaksanaan medis dari
diare antara lain :
1) Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang.
2) Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita diare
dengan tujuan untuk penyembuhan dan menjaga kesehatan, adapun hal
yang harus diperhatikan antara lain
3) Pemberian ASI.
4) Pemberian bahan makanan yang mengandung kalori.
5) Pemberian vitamin, mineral, dan makanan yang bersih.
6) Monitor dan koreksi input serta output elektrolit.
7) Pemberian obat-obatan, seperti :
a) Antibiotic (jika diperlukan saja)
b) Koreksi asidosis metabolic.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Terapi cairan
a) Dehidrasi ringan
Penatalaksanaan keperawatan pada diare dengan dehidrasi ringan
atau sedang adalah dengan memberikan minum sebanyak-banyaknya
yaitu 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi. Cairan dalam
15
• Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat <2 kg.
- Kebutuhan cairan
250 ml/kgBB/24jam.
- Jenis cairan
DG aa
4: 1(4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %)
- Kecepatan
Sama dengan bayi baru lahir.
• Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi
berat :
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan : 250ml/kgBB/24 jam.
Kecepatan :
➔ 4 jam pertama : 60 ml/kgBB/jam atau 15 ml/kgBB/jam atau = 4
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml
= 20 tetes).
➔ 20 jam berikutnya : 150/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1
tetes).
➔ 20 jam berikutnya lagi : 190 ml/kgBB/ 20 jam atau 10
ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgB/menit (1 ml = 20 tetes).
19
11. Pencegahan
Terdapat tiga tingkatan pencegahan diare pada anak, yaitu pencegahan
tingkatan pertama (Primary Prevention), tingkatan kedua (Secondary
Prevention), dan tingkatan ketiga (Tertiary Prevention).
a. Pencegahan tingkat pertama dilakukan pada masa prepatogenesis dengan
tujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap diare, Tindakan yang
dilakukan yaitu, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat dan
mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan pakai sabun merupakan salah
satu perilaku non-kesehatan yang berpengaruh terhadap status kesehatan
balita. Jari tangan adalah salah satu jalur masuknya virus, bakteri dan
patogen penyebab diare ke makanan. Dengan pola seperti ini, salah satu
bentuk perilaku efektif dan efisien dalam upaya pencegahan dan
pencemaran adalah mencuci tangan.
b. Pencegahan tingkat kedua ditujukan kepada anak yang telah menderita
diare, tindakan yang dilakukan yaitu berikan penderita lebih banyak cairan
dari biasanya seperti oralit atau larutan gula garam untuk mencegah
dehidrasi serta pemberian makanan yang mudah dicerna dan dapat diserap
zat- zat gizinya seperti bubur tempe. Pemberian oralit pada pasien diare
MTBS, oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), Kalium Klorida (KCL), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Digunakan untuk meningkatkan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal.Oralit sendiri
diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang hilang
karena diare. Walaupun air penting untuk pencegahan dehidrasi, air minum
biasa yang dikonsumsi tidak mengandung garam dan elektrolit yang
diperlukan saaat diare dengan dehidrasi, untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh maka diberikan oralit.Keadaan diare
berhubungan dengan penurunan nafsu makan sehingga sangat
membuhtuhkan makanan yang mengandung padat gizi. Tempe merupakan
pilihan makanan yang tepat untuk diberikan pada penderita diare, tempe
mempunyai kandungan protein yang tinggi dan jenis asam amino esensial
20
yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Tempe mengandung zat
antimikroba aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif
sehingga dapat memperbaiki ganguan pencernaan seperti diare.
c. Pencegahan tingkat ketiga ditujukan kepada penderita penyakit diare
dengan maksud jangan sampai bertambah berat penyakitnya atau terjadi
komplikasi. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi
dan kematian. Kematian akibat diare disebebkan oleh dehidrasi, yaitu
kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh.
d. Pencegahan nutrisi dengan cara pemberian cairan sedini mungkin,
pemberian nutrisi sedini mungkin, menjaga kebersihan lingkungan supaya
tidak terjadi iritasi kulit. (Hussin N.A, 2017: p.7-9)
2. Batasan Karakteristik
Batasan Karakteristik risiko defisit nutrisi :
a. Mual muntah
b. Anoreksia
c. Nafsu makan menurun
d. Berat badan menurun <10% dari berat badan ideal
e. Turgor kulit kurang elastis
f. Bising usus hiperaktif
g. Distensi abdomen
(Ida Mardalena, 2018: p. 128-129)
Gambar 2.3.2.a Teori Perkembangan Anak : Tahap Sensori Motor (0-24 bulan)
Kenaikan berat badan pada anak pada tahun pertama kehidupan jika
mendapat gizi yang baik berkisar :
1) 700 sampai 1000 gr/bulan pada Triwulan I
2) 500 sampai 600 gr/bulan pada Triwulan II
27
E. Konsep Asuhan Keperawatan Risiko Defisit Nutrisi Pada Anak Dengan Diare
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Ida Mardalena (2018: p.128-129), pengkajian yang sistematis
meliputi pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, dan pengkajian
fisik.
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, agama.
c. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Mual muntah, nafsu makan menurun, berat badan menurun.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisikan data anak menadi cengeng, gelisah,
nafsu makan menurun, sehingga timbul diare.
e. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berisikan data pernyataan dari pertanyaan
apakah sebelumnya pasien pernah menderita penyakit dengan masalah
keperawatan yang sama seperti sekarang dan apakah dirawat?
f. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga berisikan data pernyataan dari pertanyaan
apakah dalam keluarga permah terdapati menderita penyakit yang sama
seperti pasien sekarang?
g. Pengkajian pola fungsional
1) Pola nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
h. Keadaan umum
31
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan Mengarbsorbsi
Nutrient.
3. Intervensi Keperawatan
a. NOC
1) Status Nutrisi :
a) Makanan & cairan
2) Asupan :
a) Asupan nutrisi
b) Kontrol berat badan
Kriteria Hasil :
1) Porsi makan habis
2) Asupan tercukupi.
3) Mual muntah teratasi.
b. NIC
1) Manajemen Nutrisi
32
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu menangani masalah status kesehatan yang
dialami pasien supaya meningkat ke status kesehatan yang baik sesuai dengan
kriteria hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
melakukan tindakan mandiri dan berkolaborasi dengan sesame tim atau dengan
tim kesehatan lainnya (Eka Nofianti, 2020: p.28).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang digunakan untuk mengetahui tujuan dari tindakan keperawatan yang
dilakukan telah tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
dilakukan untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Terdapat metode 4 langkah dalam menentukan evaluasi dari tindakan
keperawatan, antara lain :
- S (Subyektif) yaitu data yang diutarakan pasien dengan ungkapan langsung
melalui wawancara.
- O (Obyektif) yaitu data yang didapat perawat melalui hasil observasi
- A (Analisis) yaitu kesimpulan dari data subyektif dan obyektif.
33