Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE PADA ANAK

A.    PENGERTIAN
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang
air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten
tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah
Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya
inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar
satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir
sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

B.     KLASIFIKASI

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok


yaitu:
1.      Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang
dari tujuh hari)
2.      Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
3.      Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus -
menerus,
4.      Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin
juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
C.    PENYEBAB

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh :
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E.
Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan
psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b.  Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a. malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri,
infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota
virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis
media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi : Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan
anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu
4. Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan
cemas)
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita ( Depkes RI,
2007), yaitu :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita
yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI
penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman
karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai
selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi
usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
beresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa
jampada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
4.  Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anakatau
sebelum makan dan menyuapi anak
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia

C.    PATOFISIOLOGI

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam
laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi
glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40
mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan
meninggal.

D.    MANIFESTASI KLINIS

Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan), tanda-tandanya : Berak
cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ), nafsu makan tidak berkurang, masih ada keinginan
untuk bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya : Berak
cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh kadang meningkat, Haus, tidak
ada nafsu makan, Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: Berak cair terus-
menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung, Bibir kering dan biru, Tangan dan kaki
dingin, Sangat lemah, Tidak ada nafsu makan, Tidak ada keinginan untuk bermain, Tidak BAK
selama 6 jam atau lebih, Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, ubun – ubun dan mata
cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit jelas
(elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :


1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan
melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah
putih.
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
5.  Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

F.     KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
- Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok, nadi cepat dan dalam.
- Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis.

G.    PENCEGAHAN
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni : pencegahan
tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi
lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan
status gizi dan pemberian imunisasi.
a. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh
manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan
pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan
kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air
sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan
beberapa penyakit menular termasuk diare(Sanropie, 1984). Sumber air yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan air sungai, dan
danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau
air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan
salju (Soemirat, 1996). Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air
dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi,
sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai
sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996). Dengan memahami daur/siklus
air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air
angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan
artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan
kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun
bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur
gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan
sumur artesis (Sanropie, 1984). Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih
harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air
bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari
sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air
dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus
di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
b. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden
penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto,
1983). Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus
membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara
teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar
jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter
dari sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja
terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan
baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat
kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak
dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996). Tempat pembuangan tinja yang tidak
memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan
keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi (Wibowo, 2003).
c. Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat
kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;
1. konsumsi makanan
2. pemeriksaan laboratorium
3. pengukuran antropometri, dan
4.  pemeriksaan klinis
Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk
mendapatkan hasil yang lebih efektif.Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata
makin banyak episodediare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar
timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga
kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok
organisme berkurang (Suharyono, 1986).
d. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan
tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal
kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai
kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh
mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian
ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam
bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar
dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000). Bayi yang memperoleh
ASI mempunyai morbiditas dan mortalitasdiare lebih rendah. Bayi dengan air susu
buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain
mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai
risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan
ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).
e. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan
penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman
infeksiuspenyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut
ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung
mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Padapenularan seperti ini,
tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih
makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan
penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh
tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui
mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi
upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air
besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi
makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.Kejadian diare makanan terutama
yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara
menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak (Howard &
Bartram, 2003). Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare.
Tinjaanak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber
penularandiare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang
sakit, anaksehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering
kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja anakpenting
sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990).
f. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi
campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit
campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).
g.  Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang
telah menderita diareatau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan
diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah
terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah
mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi
penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan,
bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk
menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang
perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan
kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang
disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian
kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk
dokter (Fahrial Syam, 2006).
h.  Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini
penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal
mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyakitdiare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.
Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang
menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus
dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan
dengan teman sepermainan

i. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan :
- Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya ASI (Air
Susu Ibu) diteruskan
- Makanan diberikan seperti biasanya
- Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat Pada
anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
- Berikan orali
- ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
- Teruskan pemberian makanan
- Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
- Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan :
- Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
- Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
- Takaran Pemberian Oralit
a. Di bawah 1 thn :
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
b. Di bawah 5 thn (anak balita) :
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
c. Anak diatas 5 thn :
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
d. Anak diatas 12 thn & dewasa :
e. 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)

Dasar Pengobatan Diare


1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
a. Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan
yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap
disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
b. Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai
berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
- 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1
ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
- 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1
ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
- 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
- 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes)
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
- 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
- Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
- Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml =
15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk bayi berat badan lahir rendah
- Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa
10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).

2. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
LANDASAN TEORI ASKEP

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur
2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
- Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata - rata 2
kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
- Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya
- tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
- Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
- Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai
kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicara dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
- Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler
dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam
puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua
untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan
merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak
mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
- Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul
dan mandiri : Umur 2-3 tahun
1. berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2
hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
c. Pemeriksaan Fisik
1. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
2. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
3. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
4. Mata : cekung, kering, sangat cekung
5. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
6. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
7. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
8. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
9. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
10. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima
d. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium :
1. feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
2. Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
3. AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun
4. Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
- Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
B. PENATALAKSANAAN DIARE
1. Rehidrasi
a. jenis cairan
- Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali,
pedyalit setiap kali diare.
- Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa
b. Cara rehidrasi oral
2. Cara parenteral
- Cairan I  : RL dan NS
- Cairan II : D5  ¼ salin,nabic. KCL
-   D5 : RL = 4 : 1  + KCL
- D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/l
- HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare usia
> 3 bulan
3. Jalan pemberian
- Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik’
- Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
Jumlah Cairan ; tergantung pada
a. Defisit ( derajat dehidrasi
b. Kehilangan sesaat (concurrent less)
c. Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang
lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
·         BB (kg) x 50 cc
·         BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
5. Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt
Terapi
- obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg,
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
- obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
- antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
4. Dietetik
a. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen
atau semi elemental formula.
c. Supportif : Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan
dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50  c, RR :
< 40 x/mnt )
- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong,
UUB tidak cekung.
- Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki deficit
2. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran
tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Pelaksanaan intervensi pijat bayi dalam penurunan diare, sesuai dengan
evidence base Practice
6. Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
- Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2.  Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria :
·         Nafsu makan meningkat
·         BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
a. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usua
b.  Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

c. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d. Monitor  intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
2. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

3. Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


dampak sekunder dari diare
Tujuan :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
·         suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
·         Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2. Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3. Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Anda mungkin juga menyukai