Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laparatomi merupakan pembedahan mayor, dengan melakukan penyayat
an pada lapisan-lapisan dinding abdomen, untuk mendapatkan bagian organ kan
ker dan obstruksi. Tindakan laparatomi merupakan teknik operasi yang dapat dil
akukan pada gangguan sistem digestif maupun perkemihan, adapun tindakan bed
ah digestif yang sering dilakukan dengan teknik laparatomi adalah herniotomi, g
asterektomi, hepatorektomi, hemoroidektomi dan fistuloktomi, sedangkan teknik
bedah perkemihan dengan teknik laparatomi adalah nefrektomi dan ureterostom
y (Brunner & Suddarth, 2013).
Pasien laparatomi di dunia menurut World Health Organization (WHO)
meningkat setiap tahunnya sebesar 10%. Angka jumlah pasien laparatomi menca
pai peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2017, terdapat 90 juta pasien operas
i laparatomi diseluruh Rumah Sakit di dunia. Pasien laparatomi pada tahun 2018
menempati peringkat ke 5, tercatat jumlah keseluruhan tindakan operasi terdapat
terdapat 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 42% diantaranya merupakan tindakan pe
mbedahan laparatomi (Kemenkes RI, 2018). Tindakan pembedahan laparatomi d
apat menimbulkan beberapa masalah diantaranya adalah nyeri akut paska pembe
dahan, rusaknya integritas kulit, imobilisasi, pendarahan dan resiko infeksi (Jito
wiyono, 2012).
Dalam studi yang dilakukan IASP di Amerika sendiri dari 100 juta orang
operasi 80% diantaranya mengungkapkan rasa nyeri akibat operasi. Banyak hal
dilakukan orang-orang didunia untuk meredakan masalah nyeri ini sendiri, baik
secara farmakologis, maupun dengan terapi-terapi lain seperti relasasi dan juga
distraksi. Salah satu terapi musik diantaranya yang diambil dibeberapa negara.
Di Romania beberapa peneliti mengemukakan bahwasannya musik sendiri tidak
hanya dapat menurunkan kecemasaan pada pasien dengan tindakan gigi, namun
juga dapat menurunkan persepsi dari nyeri itu sendiri (pintea et,all 2017).
Bukan hanya itu dr. Elliot Anderson dari Monash Univercity mengemukakan
bahwa musik merupakan terapi non farmakologi yang sangat murah dan hal ini
dapat dilakukan dalam setingan pre hingga post operasi (Anderson, 2017).
Keberhasilan penurunan tingkat stress dan juga nyeri dapat dilihat pula pada
penelitian yang di kembangkan pada 42 anak dengan menggunakan musik pada
tumpuannya dan juga FLACC pain scale sebagai alat evaluasinya (Cacaterra., et
all 2014).
Menurut data tabulasi nasional departemen kesehatan Republik Indonesia
2009 menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 kasus
penyakit di Indonesia dengan presentasi 12,8% dan diperkirakan 32 %
diantaranya Bedah laparatomi (Kusumayanti, 2015).
Di Rumah Sakit Bayukarta untuk tindakan operasi kasus laparatomi
mengalami peningkatan perbulan desember 2021, januari dan februari 2022.
Berikut data pasien laparatomi pada bulan Desember 2021 sebanyak 20 kali
tindakan operasi , Bulan januari 2022 total 18 kali, bulan februari 2022
sebanyak 18 kali . Berdasarkan Clinical Pathway berdasarkan KSM (Kepala
Staff Medis) bedah untuk kasus operasi Laparatomy dari bulan desember 2021 –
februari 2022 data menunjukkan kasus laparatomy menempati urutan ketiga
setelah eksisi tumor dan odontektomy
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
membuka sayatan , setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan diperbaiki
kemudian dilakukan penutupan dan penjahitan luka. Efek dari tindakan
pembedahan ini akan menimbulkan berbagai keluhan dan gejala, keluhan dn
gejala ini adalah nyeri. (Sjamsuhidajat.,2004:266 ;Ryan Storyana,2013).
Kejadian yang sering terjadi pada pasien post operasi Laparatomy adalah nyeri
yang dirasakan klien pada luka insisi yang disebabkan karen adanya stimulus
nyeri pada daerah luka insisi yang menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang
dapat menstimulasi transmisi impuls disepanjang serabut saraf aferen nosiseptor
kesubstansi dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Smeltzer & Bare, 2010).
Pasien post operasi akan mengalami peningkatan Rasa nyeri, sehingga
kontrol nyeri setelah post operasi sangat penting untuk mengurangi kecemasan
pada pasien dan mobilisasi lebih cepat. Sehingga pengkajian nyeri dan
pemberian oabat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Faridah,
2015 dalam Oktavia Fitria,2017). Nyeri merupakan hal yang sering terjadi pada
masyarakat kita saat ini, hal ini digambarkan dengan perasaan yang tidak
menyenangkan baik secara sensori maupun emosional, dan nyeri ini hanya
