Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJPK) 2005

hingga 2025 menjabarkan bahwa rumah sakit sebagai tempat pelayanan

kesehatan memiliki berbagai fasilitas dalam rangka mendukung

penyelenggaraan pembangunan maka pelayanan kesehatan yang dilakukan

di rumah sakit meliputi promosi kesehatan, preventif, kuratif dan

rehabilitatif (Kemenkes, 2015).

Rumah sakit merupakan pelayanan rujukan yang memberikan

pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan,

salah satu pelayanan lanjutan itu adalah tindakan pembedahan.

Pembedahan adalah salah satu tindakan pengobatan dengan penyembuhan

penyakit dengan cara memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit

(Kemenkes, 2015).

Berdasarkan data dunia di negara-negara berkembang menurut

World Health Organization (WHO, 2014), pada beberapa negara

berkembang memiliki prevalensi yang tinggi seperti Singapura berjumlah

15% pada anak-anak 16,5% pada orang dewasa, sedangkan Thailand 7%

pada anak-anak dan orang dewasa 10%. Indonesia pada data Biro Pusat

Statistik (BPS, 2014) menyatakan tingkat kejadian kasus appendisitis

adalah dari 140 orang kasus appendisitis per 100.000 jiwa. Pada tingkat
2

kejadian terendah kasus appendisitis ditemukan pada usia 0-4 tahun,

sedang tertinggi ditemukan pada usia 15-34 tahun.

Kejadian appendisitis cukup tinggi termasuk Indonesia merupakan

penyakit urutan keempat setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis dan

sistem cerna lainnya (Satrio, 2016). Setiap tahun appendisitis menyerang

10 juta penduduk Indonesia, dan saat ini morbiditas angka appendicitis di

Indonesia mencapai 95-1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi

diantara negara-negara Assosiation South East Asian Nation (ASEAN)

(Lubis, 2016). Dinas kesehatan Sulawesi Selatan menyebutkan pada tahun

2013, jumlah kasus appendisitis di Sulawesi Selatan sebanyak 2.180

penderita (Dines Kesehatan, 2013). Sedangkan, pada kabupaten tana toraja

sendiri pembedahan appendisitis mencapai 2.138 pasien yang menjalani

operasi (DINKES Tana Toraja, 2018). Sedangkan dari survei yang

dilakukan peneliti di RSUD Lakipadada dari catatan Medical Record

(MR) yang dilihat dari 3 bulan terakhir yaitu pada bulan Januari-Maret

2022, didapatkan jumlah pasien yang terdiagnosa appendisitis yaitu 146

orang.

Lima pembedahan terbanyak selama 3 bulan terakhir di RSUD

Sekarwangi Kabupaten Sukabumi, pembedahan terbanyak adalah Soft

Tissue Tumor (STT) dengan jumlah pasien sebanyak 72 orang dengan

rata-rata perbulan 24 orang. Kemudian jenis pembedahan yang paling

sedikit adalah To Mammae dengan jumlah pasien sebanyak 15 orang

dengan rata-rata perbulan 5 orang. Pada bulan Oktober sampai Desember


3

2017 appendisitis merupakan urutan tertinggi kedua setelah Soft tissue

tumor, appendisitis merupakan kasus terbanyak dari kasus bedah

pencernaan lainnya, untuk itu perlunya perhatian khusus pada saat post

operasi appendisitis terutama dalam hal meminimalkan intensitas nyeri

(Solehati, 2015).

Appendisitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab terlazim akut abdomen bedah pada pasien (Sabiston

2011). 7% penduduk di negara Barat menderita appendisitis dan terdapat

lebih dari 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap

tahunnya.

Menurut Nursalam (2010), apendiktomi merupakan tindakan

pembedahan untuk mengangkat apendiks yang diindikasikan bila diagnosa

appendisitis telah ditegakkan. Pada saat pembedahan luka sayatan

menyebabkan kerusakan sel dan menimbulkan nyeri.

