Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saluran pencernaan merupakan saluran yang berfungsi menerima makanan yang masuk
dan mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh. Makanan yang masuk ke dalam tubuh
dimetabolisme dan akan menghasilkan energi bagi tubuh, memperbaiki jaringan yang rusak,
membentuk enzim serta hormon. Apabila saluran pencernaan mengalami gangguan maka
akan berakibat pada tubuh, salah satunya pada organ apendiks (Sjamsuhidajat & De Jong,
2011). Apendiks atau yang disebut juga dengan umbai cacing merupakan bagian dari organ
pencernaan yang sampai saat ini belum diketahui fungsinya. Meskipun demikian tidak sedikit
kasus kesehatan yang disebabkan karena apendiks. Jika apendisitis tidak ditangani dengan
segera bisa berdampak lebih buruk (Sjamsuhidajat & De Jong, 2011).

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi, walaupun
apendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang dewasa muda, sebelum
era antibiotik, moralitas penyakit ini tinggi (Deden, 2010). Istilah usus buntu yang dikenal
di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum.
Apendiks diperkirakan ikut serta dalam system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun,
pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas
(Syamsyuhidayat, 2005). Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik
juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan
implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di Asia dan


Afrika pada tahun 2013 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi (World Health
Organization 2013). Setiap tahun Apendisitis menyerang 10.000 penduduk indonesia, dan
saat ini morbiditas angka apendisitis di indonesia mencapai 95/1000 penduduk dan angka ini
merupakan tertinggi di antara Negara-negara di Assosiation South East Asia Nation
(ASEAN), (Lubis 2008). Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2012 dari hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, angka kejadian apendisitis di sebagian besar
wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita
penyakit Apendisitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar
179.000 orang.
Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara operasi.
Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang merupakan suatu tindakan
pembedahan membuang apendiks. Adapun respon yang timbul setelah tindakan apendiktomy
untuk mengambil umbai cacing yang terinfeksi ini adalah nyeri. Nyeri menandakan bahwa
terjadi kerusakan jaringan dan nyeri bersifat subjektif pada masing-masing individu (Wijaya
& Putri, 2013).

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri didaerah umbilikus atau


periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan. Menurut Internasional
association for study of pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakaan (Ratna, 2015). Perawat tidak bisa melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara individu satu
dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Bila diagnosis klinis sudah jelas,
tindakan paling tepat dan merupakan satu- satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi.
Nyeri pasca operasi mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi kemungkinan sebab
lain harus dipertimbangkan. Sebaiknya pencegahan nyeri sebelum operasi direncanakan agar
tidak terganggu oleh nyeri setalah pembedahan. Cara pencegahan tergantung pada penyebab
dan letak nyeri dan keadaan penderitannya (Sjamsuhidayat, 2005).

Nyeri post operasi akan meningkatkan stress post operasi dan memiliki pengaruh
negatif pada penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri sangat penting sesudah pembedahan, nyeri
yang dibebaskan dapat mengurangi kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dapat
mentoleransi mobilisasi yang capat. Pengkajian nyeri dan kesesuian analgesik harus
digunakan untuk memastikan bahwa pasien post operasi dapat dibebaskan (Potter & Perry,
2006). Adapun pengelolaan nyeri pasien post operasi apendisitis meliputi latihan nafas
dalam, kompres hangat, terapi mesase, pemberian analgesik dan lingkungan yang nyaman.

Intervensi pengurangan nyeri dilakukan dengan cara nafas ritmik dan kompres hangat
yang paling sering banyak digunakan saat ini (Tamsuri, 2007). Tehnik distraksi adalah
pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat
mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika
seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls
nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menyenangkan
dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan
oleh klien menjadi berkurang(Tamsuri, 2007). Teknik distraksi nafas ritmik dipercaya dapat
menurunkan nyeri melalui mekanisme yaitu dengan teknik nafas ritmik otot-otot skelet yang
mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostglandin sehingga terjadi fase
dilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah kedaerah yang mengalami
spasme dan iskemik, teknik nafas ritmik dipercaya mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalit (Henderson, 2005).

Berdasarkan latar masalah dan fenomena yang terjadi diatas maka penulis termotivasi
untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh “penerapan teknik distraksi nafas ritmik untuk
mengurangi nyeri pada pasien post operasi apendisistis”

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penerapan teknik distraksi nafas ritmik untuk mengurangi nyeri
pada pasien post operasi apendisitis ?
C. TUJUAN STUDI KASUS

1) Tujuan Umum
Untuk melakukan penerapan teknik distraksi nafas ritmik
untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi di Rs tahun
2021.
2) Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran karakteristik pasien post op apendisitis
b. Diketahui gambaran penerapan fase pra interaksi teknik distraksi nafas ritmik
c. Diketahui gambaran penerapan fase orientasi teknik distraksi nafas ritmik
d. Diketahui gambaran penerapan fase interaksi teknik distraksi nafas ritmik
e. Diketahui gambaran penerapan fase terminasi teknik distraksi nafas ritmik
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Prodi Keperawatan
Hasil penulisan ini bisa untuk digunakan sebagai referensi
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa
khususnya Keperawatan Medikal Bedah Poltekkes Kemenkes
Bengkulu khususnya bagi Prodi DIII Keperawatan.
b. Bagi Rumah Sakit
Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi
tenaga kesehatan khususnya yang ada di Rumah Sakit untuk
dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan terutama
untuk pasien nyeri post apendisitis.
c. Bagi Klien/keluarga/Masyarakat
Meningkatkan Pengetahuan masyarakat tentang teknik
nafas ritmik untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi
apendisitis.

d. Bagi penulis
Untuk memenuhi persyaratan tugas akhir dalam
mengikuti penyelesaian pendidikan di Prodi DIII Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, disamping itu Hasil studi kasus
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data dan
informasi bagi pengembangan penelitian selanjutnya bagi
penulis dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan apendisitis dalam penerapan teknik distraksi
nafas ritmik dalam penurunan nyeri pada pasien post op
apendisitis.

Anda mungkin juga menyukai