bersifat subjective (mutaqin, 2008). Sementara itu menurut International
Assosiation Study of Pain (IASP) nyeri sendiri dapat diartikan sebagai
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau dijelaskan dalam hal
kerusakan tersebut. (IASP, 2017).
Pada pasien Laparatomi masalah yang paling sering dialami setelah pem
bedahan adalah nyeri. Nyeri post operasi laparatomi diakibatkan karena diskonti
unitas jaringan atau luka operasi akibat insisi pembedahan, sehingga sel saraf kul
it rusak. Trauma jaringan akan merangsang terbentuknya zat kimia seperti : brad
ikinin, serotinin, histain dan enzim proteotik. Zat tersebut merangsang nyeri dan
membuat kekauan otot. Reseptor nyeri rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hipotalamus melalui syaraf terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut se
bagai system nosiseptif, sehingga terjadilah nyeri akut. Selain itu sinyal nyeri da
ri daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang saraf ke
bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh
tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke saraf perifer tubuh sehingga terjadi nyeri
sebar (Black & Hawks, 2017).
Pada penanganan nyeri pada pasien post operasi laparatomi secara teori
ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu penanganan terapi secara
farmakologi dan penanganan secara non farmakologik. Pada penanganan secara
farmakologi seperti penggunaan opiat, non opiate, obat-obat adjuvans atau ko-
analgesic maupun obat-obat analgesic opiate, hal ini penggunaan dengan resep
dokter dan disesuaikan dengan tingkat nyeri pasien. Sedangkan terapi non
farmakologi dapat dilakukan dengan terapi relaksasi nafas dalam (bruner, 2013),
Relaksasi nafas dalam dinilai sangat efektif dalam menurunkan nyeri post
operasi, relaksasi ini melibatkan otot respirasi dan tidak membutuhkan alat
lainsehingga mudah dilakukan sewaktu-waktu. Selain terapi relaksasi nafas
dalam, terapi distraksi (pengalihan nyeri) sering juga dipergunakan dalam
penanganan nyeri ringan. Tehnik distraksi adalah suatu proses pengalihan dari
focus satu ke focus yang lainnya, atau pengalihan perhatian dari nyeri ke
stimulus yang lain (soeparmin, 2010). Salah satu jenisnya dalam terapi distraksi
adalah dengan mendengarkan musik. Musik sendiri memang selalu di dengarkan
oleh semua umur maupun semua jenis kelamin, namun di salah satu studi diluar
negeri menyebutkan bahwa terapi musik untuk mengurangi nyeri lebih efektif
jika dilakukan pada pasien-pasien wanita dibandingkan dengan pasien pria.
(Ghaffaripour, et all 2013).
Efek terapi musik menunjukkan terapi musik memberikan gangguan,
meningkatkan relaksasi, dan mengurangi kecemasan (Engwall & Duppils,
2009). Efek terapi musik menguntungkan pada rasa sakit yang dirasakan pasien,
relaksasi, pernafasan tingkat kecemasan yang dilaporkan sendiri, dan jumlah
analgesia yang dibutuhkan untuk manajemen nyeri yang efektif (American
Musik Therapy Association, 2010). Bila digunakan bersamaan dengan strategi
pengelolaan nyeri farmakologi, terapi musik mendorong rasa aman dan sehat
keseluruhan pengalaman pasien positif (Walworth, Rumana, Nguyen, & Jarred,
2008). Sedangkan terapi musik memiliki kecenderungan untuk mempromosikan
gangguan dan relaksasi, terbatas penelitian difokuskan pada efektivitas terapi
musik untuk manajemen nyeri pada pasien pasca operasi di luar lingkungan
yang terkendali (Goanna Briggs Institute, 2009).
Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat
diterapkan secara sederhana tidak harus selalu membutuhkan ahli terapi dengan
harga yang terjangkau dan tidak menimbulkan efek (Samuel, 2007 dalam Ratih
Swarihardiyanti, 2014). Banyak jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi
diantaranya,musik instrumental,musik jazz, musik dangdut, musik pop,musik
rock, musik keroncong dan lain-lain. Salah satu diantaranya adalah musik
instrumental yang bermanfaat menjadikan tubuh, pikiran dan mental menjadi
lebih sehat. Hasil riset mengenai efek musik instrumental terhadap kesehatan
dan kesegaran fisik. Musik instrumental merupakan terapi relaksasi yang telah
banyak digunakan untuk menurunkan detak jantung dan tekanan darah bagi
pasien yang menderita serangan jantung,membantu menurunkan frekuensi,
intensitas dan durasi pada penyakit migrain (Aditia.,2012; Ratih
Swarihardiyanti.,2014).
Musik secara harafiah merupakan terapi yang dapat menurunkan
gelombang otak manusia dari gelombang beta (sadar penuh) hingga menuju
gelombang alpha (hampir tidur namun terjaga) atau bahkan Teta (tidur), hal ini
dapat menurunkan tingkat mood seseorang dari yang sangat tidak nyaman
