Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendiksitis adalah salah satu kasus bedah abdomen yang paling

sering terjadi di dunia. Apendiktomi menjadi salah satu operasi abdomen

terbanyak di dunia. Sebanyak 40% bedah abdomen darurat di negara barat

dilakukan atas indikasi apendiksitis akut (Shrestha et al.,2012).

Data dari WHO (world Health Organization) menyebutkan bahwa

insiden apendiksitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4.8% dan

2.6% dari total populasi penduduk. Di Amerika serikat, sekitar 250.000 orang

telah menjalani operasi apendiktomi setiap tahunnya. Sumber lain juga

menyebutkan bahwa apendiksitis terjadi pada 7% populasi di Amerika

Serikat, dengan insiden 1.1 kasus per 1000 orang pertahun. Penyakit ini juga

menjadi penyebab paling umum dilakukannya bedah abdomen darurat di

Amerika Serikat. Di negara lain seperti negara Inggris, juga memiliki angka

kejadian apendiksitis yang cukup tinggi. Sekitar 40.000 orang masuk rumah

sakit di Inggris karena penyakit ini (Peter, 2010).

Menurut Departemen Kesehatan RI pada (2009), apendiksitis masuk

kedalam daftar sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah

sakit diberbagai wilayah Indonesia, dengan total kejadian 30,703 kasus dan

234 jiwa yang meninggal karena penyakit ini. Angka kejadian apendiksitis

secara umum lebih tinggi di negara-negara industri dibandingkan negara


2

berkembang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan serta

tingginya asupan gula dan lemak yang dikonsumsi oleh penduduk di negara

industri tersebut. Berbeda dengan negara berkembang yang konsumsi

seratnya masih cukup tinggi sehingga angka kejadian apendiksitis tidak

setinggi di negara industri (Longo et al., 2012). Insiden apendiksitis cukup

tinggi termasuk Indonesia merupakan penyakit urutan keempat setelah

dispepsia, gastristis dan duodenitis dan sistem cerna lainnya (Stefanus Satrio,

2009 dalam Farida Virgianti Nur, 2015).

Penatalaksanaan apendiksitis pada kebanyakan kasus adalah

apendiktomi. Apendiktomi merupakan suatu intervensi bedah yang

mempunyai tujuan bedah ablatif atau melakukan pengangkatan bagian tubuh

yang mengalami masalah atau penyakit. (Muttaqin Arif, 2009). Keluhan yang

sering dikemukakan setelah pembedahan adalah nyeri. Nyeri merupakan

respon emosional yang tidak menyenangkan dari individu yang

menggambarkan adanya gangguan maupun kerusakan jaringan. Nyeri akut

yang dirasakan oleh pasien pasca operasi merupakan penyebab stress, frustasi

dan gelisah yang menyebabkan pasien mengalami gangguan tidur, cemas,

tidak nafsu makan, dan ekspresi tegang (Potter Patricia A & Anne G Perry,

2010).

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yag tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual ataupun potensial.

Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan

kesehatan dan yang paling banyak dikeluhkan (American Medical


3

Association, 2013). Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua

golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan

dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik

trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,

gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat

terjadi oleh karena adanya trauma psikologis. Nyeri yang dialami pasien post

operasi bersifat akut dan harus segera ditangani (Mubarak, 2008). Strategi

penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologi dan non

farmakologi. Manajemen nyeri farmakologi yang digunakan adalah dengan

pemberian obat analgesik (Tamsuri, 2007).

Intervensi dengan teknik non farmakologi merupakan tindakan

independen dari seorang perawat dalam mengatasi respon nyeri klien

(Andarmoyo, 2013). Manajemen nyeri non farmakologi menurut Tamsuri

(2007) yaitu teknik distraksi, teknik pijat, teknik relaksasi, kompres,

immobilisasi dan imajinasi terbimbing.

Penanganan nyeri dengan pemberian terapi farmakologi menimbulkan

efek samping oleh karena itu disarankan untuk menggunakan kombinasi

dengan terapi non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yaitu

dengan teknik distraksi murotal Al-Qur’an. Menurut Syarbini & Jamhari

(2012), Murottal Al-Qur’an adalah distraksi audio dengan mendengarkan

ayat-ayat suci Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan manfaat dan obat yang

mujarab bagi seseorang yang mengalami kegundahan hati, keputusasaan, dan


4

kecemasan. Al-Qur’an memberikan ketenangan kepada sistem dan unsur

tubuh manusia.