Setiap prosedur pembedahan termasuk tindakan Appendictomy

akan mengakibatkan terputusnya jaringan (luka). Dengan adanya luka

tersebut, akan merangsang nyeri yang disebabkan jaringan luka yang

mengeluarkan prostaglandin dan leukotriens yang merangsang susunan

saraf pusat, serta adanya plasma darah yang akan mengeluarkan plasma

extravastion sehingga terjadi edema dan mengeluarkan bradikinin yang

merangsang susunan saraf pusat, kemudian diteruskan ke spinal cord

untuk mengeluarkan impuls nyeri, nyeri akan menimbulkan berbagai

masalah fisik maupun psikologis. Masalah-masalah tersebut saling


4

berkaitan, apabila masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi akan

menimbulkan masalah yang kompleks (Solehati, 2015).

Pada umumnya post operasi appendisitis mengalami nyeri akibat

bedah luka operasi. Menurut Maslow bahwa kebutuhan rasa nyaman

merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan fisiologis yang harus

terpenuhi. Seorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas

sehari-hari, terganggu pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, pemenuhan

individu, juga aspek interaksi sosialnya yang dapat berupa menghindari

percakapan, menarik diri dan menghindari kontak. Selain itu seorang yang

mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani pada

akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenic pada orang tersebut

(Gannong W.F, 2015).

Asosiasi internasional untuk penelitian nyeri mengatakan bahwa

Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi

kerusakan (Potter, 2015).

Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan

perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau

bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.

Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding

suatu penyakit manapun (Brunner & Suddarth, 2009).


5

Tindakan farmakologis dan non farmakologis merupakan suatu

solusi untuk mengatasi masalah nyeri. Perawat berperan besar dalam

penanggulangan nyeri non farmakologis. Salah satu penanggulangan nyeri

non farmakologis yang mudah dalam mengatasi nyeri akibat kerusakan

jaringan akibat tindakan pembedahan adalah teknik relaksasi (Pajuju,

2011).

Pelaksanaan manejemen nyeri non-farmakologi di lapangan belum

sepenuhnya dilakukan oleh perawat dalam mengatasi nyeri. Kebanyakan

perawat melaksanakan program terapi hasil dari kolaborasi dengan dokter,

diantaranya adalah pemberian analgesik yang memang mudah dan cepat

dalam pelaksanaanya dibandingkan dengan penggunaan intervensi

manajemen nyeri non-farmakologi. Jika dengan manajemen nyeri non

farmakologi belum juga berkurang atau hilang maka barulah diberikan

analgesik. Pemberian analgesikpun harus sesuai dengan yang diresepkan

dokter, karena pemberian analgesik dalam jangka panjang dapat

menyebabkan pasien mengalami ketergantungan (Tamsuri, Anas, 2016).

Pengkombinasian antara teknik non-farmakologi dan teknik

farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri

terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama

berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smaltzer dan Bare, 2010).

Penanganan nyeri dengan teknik non farmakologi merupakan modal utama

untuk menuju kenyamanan. Dipandang dari segi biaya dan manfaat,

penggunaan manajemen non-farmakologi lebih ekonomis dan tidak ada


6

efek sampingnya jika dibandingkan dengan penggunaan manajemen nyeri

farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan pasien terhadap

obat-obatan. Salah satu manajemen non-farmakologi adalah teknik

relaksasi, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan

otot yang akan mengurangi nyeri (Tamsuri, Anas, 2016).

Menurut Ernawati (2013), teknik relaksasi merupakan intervensi

keperawatan secara mandiri untuk menurunkan intensitas nyeri,

meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan

merilekskan tegangan otot yang menunjang nyeri, ada banyak bukti yang

menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri.

Menurut Pajuju (2011), relaksasi merupakan metode pengendalian

nyeri non farmakologis yang paling sering digunakan di Inggris. Studi

yang dilaporkan Chamberlain dalam Pajuju (2011), 34% wanita

menggunakan teknik relaksasi, dalam mengatasi nyeri. Relaksasi dapat

mengurangi ketegangan otot, menurunkan kecemasan dan mencegah

hebatnya stimulus nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan tekhnik

relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner &

Suddarth, 2009).
7

Berdasarkan penelitian Yusrizal (2012) yang meneliti tentang

pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri

pasien pasca apendiktomi di ruang bedah RSUD Dr. M. Zein Painan

dengan hasil uji statistik menggunakan uji paired t test didapatkan nilai p

= 0,000 (p<0,05), maka dapat disimpulkan terdapat penurunan skala nyeri

sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam sebesar 3-5

skala.