menjadi rileks (Aart,et all, 2014, Shin, et all 2016). Mendengarkan musik dapat
memproduksi zat endorphin yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri
disistem saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang (dinny anggraini,
2018). Pada penelitian yang dilakukan oleh Desi Ikawati tentang pengaruh
terapi musik instrumental pada post laparatomi di RS abdul moeloek tahun
2019 , menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri pada pasien
laparatomi sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik instrumental. Selain
penelitian tersebut penelitian yang dilakukan oleh Kristina, dkk (2019) tentang
Pengaruh Terapi Musik terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post
Operasi, dengan membandingkan perbedaan terapi guided imagery dan terapi
musik pada pasien post laparatomi di RSUD abdul moeloek lampung, perbedaan
selisih skor penurunan nyeri pada terapi musik dan terapi guided imagery 0,2.
Pada penelitian yang dilakukan oleh jamaludin dan nur khikmatul 2017
menyatakan bahwa terdapat perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah
dilakukan penelitian dengan guide imagery dengan alunan musik pada pasien
appendectomy selama sepuluh menit.
Hasil studi pendahuluan berdasarkan observasi diruangan perawatan
bedah di Rumah Sakit bayukarta karawang pada bulan desember 2021 Sampai
februari 2022 terkait manajemen nyeri menunjukan bahwa 7 dari 10 pasien
bedah kategori bedah laparatomi adalah nyeri akut meskipun mereka sudah
mendapatkan tindakan medis berupa obat analgetik. Masalah keperawatan utama
pada pasien dalam waktu 24 jam masih merasakan nyeri skala kisaran 5 sampai
8 dengan pengukuran numeric scale, dan mobilisasi belum secara aktif, sehingga
memperlama hari rawat pasien.
Standar penatalaksanaan nyeri di Rumah Sakit Bayukarta adalah setiap
pasien baru masuk ditanyakan adakah keluhan nyeri atau tidak, bila ada nyeri
dilakukan assessment meliputi skala nyeri, lokasi, kualitas, dan frekuensi nyeri.
Assesment nyeri dewasa dilakukan pengkajian dengan menggunakan skala nyeri
wong baker face pain & Numeric rating Scale. Setelah ditemukan skala nyeri
pasien, untuk ≤4 perawat dapat melakukan tehnik distraksi, tehnik relaksasi dan
penggunaan kompres panas/dingin, jika skala nyeri pasien ≥ 4 ( nyeri sedang
dan nyeri berat maka perawat melapor kepada DPJP untuk mendapatkan terapi
(Hal ini sudah sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh pinandita dkk; dalam
Ryan Satoryana, 2013:23). Hingga saat ini belum ada tindakan mandiri perawat
lain selain yang dipergunakan atau ditetapkan sebagai standar pelayanan di
Rumah sakit bayukarta untuk mengatasi nyeri, selain tehnik distraksi dan
relaksasi. Meskipun di Rumah Sakit Bayukarta sudah tersedia fasilitas untuk
memperdengarkan musik yang dibuat secara sentral.
Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang biasa dipergunakan
dibidang kesehatan dalam penatalaksanaan nyeri, manajemen nyeri harus
mencakup penanganan yang keseluruhan tidak hanya penangan secara
farmakologi tetapi nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan tanggapan individu
terhadap dirinya dibagi menjadi dua yaitu pendekatan secara farmokologi dan
non farmakologi
Untuk mengurangi penurunan skala nyeri selama ini perawat lebih
menekankan pemberian terapi farmakologi dan ditambah terapi relaksasi dan
distraksi, pada kenyataannya angka kesakitan post laparotomy masih sering
muncul 2-4 jam setelah pemberian terapi. Untuk itu diperlukan kemampuan
memodifikasi cara dan teknik lain untuk mempercepat penurunan skala nyeri.
Adapun terapi non farmakologis dengan terapi musik belum pernah diterapkan
di Rumah Sakit Bayukarta Karawang. Secara evidence basenya, pemberian
terapi musik instrumental ini adalah modifikasi cara dan teknik lain untuk
mempercepat menurunkan skala nyeri yang dirasa pasien. Saat ini
penatalaksanaan nyeri di Rumah Sakit Bayukarta masih terbatas pada pemberian
anti nyeri jika skala nyeri lebih dari 4, dan therapi relaksasi distraksi dengan
nafas dalam jika skala nyeri kurang dari 4, oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang ”Efektifitas pemberian terapi musik instrumental
terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post operasi laparatomy di RS
Bayukarta karawang”.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemberian terapi musik instrumentalia terhadap skala
nyeri pasien pasca laparatomi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Menganalisis pengaruh pemberian terapi musik instrumentalia terhadap skala