Hasil penelitian oleh Imelda (2008), tentang Pengaruh Mendengar

Murottal Al-Qur’an terhadap penurunan intensitas nyeri pasien pasca operasi

apendiksitis diruang pasca operasi Cendrawasih I RSUD Arifin Ahmad,

menyimpulkan bahwa mendengarkan murottal Al-Qur’an berpengaruh

terhadap penurunan skala nyeri (p velue=0.000). Penelitian tersebut juga

didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suyanto (2012)

tentang efek kombinasi bacaan Al-Qur’an dan terapi farmakologis terhadap

penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur ekstermitas di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Propinsi Lampung

menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sebelum dan

sesudah pemberian analgetik dan mendengarkan bacaan Al-Quran ( p value=

0.003).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan studi kasus dengan judul “Penerapan Terapi Nonfarmakologi

Distraksi Murottal Al-Qur’an Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien

Post Operasi Apendiktomy”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

studi kasus ini adalah “Bagaimana penurunan skala nyeri pada pasien post

operasi apendiktomi setelah dilakukan tehnik distraksi terapi murottal Al-

Qur’an.”
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Utama

Mengetahui perubahan (penurunan) skala nyeri setelah dilakukan

tehnik distraksi terapi murottal Al-Qur’an pada pasien post operasi

apendiktomi?

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri sebelum diberikan terapi murottal Al-

Qur’an pada pasien post operasi.

b. Mengidentifikasi skala nyeri sesudah diberikan terapi murottal Al-

Qur’an pada pasien post operasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Memberikan wawasan dan pemahaman pada penulis dalam menyusun

penatalaksanaan tindakan keperawatan tehnik distraksi murottal Al-Qur’an

pada penurunan skala nyeri pasien post operasi apendiktomi

2. Bagi Pasien

Diharapkan pasien dapat mempraktikan tehnik distraksi terapi

murottal Al-Qur’an yang sudah diajarkan. Sehingga jika sewaktu-waktu

nyeri muncul, pasien dapat melakukannya secara mandiri.


6

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi referensi bacaan ilmiah

untuk penelitian berikutnya yang sejenis khususnya penggunaan tehnik

distraksi murottal Al-Qur’an terhadap penurunan rasa nyeri

4. Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan bagi pihak rumah sakit untuk menambah

pengetahuan khususnya tentang penanganan nyeri dengan tehnik distraksi

murotal Al-Qur’an
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR APENDIKSITIS

1. Pengertian Apendiksitis

Apendiksitis adalah peradangan apendiks vermiform yang terjadi

sebagian besar pada remaja dan dewasa muda (Figur 33-3). Dapat terjadi

pada semua usia tetapi jarang terjadi pada klien yang kurang dari 2 tahun

dan mencapai insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun. Tidak umum terjadi

pada lansia, namun, rupturnya apendiks lebih sering terjadi pada klien

lansia. Apendiksitis terjadi pada 7-12 populasi. Apendik periformis

merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil

dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, dibawah

katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney

(Joko Mulyanto, 2014)


8

2. Etiologi

Etiologi apendiksitis menurut Dermawan Deden (2010) dalam

Wahyuningsih Episcia (2014) yaitu :

a. Inflamasi akut pada apendik dan edema

b. Ulserasi dari epitel apendiks

c. Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras)

d. Terhambatnya aliran mukus

e. Nekrosis

f. Tumor atau benda asing

g. Invasi bakteri usus

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klasik apendiksitis dimulai dengan nyeri abdomen yang

bergelombang (viseral). Pada awalnya, nyeri dirasakan sebagai rasa tidak

nyaman yang hilang bila klien buang angin atau pergerakan usus akan

meredakan nyeri tersebut. Sayangnya, banyak klien yang mengkonsumsi

laktasif selama periode ini, yang menyebabkan ruptur apendiks dan peritonitis.

Nyeri bertambah berat dan semakin sering, klien sering menyembunyikan atau

melindunngi bagian yang sakit dengan berbaring dan menekukan tungkai

bawah untuk meredakan tegangan pada otot perut.

Pemeriksaan juga dapat menemukan muntah yang dimulai setelah nyeri

dirasa, anoreksia, demam derajat rendah, lidah kotor, dan halitosis (nafas

berbau) (Joko Mulyanto, 2014)


9

4. Patofisiologi

Invasi & multiplikasi Hipertermi Febris

Kerusakan kontrol
APPENDIKSITIS Peradangan pada jaringan
suhu terhadap
implamasi

Operasi Sekresi mucus berlebih


pada lumen apendik

Luka incisi Ansietas


Apendik teregang

Kerusakan jaringan Pintu masuk kuman

Ujung saraf terputus Resiko infeksi

Kerusakan integritas
Pelepasan prostagladin jaringan

Stimulasi dihantarkan Spasme dinding


apendik Tekanan intraluminal
lebih dari tekanan
vena
Spinal cord
Nyeri Hipoxia jaringan
apendik
Cortex cerebri
Nyeri di persepsikan

ulcerasi
Resiko
ketidakefektifan
perfusi perforasi
gastrointestinal
10

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi

mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut

semakin banyak, namun elastis dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.

Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendiksitis akut

fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan

bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada

abdomen kanan bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti ganggren rapuh maka akan terjadi prefesional

disebut apendiksitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrat apendikkularis.