Studi pendahuluan yang dilakukan di ruangan bedah terdapat 13

orang pasien, 4 diantaranya post appendisitis, dimana 3 orang mengalami

nyeri berat dan 1 orang mengalami nyeri ringan. Pasien mengatakan

mereka mendapatkan obat untuk mengurangi nyeri sesudah operasi,

namun setelah minum obat 3 orang mengatakan masih nyeri dan 1 orang

mengatakan nyerinya berkurang sedikit.

Berdasarkan wawancara dengan dua perawat, mereka mengetahui

teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan nyeri, namun mereka

belum melaksanakan teknik relaksasi ini, karena menganggap bahwa

penggunaan analgesik memberikan efek kerja yang lebih cepat dari pada

menggunakan teknik relaksasi nafas dalam atau non farmakologi. Fakta

yang terjadi saat ini di RSUD Lakipadada, perawat di ruang bedah belum

secara efektif melaksanakan intervensi keperawatan teknik relaksasi nafas

dalam sebagai penanganan nyeri post operasi appendisitis, sehingga tidak

diketahui secara pasti apakah memang benar ada pengaruh teknik relaksasi
8

nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post operasi

appendisitis sesuai dengan referensi atau teori yang ada.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai efektifitas teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan nyeri pada pasien post operasi appendisitis di ruangan bedah

RSUD Lakipadada Tana Toraja tahun 2022.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada efektitifas teknik relaksasi nafas dalam

terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi appendisitis di ruangan

bedah Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada Tana Toraja Tahun

2022?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas teknik relaksasi nafas dalam

terhadap nyeri pada pasien post-operasi apendisitis di ruang bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada Tana Toraja tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui tingkat nyeri responden sebelum dan sesudah

dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.


9

b) Untuk mengetahui tingkat nyeri antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol terhadap nyeri post operasi appendectomy.

c) Untuk mengetahui efektifitas teknik relaksasi nafas dalam pada

kelompok intervensi terhadap nyeri post operasi appendectomy.

d) Untuk mengetahui perbedaan nyeri post operasi responden antara

kelompok intervensi teknik relaksasi nafas dalam dan kelompok

kontrol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Mendapatkan informasi/pengetahuan berdasarkan kebenaran

ilmiah tentang efektifitas teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan nyeri pada pasien dengan post operasi appendisitis. Sebagai

wacana untuk pengembangan penelitian lebih lanjut di bidang

keperawatan khususnya pemberian teknik relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan nyeri.

2. Manfaat Praktis (Aplikatif)

a) Manfaat Bagi Pasien

Diharapakan dapat menjadikan teknik relaksasi nafas dalam

sebagai intervensi keperawatan untuk dapat mengurangi nyeri serta

dapat meningkatkan kualitas hidup pada pasien post operasi

appendisitis

.
10

b) Manfaat Bagi Perawat /Tenaga Medis

Dapat memberikan informasi dan data dasar untuk

penelitian selanjutnya mengenai pengaruh metode teknik relaksasi

pernapasan terhadap intensitas nyeri pasien post operasi

appendisitis.

c) Manfaat Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi

instansi rumah sakit khususnya RSUD Lakipadada Tana Toraja

dalam meningkatkan mutu pelayanannya dalam memberikan

tindakan keperawatan.

d) Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi teman-

teman Mahasiswa Universitas Karya Husada Semarang dalam

penerapan ilmu keperawatan khususnya terkait teknik relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien dengan post operasi

apendisitis. Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan

di instansi pendidikan.

e) Manfaat Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan

peneliti tentang teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan

nyeri post operasi pada pasien appendisitis.


11

f) Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan bermanfaat

bagi keperawatan dalam menerapkan Teknik non farmakologi dalam

menurunkan nyeri pada pasien post operasi appendiktomi

Anda mungkin juga menyukai