nyeri pasien pasca Laparatomy di Rumah Sakit Bayukarta karawang.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri pasien sebelum diberikan terapi musik

instrumentalia di Rumah Sakit Bayukarta Karawang.

b. Mengidentifikasi skala nyeri pasien sesudah diberikan terapi musik

instrumentalia di Rumah Sakit Bayukarta Karawang

c. Menganalisis pengaruh pemberian terapi musik instrumentalia terhadap

skala nyeri pasien pasca laparatomi

D. Manfaat Penelitian

1. Rumah sakit

Penelitian dapat berkontribusi terhadap perawat yang bertugas di Ruang

perawatan bedah sebagai evidence based practice dalam meningkatkan

praktik mandiri keperawatan yang berkaitan dengan manajemen nyeri,

terkhusus pada terapi musik instrumental untuk pasien laparatomi

2. Pendidikan keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh Pendidikan keperawatan dalam

memberikan gambaran mengenai efektifitas dari penggunakan terapi non

farmakologis yaitu terapi musik instrumental pada penurunan nyeri pada

pasien paska operasi Laparatomy dan meningkatkan pengetahuan bagi

mahasiswa keperawatan maupun mahasiswa kesehatan lain dalam menjalani

proses Pendidikan

3. Bagi peneliti selanjutnya


Data yang ditemukan dalam penelitian ini dapat memberikan informasi

mengenai efektifitas penggunaan terapi musik intrumentalia dalam

menurunkan nyeri pasien paska laparatomi.

Anda mungkin juga menyukai