Pada anak-anak karena omentrum lebih pendek dan apendiks lebih

panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya

tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perporasi,

sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan

pembuluh darah.
11

B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan : Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian

rupa (International Association for the study of Pain): awitan yang

tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir

yang dapat di antisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6bulan

(Nanda, 2015)

Batasan karakteristik pada nyeri antara lain:

a) Perubahan selera makan


b) Perubahan tekanan darah
c) Perubahan frekuensi jantung
d) Perubahan frekuensi pernapasan
e) Laporan isyarat
f) Diaforesis
g) Perilaku distraksi (misalnya: berjalan mondar-mandir
mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang
berulang)
h) Mengekspresikan perilaku (misalnya : gelisah, merengek,
menangis)
i) Masker wajah (misalnya: mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus
meringis)
j) Sikap melindungi area nyeri
k) Fokus menyempit (misalnya: gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang
dan lingkungan)
12

l) Indikasi nyeri yang dapat diamati


m) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
n) Sikap tubuh melindungi
o) Dilatasi pupil
p) Melaporkan nyeri secara verbal
q) Gangguan tidur

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri (Asmadi, 2009)

1) Usia

Perbedaan perkembangan pada orang dewasa dan anak sangat

mempengaruhi bagaimana reaksi terhadap nyeri. Anak yang masih

kecil mempunyai kesulitan mengungkapkan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri pada orang tua dan petugas kesehatan.

2) Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespon

terhadap nyeri, akan tetapi beberapa kebudayaan mempengaruhi pria

dan wanita dalam mengekspresikan nyeri.

3) Kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dapat menimbulkan anggapan orang bahwa

memperlihatkan kelemahan pribadinya.

4) Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan nyeri,

sedangkan upaya untuk mengalihkan perhatian dihubungkan dengan

penurunan sensasi nyeri.


13

5) Ansietas

Ansietas dapat meningkatkan persepsi nyeri dan sebaliknya, nyeri

juga dapat menyebabkan timbulnya ansietas bagi klien yang

mengalami nyeri. Adanya bukti bahwa sistem limbik yang diyakini

dapat mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas juga dapat

memproses reaksi emosi terhadap nyeri yaitu dapat memperburuk

atau menghilangkan nyeri.

6) Mekanisme Koping

Gaya koping dapat mempengaruhi klien dapat mengatasi nyeri.

Klien yang mempunyai lokus kendali normal mempersepsikan diri

mereka sebagai klien yang dapat mengendalikan lingkungan mereka

serta hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri, klien tersebut juga

dapat melaporkan bahwa dirinya mengalami nyeri yang tidak terlalu

berat. Sebaliknya klien yang mempunyai lokus kendali eksternal,

mempersepsikan faktor-faktor lain didalam lingkungan seperti

perawat sebagai klien yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir

mereka.

7) Keletihan

Rasa keletihan menyebabkan peningkatan sensasi nyeri dan dapat

menurunkan kemampuan koping untuk mengatasi nyeri, apabila

kelelahan disertai nyeri terasa bertambah berat.

8) Pengalaman Sebelumnya
14

Seorang klien yang tidak pernah mengalami nyeri, maka persepsi

pertama dapat mengganggu mekanisme koping terhadap nyeri, akan

tetapi pengalaman sebelumnya tidak selalu berati bahwa klien

tersebut akan dengan mudah menerima nyeri pada masa yang akan

datang, apabila klien sejak lama mengalami serangkaian episode

nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka

ansietas akan muncul.

9) Dukungan Keluarga dan Sosial

Kehadiran orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap

klien dapat mempengaruhi respon terhadap nyeri. Klien yang

mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga untuk

mendapatkan dukungan, bantuan atau perlindungan.

3. Manajemen Nyeri

Manajemen dalam penangan nyeri terbagi atas tindakan

farmakologis dan non farmakologis. Beberapa intervensi non

farmakologis tersedia untuk mengurangi nyeri; bagaimanapun,

intervensi tersebut dilakukan dengan tidak ditempatkan sebagai

tindakan farmakologis (Potter Patricia A & Anne G Perry, 2010)

a) Tindakan Farmakologis

Berbagai macam klasifikasi digunakan untuk obat-obatan anti nyeri

(analgesia), namun secara umum dapat dibagi menjadi (Arifputera

Andy dkk, 2014)


15

1) Analgesik Nonopioid : asetaminofen dan obat antiinflamasi

nonsteroid (OAINS), termasuk aspirin dan turunan asam

salisilat;

2) Analgesik Opioid: morfin

3) Analgesik adjuvan atau ko-analgesik suatu kelompok obat

dengan indikasi tertentu, namun memiliki efek anti nyeri, seperti

obat antiepilepsindan antidepresan terisiklik.

b) Tindakan non farmakologis

Saat ini marak dikembangkan terapi tambahan untuk mengatasi nyeri

(Tamsuri,2006), seperti :

1) Kompres hangat atau dingin


2) Latihan nafas dalam
3) Musik
4) Aromatherapi
5) Imajinasi terbimbing
6) Hipnotis
7) Distraksi

4. Respon Terhadap Nyeri

a. Respon Psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien ,

terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi

setiap individu berbeda-beda antara lain bahaya atau merusak,

komplikasi seperti infeksi, penyakit yang berulang, penyakit baru,

penyakit yang fatal, peningkatan kctidakmampuan, kehilangan


16

mobilitas, menjadi tua, sembuh, perlu untuk penyembuhan, hukuman

untuk berdosa, tantangan, penghargaan terhadap penderitaan orang lain,

sesuatu yang harus ditoleransi, bebas dari tanggung jawab yang tidak

dikehendaki.

Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat

pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial

budaya.

b. Respon Fisiologis

1) Stimulasi simpatik pada nyeri ringan, moderat, dan superficial

ditandai dengan dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi

rate, peningkatan heart rate, vasokonstriksi perifer, peningkatan nilai

gula darah, diaphoresis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil,

dan penurunan motilitas gastrointestinal.

2) Stimulus Parasimpatik pada nyeri berat dan dalam ditandai dengan

muka pucat, otot mengeras, penurunan heart rate, nafas cepat dan

irreguler, nausea dan vomitus, kelelahan dan keletihan

c. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri

Pernyataan verbal seperti mengaduh, menangis, sesak nafas,

mendengkur. Ekspresi wajah seperti meringis, menggeletukkan gigi,

menggigit bibir. Gerakan tubuh seperti gelisah, imobilisasi, ketegangan

otot, peningkatan gerakan jari dan tangan. Kontak dengan orang lain /

mteraksi sosial seperti menghindari percakapan, menghindari kontak


17

sosial, penurunan tentang perhatian, fokus pada aktivitas

menghilangkan nyeri.

5. Pengukuran Intensitas Nyeri

a. Skala Intensitas Nyeri Deskritif

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri

yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale),

VDS merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang

tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan


rasakan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia .

Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan

dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. A1at VDS ini

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan

nyeri.

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik (Numerical Rating Scale)

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran nyeri sangat subyektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda

oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekaan

objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologi

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini
18

juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri

(Tamsuri, 2007).

Keterangan Skala Identitas Nyeri Numerik.

1) Skala 0 : tidak memiliki tingkat nyeri atau tidak merasakan

nyeri

2) Skala 1-3 : nyeri ringan yaitu secara obyektif klien dapat

berkomunikasi dengan baik

3) Skala 4-6 : nyeri sedang yaitu secara obyektif klien mendesis,

dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik

4) Skala 7-9 : nyeri berat yaitu secara obyektif klien terkadang

tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap

tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi

5) Skala 10 : nyeri sangat berat yaitu pasien sudah tidak mampu

lagi berkomunikasi, memukul.

c. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale)

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel

subdivisi. VAS adalah suatu/garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala

ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentiflkasi keparahan

nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih


19

sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian

dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2006).

VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa

intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap

ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri ujung kiri diberi tanda

“no pain ” dan ujung kanan diberi tanda "bad pain ” (nyeri hebat). Pasien

diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai dengan level

intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari

batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan

itulah skorenya yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian

skore torsebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan / terapi

selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap intensitas nyeri

daripada pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya

yang lebih terbatas

C. Teknik Distraksi dengan Murotal Al-Qur’an


20

1. Definisi Distraksi

Distraksi adalah mengalihkan perhatian pasien dari nyeri. Distraksi

mengarahkan perhatian klien kepada suatu hal lain dari nyeri, dengan

demikian mengurangi kesadaran akan adanya nyeri (Potter dan Perry,

2010 dalam Atailah dan Kusnadi, 2013 ).

Pengobatan atau terapi Al-Qur’an adalah membacakan ayat-ayat

Alquran kepada pasien selain doa-doa yang ma’tsur (diajarkan oleh

Rasulullah) (Al Kaheel, 2011).

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan distraksi murotal

Al-Qur’an merupakan pengalihan perhatian pasien terhadap nyeri

melalui lantunan ayat Al-Qur’an.

2. Karakteristik Al-Qur’an

a. Harmonisasi Sempurna dalam Susunan Kata dan Huruf Al-Qur’an

Al-Qur’an memiliki keakuratan yang begitu konsisten dan tidak

terdapat di dalam buku manapun. Sungguh Allah SWT telah menata

kalimat demi kalimat, huruf demi huruf dengan harmonisasi yang

sangat sempurna. Alquran juga sebenarnya telah menyinggung hal

ini:

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayat Nya disusun

dengan rapi, dijelaskan secara terperinci, yaitu diturunkan dari sisi

Allah yang maha bijaksana lagi maha tahu.” (QS. Huud: 1)

b. Keseimbangan lrama dalam Kata dan Alur Al-Qur’an


21

Ketika kita mendengar bacaan firman-firman Allah SWT, kita

akan merasakan bahwa itu bukanlah puisi, bukan prosa dan bukan

perkataan manusia apapun. Kita akan merasakan adanya harmonisasi

irama yang begitu unik, dan tak terdapat dalam suara lainnya. Itu

sebabnya, Allah SWT berfirman:

“Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami

membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)

