Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum

(cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya (Nanda, 2013). Gejala klinis apendiksitis ialah

nyeri samar-samar tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah

epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual,

muntah, nafsu makan menurun dalam beberapa jam nyeri akan

berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney (Sjamsuhidayat, 2011).

Menurut WHO memperkirakan insidens apendiksitis di dunia

tahun 2007 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk di dunia

(Juliansyah, 2008). Usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering

mengalami apendiksitis. Sementara itu untuk di Indonesia sendiri

apendiksitis merupakan penyakit urutan ke empat terbanyak dari pada

tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan Republik

Indonesia pada tahun 2008 jumlah penderita apendiksitis di Indonesia

mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar


596.132 orang. Di Jawa tengah tahun 2009 menurut Dinas Kesehatan,

jumlah kasus apendiksitis dilaporkan sebanyak 5.890 dan diantaranya

menyebabkan kematian. Jumlah penderita apendiksitis tertinggi di kota

Semarang, yakni 970 orang (Eylin, 2009).

Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, pada

umur 20-30 tahun dan insidens laki-laki lebih tinggi. Berbagai hal

sebagai pencetusnya. Selain hiperplasia jaringan limfa, sumbatan

lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor

pencetus. Fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula

menyebabkan sumbatan. Penyebab lain dapat menimbulkan

apendiksitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti

Enterobacter histolytica (Sjamsuhidayat, 2011). Bahaya apendiksitis

jika tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan komplikasi

seperti infeksi luka, infeksi intra abdomen, fistula fekal, obstruksi usus,

hernia insisional, peritonitis (paling sering) dan kematian (Kimberly,

2012).

Penatalaksanaan apendiksitis adalah apendiktomi. Apendiktomi

adalah tindakan operasi untuk mengangkat apendiksitis yang dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Jitowiyono,

2010). Apendiktomi merupakan suatu intervensi bedah yang

mempunyai tujuan bedah ablatif atau melakukan pengangkatan bagian

tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit (Muttaqin,

2009). Prosedur apendiktomi adalah pembedahan ditunda sampai terapi


antibiotik dimulai bila dicurigai abses, puasa sampai setelah menjalani

pembedahan, kemudian secara bertahap kembali ke diet normal,

ambulasi pasca bedah dan spirometri insentif (Kimberly, 2012

).

Studi pendahuluan yang dilakukan di IRNA bedah RS Muhammadiyah


Palembang pada tanggal 17 Desember 2013 menunjukkan angka kejadian bedah
mayor lebih dari 60% kasus digestif tahun 2012 berjumlah 4369 kasus, angka ini
meningkat dibanding dengan angka kejadian bedah mayor tahun 2011 yang
berjumlah 3030 kasus atau meningkat 69,4 % dari data tersebut bila diambil rata-
rata maka didapatkan 12 pembedahan perhari, dan cenderung meningkat dengan
adanya peningkatan jaminan kesehatan masyarakat oleh pemerintah.

Setiap pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan trauma


bagi pasien. Salah satu yang sering dikeluhkan klien adalah nyeri. Nyeri yang
ditimbulkan oleh operasi biasanya membuat pasien merasa sangat kesakitan
(Perry & Potter 2010). Nyeri merupakan masalah utama dalam perawatan
paska operasi dimana nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang
timbul bila ada kerusakan jaringan dan menyebabkan individu bereaksi dengan
cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton,1997 dikutip dari DepKes RI, 2009).
Sedangkan menurut International for the Study of Pain (1990 dikutip dalam
Oman, 2008) nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional yang
tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Smeltzer
& Bare, 2010).

Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan


pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari. Efek fisik, nyeri yang tidak diatasi
secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar
ketidaknyamanan yaitu dapat mempengaruhi sistem pulmonary,
kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik Efek perilaku,
dapat di amati dari respon vokal (menangis), ekspresi wajah (meringis),
gerakan tubuh (perasaan gelisah) dan interaksi sosial (menghindari
percakapan). Pengaruh pada aktivitas sehari-hari, yaitu kesulitan dalam
melakukan hygiene dan menggangu dalam mempertahankan hubungan
seksual (Andarmoyo, 2013).

Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang


kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Secara garis besar ada
dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan non
farmakologi ( Smeltzer & Bare, 2010). Teknik farmakologi merupakan tindakan
kolaborasi antara perawat dan dokter yang menekankan pada pemberian obat
yang efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat
dan berlangsung lama (Smeltzer & Bare, 2010). Metode pereda nyeri
nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi
intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien (Potter
& Perry, 2010).
Salah satu tindakan keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri adalah
teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan
metode yang efektif untuk menghilangkan rasa nyeri terutama pada klien
yang nafas mengalami nyeri yang sifatnya kronis. Rileks sempurna yang
dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga
mencegah menghebatkannya stimulasi nyeri (Kusyati, 2006). Prosedur nafas
dalam yaitu anjurkan pasien untuk duduk rileks, anjurkan klien untuk tarik
nafas dalam dengan pelan, tahan beberapa detik, kemudian lepaskan
(tiupkan lewat bibir) dan saat menghembuskan udara anjurkan klien untuk
merasakan relaksasi (Prasetyo, 2010).
Menurut penelitian Armi (2013) pengaruh nafas dalam menggunakan
pernafasan diagfragma terhadap nyeri saat perawatan luka pasien post
operasi di RS. Sari Asih Serang 2013. Menunjukkan bahwa Berdasarkan
hasil uji statistik yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Ho ditolak atau
Ha diterima, yang artinya ada pengaruh terhadap nyeri saat perawatan luka
antara sebelum dan sesudah dilakukan pernafasan diafragma pada pasien
post operasi di Wilayah kerja Rumah Sakit Sari Asih Serang tahun 2013.
Hal itu dibuktikan dengan turunnya skor nyeri dari sebelumnya 7 yang
dideskripsikan nyeri berat menjadi 4 yang dideskripsikan nyeri sedang.
Menurut penelitian Novarizki (2009) dengan penelitian pengaruh
teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien
pasca operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta
menunjukan ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima Utama
Surakarta.
Menurut penelitian Sri Utami (2014) dengan penelitian efektifitas
relaksasi nafas dalam dan distraksi dengan latihan 5 jari terhadap nyeri post
laparatomi di ruang Camar III RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
menunjukkan ada pengaruh relaksasi napas dalam dan distraksi dengan
latihan 5 jari efektif untuk menurunkan nyeri post laparatomi.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan, peran terapi
non farmakologi sangatlah penting karena sampai saat ini relaksasi nafas
dalam belum banyak diketahui oleh masyarakat. Maka oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk mengetahui tentang “ Efektifitas Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Sedang Pada Pasien Post
Operasi Bedah Digestif di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah
Meskipun pada saat ini telah banyak penelitian mengenai berbagai
teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi. Maka
dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kefektifitasan pemberian
teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri sedang pada pasien
post operasi bedah digestif di Rs. Muhammdiyah Palembang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya keefektifitasan dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan
perbedaan skor nyeri pada pasien post operasi bedah digestif sebelum
dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya skor nyeri pada pasien post operasi bedah digestif
sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam di Rs.
Muhammdiyah Paelmbang.
b. Diketahuinya skor nyeri pada pasien post operasi bedah digestif
sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam di Rs.
Muhammdiyah Paelmbang.
c. Diketahuinya perbedaan skor nyeri pada pasien post operasi bedah
digestif sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
di Rs. Muhammdiyah Paelmbang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat sebagai pengetahuan, pengalaman dan
sebagai sarana mengaplikasikan khususnya ilmu keperawatan dan
metodologi riset penelitian serta sebagai wacana ilmiah dan
sumber informasi tentang penanganan nyeri post operasi bedah
digestif.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan refrensi dan
sebagai bahan acuan untuk meningkatkan keilmuan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan langsung dalam skripsi untuk tenaga kesehatan
khususnya bidang keperawatan.
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitiam ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi
yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu kesehatan khususnya
dibidang keperawatan.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini termasuk dalam area keperawatan medikal bedah.
Penelitian ini ditujukan kepada pasien post operasi bedah digestiif yang
mengalami nyeri post operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keefektifitasan pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan
nyeri sedang pada pasien post operasi bedah digestif di laksanakan di Rs.
Muhammdiyah Palembang pada tanggal Januari sampai Februari 2018.
Populasi penelitian adalah semua pasien post operasi bedah digestif.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan one group pre test-post test
dengan cara observasi sebelum dan setelah diajarkan teknikm relaksasi
nafas dalam. Alat ukur yang digunakan adalah checklist indentifikasi skala
nyeri.
F. Keaslian Skripsi
Penelitian ini melihat keefektifitasan pemberian relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan nyeri sedang pada pasien post operasi bedah digestif di
Rs. Muhammdiyah Palembang. Berdasarkan pengetahuan peneliti, sudah
banyak hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan. Adapun perbedaan dan
persamaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya terletak pada variabel, subjek, waktu dan tempat
penelitian. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain :
1. Armi (2013) pengaruh nafas dalam menggunakan pernafasan
diagfragma terhadap nyeri saat perawatan luka pasien post operasi di
RS. Sari Asih Serang 2013.
Variabel independen :Relaksasi nafas dalam menggunakan
pernafasan diafragma.
Variabel dependen : Nyeri perawatan luka post operasi
Hasil : Ada pengaruh terhadap nyeri saat perawatan
luka antara sebelum dan sesudah dilakukan
pernafasan diafragma pada pasien post operasi.
Rancangan : Eksperimen dengan one group pretest-postest
designs

2. Novarizki (2009) dengan penelitian pengaruh teknik relaksasi nafas


dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta.

Variabel independen : Teknik relaksasi nafas dalam


Variabel dependen : Nyeri post op. fraktur femur
Hasil : Ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada
pasien pasca operasi fraktur femur.

Rancangan : Quasy Experimental Design dengan


Nonequivalent Control Group Design.

3. Sri Utami (2014) dengan penelitian efektifitas relaksasi nafas dalam dan
distraksi dengan latihan 5 jari terhadap nyeri post laparatomi di ruang
Camar III RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Variabel independen : Relaksasi nafas dalam dan distraksi dengan
latihan 5 jari
Variabel dependen : Nyeri post laparatomi
Hasil : Ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan nyeri post laparatomi.
Rancangan : Quasy eksperimental

Anda mungkin juga menyukai