Irama yang terkandung dalam kata-kata Alquran ini memiliki

kesesuaian kecepatan dengan irama otak manusia, karena Allah SWT

menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini dengan frekuensi

alami sendiri. Dan ketika Allah swt menciptakan manusia , Allah

SWT menjadikannya memiliki irama masing-masing dan frekuensi

alami yang sepadan dengan irama Al-Qur’anul Karim.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa suara dengan irama

yang seimbang dapat memberi dampak signifikan terhadap stabilitas

dan aktivitas otak. Selain itu juga akan memberi pengaruh pada detak

jantung sehingga melahirkan vitalitas otak Selanjutnya, melalui suara

dengan irama seimbang itu, tubuh manusia akan lebih mampu

mengarahkan sistem kekebalan tubuh untuk menghadapi berbagai

penyakit. Demikianlah, sel-sel otak merespon secara begitu dramatis,

jika terkena irama suara seimbang.

Oleh karena itu, pembacaan Alquran menjadi konsumsi bagi otak

getaran akustik sel yang benar dan seimbang. Sekali lagi, itu karena
22

getaran yang muncul dari tilawah Alquran memiliki konsistensi

menakjubkan. Allah SWT berfirman:

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya

Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat

pertentangan yang banyak didalamnya.” (QS. An Nisa: 82)

c. Arti dan Kandungan Makna Ayat yang Begitu Dalam

Jika kita perhatikan kandungan makna ayat-ayat Alquran, bisa

dikatakan bahwa Alquran berbicara tentang semua hal. Bahkan terkait

dengan masalah kesehatan, di dalam ayat-ayat itu, kita memperoleh

pengarahan yang sangat istimewa bagaimana cara manusia

menyembuhkan seluruh penyakit. Tak hanya penyakit yang bersifat

mental psikologis, bahkan seluruh penyakit. Allah SWT telah

meletakkan di dalam setiap ayat dari kitab-Nya kekuatan penyembuh

yang luar biasa. Kekuatan inilah yang memberi pengaruh terhadap

segala sesuatu. Allah SWT berfirman:

“Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti

kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan

ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu

Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.”(QS. Al Hasyr:

21)

4. Mekanisme Kerja Murotal Al-Qur’an

Terapi Alquran sama sekali bukan berarti kita mengabaikan

pengobatan modern. Menggunakan beragam analisa medis dan berbagai


23

sarana pengobatan modern adalah sunnah Rasulullah SAW sebagaimana

sabdanya : ”berobatlah wahai hamba Allah.” Secara eksplisit Rasulullah

SAW mendorong kita untuk memanfaatkan beragam cara pengobatan yang

mungkin dilakukan.

Al-Qur’an mampu mengembalikan keseimbangan sel terhadap sel

yang sebelumnya rusak. Allah SWT yang menciptakan sel-sel itu, maka

Dia juga yang menetapkan frekuensi getar tertentu bagi sel. Allah SWT

yang maha tahu apa yang paling baik untuk sel-sel otak manusia. Allah

SWT menyampaikan kepada kita bahwa Al-Qur’an adalah asy syifaa

(penyembuh).

“Dan kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah

menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al

Isra: 28)

Al Kaheel (2011), mengatakan bahwa dia merasakan perubahan

setelah konsisten mendengarkan Alquran diantaranya semakin tenangnya

jiwa, terobatinya ketegangan saraf, dan perubahan yang mengatasi sikap

reaksioner, mudah marah, ceroboh.

Jika kita menganalisa suara Alquran, ia adalah frekuensi audio atau

gelombang yang dikirim kepada kita melalui udara, dan gelombang suara

tersebut kemudian ditransmisikan ke telinga lalu dimasukan kedalam otak

setelah diproses oleh telinga dalam bentuk sinyal listrik atau getaran

untuk mempengaruhi daerah tertentu di otak. Setelah itu sel-sel otak


24

mengeluarka perintahnya pada tubuh berdasarkan pengaruh suara tadi. Ini

pesanan untuk tubuh yang akan terpengaruh oleh suara ini.

Rilla, dkk (2014), dalam penelitiannya mengatakan melalui terapi

pembacaan Alquran terjadi perubahan arus listrik di otot, perubahan

sirkulasi darah, perubahan detak jantung, dan kadar darah pada kulit.

Perubahan tersebut menunjukan adanya penurunan ketegangan saraf

reflektif yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan kadar

darah dalam kulit, diiringi dengan penurunan frekuensi detak jantung.

Pemberian terapi bacaan alquran terbukti mengaktifkan sel-sel tubuh

dengan mengubah getaran suara menjadi gelombang yang ditangkap oleh

tubuh, menurunkan rangsangan reseptor nyeri sehingga otak

mengeluarkan opioid natural endogen. Opioid ini bersifat permanen untuk

memblokade nosiseptor nyeri.

5. Cara Membacakan Ayat Al-Qur’an Terhadap Orang Sakit

Tidak semua pasien mengalami peredaan setelah distraksi, terutama

mereka yang mengalami nyeri hebat. Dengan nyeri yang hebat pasien

mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam

aktivitas mental atau fisik kompleks (Brunner dan Suddarth, 2013).

Al Kaheel (2011), mengatakan cara paling baik membaca Al-Qur’an

untuk kesembuhan adalah pasien sendiri. Karena beragam penelitian yang

ada terkait masalah ini, menunjukan bahwa suara pasien lebih memiliki

pengaruh besar terhadap penyakitnya dibandingkan dengan suara orang

lain. Akan tetapi terkadang seorang yang sakit dalam kondisi sulit dan
25

tidak bisa fokus membaca Al-Qur’an dengan benar. Dengan kondisi

tersebut memungkinkan untuk meminta orang lain yang membacakannya.

Orang yang membacakan harus konsentrasi pada pasien dan benar-benar

meyakini pasien akan sembuh karena barakah pembacaan ayat-ayat Al-

Qur’an yang dibaca.

Disarankan pula bacaan dilakukan dengan suara yang sedikit keras

agar bisa didengar oleh pasien. Dengan kata lain bacaan harus jahr

(terang dan jelas) bukan sirr (pelan tersembunyi). Sebab berbagai

penelitian menunjukan bahwa gelombang suara itu akan memberi

pengaruh pada sel-sel tubuh yang sakit khususnya penyakit kanker.

Penggunaan earphone, dapat membantu klien untuk lebih berkonsentrasi

terhadap suara musik agar tidak terganggu, dengan meningkatkan volume

suara, sementara itu menghindari dari pasien maupun staf perawat lain

yang merasa terganggu (Potter dan Perry, 2010).

Tidak ada waktu tertentu untuk melakukan terapi Alquran, semua

waktu cocok dan tepat, dan semua kondisi baik dengan berdiri, duduk,

telentang, saat bangun tidur atau sebelum tidur. Namun dari sisi medis,

sebaiknya terapi distraksi dengan murotal Alquran dilakukan satu jam

setelah pemberian analgesik. Karena setelah satu jam pemberian, nyeri

akan berkurang selama 30 menit dan dalam waktu itu kita berikan

distraksi dengan harapan dapat membantu menurunkan rasa nyeri

bersama dengan efek analgesik tersebut. Hal tersebut juga dikemukakan

oleh Potter dan Perry, (2010) dalam bukunya bahwa analgesik akan
26

bekerja dalam satu jam, namun nyeri akan berkurang hanya selama 30

menit.

6. Surat Yang Dibacakan Pada Terapi Murotal Al-Qur’an

Ada beberapa ayat tertentu yang harus selalu dibaca oleh orang yang

sakit, penyakit apapun karena ayat-ayat ini sangat bermanfaat bagi

penyembuhan semua penyakit.

a. Membaca surat Al Fatihah sebanyak tujuh kali

Ini langkah penting dalam proses pengobatan karena surat Al Fatihah

disebutkan sebagai surat yang paling mulia dalam Alquran dan Allah

SWT menyebutkan dengan istilah as sabi’ul matsani atau tujuh ayat

yang diulang-ulang. Allah memasukan rahasia tak ternilai dalam

kalimat-kalimat yang ada di dalam surat itu. Rasulullah SAW

bersabda :

“ Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Allah SWT tidak

menurunkan surat yang setara dengan surat Al Fatihah dalam taurat,

injil dan zabur, di dalam Alquran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Membaca ayat Kursi yakni ayat 225 surat Al Baqarah

Disarankan membaca ayat ini pada pagi dan sore hari sebab Allah

SWT meletakan kekuatan yang akan memelihara orang yang

membaca ayat ini. Jadi, sebagai langkah perlindungan dan preventif

membaca ayat ini sangat efektif memelihara seseorang dari keburukan

segala jenis penyakit. Dalam ayat ini Allah SWT berfirman:


27

“Dan Allah tidak merasa berat memelhara keduanya (langit dan

bumi), dan Allah mha tinggi lagi maha besar.”

c. Membaca dua ayat akhir surat Al Baqarah

Rasulullah SAW telah memberitakan bahwa barang siapa yang

membaca dua ayat terakhir surat Al Baqarah ini di suatu malam, maka

Allah akan melindunginya dari berbagai keburukan, penyakit, rasa

khawatir dan gelisah.

d. Membaca surat Al Ikhlash

Surat ini setara dengan sepertiga Alquran, sebagaimana dijelaskan

oleh Rasulullah SAW surat ini mengandung makna tentang sifat-sifat

keesaan Allah SWT yang tidak ada di ayat lainnya. Sebab itu, surat ini

penting sekali untuk penyembuhan semua penyakit.

e. Membaca surat Al Falaq dan An Naas

Rasulullah SAW bersabda bahwa tidak ada sesuatu yang bisa

melindungi seorang mukmin melebihi dari dua surat itu. Yakni, ketika

seorang mukmin berlindung kepada Allah dan membaca dua surat ini,

maka Allah SWT akan melindungi dan membentenginya dari berbagai

keburukan penyakit.

7. Standar Operasional Prosedur Teknik Distraksi Dengan Murotal Al-

Qur’an.

Menurut Dermawan, Deden. 2013. Keterampilan Dasar Keperawatan

(konsep dan prosedur). Yogyakarta: Gosyen Publishing


28

MEMBIMBING RELAKSASI DISTRAKSI

Pengertian Memberikan rasa nyaman kepada pasien yan

mengalami nyeri dengan membimbing pasien

untuk melakukan teknik relaksasi distraksi

Tujuan a. Menghilangkan atau mengurangi nyeri

b. Menurunkan ketegangan otot

c. Menimbulkan perasaan aman dan nyaman

Indikasi a. Pasien dengan nyeri kronis pasca bedah

b. Pasien dengan ansietas

Petugas Perawat

Persiapan alat a. Murotal Alquran mp3

b. Earphone

Prosedur a. Tahap Pra interaksi

pelaksanaan 1) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan

kecemasan diri sendiri

2) Mengumpulkan data tentang pasien

3) Merencanakan pertemuan pertama dengan

klien

b. Tahap Orientasi

1) Berikan salam, tanyakan nama pasien dan

perkenalkan diri

2) Menjelaskan prosedur dan tujuan kepada


29

klien atau keluarga klien

3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan

pasien

c. Tahap kerja

1) Menjaga privasi klien

2) Mencuci tangan

3) Mengatur posisi yang nyaman menurut

pasien sesuai kondisi pasien

(duduk/berbaring)

4) Mengatur lingkungan yang tenang dan

nyaman

5) Meminta pasien memejamkan mata

6) Memasangkan earphone yang berisi

murotal Al-Qur’an sampai dengan selesai

d. Tahap Terminasi

1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan

yang telah dilakukan

2) Rencana tindak lanjut

3) Kontrak waktu

4) Dokumen
30

A. Hasil Yang Diharapkan Dari Terapi Distraksi Dengan Murotal Al-Qur’an

Pada Pasien Pasca Bedah

Aspek penting dalam merawat pasien yang mengalami nyeri adalah

mengkaji kembali nyeri setelah intervensi diterapkan. Mengevaluasi seberapa

efektif tindakan yang diterapkan didasarkan pada pengkajian nyeri pasien,

seperti yang dituangkan dalam perangkat pengkajian nyeri. Jika intervensi

tidak efektif, perawat harus mempertimbangkan tindakan lain. Jika tindakan

ini juga tidak efektif, tujuan untuk meredakan nyeri harus dikaji kembali

dalam konsultasi dengan dokter. Perawat bertindak sebagai advokat pasien

dalam mendapatkan tambahan pereda nyeri.

Setelah intervensi mengalami keberhasilan, pasien diminta untuk menilai

intensitas nyerinya. Pengkajian ini diulangi pada interval yang sesuai setelah

intervensi dan dibandingkan dengan nilai sebelumnya. Pengkajian ini

menunjukkan keefektifan tindakan pereda nyeri dan memberikan dasar untuk

melanjutkan atau memodifikasi rencana perawatan (Brunner dan Suddarth,

2010).

Dari beberapa terapi non-farmakologis, diantaranya teknik distraksi

dengan murotal Al-Qur’an memiliki pengaruh terhadap penurunan nyeri.

Pernyataan ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Khashinah,

(2015) yang dilakukan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang

menyatakan tindakan distraksi dengan bacaan Juz Amma dapat menurunkan

frekuensi nyeri pada pasien post ORIF dengan hasil p value=0,000. Rilla, dkk

(2014) sebelumnya juga meneliti perbandingan terapi murotal dan terapi


31

musik terhadap penurunan nyeri. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa

terapi murotal lebih efektif dibandingkan dengan terapi musik.

Hasil penelitian oleh Mulyani Wiji tahun (2015) tentang Pengaruh

Distraksi Audio Murottal Al-Qur’an Terhadap Penurunan Nyeri Pasien Post

Operasi Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Muhamadiyah Gombang di ruang

maternitas. Menyimpulkan bahwa setelah diberikan distraksi audio murottal

al-qur’an dari 31 responden 23 oraang (74.2%) mengalami nyeri ringan , dan

8 orang (25.8%) mengalami nyeri sedang. Ada pengaruh dan perbedaan

setelah diberikan distraksi audio murottal al-qur’an dengan nilai (p<0.05) dan

(p=0.000) pada signifikan 95% kesimpulannya ada pengaruh distraksi audio

murottal Al-Qur’an terhadap penurunan nyeri pasien post operasi SC di RS

Muhamadiyah Gombang. Murottal yang sering digunakan adalah surah Ar-

Rahman beserta terjemahannya yang berisi 78 ayat , Ar-Rahman berarti

(Allah) yang Maha Pengasih berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada

ayat pertama surat ini. Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah

(Syaamil, 2010). Pada surat Ar-Rahman terdapat ayat Fa-biayyi alaa i Rabbi

kuma tukadzi ban yang artinya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang

kamu dustakan?” yang diulang sebanyak 31 kali yang terletak di akhir setiap

ayat yang menjelaskan nikmat allah yang diberikan kepada manusia,

tujuannya untuk mengingatkan manusia kalau nikmat Allah itu luar biasa,

tidak ada 1 pun yang dapat kita dustakan (Syaamil, 2010).


32

BAB III

METODOLOGI

A. Rancangan Studi Kasus

Metodologi ini dengan rancangan deskriptif studi kasus,

dengan melakukan penerapan tehnik distraksi murotal Al-Qur’an

sesuai kebutuhan pasien.

B. Subyek Studi Kasus

Klien pada studi kasus ini adalah pasien post operasi

apendiktomi hari ke-2 atau hari ke-3 yang beragama Islam dengan

masalah keperawatan nyeri akut (ringan sampai sedang yaitu dari

skala 1 sampai 6).

C. Fokus Studi Kasus

Fokus studi dalam studi kasus ini adalah mengetahui

perubahan skala nyeri sedang menjadi ringan pada klien dengan post

operasi apendiktomi. Tindakan terapi tehnik distraksi murotal al-

qur’an ini dilakukan sebelum diberikan obat analgetik. Waktu yang

diberikan dalam terapi ini kurang lebih 30 menit. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui tindakan dengan hasil yang diharapkan secara

akurat.

D. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Tempat Studi Kasus ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap Bedah

Dahlia RSU Kabupaten Tangerang pada tanggal 12-17 maret 2018.


33

E. Standar Operasional Prosedur

1. Distraksi adalah mengalihkan perhatian pasien dari nyeri.

Distraksi mengarahkan perhatian klien kepada suatu hal lain

dari nyeri, dengan demikian mengurangi kesadaran akan adanya

nyeri (Potter dan Perry, 2010 dalam atailah dan kusnadi, 2013).

2. Tujuan

a) Menghilangkan atau mengurangi nyeri

b) Menurunkan ketegangan otot

c) Menimbulkan perasaan aman dan nyaman

3. Indikasi

a) Pasien post operasi dengan indikasi nyeri

b) Pasien ansietas

4. Sumber Acuan

Dermawan, Deden. 2013. Keterampilan Dasar Keperawatan

(konsep dan prosedur). Yogyakarta: Gosyen Publishing

5. Persiapan alat

a) Murotal Alquran mp3

b) Earphone

6. Prosedur Pelaksanaan

1) Tahap pra interaksi:

a) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan

kecemasan diri sendiri


34

b) Mengumpulkan data tentang pasien

c) Merencanakan pertemuan pertama dengan klien

2) Tahap Orientasi

a) Berikan salam, tanyakan nama pasien dan

perkenalkan diri

b) Menjelaskan prosedur dan tujuan kepada klien

atau keluarga klien

c) Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien

3) Tahap Kerja

a) Menjaga privasi klien

b) Mencuci tangan

c) Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien

sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring)

d) Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman

e) Meminta pasien memejamkan mata

f) Memasangkan earphone yang berisi murotal Al-

Qur’an dengan volume yang jelas

g) Perdengarkan murotal Al-Qur’an sampai dengan

selesai

4) Tahap Terminasi

a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang

telah dilakukan

b) Rencana tindak lanjut


35

c) Kontrak waktu

5) Dokumentasi

7. Tahapan Studi Kasus

1) Membuat proposal studi kasus

2) Melakukan permohonan izin untuk melakukan studi

kasus kepada RSUD Kabupaten Tangerang

3) Mendiskusikan dengan perawat ruangan dalam memilih

pasien yang sesuai dengan kriteria subjek studi kasus

4) Pengkajian masalah nyeri pasien, mengkaji kondisi

pasien untuk mengumpulkan informasi tentang pasien

agar dapat mengidentifikasi skala intensitas nyeri

menggunakan skala analog visual. Mengidentifikasi hal-

hal yang berkaitan dengan penurunan skala nyeri

terhadap tehnik distraksi murotal Al-Qur’an.

5) Orientasi, melakukan komunikasi terapeutik,

menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

6) Informed consent, persetujuan tindakan atau izin dari

pasien tentang tindakan yang akan dilakukan

terhadapnya setelah mendapatkan informasi yang cukup

tentang tindakan yang akan dilakukan.

7) Implementasi tehnik distraksi murotal Al-Qur’an sesuai

standar operasional prosedur. Yang dibacakan oleh

Sheikh Abdul Rahman Al-Sudais melalui Murottal Al-


36

Qur’an mp3 , surat yang di bacakan ialah surat Ar-

Rahman dengan durasi selama 15 menit

8) Terminasi, melakukan evaluasi tindakan untuk

mengambil hasil dari tindakan yang dilakukan. Evaluasi

dilakukan dengan mengkaji ulang skala nyeri

menggunakan skala analog visual dan mengidentifikasi

adanya perubahan skala nyeri setelah dilakukan

tindakan. Evaluasi didokumentasikan pada lembar

observasi pre dan post test dan melakukan

pendokumentasian hasil tindakan asuhan keperawatan

(terlampir)

Anda mungkin juga menyukai